Hasil merupakan buah yang diperoleh dari beberapa usaha
yang dilakukan oleh seseorang dalam berbagai hal. Hasil merupakan tujuan akhir dari segala upaya untuk memperolehnya. Tentunya sebelum hasil itu diperoleh, ada sebuah upaya bagaimana hasil itu bisa diperoleh dengan cara-cara tertentu. Dalam filsafat, ilmu yang menjelaskan tentang cara-cara memperoleh sebuah pengetahuan disebut epistemologi. Dengan upaya berupa cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut akan membuahkan hasil. Dengan hasil tersebut, yang menjadi permasalahan adalah tentang nilai dari apa yang telah dihasilkan. Dalam filsafat, ilmu yang menjelaskan tentang nilai disebut dengan aksiologi. Aksiologi secara etimologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani aksios yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu, kemudian digabung menjadi satu kata aksiologi. Aksiologi sendiri merupakan salah satu cabang besar filsafat yang tiga, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi yang juga didefinisikan sebagai metode filsafat secara sistematis. Aksiologi secara terminologi, bisa didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang menjelaskan tentang nilai, baik nilai kegunaan maupun nilai pengetahuan dari apa yang diperoleh. Adapun arti nilai sendiri yang menjadi pembahasan dalam cabang filsafat ini, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Bisa juga diartikan bahwa nilai itu adalah sesuatu yang dianggap penting atau berharga yang ada di dalamnya. Lebih singkatnya, nilai adalah sesuatu yang baik. Sesuatu yang baik adalah bernilai positif. Lawan dari nilai adalah non-nilai, yaitu sesuatu yang tidak baik atau buruk. Sesuatu yang buruk adalah bernilai negatif. Nilai memiliki tiga ciri, yaitu pertama adalah nilai yang berkaitan subjektif. Artinya adalah nilai itu dikaitkan dengan hadirnya manusia sebagai subjek. Jadi, adanya nilai sebab adanya manusia yang menilai atau subjek nilai. Kedua adalah nilai yang berkaitan praktis. Artinya adalah nilai itu dikaitkan dengan praktek atau pekerjaan antara subjek dan objeknya. Dan ketiga adalah nilai yang berkaitan objektif. Artinya nilai yang dikaitkan dengan objek yang menjadi bahan penilaian oleh subjek. Tentunya nilai yang disematkan pada objek nilai tersebut akan sama atau tidak sama sesuai dengan pemahaman subjek itu sendiri dalam menilainya. Nilai itu adalah sebuah ide yang bersifat abstrak dan bukanlah fakta yang bisa ditangkap oleh indera. Teori nilai dalam filsafat atau aksiologi filsafat ini berfokus pada dua permasalahan. Pertama adalah etika. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak, kebiasaan atau moral. Etika sering disebut dengan filsafat moral. Sebab, yang dibahas adalah nilai dari perilaku seseorang yang menjadi watak dalam kehidupannya. Moral beracuan pada baik dan buruk manusia sebagai manusia, bukan pada profesi yang sedang ia miliki pada saat itu. Etika memiliki fungsi untuk mengukur kebenaran dari sebuah tingkah laku seseorang. Dan ukuran benar dan tidaknya sebuah tingkah laku itu relative sesuai dengan subjek yang menilai. Objek etika berdasarkan objek materialnya yaitu tingkah laku atau perbuatan manusia dan berdasarkan objek formalnya yaitu baik dan buruk, moral atau amoral, beradab dan biadab dan lain sebagainya. Sebagian ahli filsuf membagi etika dalam beberapa studi. Pertama adalah Etika Deskriptif, yaitu etika yang menguraikan dan menjelaskan akan kesadaran. keyakinan dan pengalaman moral yang dilakukan secara deskriptif. Dalam hal ini berhubungan dengan sosiologi, antropologi, psikologi maupun sejarah. Dalam perkembangannya yang lebih lanjut, etika deskriptif terbagi menjadi sejarah moral dan fenomenologi moral. Kedua adalah Etika Normatif. Dalam etika normative ini terbagi dua bagian teori, yaitu teori-teori nilai (theories of value) dan teori-teori keharusan (theories of obligation). Pertama adalah teori-teori nilai. Teori ini mempermasalahkan pada sifat kebaikan. Terdapat dua sifat dalam teori ini, yaitu monistis (termasuk di dalamnya hedonism spiritualistis dam hedonistis materialistis sensualistis) dan pluralistis. Dan yang kedua adalah teori-teori keharusan. Yang tergolong dalam teori ini adalah aliran egoism, yaitu manusia memiliki hak untuk berbuat sesuai dengan apa yang dianggap menguntungkan dirinya, dan aliran formalism, yaitu adanya sebuah motivasi yang menjadi faktor paling penting dan menentukan dalam bertindak. ketiga adalah Etika Metaetika. Metaetika merupakan kajian analitis terhadap etika. Metaetika menawarkan beberapa teori yang cukup masyhur, diantaranya adalah naluristis (yang menyatakan bahwa istilah-istilah moral sesungguhnya menamai hal-hal atau fakta- fakta yang rumit), kognitivis (yang menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidaklah selalu benar dan salah), intuitif (yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang yang baik dan buruk yang diperoleh sesuai intuitif), subjektif (yang menyatakan bahwa pertimbangan moral sesungguhnya hanya didapatkan dengan mengungkapkan fakta subjektif tentang sikap dan perilaku manusia), emotif (yang menyatakan bahwa pertimbangan moral tidak mengungkapkan sesuatu apapun yang dapat disebut salah atau benar kendati hanya secara subjektif) dan imperative (yang menyatakan bahwa pertimbangan moral sesungguhnya bukanlah ungkapan dari sesuatu yang dapat dinilai salah atau benar). Adapun permasalahan kedua dari teori nilai dalam filsafat atau aksiologi filsafat adalah estetika. Estetika berasal dari bahasa Yunani Aisthetika yaitu hal yang diserap oleh indera. Estetika merupakan bagian dari aksiologi yang membicarakan permasalahan keindahan dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, estetika sering disebut dengan filsafat keindahan. Diantara lingkup bahasan estetika ini adalah estetika filsafati dan estetika ilmiah. Estetika filsafati selain disebut filsafat keindahan, juga dikenal dengan filsafat cita rasa, filsafat seni dan filsafat kritik. Sedangkan estetika ilmiah cenderung mengacu pada ilmu pengetahuan mengenai kesenian, keindahan atau estetika. Dan perlu juga diketahui bahwa keindahan adalah suatu hal yang bebas dan ilmiah, tidak dikonstruksikan dengan aturan dan harmonisasi yang merujuk pada hal yang menyenangkan.