Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa
filsafat ilmu itu digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai
tiga hal, yaitu:
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu,
setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah.
Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan
Permula adanya teori umum dari terjadinya perdebatan antara Alexius Meinong
dengan Christian von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber
nilai. Alexius Meinong berpendapat sumber nilai adalah perasaan (feeling)
atau perkiraan adanya kesenangan terhadap suatu objek. Christian von Ehrenfels
berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau keinginan (desire). Menurut
pendapat keduanya nilai adalah milik objek itu sendiri .
1. Bosanquet ( idealisme )
Nilai adalah kualitas tertentu dari suatu objek, kejujujuran apa adanya,
tetapi manifestasinya diilhamkan kedalam sikap pikiran manusia.
1. Scheler (fenomenologi)
Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang diintuisikan
secara emosional.
Penetapan nilai tunduk pada standar yang sama pada pengetahuan dan validitas
seperti halnya penilaian empiris kognitif lainnya.
1. G. E. moore ( Intuisime)
Nilai adalah suatu yang tidak dapat diterangkan , yakni tidak dapat dianalisis,
tidak dapat direduksi dari terma itu sendiri,meskipun nilai adalah suatu
tindakan.
Subjektivisme Aksiologi
1. Hume ( skeptisime )
1. Sarte (eksistensialisme)
Nilai adalah kualitas empiris yang tidak dapat dijelaskan menyatu dengan
kebahagian perasaan daripada berpikir bagaimana kita ingin merasakannya.
1. D. H. Parker (humanisme)
1. Perry (naturalisme)
Semua objek dari kepentingan sebagai suatu hubungan yang saling terkait
antara kepentingan dengan objek.
Pandangan ini mengatakan bahwa penentuan nilai adalah ekspresi emosi atau
usaha untuk membujuk yang semua itu tidak faktual.
Emotivisme : Nilai adalah suatu nilai yang tidak dapat dijelaskan dan bersifat
emotif walaupun memiliki makna secara faktual.
Nilai adalah fungis ekspresif , member cela bagi perasaan , dan statemen yang
bersifat emotif atau nonkognitif.
Nilai adalah fungsi persuasive dan tidak memiliki objek kesalahan seperti benar
dan salah, maka persuasi diperlukan dapat diterima.
(1) Moral Conduct (tindakan moral), bidang ini melahirkan disiplin ilmu
khusus yaitu “ilmu etika” atau nilai etika. (2) Esthetic Expression (Ekspresi
Keindahan), bidang ini melahirkan konsep teori keindahan atau nilai estetika.
(3) Sosio Political Live (Kehidupan Sosial Politik), bidang ini melahirkan
konsep Sosio Politik atau nilai-nilai sosial dan politik.
Terkait dengan nilai etika atau moral, sebenarnya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral, namun dalam perspektif yang berbeda. Nilai
menyangkut sikap manusia untuk menyatakan baik atau jelek, benar atau salah,
diterima atau ditolak. Dengan demikian manusia memberikan konfirmasi
mengenai sejauh mana manfaat dari obyek yang dinilainya. Demikian juga
terhadap ilmu
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang kuat. Ilmu bisa jadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya “tidak bermoral” atau
paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Namun sebaliknya, ilmu
akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar
dan tepat,tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Berbicara moral sama
artinya berbicara masalah etika atau susila, mempelajari kaidah-kaidah yang
membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus.Karena moral umum
diukur dari sikap manusia pelakunya,timbul pula perbedaan penafsiran .
Masalah etika atau susila mengakibatkan pula berbagai pendapat tentang etika
tergantung citra dan tujuannya. Ada etika individual dan sosial, ada etika situasi
dan esensial. Dua pertentangan dalam etika modern, yaitu etika yang
memperhatikan faktor psikologi secara nilai kebahagiaan, dan etika situasi atau
historisme yang berpendapat bahwa ukuran baik dan jahat ditentukan oleh
situasi atau keadaan zaman.
Adapun dari sisi estetika, maka titik tekannya adalah pada penilaian subjek
terhadap objek, atau berusaha memilah dan membedakan suatu sikap atau
perbuatan objek. Penilaian ini, kadang objektif dan kadang subjektif tergantung
hasil pandangan yang muncul dari pikiran dan perasaan manusia. Penilaian
menjadi subjektif apabila nilai sangat berperan dalam segala hal. Mulai dari
kesadaran manusia yang melakukan penilaian sampai pada eksistensinya dalam
lingkungan. Untuk itu, makna dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek
pada objek yang dinilai tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau
fisik. Artinya, penilaian subjektif akan selalu memperhatikan akal budi manusia,
seperti perasaan dan intelektualitas. Makanya, hasil dari penilaian ini selalu
mengarah pada suka atau tidak sukanya subjek, atau senang dan tidak senang.
Seperti, keindahan sebuah karya seni tidak dikurangi dengan selera (perasaan)
rendah orang yang menilai.
Nilai
Karakteristik Nilai
1) Nilai (baik, menarik dan bagus) lebih luas (kewajiban, kebenaran dan
kesucian)
Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau
pendapatnya:
Kriteria Nilai
2) Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
Aksiologi Ilmu Pengetahuan – Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum
digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas
secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus
pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu
cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak
masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan
dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,
baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat
moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme
adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral
dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia
mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan
bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan
mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang
tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata
bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.