Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ira Rahmawati

Nim : 223206050017

RESUME ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI

A. Ontologi
Menurut bahasa ontologi berasal dari dua suku kata yakni “onto” yang berarti sesuatu
yang berwujud dan „logos” yang berarti ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang wujud hakikat
yang ada. Pengertian ontologi menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat
sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran logis.1 Pengertian ini
didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”, artinya
ontologi adalah teori tentang wujud.
Ontologi kaitannya dengan ilmu pengetahuan, merupakan kajian filosofis tentang hakikat
keberadaan ilmu pengetahuan, apa, dan bagaimana ilmu pengetahuan yang “ada” itu. Telaah
ontology akan menjawab pertanyaan seperti: apakah objek ilmu yang akan ditelaah? Bagaimana
wujud hakiki tentang objek tersebut?.
Argumen ontologi pertama kali dilontarkan oleh pluto (428-348 SM) dengan teori
ideanya. Menurut plato setiap yang ada di alam nyata ini pasti ada ideanya. Idea yang dimaksud
plato ialah definisi atau konesp universal dari tiap sesuatu. Contohnya. Manusia punya idea. Idea
manusia menurut plato adalah “badan yang hidup” yang kita kenal dan dapat berpikir. Dengan
kata lain idea manusia adalah “binatang berpikir”. Konsep binatang berpikir ini bersifat
universal, berlaku intuk seluruh manusia. Tiap-tiap sesuatu di alam ini memiliki idea. Idea inilah
yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu.2
Secara ontologis, ilmu membatasi diri terhadap masalah yang dikajinya, yaitu hanya
terfokus pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang
dipakai untuk menunjukkan sifat kejadian yang terjangkaufitrah pengalaman manusia disebut
dunia empiris.
Dua jenis sudut pandang tentang Hakikat kenyataan ontologi:3
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?

1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), h. 67.
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, h. 68.
3
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, h. 70.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar
yang berbau harum.
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu diuraikan/ditelaah secara:4
1. Metodis; Menggunakan cara ilmiah.
2. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.
3. Koheren;Unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian
yang bertentangan.
4. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis).
5. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan
secaramultidimensional atau secara keseluruhan (holistik).
6. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya.
7. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
B. Epistimologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “Logos”. “Episteme” berarti
pengetahuan, “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistemologi secara etimologis berarti teori
pengetahuan. Epistemologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu,
serta bagaimana proses terjadinya.5
Kajian pokok epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan.
Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu apakah pengetahuan itu, apakah yang
menjadi sumber dan dasar pengetahuan, apakah pengetahuan tersebut merupakan kebenaran atau
hanya dugaan.6
Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan, bagaimana mengetahui benda-
benda. Pengetahuan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara manusia
memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut Horald H. Titus,
dkk, secara global terdapat 3 persoalan pokok dalam bidang epistemologi, yaitu :7
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimana pengetahuan yang benar itu datang, dan
bagaimana kita dapat mengetahui?

4
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, h. 71.
5
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 63.
6
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu, h. 63.
7
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu, h. 64.
b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil diluar akal, dan kalau ada,
dapatkah kita mengetahui?
c. Apakah pengetahuan kita benar (valid)? Bagaimana kitamembedakan kebenaran dan
kekeliruan?

Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut mencoba


menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan sebagai berikut:
1. Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan manusia
ialah pikiran, rasio dan jiwa.
2. Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari
pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang ditangkap oleh panca inderanya.
3. Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran manusia sendiri.
4. Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia adalah gambaran
yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam pengetahuan yang baik tergambar
kebenaran seperti sesungguhnya.
5. Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah kejadian dalam
jiwa manusia, sedangkan kanyataan yang diketahui manusia semuanya terletak di luar
dirinya.8
C. Aksiologi
Kata aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “ Axsios” berarti nilai, dan
“logos” artinya ilmu atau teori. Jadi aksiologi memiliki arti teori tentang nilai. Sedangkan
pengertian Jujun S. Suriasumantri adalah teori, nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.9
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya
seseorang menggunakan atau mengembangkan pengetahuan atau ilmu yang dimiliki dengan
berlandaskan nilai etika dan estetika demi kemaslahatan bersama.
Kategori penilaian aksiologi ada dua yaitu:10

8
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 75
9
Enden Haetami, Filsafat Ilmu, (Bandung: Yayasan Bhakti Ilham, 2017), h. 111.
10
Enden Haetami, Filsafat Ilmu, h. 116.
1. Objectivsm, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apaadanya sesuai keadaan
yang dinilai.
2. Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat
unsur intuisi (perasaan).
Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Nilai etika
Etika termasuk cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Adapun cakupan dari nilai etika adalah: Adakah ukuran perbuatan yang
baik yang berlaku secara universal bagi seluruh manusia. Nilai etika diperuntukkan pada
manusia saja, selain manusia (binatang, benda, alam) tidak mengandung nilai etika,
karena itu tidak mungkin dihukum baik atau buruk, salah atau benar.

2. Nilai estetika11
Adapun estetika merupakan bidang studi manusia yang membahas tentang nilai-nilai
keindahan. Kadang estetika diartikan sebagai filsafat seni dan kadang-kadang prinsip
yang berhubungan dengan estetika dinyatakan dengan keindahan. Syarat nilai estetika
terbatas pada lingkungannya, disamping juga terikat dengan ukuran-ukuran etika. Etika
menuntut supaya yang bagus itu baik. Lukisan porno dapat mengandung nilai estetika,
tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etika. Sehingga kadang orang memetingkan
nilai panca-indra dan mengabaikan nilai ruhani. Orang hanya mencari nilai nikmat tanpa
mempersoalkan apakah ia baik atau buruk. Nilai estetika tanpa diikat oleh ukuran etika
dapat berakibat mudarat kepada estetika, dan dapat merusak. Dari beberapa penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian baik dan buruk terletak pada manusia itu
sendiri.

11
Enden Haetami, Filsafat Ilmu, h. 124.

Anda mungkin juga menyukai