Anda di halaman 1dari 4

HARMONISASI RELASI PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK MENUJU

EDUKASI TEREALISASI

Oleh : Ahmad Tarajjil Ma’suq (T20192099)

Edukasi atau pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi setiap individu untuk
menjadi dewasa dalam bertingkah laku dan bersikap, baik pada diri sendiri ataupun orang lain.
Pendidikan disebut juga dengan sebuah sistem atau aktivitas mendidik, dimana hal itu bisa
terbangun oleh beberapa komponen yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain,
yaitu pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan1.
Terutama pendidik dan peserta didik, keduanya sangatlah berperan penting dalam membangun
sebuah pendidikan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling menyatu dan tak
terpisahkan sebab keduanya berada dalam satu barisan komponen pendidikan itu sendiri. Maka
diperlukan adanya relasi atau hubungan yang baik dan keduanya bisa saling mendukung antara
satu dengan yang lain.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan. Peserta didik merupakan istilah umum bagi
orang yang sedang belajar, untuk semua jenis dan jenjang pendidikan. Khususnya, peserta didik
terdapat beberapa istilah seperti murid (biasanya digunakan bagi peserta didik yang ada di
jenjang Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar), Pelajar (biasanya digunakan bagi peserta
didik yan ada dan mengikuti pendidikan formal di tingkat dasar maupun menengah), Siswa
(biasanya digunakan bagi peserta didik yang ada di jenjang pendidikan menengah pertama dan
menengah atas), Mahasiswa (digunakan bagi peserta didik yang ada di jenjang pendidikan
tinggi, yaitu perguruan Tinggi), Santri (digunakan bagi peserta didik yang menempuh
pendidikannya di pondok pesantren), warga belajar dan Taruna.

Peserta didik memiliki peran penting dalam pendidikan. Peserta didik sendiri dalam
beberapa teori belajar disebut adakalanya menjadi subjek maupun objek pendidikan. Peserta
didik itu menjadi objek pendidikan sebagaimana teori yang dikembangkan oleh kaum
Materialisme, yaitu teori belajar Behavioristik. Seorang peserta didik dianggap sebagai sebuah
wadah kosong yang harus diisi dan menunggu bagaimana wadah itu bisa terisi. Peserta didik
dalam hal ini hanya menerima transformasi pengetahuan atau ilmu dari seorang pendidik, yang
kemudian peserta didik bisa mengembangkan apa yang telah terima dari tansformasi

1
Sulaiman Saat, “Faktor-Faktor Determinan Dalam Pendidikan”, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 8, No. 2, Juli-
Desember, 2015, hlm. 1
pengetahuan tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Besar, banyak dan kualitas
pengetahuan yang peserta didik miliki itu tergantung seberapa besar, banyak dan
berkualitasnya pengetahuan yang pendidik transformasikan kepadanya. Dan tujuan utama
pendidikan menurut teori ini adalah hasil dari pembelajaran tersebut. Hasil tersebut bisa dilihat
ketika peserta didik bisa mengaplikasikan pengetahuan yang dimiki dan mengembangkannya
untuk keperluan kehidupan sehari-hari.

Peserta didik disebut dan menjadi subjek pendidikan sebagaimana teori yang
dikembangkan oleh kaum Idealisme, yaitu teori belajar Kontstruktivisme. Pada hakikatnya
peserta didik memiliki potensi untuk mengetahui sesuatu (sebagaimana hakikat manusia, yaitu
homo spiens), dengan anugerah akal yang dimiliki. Peserta didik menurut teori ini dituntut agar
bisa aktif dalam proses pembelajarannya. Peserta didik menurut istilah teori ini, yaitu
mengkonstruksi pengetahuan yang ada dan membangun sendiri akan berjalannya proses
pembelajaran. Sedang seorang pendidik menurut teori ini bukan bertindak sebagai orang yang
mentransformasikan pengetahuannya, melainkan ia menjadi motivator dan pengarah agar
peserta didik bisa memperoleh makna dari pengetahuan yang ia pelajari dan miliki. Tujuan
utama pendidikan menurut teori ini adalah proses pembelajaran untuk menghasilkan makna
edukatif sehingga peserta didik bisa dan terus mengembangkan pengetahuannya dari hasil
konstruksi yang ia lakukan. Jadi keaktifan seorang peserta didik di sini sangatlah berarti dan
menenentukan arah pendidikan tersebut bisa berlalu dengan baik.

Adapun pendidik adalah orang atau anggota masyarakat yang berfunsi sebagai pemberi
atau penyampai ilmu bagi orang lain yang membutuhkan di semua jenis dan jenjang
pendidikan. Khususnya pendidik bisa disebut sebagai Guru (biasanya digunakan bagi pendidik
di Taman Kanak-kanak, pendidikan dasar, menengah dan atas), pengajar (biasanya juga
digunakan bagi pendidik di tingkat menengah dan atas), Dosen (digunakan bagi pendidikan
yang ada di ruang lingkup perguruan tinggi), Ustadz (digunakan bagi pendidik di pendidik
informal atau nonformal keagamaan islam, seperti sekolah Diniyah, TPQ, dan lainnya) dan
Kyai (digunakan bagi pendidik di ruang lingkup pondok pesantren, dan biasanya ialah yang
menjadi pendiri dari pondok pesantren tersebut atau juga musala seperti di perkampungan).

Pendidik memiliki peran yang penting dalam pendidikan. Sukses tidaknya sebuah
pendidikan itu lebih besar dan banyak bertumpu pada seorang pendidik. Pendidik sebagaimana
tugasnya yaitu mentransformasikan ilmunya, menyampaikan, memberikannya kepada orang-
orang yang membutuhkan, yang dalam hal ini menjadi seorang peserta didik. Seorang pendidik
harus selalu aktif dalam membangun proses pembelajaran demi hasil yang memuaskan di akhir.
Pendidik harus memaksimalkan pengajarannya, pendidikannya dengan segala pengetahuan
dan ilmu yang dimiliki. Bahkan seorang pendidik itu harus bisa lebih aktif apabila ada peserta
didiknya yang aktif dalam pembelajaran. Namun selain ia bertindak sebagai transformator
ilmu, ia juga bertindak sebagai motivator, pengarah dan fasilitator dalam pembelajaran sebagai
teori diatas disebutkan. Sebab dalam teori tersebut, peserta didik ditekan untuk aktif dalam
menangkap pengetahuan dan membangunnya. Maka dengan segala pengetahuan yang telah
peserta didik itu transformasikan, seorang pendidik bagaimana agar selalu mengontrol dan
menfilter agar pengetahuan yang peserta didik itu transformasikan bisa bermakna, mendorong
agar selalu giat dalam belajar, dan menfasilitasi segala apa yang dibutuhkan seorang peserta
didik guna terealisasinya pendidikan yang dituju.

Maka dari itu, seorang peserta didik dan pendidik harus saling bisa menjalin hubungan
yang baik, damai bahkan bisa saling mendukung antara satu dengan yang lain. Janganlah
sampai terjadi kontras antara keduanya. Karena hal itu akan mempengaruhi berjalannya
pembelajaran atau pendidikan. Pendidikan yang berhasil disebabkan karena adanya
kesemangatan dan hubungan yang kuat dan menguatkan antara pendidik dan peserta didik.
Sebaliknya, ketidakberhasilan pendidikan juga disebabkan karena tidak adanya kesemangatan
dan hubungan yang kuat, tidak terjalin kondisi yang baik dalam proses pembelajarannya.

Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia, telah terjadi dulu di daerah Kabupaten
Sampang, seorang siswa SMAN 1 Torjun, Sampang yang berinisial HI menganiaya guru
keseniannya, yang bernama Budi Cahyono hingga ia meninggal dunia, tepatnya pada hari
Kamis tanggal 1 Februari tahun 2018, sekitar pukul 13.00 WIB. Kronologis kejadian tersebut
berawal saat guru tersebut sedang memberikan materi kepada para siswanya, namun siswa
yang berinisial HI tersebut tidak mendengarkan, menghiraukan penjelasan guru tersebut, malah
membuat onar dan mengganggu temannya yang sedang memperhatikan materi tersebut.
Melihat hal itu, guru tersebut mengambil tindakan dengan mencoret-coret pipinya dengan cat
lukis. Tidak terima dengan tindakan tersebut, siswa tersebut langsung memukul gurunya dan
perkelahian keduanya dilerai oleh siswa-siswa lainnya. Dan tak lama beberapa hari kemudian,
seorang guru tersebut harus menghembuskan nafas terakhir sebab perlakuan siswanya padanya.

Kejadian diatas merupakan kejadian yang memalukan, memilukan dan tidak


sepantasnya hal itu bisa terjadi, bagi kabupaten Sampang khususnya dan Negara Indonesia
umumnya. Ini merupakan protret pendidikan yang sangat buruk waktu sebab harus
menghilangkan nyawa seorang guru yang dilakukan oleh siswanya. Tentunya terdapat banyak
factor yang menjadi latar belakang mengapa hal itu bisa terjadi. Bisa dikatakan diantaranya
adalah pergaulan seorang siswa tersebut yang tidak baik. Pergaulan seorang siswa dengan
teman-temannya harus menjadi perhatian bagi orang tua siswa. Bagaimana seorang guru bisa
memberikan hasil yang maksimal dalam pembelajaran siswanya yang tidak mau
mendengarkan, memperdulikan dan memperhatikan gurunya yang sedang menjelaskan
materinya di depan kelas. Bukanlah kemanfaatan atau kemaslahatan yang akan didapat,
nantinya kemafsadatan yang akan diperoleh ketika ia sudah keluar dari sebuah jenjang
pendidikan.

Maka keharmonisan hubungan haruslah terjalin antara pendidik dengan peserta


didiknya. Peserta didik harus mengetahui dulu apa tujuan ia belajar ?, apa yang harus ia lakukan
ketika dalam pembelajaran?, apa yang akan ia peroleh setelah ia menyelesaikan jenjang
pendidikan?, seorang peserta harus tahu itu semuanya. Karena dengan hal itu peserta didik bisa
sadar bahwa betapa pentingnya pendidikan untuk keberlangsungan kehidupannya. Jadi tujuan
ia mengapa harus belajar sebab ia tidak tahu, pengetahuan tidak akan didapatkan kecuali
dengan belajar. Seorang peserta harus bersikap baik, tunduk, patuh dan memerhatikan semua
penjelasan yang pendidik berikan bahkan bisa berbakti dengannya dimana termasuk
memuliakan ilmu, sebagaimana disebut dalam sebuah kitab, yang bernama Ta’lim al
Muta’allim, “diantara memuliakan ilmu adalah memuliakan guru, atau ustadz”. Dan ia akan
hidup langsung dengan masyarakat atau bermasyarakat, lalu apa yang akan ia berikan untuk
masyarakat kalau tidak dengan belajar. Begitu juga seorang pendidik, ia harus peduli terhadap
peserta didiknya yang tentunya memiliki sifat yang bermacam-macam diantara mereka. Ia
harus bisa mengkondisikan lingkungan belajarnya dengan baik. Sebagai pendidik, ia tidak
hanya bertugas untuk mentransformasikan ilmunya pada mereka, sebagaimana diketahui
bahwa sasaran pendidikan itu ada pengetahuan, sikap dan keterampilan, pengetahuan sikap
juga lebih dan penting untuk diperhatikan. Guru yang baik bukanlah orang yang sebanyak-
banyak ia memberikan ilmunya kepada mereka, tapi pendidikan sikap harus juga diberikan.
Apalah gunanya ilmu yang sangat banyak, tanpa adanya sikap yang baik, adab, dan etika. Ia
harus pintar dalam intelektualnya, tapi ia pintar dalam sikap dan etikanya. Maka relasi
harmonis harus ada, atau keharmonisasian relasi antara pendidik dan peserta didik harus
terbangun guna mencapai pendidikan yang benar-benar edukatif. Dan itulah sebenar-benarnya
pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai