Anda di halaman 1dari 5

NAMA (AHMAD TARAJJIL MA’SUQ_T20192099)

TUGAS (PETA KONSEP DAN RESUME)


UNTUK MATKUL STUDI QUR’AN DAN TAFSIR TARBAWI
ASBABUN NUZUL

PENGERTIAN MACAM - MACAM

1. Az-Zarqoni : Asbabun Nuzul adalah hal 1. Ta’adud al Asbab wa an Nazil Wahid :


khusus atau sesuatu yang terjadi serta beberapa sebab yang hanya
hubungan dengan turunnya ayat Al melatarbelakangi turunnya satu ayat atau
Qur‘an yang berfungsi sebagai penjelas wahyu
hukum pada saat peristiwa itu terjadi 2. Ta’adud an Nazil wa al Asbab Wahid :
satu sebab yang melatarbelakangi
2. Manna’ Al Qatthan : Asbabun Nuzul turunnya beberapa ayat
adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunnya Al Qur’an
berkenaan dengannya waktu peristiwa REDAKSI
itu terjadi, baik berupa kejadian atau 1. SARIH (JELAS)
pertanyaan yang diajukan kepada nabi. Ungkapan riwayat sarih yang memang
jelas dengan indikasi menggunakan
lafadz (pendahuluan), seperti :
3. As Shabuni : Asbabun Nuzul adalah "‫"حدث كذا‬
peristiwa yang menyebabkan turunnya
satu atau beberapa ayat mulai yang "‫ عن كذا فزنلت الآية‬.‫"س ئل رسول هللا ص‬
berhubungan dengan peristiwa dan 2. MUHTAMILAH (KEMUNGKINAN)
kejadian tersebut, baik berupa Ungkapan riwayat yang belum
pertanyaan yang diajukan kepada nabi dipastikan asbab nuzulnya karena masih
atau kejadian yang berkaitan dengan ada keraguan, seperti :
urusan agama. ‫نزلت هذه الآية يف كذا‬
‫أحسب هذه الآية نزلت يف كذا‬
URGENSI ‫ماأحسب هذه الآية نزلت اال يف كذا‬
1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum
dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya pada umat.
2. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum itu
dinyatakan dalam bentuk umum.
3. Apabila lafal diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka
pengetahuan mengenai asbab nuzul membatasi pengkhususannya itu hanya terdapat yang selain
bentuk sebab
4. Mengetahui asbab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Al Qur’an dan menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayatnya yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui
sebabnya.
5. Asbab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak
diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.
MUNASABAH AL QUR’AN

PENGERTIAN URGENSI DAN KEGUNAAN

“Munasabah Al Qur’an adalah pengetahuan 1. Menemukan arti yang tersirat dalam


yang menggali hubungan ayat dengan ayat dan susunan dan urutan kalimat, ayat dan
hubungan surat dengan surat dalam Al Qur’an, suroh
dimana pengetahuan ini berfokus pada aspek 2. Menjadikan bagian dalam Al Qur’an
pertautan antara ayat dan surat menurut urutan saling berhubungan menjadi rangkaian
teks, yaitu yang disebut dengan urutan bacaan utuh dan integral
3. Ada ayat baru dapat dipahami jika
melihat ayat berikutnya
4. Menjawab kritikan orientalis pada
MACAM - MACAM sistematika Al Qur’an

I. HUBUNGAN ANTARA AYAR DENGAN AYAT


a. Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat, adakalanya melalui huruf Athof dan juga
adakalanya tanpa huruf Athof. Yang dihubungkan dengan huruf Athof biasanya
mengandung unsur :
• Unsur Tadlad : bertolak belakang antar suatu suku kata dengan kata lainnya
• Unsur Istidhrad : pembahasannya pindah ke kata lain yang ada hubungan atau
penjelasan selanjutnya
• Unsur Takhalus : melepaskan penggunaan kata satu dan berganti dengan kata yang
lain, tapi masih berhubungan
Adapun yang dihubungkan tanpa huruf Athof, mengandung aspek :
• At Tandzir : membandingkan dua hal yang sebanding menurut tabiat aqil
• Al Mudhad : berlawanan
• Istidhrad : peralihan kepada penjelasan lain di luar pembicaraan pokok yang
menjadi inti ayat
b. Hubungan ayat dengan ayat dalam suatu surah, dimana model ini kelihatan jelas pada surah-
surah pendek yang mengandung satu tema pokok
c. Hubungan penutup (fashilah) dan kandungan ayat, dimana ini terdapat beberapa unsur :
• Unsur Tamkin : memperkokoh atau mempertegas pernyataan
• Unsur Ighbal : menjelaskan tambahan yang sifatnya mempertajam makna ayat
• Unsur Tashdir : kalimat yang akan dimuat sudah ada pada awal, tengah dan akhir
kalimat atau ayat
• Unsur Tausyikh : kandungan fashilah sudah tersirat dalam rangkaian kalimat
sebelumnya dalam suatu ayat.
II. HUBUNGAN SURAH DENGAN SURAH
Perinciannya :
a. Hubungan awal uraian dengan akhir uraian surat
b. Hubungan nama surat dengan turunnya
c. Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya
d. Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya
NASKH DAN MANSUKH
PENGERTIAN NASKH DAN SYARAT-SYARATNYA
Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti Izalah (menghilangkan). Kata Naskh juga
dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain.
Menurut istilah, Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum
(khitab) syara’ yang lain. Dengan perkataan “hukum”, maka tidak termasuk dalam pengertian
naskh menghapuskan “kebolehan” yang bersifat asal (al bara’ah wal asliyah). Dan kata-kata
“dengan khitab syara’” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati
atau gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.
Kata Nasikh (yang menghapus) dapat diartikan dengan “Allah”, dengan ayat atau sesuatu yang
dengannya naskh diketahui, dan juga dengan “hukum yang menghapuskan” hukum yang lain.
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawarits atau hukum yang
terkandung di dalamnya, misalnya adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua
orang tua atau kerabat (mansukh). Jadi naskh diperlukan syarat-syarat berikut :
- Hukum yang mansukh adalah hukum syara’
- Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian
dari khitab yang hukumnya mansukh
- Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab
jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut.
Dan yang demikian tidak dinamakan naskh
RUANG LINGKUP NASKH
Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas
maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermkana amar (perintah) atau
nahy (larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, yang berfokus
kepada zat Allah, sifat-sifatnya, kitab-kitabnya, para rasul-Nya, dan hari kemudian serta tidak
berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah. Hal
ini karena semua syariat ilahi tidak lepas dari pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah
pokok (ushul) semua syariat adalah sama.
PEDOMAN MENGETAHUI NASKH DAN MANFAATNYA
Pengetahuan tentang nasakh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaatbesar bagi para ahli
ilmu, terutama fuqoha, mufasir atau ahli ushul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi
kacau dan kabur.
Untuk mengetahui nasakh dan mansukh terdapat beberapa cara :
- Keterangan tegas dari nabi atau sahabat
- Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasiky dan itu mansukh
- Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perpsektif
sejarah.
Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad, pendapat mufasir atau keadaan dalil-
dalil yang secara lahir nampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman salah seorang dari
dua perawi.
PENDAPAT TENTANG NASKH DAN DALIL KETETAPANNYA
1. Orang Yahudi. Mereka tidak mengakui adanya naskh, karena menurutnya, naskh
mengandung konsep al bada’, yakni nampak jelas setelah kabur (tidak jelas). Yang
dimaksud mereka ialah, naskh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi
Allah. Dan adakalanya karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Ini
berarti terdapat suatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan. Dan ini mustahil
pula baginya.
Cara berdalil mereka ini tidak dapat dibenarkan, sebab masing-masing hikmah nasikh
dan mansukh telah diketahui Allah lebih dahulu. Jadi pengetahuan nya tentang hikmah
tersebut bukan hal yang baru muncul. Ia membawa hamba-hambanya dari satu hukum
ke hukum lain adalah karena sesuatu maslahat yang telah diketahuinya jauh sebelum
itu, sesuai dengan hikmah dan kekuasaannya yang absolut terhadap segala miliknya
Orang Yahudi sendiri mengakui bahwa syariat Musa menghapuskan syariat
sebelumnya. Dan dalam nas-nas Taurat pun terdapat naskh, seperti pengharaman
sebagian besar binatang atas Bani Israil, yang semula dihalalkan.
Ditegaskan dalam Taurat, bahwa Adam menikah dengan saudara perempuannya.
Tetapi kemudian Allah mengharamkan pernikahan demikian atas Musa, dan Musa
memerintahkan Bani Israil agar membunuh siapa saja mereka yang menyembelih
patung anak sapi namun kemudian perintah ini dicabut kembali
2. Orang Syiah Rafidah, mereka sangat berlebihan dalam menetapkan naskh dan
meluaskannya. Mereka memandang konsep al bada’ sebagai suatu hal yang mungkin
terjadi bagi Allah. Dengan demikian, maka posisi mereka sangat kontradiksi dengan
orang Yahudi. Untuk mendukung pendapatnya itu mereka mengajukan argumentasi
dengan ucapan-ucapan yang mereka nisbatkan kepada Ali secara dusta dan palsu.
3. Abu Muslim al Asfahani. Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi
tidak mungkin terjadi menurut syara’. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya
terjadi naskh dalam Al Qur’an.
4. Jumhur Ulama. Merela berpendapat bahwa naskh adalah suatu hal yang dapat diterima
akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara’, berdasarkan dalil :
a. Perbuatan-perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Ia boleh
saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktudan melarangnya pada waktu
yang lain. Karena hanya dialah yang lebih mengetahui kepentingan hamba-
hambanya
b. Nas-nas kitab dan sunnah menunjukkan kebolehan naskh dan terjadinya
PEMBAGIAN NASKH
Naskh ada empat bagian :
1. Naskh Qur’an dengan Qur’an
2. Naskh Qur’an dengan Sunnah : baik dengan hadis Ahad maupun Mutawatir
3. Naskh Sunah dengan Qur’an
4. Naskh Sunah dengan Sunah :
a) Naskh Mutawatir dengan Mutawatir
b) Naskh Ahad dengan Ahad
c) Naskh Ahad dengan Mutawatir
d) Naskh Mutawatir dengan Ahad
MACAM-MACAM NASKH DALAM QUR’AN
Naskh dalam Qur’an ada tiga macam :
1. Naskh tilawah dan hukum
2. Naskh hukum, sedang tilawahnya tetap
3. Naskh tilawah, sedang hukumnya tetap
HIKMAH NASKH
Adapun hikmah Naskh, diantaranya :
1. Memelihara kepentingan hamba
2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah
dan kondisi umat
3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat
NASKH BERPENGGANTI DAN TIDAK
Naskh adakalanya dengan badal dan ada pula yang tanpa nya. Terkadang badalnya itu lebih
ringan, sebanding dan terkadang pula berat
1. Naskh tanpa badal
2. Naskh dengan badal akhaff
3. Naskh dengan badal mumasil
4. Naskh dengan badal asqal
KEKABURAN NASKH
Naskh dan mansukh mempunyai sejumlah contoh cukup banyak, namun sikap para ulama
dalam hal ini :
a. Ada yang berlebih-lebihan karena masalah ini kabur baginya, sehingga ia memasukkan
ke dalam kelompok naskh sesuatu yang sebenarnya tidak termasuk
b. Ada yang berhati-hati, dengan mendasarkan masalah naskh ini hanya penukilan yang
sahih semata
Sumber kekaburan tersebut bagi mereka yang berlebih-lebihan, cukup banyak, diantaranya :
- Menganggap takhsis sebagai naskh
- Menganggap bayan sebagai naskh
- Menganggap suatu ketentuan yang disyariatkan karena suatu sebab yang kemudian
sebab itu hilang, sebagai mansukh
- Menganggap tradisi jahiliyah atau syariat umat terdahulu yang dibatalkan islam,
sebagai naskh.

Anda mungkin juga menyukai