UNTUK MATKUL STUDI QUR’AN DAN TAFSIR TARBAWI ASBABUN NUZUL
PENGERTIAN MACAM - MACAM
1. Az-Zarqoni : Asbabun Nuzul adalah hal 1. Ta’adud al Asbab wa an Nazil Wahid :
khusus atau sesuatu yang terjadi serta beberapa sebab yang hanya hubungan dengan turunnya ayat Al melatarbelakangi turunnya satu ayat atau Qur‘an yang berfungsi sebagai penjelas wahyu hukum pada saat peristiwa itu terjadi 2. Ta’adud an Nazil wa al Asbab Wahid : satu sebab yang melatarbelakangi 2. Manna’ Al Qatthan : Asbabun Nuzul turunnya beberapa ayat adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa REDAKSI itu terjadi, baik berupa kejadian atau 1. SARIH (JELAS) pertanyaan yang diajukan kepada nabi. Ungkapan riwayat sarih yang memang jelas dengan indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan), seperti : 3. As Shabuni : Asbabun Nuzul adalah ""حدث كذا peristiwa yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulai yang " عن كذا فزنلت الآية."س ئل رسول هللا ص berhubungan dengan peristiwa dan 2. MUHTAMILAH (KEMUNGKINAN) kejadian tersebut, baik berupa Ungkapan riwayat yang belum pertanyaan yang diajukan kepada nabi dipastikan asbab nuzulnya karena masih atau kejadian yang berkaitan dengan ada keraguan, seperti : urusan agama. نزلت هذه الآية يف كذا أحسب هذه الآية نزلت يف كذا URGENSI ماأحسب هذه الآية نزلت اال يف كذا 1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya pada umat. 2. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum. 3. Apabila lafal diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbab nuzul membatasi pengkhususannya itu hanya terdapat yang selain bentuk sebab 4. Mengetahui asbab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Al Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayatnya yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebabnya. 5. Asbab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. MUNASABAH AL QUR’AN
PENGERTIAN URGENSI DAN KEGUNAAN
“Munasabah Al Qur’an adalah pengetahuan 1. Menemukan arti yang tersirat dalam
yang menggali hubungan ayat dengan ayat dan susunan dan urutan kalimat, ayat dan hubungan surat dengan surat dalam Al Qur’an, suroh dimana pengetahuan ini berfokus pada aspek 2. Menjadikan bagian dalam Al Qur’an pertautan antara ayat dan surat menurut urutan saling berhubungan menjadi rangkaian teks, yaitu yang disebut dengan urutan bacaan utuh dan integral 3. Ada ayat baru dapat dipahami jika melihat ayat berikutnya 4. Menjawab kritikan orientalis pada MACAM - MACAM sistematika Al Qur’an
I. HUBUNGAN ANTARA AYAR DENGAN AYAT
a. Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat, adakalanya melalui huruf Athof dan juga adakalanya tanpa huruf Athof. Yang dihubungkan dengan huruf Athof biasanya mengandung unsur : • Unsur Tadlad : bertolak belakang antar suatu suku kata dengan kata lainnya • Unsur Istidhrad : pembahasannya pindah ke kata lain yang ada hubungan atau penjelasan selanjutnya • Unsur Takhalus : melepaskan penggunaan kata satu dan berganti dengan kata yang lain, tapi masih berhubungan Adapun yang dihubungkan tanpa huruf Athof, mengandung aspek : • At Tandzir : membandingkan dua hal yang sebanding menurut tabiat aqil • Al Mudhad : berlawanan • Istidhrad : peralihan kepada penjelasan lain di luar pembicaraan pokok yang menjadi inti ayat b. Hubungan ayat dengan ayat dalam suatu surah, dimana model ini kelihatan jelas pada surah- surah pendek yang mengandung satu tema pokok c. Hubungan penutup (fashilah) dan kandungan ayat, dimana ini terdapat beberapa unsur : • Unsur Tamkin : memperkokoh atau mempertegas pernyataan • Unsur Ighbal : menjelaskan tambahan yang sifatnya mempertajam makna ayat • Unsur Tashdir : kalimat yang akan dimuat sudah ada pada awal, tengah dan akhir kalimat atau ayat • Unsur Tausyikh : kandungan fashilah sudah tersirat dalam rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat. II. HUBUNGAN SURAH DENGAN SURAH Perinciannya : a. Hubungan awal uraian dengan akhir uraian surat b. Hubungan nama surat dengan turunnya c. Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya d. Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya NASKH DAN MANSUKH PENGERTIAN NASKH DAN SYARAT-SYARATNYA Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti Izalah (menghilangkan). Kata Naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Menurut istilah, Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain. Dengan perkataan “hukum”, maka tidak termasuk dalam pengertian naskh menghapuskan “kebolehan” yang bersifat asal (al bara’ah wal asliyah). Dan kata-kata “dengan khitab syara’” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas. Kata Nasikh (yang menghapus) dapat diartikan dengan “Allah”, dengan ayat atau sesuatu yang dengannya naskh diketahui, dan juga dengan “hukum yang menghapuskan” hukum yang lain. Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawarits atau hukum yang terkandung di dalamnya, misalnya adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat (mansukh). Jadi naskh diperlukan syarat-syarat berikut : - Hukum yang mansukh adalah hukum syara’ - Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh - Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh RUANG LINGKUP NASKH Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermkana amar (perintah) atau nahy (larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, yang berfokus kepada zat Allah, sifat-sifatnya, kitab-kitabnya, para rasul-Nya, dan hari kemudian serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah. Hal ini karena semua syariat ilahi tidak lepas dari pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah pokok (ushul) semua syariat adalah sama. PEDOMAN MENGETAHUI NASKH DAN MANFAATNYA Pengetahuan tentang nasakh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaatbesar bagi para ahli ilmu, terutama fuqoha, mufasir atau ahli ushul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Untuk mengetahui nasakh dan mansukh terdapat beberapa cara : - Keterangan tegas dari nabi atau sahabat - Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasiky dan itu mansukh - Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perpsektif sejarah. Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad, pendapat mufasir atau keadaan dalil- dalil yang secara lahir nampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman salah seorang dari dua perawi. PENDAPAT TENTANG NASKH DAN DALIL KETETAPANNYA 1. Orang Yahudi. Mereka tidak mengakui adanya naskh, karena menurutnya, naskh mengandung konsep al bada’, yakni nampak jelas setelah kabur (tidak jelas). Yang dimaksud mereka ialah, naskh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Ini berarti terdapat suatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan. Dan ini mustahil pula baginya. Cara berdalil mereka ini tidak dapat dibenarkan, sebab masing-masing hikmah nasikh dan mansukh telah diketahui Allah lebih dahulu. Jadi pengetahuan nya tentang hikmah tersebut bukan hal yang baru muncul. Ia membawa hamba-hambanya dari satu hukum ke hukum lain adalah karena sesuatu maslahat yang telah diketahuinya jauh sebelum itu, sesuai dengan hikmah dan kekuasaannya yang absolut terhadap segala miliknya Orang Yahudi sendiri mengakui bahwa syariat Musa menghapuskan syariat sebelumnya. Dan dalam nas-nas Taurat pun terdapat naskh, seperti pengharaman sebagian besar binatang atas Bani Israil, yang semula dihalalkan. Ditegaskan dalam Taurat, bahwa Adam menikah dengan saudara perempuannya. Tetapi kemudian Allah mengharamkan pernikahan demikian atas Musa, dan Musa memerintahkan Bani Israil agar membunuh siapa saja mereka yang menyembelih patung anak sapi namun kemudian perintah ini dicabut kembali 2. Orang Syiah Rafidah, mereka sangat berlebihan dalam menetapkan naskh dan meluaskannya. Mereka memandang konsep al bada’ sebagai suatu hal yang mungkin terjadi bagi Allah. Dengan demikian, maka posisi mereka sangat kontradiksi dengan orang Yahudi. Untuk mendukung pendapatnya itu mereka mengajukan argumentasi dengan ucapan-ucapan yang mereka nisbatkan kepada Ali secara dusta dan palsu. 3. Abu Muslim al Asfahani. Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi menurut syara’. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya terjadi naskh dalam Al Qur’an. 4. Jumhur Ulama. Merela berpendapat bahwa naskh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara’, berdasarkan dalil : a. Perbuatan-perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Ia boleh saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktudan melarangnya pada waktu yang lain. Karena hanya dialah yang lebih mengetahui kepentingan hamba- hambanya b. Nas-nas kitab dan sunnah menunjukkan kebolehan naskh dan terjadinya PEMBAGIAN NASKH Naskh ada empat bagian : 1. Naskh Qur’an dengan Qur’an 2. Naskh Qur’an dengan Sunnah : baik dengan hadis Ahad maupun Mutawatir 3. Naskh Sunah dengan Qur’an 4. Naskh Sunah dengan Sunah : a) Naskh Mutawatir dengan Mutawatir b) Naskh Ahad dengan Ahad c) Naskh Ahad dengan Mutawatir d) Naskh Mutawatir dengan Ahad MACAM-MACAM NASKH DALAM QUR’AN Naskh dalam Qur’an ada tiga macam : 1. Naskh tilawah dan hukum 2. Naskh hukum, sedang tilawahnya tetap 3. Naskh tilawah, sedang hukumnya tetap HIKMAH NASKH Adapun hikmah Naskh, diantaranya : 1. Memelihara kepentingan hamba 2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat 3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak 4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat NASKH BERPENGGANTI DAN TIDAK Naskh adakalanya dengan badal dan ada pula yang tanpa nya. Terkadang badalnya itu lebih ringan, sebanding dan terkadang pula berat 1. Naskh tanpa badal 2. Naskh dengan badal akhaff 3. Naskh dengan badal mumasil 4. Naskh dengan badal asqal KEKABURAN NASKH Naskh dan mansukh mempunyai sejumlah contoh cukup banyak, namun sikap para ulama dalam hal ini : a. Ada yang berlebih-lebihan karena masalah ini kabur baginya, sehingga ia memasukkan ke dalam kelompok naskh sesuatu yang sebenarnya tidak termasuk b. Ada yang berhati-hati, dengan mendasarkan masalah naskh ini hanya penukilan yang sahih semata Sumber kekaburan tersebut bagi mereka yang berlebih-lebihan, cukup banyak, diantaranya : - Menganggap takhsis sebagai naskh - Menganggap bayan sebagai naskh - Menganggap suatu ketentuan yang disyariatkan karena suatu sebab yang kemudian sebab itu hilang, sebagai mansukh - Menganggap tradisi jahiliyah atau syariat umat terdahulu yang dibatalkan islam, sebagai naskh.