A. Tujuan Pembelajaran
untuk memahami definisi dari filsafat, memahami deinisi dari bahasa dan
B. Uraian Materi
karena mendefiniskan filsafat perlu dengan melakukan kajian yang cukup lama
dan serius. Mempelajari filsafat bagi beberapa orang dianggap sebagai sebuah
seseorang harus dapat mnedalami konsep tersebut bahkan ada yang meyakini
keagamaan. Mengapa demikian? Hal ini tentu saja karena kurangnya pemahaman
mengenai filsafat itu sendiri, filsafat dianggap sebagai sebuah keilmuan yang tidak
dasarkan pada kitab suci penganut agama karena dianggap sebagai buatan
manusia yang mengada-ada. Apalagi, konsep filsafat yang sangat jelas terlihat
adalah ketika para pengkajinya harus bertanya-tanya tentang semua hal yang ada
di muka bumi apalagi ketika pertanyaan itu mengacu terhadap konsep keagamaan
maka orang-orang akan berfikir bahwa mereka yang berfilsafat adalah kafir atau
orang yang tak beragama. Terlalu cepat menyimpulkan bahwa seseorang yang
mengkaji filsafat akan terjebak ke dalam kekafiran, padahal jika ditelaah lebih jauh
konsep kefilsafatan ini akan mengacu terhadap konsep penciptaan dan konsep-
konsep ketuhanan yang bahkan dapat membuat para pengkajinya lebih dekat lagi
diambil dari bahasa arab yakni falsafah yang notabene bahasa aslinya diadopsi
dari bahasa yunani yaitu philoshopia. Kata philoshopia ini terdiri dari dua inti kata
yakni Philos/Philein yang memiliki arti cinta, dalam hal ini cinta didefiniskan seluas-
luasnya, yaitu cinta yang berkaitan dengan rasa “ingin”, sedangkan shopia memiliki
filsafat memiliki makna rasa cinta atau rasa ingin terhadap sebuah kebijaksanaan.
arti dari sebuah kata tidak dapat mendefiniskan filsafat secara mendalam bahkan
etimologis dalam mendefiniskan sebuah konsep dilakukan hanya untuk melihat ciri
luarannya saja tetapi tidak dapat mendefinisikan konsep esensial yang ada di
dalamnya.
sebuah proses yang disebut sebagai proses berfikir dimana proses ini memacu
kita untuk melakukan perjalanan atau penjelajahan fikiran yang harus dilakukan
yang berkenaan dengan proses berfikir seorang filsuf. “Apabila kamu ingin menjadi
seorang filsuf maka berfilsafatlah, dan apabila kamu tidak mau menjadi seorang
filsuf maka kamu juga harus berfilsafat”. Dari ungkapan yang disebutkan oleh
aristoteles tersebut kita dapat simpulkan bahwa setiap manusia yang memiliki akal
dan pemikiran dalam hidupnya tidak akan pernah jauh dari sebuah proses filsafat,
karena pada dasarnya setiap manusia akan bertanya-tanya tentang segala aspek
yang ada dan muncul di dunia ini. Sebagai contoh, ketika seseorang setuju dengan
kehadiran filsafat sebagai sebuah ilmu maka ia akan memiliki alasan dan dasar
seseorang tidak setuju dengan kehadiran filsafat sebagai sebuah ilmu, maka ia
harus memiliki dasar pemikiran yang kuat mengapa ia tidak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia akan selalu berfikir dan berfilsafat setiap saat karna
Proses berfikir seorang filsuf biasanya didasari oleh empat hal dasar, yaitu
keraguan tentang sesuatu dan kebingungan tentang berbagai hal. Ada dua cara
berfikir seorang filsuf, yang pertama adalah berfikir secara rasional. Berfikir
secara rasional artinya berfikir secara logis, sistematis dan juga kritis. Berfikir logis
dilakukan tidak hanya untuk mencapai sebuah penjelasan yang dapat diterima
oleh akal sehat tetapi agar dapat membuat sebuah kesimpulan yang tepat dari
ada harus terus dievaluasi dan diuji untuk mencapai sebuah kebenaran. Yang
kedua adalah berfikir secara radikal, artinya seorang filsuf harus tidak terpaku
terhadap satu fenmena saja dan tidak berhenti pada satu pemahaman sehingga
tersebut, untuk berfilsafat, seorang filsuf harus memiliki ciri berfikir yang baik.
atau habis-habisan. Dari makna tersebut, seorang filsuf harus memiliki pemikiran
yang mendalam dan menyeluruh (radikal). Hal ini dikarenakan dalam berfilsafat
seseorang harus mampu berfikir sampai menemukan titik awal (akar) sebuah
antara akal mausia atau ide pemikiran yang ada dalam intelektual. Dimana
bentuk hubungan yang secara logis dapat diuraikan dan dijelaska ke dalam
pengalaman pribadi yang artinya pemikiran filsafat ini harus mendukung terhadap
f. Koheren dan konsisten, maksud dari koheren dan konsiten sendiri adalah
cara berfikir seorang filsuf tidak boleh bertentangan dengan suatu kebenaran yang
logis.
berkaitan satu dengan lainnya secara teratur dalam suatu keseluruhan. Biasanya
unsur sistematis dalam pikiran filsuf ini dipengaruhi oleh keadaan dirinya,
kebenaran tersebut. Cara berfikir seorang filsuf harus didasari oleh metode yang
Filsafat secara garis besar bukan merupakan sebuah sarana untuk mencari
jawaban dengan pasti tetapi filsafat membawa kita kepada pemahaman dan
pemahaman yang akan membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Filsafat
penjelas tentang pengertian dari bahasa. jika dilihat dari fungsi dasarnya bahasa
merupakan sebuah alat komunikasi dan alat berinteraksi antar manusia. Secara
dunia makna dengan dunia bunyi yang berkaitan erat dengan dunia pragmatik
(Chaer, 2009). Jika bahasa disebut sebagai sebuah sistem maka sistem tersebut
akan memiliki subsistem. Di dalam bahasa subsistem tersebut dibagi ke dalam tiga
digunakan.
konsep dan ide yang dibentuk dari pemikiran manusia. Ide dan konsep makna
tersbut memiliki sifat abstrak dan tidak bisa diamati secara empiris. Tetapi, konsep
dan ide tersbut dapat dikeluarkan melalui alat ucap manusia dan dikeluarkan
melalui bunyi yang merupakan realisasi fisik yang dari dunia makna atau setelah
melaui sistem bahasa yang bersifat konkret sehingga dapat dianalisis secara
empiris. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut ini.
Jika dilihat pada gambar skema diatas, ada tiga komponen penting yang
menjadi subsistem pada sebuah bahasa. Seperti yang sudah dijelaskan pada
Komponen leksikon yang memiliki satuan yang disebut dengan leksem merupakan
sebuah bejana yang menampung berbagai makna dalam sebuah bahasa. Makna
yang muncul dari leksikon tersebut disebut sebagai makna leksikal. Komponen
leksikon ini kemudian diolah menjadi satu kesatuan yang dimana kesatuan
tersebut tidak lagi memiliki makna leksikal tetapi memiliki makna gramatikal.
komponen leksikon menjadi sebuah “kata”, yang dimana kata tersebut memiliki
mengolah kata yang sudah disusun oleh morfologi menjadi satu kesatuan yang
lebih kompleks seperti dirubah menjadi sebuah frasa, klausa dan kalimat. Satuan-
satuan yang telah terbentuk secara sintaksis ini akan diolah oleh subsistem
fonologi dan dikeluarkan menjadi sebuah bunyi yang dikeluarkan melalu alat ucap
manusia dan dikonversi menjadi sebuah bunyi yang pada akhirnya akan diterima
Ujaran-ujaran yang muncul dari alat ucap manusia tersebut akan memiliki
makna. Makna yang muncul itu akan dimengerti oleh pendengar ketika ujaran
tersebut memiliki konteks yang jelas sehingga sebuah bahasa tidak hanya sampai
pada subsistem fonologi saja tetapi lebih kompleks lagi sampai kepada pragmatik.
Sebagai contoh, ketika ada ujaran “ Sudah pukul Sembilan malam” jika dijelaskan
hanya menggunakan subsistem gramatikal saja maka makna yang muncul adalah
menyatakan mengenai waktu saja; tetapi jika diujarkan oleh seorang ibu kepada
anaknya yang masih berusia 7 tahun artinya ujaran tersebut memiliki makna
bahwa ibu tersebut menyuruh anaknya untuk tidur karena sudah larut malam.
konteks yang ada. Sehingga ketika ingin mengartikan atau memaknai sebuah
ujaran dalam sebuah bahasa itu memang sangat luas. Dalam kajian ilmu bahasa
(linguistik) yang bersifat struktural, bahasa didefinisikan sebagai sebuah sistem
lambang bunyi yaang memiliki sifat arbitrer. Sedangkan dalam kajian ilmu bahasa
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa dalam kajian filsafat
dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat abstrak dan empiris. Mengapa
pernyataan ini didasari dari definisi bahasa yang disebut sebagai bentuk yang
“arbitrer” atau manasuka. Setiap penutur bahasa di dunia memiliki bahasa untuk
mendeskripsikan sebuah objek yang tentu saja jika kita telaah tidak ada hubungan
antara bunyi, struktur kata dan bentuk katanya dengan objek yang dijadikan
lambang kata tersebut. Hal ini dalam filsafat dianggap sebagai sebuah
keabstrakan dari bahasa itu sendiri. di sisi lain, bahasa dianggap sebagai sesuatu
yang bersifat empiris dengan adanya bukti-bukti ilmiah yang konkret dalam
konsturksi bunyi, kata, tata bahasa dan pemaknaan yang konkret dan dapat dilihat
konkretan bahasa sebagai sebuah objek kajian yang dapat ditelaah dan
mendeskripsikan bahasa ke ruang yang lebih luas lagi. Dulu bahasa hanya
dianggap sebagai sebuah fenomena yang terjadi begitu saja tetapi saaat ini
dianggap sebagai sebuah fenomena yang terjadi begitu saja tetapi ada misteri
fungsional bahasa merupakan sebuah alat yang digunakan oleh manusia untuk
akan diketahui oleh orang banyak. Kemudian, jika ditinjau lebih dalam lagi ternyata
bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia.
Dengan bahasa, perubahan pada kehidupan manusia pun dapat berubah, dari
tergantung pada penggunaan bahasa. Jika dalam sekelompok manusia tidak ada
alat yang dinamakan bahasa maka keberlangsungan kelompok tersebut akan ada
kebudayaan bangsa dan jika tidak ada bahasa maka hilanglah bangsa tersebut.
danmelakukan relasi denga bahasa begitupun dengan filsuf, sehingga bahasa dan
filsafat akan memiliki kaitan yang erat karena pemikiran dan ide yang muncul pada
zaman filsafar kuno sampai sekarang pun semua ide dan pemikirannya akan
adalah bahasa. Suatu sistem filsafat sebenarnya dalam arti tertentu dapat
dipandang sebagai sebuah bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang
sebagai suatu upaya penyusuan bahasa tersebut (Katsooff dalam Hidayat, 2014,
hal. 31). Dengan kata lain, dalam memahami sebuah pemikiran filsuf atau
menguraikan filsafat. Selain itu, kita akan menjumpai istilah-itilah yang muncul di
dalam filsafat yang tidak akan pernah kita megerti jika kita tidak pernah berbahasa.
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka bahasa dan filsafat memeiliki
hubungan dan relasi yang sangat erat. Bahkan, hubungan antara filsafat dan
kehadirannnya tidak dapat kita tolak. Bagi para filsuf bahasa dianggap sebagai
sahabatnya dalam setiap kegiatan filsafatnya dan tidak akan terpisahkan oleh
apapun. Sehingga lambat laun bahasa menjadi sebuah objek perenungan yang
menarik bagi para filsuf dan menjadi bahan peneltian dunia filsafat.
filsafat?