“AKSIOLOGI”
IPDN
KEMENDAGRI
JATINANGOR 2017
BAB I
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah
memberikan segala limpahan rahmat, bimbingan, dan petunjuk, serta
hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga makalah saya ini dalam memenuhi tugas
mata kuliah pengantar ilmu filsafat, dapat bermanfaat bagi semua pihak,
semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat serta petunjuk bagi kita semua.
NPP 28.0574
BAB II
PENDAHULUAN
Latar belakang
kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu
masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan
sebaliknya menimbulkan bencana.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKSIOLOGI
1. aksiologi berasal dari kata axios (yunani) berarti nilai dan logos yang artinya
teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”
A. Moral Conduct yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus
yaitu etika.
5. Barneld
menurutnya aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang
nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang
dianggap baik di dalam tingkah laku manusia
Jadi aksiologi adalah suatu teori tentang nilai yang berkaitan dengan
bagaimana suatu ilmu digunakan. Aksiologi berperan penting bagaimana agar
penggunaa ilmu pengetahuan dapat bermanfaat bagi kehidupan ini sehingga
tidak disalah-gunakan yang mengakibatkan hal yang merugikan.
Teori umum tentang nilai bermula dari perdebatan antara Alexius Meinong
dengan Christian von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber
nilai. Alexius Meinong berpendapat sumber nilai adalah
perasaan (feeling) atau perkiraan adanya kesenangan terhadap suatu objek.
Christian von Ehrenfels berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau
keinginan (desire). Menurut pendapat keduanya nilai adalah milik objek itu
sendiri.
Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang
diintuisikan secara emosional.
Penetapan nilai tunduk pada standar yang sama pada pengetahuan dan
validitas seperti halnya penilaian empiris kognitif lainnya.
4. G. E. moore ( Intuisime)
Nilai adalah suatu yang tidak dapat diterangkan, yakni tidak dapat dianalisis,
tidak dapat direduksi dari terma itu sendiri,meskipun nilai adalah suatu
tindakan.
Subjektivisme Aksiologi
Nilai adalah kualitas empiris yang tidak dapat dijelaskan menyatu dengan
kebahagian perasaan daripada berpikir bagaimana kita ingin merasakannya.
3. D. H. Parker (humanisme)
Nilai adalah fungsi ekspresif , memberi celah bagi perasaan , dan statemen
yang bersifat emotif atau nonkognitif.
3. Stevenson (logika empirisme)
Nilai adalah fungsi persuasive dan tidak memiliki objek kesalahan seperti
benar dan salah, maka persuasi diperlukan dapat diterima.
A. Etika
Etika adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan
perilaku orang. Semua perilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari
penilaian. Jadi tidak benar suatu perilaku dikatakan etis dan tidak etis. Lebih
tepat, perilaku adalah beretika baik atau beretika tidak baik. Sejalan dengan
perkembangan penggunaan bahasa yang berlaku sekarang istilah etis dan
tidak etis tidak baik untuk hal yang sama. Demikian juga etis dan etis baik.
Banyak wacana dalam hal perilaku ini digunakan istilah baik dan jahat
untuk etika karena perbuatan manusia yang tidak baik akan berarti merusak,
sedangkan perbuatan yang baik akan berarti membangun.
Dalam Craig (2005), menurut Crisp ada beberapa etika falsafiah yang
bersifat luas dan umum, serta berupaya untuk mendapatkan prinsip-prinsip
umum atau keterangan-keterangan dasar mengenai moralitas, cenderung
lebih menfokuskan pada analisis atas masalah sentral pada etika itu sendiri.
Misalnya, masalah otonomi. Perhatian terhadap pemerintahan sejajar dengan
masalah-masalah yang menyangkut diri(self), hakikat moral dan relasasi etis
masalah lain. Topic lain juga termasuk masalah ini adalah ideal moral, makna
pahala, reponsibilitas moral.
B. Estetika
Estetika membicarakan tentang permasalahan (Russel), pertanyaan
(Langer), atau isu (farber) mengenai kehidupan, menyangkut ruang lingkup,
nilai, pengalaman, perilaku, dan pemikiran seniman, seni, serta persoalan
estetika dan seni dalam kehidupan manusia (The Liang Gie, 1976)
Dalam Craig (2005), Marcia Eaton menyatakan, bahwa konsep-konsep
estetika merupakan konsep-konsep yang berkaitan dengan deskripsi dan
evaluasi objek serta kejadian artistic dan esteika. Emund Burke dan David
Hume pernah membicarakan masalah estetika dengan cara menjelaskan
konsep estetika secara empiris, yaitu dengan cara mengamati respons
psikologis dan fisik yang dapat membedakan individu satu dengan lainnya
untuk objek dan kejadian berbeda. Mereka berupaya untuk melihat estetika ini
dalam sudut pandang objektif. Sebaliknya, Immanuel Kant berpendapat,
bahwa konsep estetika itu bersifat subjektif, tetapi ia menyatakan bahwa taraf
dasar manusia secara universal memiliki perasaan yang sama terhadap apa
yang membuat merek nyaman dan senang ataupun menyakitkan dan tidak
nyaman.
Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan
istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada
deskripsi dan evalusai mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan
objek, serta kejadian artistik, dan estetik.
BAB IV
KESIMPULAN
2. Subjektivisme aksiologi
Etika adalah bagian dari filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan
perilaku orang. Sedang estetika adalah bagian aksiologi yang membicarakan
permasalahan, pertanyaan, atau isu mengenai kehidupan, menyangkut ruang
lingkup, nilai, pengalaman, perilaku, pemikiran, seniman, seni, serta persoalan,
estetika, dan seni dalam kehidupan manusia.