Anda di halaman 1dari 2

Karakteristik Filsafat

Oleh : Ahmad Tarajjil Ma’suq (T20192099)

Seperti yang telah jamak diketahui, bahwa filsafat merupakan


sarana atau media yang lebih dominan dan ditekankan pada berpikir
karena banyak menggunakan dan melibatkan akal. Meskipun filsafat
masuk pada ranah berfikir, namun tidak semua berfikir itu bisa dikatakan sebagai filsafat
karena terdapat ciri khas atau karakteristik tersendiri yang terkandung dan harus ada di dalam
berfilsafat. Diantara ciri-ciri filsafat, yaitu radikal, universal, kompherensif, kritis, logis,
sistematis, skiptis, spekulatif dan bebas.
Radikal berasal dari bahasa Inggris radix yang mempunyai arti akar. Jadi, radikal
adalah berfikir secara mendalam, sampai ke akar-akarnya. Ini bertujuan untuk mencari asas
atau dasar, memburu kebenaran dan esensinya, dan memburu kejelasan dari apa yang
dipikirkan oleh orang yang berfilsafat.
Universal berarti umum, artinya menjelaskan suatu hal dengan pernyataan dan
pemikiran yang bersifat umum.
Kompherensif berarti menyeluruh. Kompherensif ini adalah salah satu ciri filsafat yang
cara berpikir sang subjek dalam memikirkan atau mengkaji suatu hal tidak hanya memandang
dalam satu arah saja, melainkan dalam berbagai arah pandangan. Filsafat tidak mengajarkan
ajaran yang bersifat normatif melainkan mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung di
dalam ajaran tersebut. Sehingga dengan berpikir secara kompherensif ini akan menimbulkan
kejelasan dan bisa diketahui apa itu hakikat dari objek yang dikaji. Misalnya salat berjama’ah
yang merupakan sebuah ajaran dalam agama islam. Filsafat itu tidak mengkaji ajaran tersebut,
melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti nilai kepemimpinan, ketertiban,
loyalitas dan keegalitarian atau persamaan derajat. Misalnya lagi puasa, puasa sendiri
merupakan sebuah ajaran, namun filsafat tidak mengajarkan tentang ajaran tersebut lebih
dalam, melainkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran tersebut seperti nilai agama, social,
dan lain sebagainya. Juga terdapat ayat Al Qur’an yang berbunyi :

‫إياك نعبد وإياك نستعين‬


Di dalam ayat tersebut berisi tentang nilai mendahului kewajiban daripada hak, dan contoh-
contoh lainnya.
Kritis merupakan ciri filsafat yang dalam pengkajiannya lebih mendalam, tidak
berhenti, tetap terus dan intens mengkajinya sebelum adanya titik temu kejelasan dari
pernyataan yang diungkapkan terhadap objek yang dikaji.
Logis berarti masuk akal. Jadi bisa didefinisikan bahwa logis di sini berarti pernyataan
mengenai suatu hal yang diutarakan oleh sang subjek (orang yang berfilsafat) itu harus bisa
masuk akal dan diterima oleh akal pikirab sehingga orang yang mendengarkan dan menikmati
pernyataan tersebut bisa menerima dengan baik.
Sistematis berarti runtut, artinya seseorang yang berfilsafat menyatakan suatu hal
dengan runtut, terstruktur dan keterpaduan antara pernyataan-pernyataan yang disampaikan.
Selain menekankan lebih pada berpikir, ini juga menekankan pada keterampilan dalam
berbicara, bagaimana bisa mengatur dan mengolah pembicaraannya dengan baik agar
pernyataan yang disampaikan dari awal sampai akhir ada keterpaduan atau yang dikenal
dengan koheren.
Skiptis berarti sangsi, maksudnya adalah seseorang berfilsafat berawal dari adanya
sangsi atau keraguan tentang kebenaran sebuah pernyataan mengenai suatu hal. Sehingga
adanya keragu-raguan yang ada dalam benaknya tersebut mendorong tersebut untuk berfilsafat.
Dan ini juga merupakan alasan mengapa seseorang itu berfilsafat.
Spekulatif berarti menduga-duga. Spekulatif merupakan salah satu ciri dan juga
termasuk aktivitas filsafat yang menduga-duga atau menebak kemungkinan atas sebuah
pernyataan atau jawaban dari pertanyaan. Bisa diartikan juga sebagai sebuah opini, pemikiran
atau kesimpulan berdasarkan dugaan tanpa harus menggali informasi yang cukup untuk
memastikannya. Ini hanya membutuhkan imajinasi dan unsur kreativitas sehingga dapat
mengembangkan kebebasan berpikir tentang apa saja.
Bebas dalam hal ini diartikan tidak terikat dengan apapun dimana sang subjek atau
orang yang berfilsafat bebas dalam menyampaikan pemikirannya. Meskipun bebas dalam
menyampaikan pemikirannya, namun sang subjek juga harus menerapkan sikap toleran, yaitu
terbuka dan menghargai terhadap perbedaan pandangan atau pemikiran yang diterima.
Mengapa demikian ?, karena makna bebas di sini bukan berarti sembarangan, sesuka hati atau
anarki sehingga harus melupakan ciri lain yang juga harus terkandung dalam berfilsafat, tapi
bebas bagaimana sang subjek menyampaikan pemikirannya dan dari mana sudut pandang yang
sang subjek gunakan tanpa harus keluar dari koridor sikap toleran agar bisa sampai pada tujuan
filsafat yang sebenarnya, yaitu untuk mencari asas, kebenaran dan kejelasan.

Anda mungkin juga menyukai