Anda di halaman 1dari 2

Objek-objek Filsafat

Oleh : Ahmad Tarajjil Ma’suq (T20192099)

Sebelum masuk pada pembahasan tentang objek-objek filsafat.


maka terlebih dahulu harus mengetahui apa arti filsafat itu sendiri.
Filsafat adalah sebuah media atau sarana yang lebih ditekankan pada
berpikir. Mengapa demikian ?, karena banyak melibatkan akal dalam berpikirnya. Tidak
semua berpikir itu disebut berfilsafat, namun terdapat beberapa ciri dimana berpikir tersebut
bisa dikategorikan dengan filsafat, seperti berpikir radikal, sistematis, logis, spekulatif, kritis
dan bertanggung jawab.
Seseorang dalam melakukan sebuah hal, pasti ada sasaran –selanjutnya disebut
subjek- dari apa yang telah ia lakukan. Sama halnya dengan juga filsafat, bahwa terdapat
beberapa objek yang dikaji atau dipikirkan dalam filsafat itu sendiri. Objek-objek filsafat
terdiri dari beberapa bagian, ada objek apabila ditinjau dari yang mengamati (subjeknya),
yang diamati (objeknya), barang nilai dan barang bebas nilai.
Adapun objek filsafat apabila ditinjau dari yang mengamati (subjeknya) terbagi
menjadi dua bagian, yaitu objek material dan formal. Objek material adalah sebuah objek
kajian filsafat yang kajiannya adalah pengetahuan itu sendiri. Objek yang dikaji pada bagian
pertama ini adalah tentang segala sesuatu yang ada atau berwujud, baik yang harus (bersifat
mutlak seperti tuhan, pencipta alam semesta) atau yang tidak harus atau mungkin ada
(bersifat tidak mutlak seperti ciptaan tuhan). Ada yang mengatakan bahwa objek kajian pada
bagian ini adalah tentang segala sesuatu yang konkret (pengetahuan yang berasal dari indera
manusia yang sifatnya empiris) atau yang abstrak (pengetahuan yang berasal dari rasio yang
bersifat analitik). Ada juga sebagian filsuf mengatakan bahwa objek material ini adalah
sesuatu yang ada dalam kenyataan, pernyataan dan pikiran. Namun, setidaknya terdapat tiga
persoalan pokok yang dibahas pada objek ini adalah tentang tuhan (teologi), alam
(kosmologi) dan manusia (antropologi).
Sedangkan objek formal adalah sebuah objek kajian filsafat yang kajiannya tidak
hanya sekedar pada pengetahuan saja, tapi lebih pada hakikat pengetahuan itu sendiri. Objek
ini merupakan sudut pandang dimana pengamat mengamati dan menelaah apa yang diamati
dengan keterangan yang radikal atau mendalam tentang segala objek material yang ada.
Misalnya yang dibahas tentang manusia. Manusia sendiri merupakan salah satu objek kajian
material. Sedangkan objek formalnya lebih mendalam dari pada objek sebelumnya. Karena
objek kajian ini dalam mengamati manusia itu lebih mendalam lagi seperti tentang budaya,
etika, ekonomi, politik, religiusitas, dan lain sebagainya. Objek ini perhatiannya lebih tertuju
pada hakikat pengetahuan (ontologi), cara memperolehnya (epistemologi) dan kegunaannya
(aksiologi). Ketiga yang disebut barusan itu juga merupakan cara balajar filsafat yang
sistematis, yang merupakan ciri filsafat itu sendiri.
Adapun objek filsafat apabila ditinjau dari yang diamati (objeknya) terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu objek rasa, bukan rasa dan luar biasa. Objek rasa –dikenal dengan objek
empiris- adalah sebuah objek yang ada (memang pada dasarnya) dan hanya didapatkan
melalui sesuatu yang konkret saja, yaitu lima indera yang sifatnya empiris. Objek ini
berhubungan dengan estetika (keindahan). Sedang objek bukan rasa-dikenal dengan ideal-
merupakan kebalikan dari objek rasa, yaitu objek yang tidak ada (memang pada dasarnya)
dan menjadi ada berkat aktivitas akal. Objek ini diperoleh berdasarkan pada sesuatu yang
abstrak, yaitu rasio yang sifatnya analitik. Sedangkan objek luar rasa –dikenal dengan
transenden- adalah sesuatu yang berada dalam luar jangkauan dan perasaan manusia.
Dinamakan objek luar rasa karena pengetahuan tersebut diperoleh melampaui pengalaman,
artinya adalah seorang yang berfilsafat –dalam hal ini disebut sang subjek- mempunyai
landasan berpikir tanpa harus melalui sebuah pengalaman dan ia bisa mengambil kesimpulan
sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah Apriori. Apriori sendiri secara bahasa mempunyai arti
sebelum, jadi bisa diartikan bahwa apriori adalah pengetahuan yang independen (mandiri),
terlepas dari pengalaman. Kebalikan dari apriori adalah Apesteriori. Apesteriori sendiri
secara bahasa berarti sesudah, jadi bisa diartikan bahwa apesteriori adalah pengetahuan yang
tergantung pada empiris atau pengalaman.
Filsafat itu tidak mengajarkan sebuah ajaran yang normative, tapi yang diajarkan
adalah nilai yang terkandung di dalamnya. Sebuah ajaran yang tidak terkandung nilai-nilai
yang di dalamnya, maka apalah arti dari ajaran tersebut. Segala sesuatu itu termasuk ajaran,
di dalamnya pasti terdapat nilai yang harus diketahui dan dikaji. Maka hal tersebut
mengindikasikan bahwa segala sesuatu termasuk ajaran yang merupakan bagian dari agama
terikat dan tidak akan lepas dari nilai. Kemudian ada istilah barang bebas nilai. Maksud daro
barang atau sesuatu itu bebas nilai adalah dilihat dari bagaimana proses penilaian atau
penemuan nilai tersebut tidak terikat dari apapun, karena tergantung dari sang subjek itu
sendiri bagaimana ia menilai dan dengan proses apa saja ia memberikan penilaian.

Anda mungkin juga menyukai