Seperti yang telah jamak diketahui, bahwa filsafat merupakan
sarana atau media yang lebih dominan dan ditekankan pada berpikir karena banyak menggunakan dan melibatkan akal. Meskipun filsafat masuk pada ranah berfikir, namun tidak semua berfikir itu bisa dikatakan sebagai filsafat karena terdapat ciri khas atau karakteristik tersendiri yang terkandung dan harus ada di dalam berfilsafat. Diantara ciri-ciri filsafat, yaitu radikal, universal, kompherensif, kritis, logis, sistematis, skiptis, spekulatif dan bebas. Radikal berasal dari bahasa Inggris radix yang mempunyai arti akar. Jadi, radikal adalah berfikir secara mendalam, sampai ke akar-akarnya. Ini bertujuan untuk mencari asas atau dasar, memburu kebenaran dan esensinya, dan memburu kejelasan dari apa yang dipikirkan oleh orang yang berfilsafat. Universal berarti umum, artinya menjelaskan suatu hal dengan pernyataan dan pemikiran yang bersifat umum. Kompherensif berarti menyeluruh. Kompherensif ini adalah salah satu ciri filsafat yang cara berpikir sang subjek dalam memikirkan atau mengkaji suatu hal tidak hanya memandang dalam satu arah saja, melainkan dalam berbagai arah pandangan. Filsafat tidak mengajarkan ajaran yang bersifat normatif melainkan mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran tersebut. Sehingga dengan berpikir secara kompherensif ini akan menimbulkan kejelasan dan bisa diketahui apa itu hakikat dari objek yang dikaji. Misalnya salat berjama’ah yang merupakan sebuah ajaran dalam agama islam. Filsafat itu tidak mengkaji ajaran tersebut, melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti nilai kepemimpinan, ketertiban, loyalitas dan keegalitarian atau persamaan derajat. Misalnya lagi puasa, puasa sendiri merupakan sebuah ajaran, namun filsafat tidak mengajarkan tentang ajaran tersebut lebih dalam, melainkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran tersebut seperti nilai agama, social, dan lain sebagainya. Juga terdapat ayat Al Qur’an yang berbunyi :
إياك نعبد وإياك نستعين
Di dalam ayat tersebut berisi tentang nilai mendahului kewajiban daripada hak, dan contoh- contoh lainnya. Kritis merupakan ciri filsafat yang dalam pengkajiannya lebih mendalam, tidak berhenti, tetap terus dan intens mengkajinya sebelum adanya titik temu kejelasan dari pernyataan yang diungkapkan terhadap objek yang dikaji. Logis berarti masuk akal. Jadi bisa didefinisikan bahwa logis di sini berarti pernyataan mengenai suatu hal yang diutarakan oleh sang subjek (orang yang berfilsafat) itu harus bisa masuk akal dan diterima oleh akal pikirab sehingga orang yang mendengarkan dan menikmati pernyataan tersebut bisa menerima dengan baik. Sistematis berarti runtut, artinya seseorang yang berfilsafat menyatakan suatu hal dengan runtut, terstruktur dan keterpaduan antara pernyataan-pernyataan yang disampaikan. Selain menekankan lebih pada berpikir, ini juga menekankan pada keterampilan dalam berbicara, bagaimana bisa mengatur dan mengolah pembicaraannya dengan baik agar pernyataan yang disampaikan dari awal sampai akhir ada keterpaduan atau yang dikenal dengan koheren. Skiptis berarti sangsi, maksudnya adalah seseorang berfilsafat berawal dari adanya sangsi atau keraguan tentang kebenaran sebuah pernyataan mengenai suatu hal. Sehingga adanya keragu-raguan yang ada dalam benaknya tersebut mendorong tersebut untuk berfilsafat. Dan ini juga merupakan alasan mengapa seseorang itu berfilsafat. Spekulatif berarti menduga-duga. Spekulatif merupakan salah satu ciri dan juga termasuk aktivitas filsafat yang menduga-duga atau menebak kemungkinan atas sebuah pernyataan atau jawaban dari pertanyaan. Bisa diartikan juga sebagai sebuah opini, pemikiran atau kesimpulan berdasarkan dugaan tanpa harus menggali informasi yang cukup untuk memastikannya. Ini hanya membutuhkan imajinasi dan unsur kreativitas sehingga dapat mengembangkan kebebasan berpikir tentang apa saja. Bebas dalam hal ini diartikan tidak terikat dengan apapun dimana sang subjek atau orang yang berfilsafat bebas dalam menyampaikan pemikirannya. Meskipun bebas dalam menyampaikan pemikirannya, namun sang subjek juga harus menerapkan sikap toleran, yaitu terbuka dan menghargai terhadap perbedaan pandangan atau pemikiran yang diterima. Mengapa demikian ?, karena makna bebas di sini bukan berarti sembarangan, sesuka hati atau anarki sehingga harus melupakan ciri lain yang juga harus terkandung dalam berfilsafat, tapi bebas bagaimana sang subjek menyampaikan pemikirannya dan dari mana sudut pandang yang sang subjek gunakan tanpa harus keluar dari koridor sikap toleran agar bisa sampai pada tujuan filsafat yang sebenarnya, yaitu untuk mencari asas, kebenaran dan kejelasan.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita