Sebelum masuk pada pembahasan tentang objek-objek filsafat.
maka terlebih dahulu harus mengetahui apa arti filsafat itu sendiri. Filsafat adalah sebuah media atau sarana yang lebih ditekankan pada berpikir. Mengapa demikian ?, karena banyak melibatkan akal dalam berpikirnya. Tidak semua berpikir itu disebut berfilsafat, namun terdapat beberapa ciri dimana berpikir tersebut bisa dikategorikan dengan filsafat, seperti berpikir radikal, sistematis, logis, spekulatif, kritis dan bertanggung jawab. Seseorang dalam melakukan sebuah hal, pasti ada sasaran –selanjutnya disebut subjek- dari apa yang telah ia lakukan. Sama halnya dengan juga filsafat, bahwa terdapat beberapa objek yang dikaji atau dipikirkan dalam filsafat itu sendiri. Objek-objek filsafat terdiri dari beberapa bagian, ada objek apabila ditinjau dari yang mengamati (subjeknya), yang diamati (objeknya), barang nilai dan barang bebas nilai. Adapun objek filsafat apabila ditinjau dari yang mengamati (subjeknya) terbagi menjadi dua bagian, yaitu objek material dan formal. Objek material adalah sebuah objek kajian filsafat yang kajiannya adalah pengetahuan itu sendiri. Objek yang dikaji pada bagian pertama ini adalah tentang segala sesuatu yang ada atau berwujud, baik yang harus (bersifat mutlak seperti tuhan, pencipta alam semesta) atau yang tidak harus atau mungkin ada (bersifat tidak mutlak seperti ciptaan tuhan). Ada yang mengatakan bahwa objek kajian pada bagian ini adalah tentang segala sesuatu yang konkret (pengetahuan yang berasal dari indera manusia yang sifatnya empiris) atau yang abstrak (pengetahuan yang berasal dari rasio yang bersifat analitik). Ada juga sebagian filsuf mengatakan bahwa objek material ini adalah sesuatu yang ada dalam kenyataan, pernyataan dan pikiran. Namun, setidaknya terdapat tiga persoalan pokok yang dibahas pada objek ini adalah tentang tuhan (teologi), alam (kosmologi) dan manusia (antropologi). Sedangkan objek formal adalah sebuah objek kajian filsafat yang kajiannya tidak hanya sekedar pada pengetahuan saja, tapi lebih pada hakikat pengetahuan itu sendiri. Objek ini merupakan sudut pandang dimana pengamat mengamati dan menelaah apa yang diamati dengan keterangan yang radikal atau mendalam tentang segala objek material yang ada. Misalnya yang dibahas tentang manusia. Manusia sendiri merupakan salah satu objek kajian material. Sedangkan objek formalnya lebih mendalam dari pada objek sebelumnya. Karena objek kajian ini dalam mengamati manusia itu lebih mendalam lagi seperti tentang budaya, etika, ekonomi, politik, religiusitas, dan lain sebagainya. Objek ini perhatiannya lebih tertuju pada hakikat pengetahuan (ontologi), cara memperolehnya (epistemologi) dan kegunaannya (aksiologi). Ketiga yang disebut barusan itu juga merupakan cara balajar filsafat yang sistematis, yang merupakan ciri filsafat itu sendiri. Adapun objek filsafat apabila ditinjau dari yang diamati (objeknya) terbagi menjadi tiga bagian, yaitu objek rasa, bukan rasa dan luar biasa. Objek rasa –dikenal dengan objek empiris- adalah sebuah objek yang ada (memang pada dasarnya) dan hanya didapatkan melalui sesuatu yang konkret saja, yaitu lima indera yang sifatnya empiris. Objek ini berhubungan dengan estetika (keindahan). Sedang objek bukan rasa-dikenal dengan ideal- merupakan kebalikan dari objek rasa, yaitu objek yang tidak ada (memang pada dasarnya) dan menjadi ada berkat aktivitas akal. Objek ini diperoleh berdasarkan pada sesuatu yang abstrak, yaitu rasio yang sifatnya analitik. Sedangkan objek luar rasa –dikenal dengan transenden- adalah sesuatu yang berada dalam luar jangkauan dan perasaan manusia. Dinamakan objek luar rasa karena pengetahuan tersebut diperoleh melampaui pengalaman, artinya adalah seorang yang berfilsafat –dalam hal ini disebut sang subjek- mempunyai landasan berpikir tanpa harus melalui sebuah pengalaman dan ia bisa mengambil kesimpulan sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah Apriori. Apriori sendiri secara bahasa mempunyai arti sebelum, jadi bisa diartikan bahwa apriori adalah pengetahuan yang independen (mandiri), terlepas dari pengalaman. Kebalikan dari apriori adalah Apesteriori. Apesteriori sendiri secara bahasa berarti sesudah, jadi bisa diartikan bahwa apesteriori adalah pengetahuan yang tergantung pada empiris atau pengalaman. Filsafat itu tidak mengajarkan sebuah ajaran yang normative, tapi yang diajarkan adalah nilai yang terkandung di dalamnya. Sebuah ajaran yang tidak terkandung nilai-nilai yang di dalamnya, maka apalah arti dari ajaran tersebut. Segala sesuatu itu termasuk ajaran, di dalamnya pasti terdapat nilai yang harus diketahui dan dikaji. Maka hal tersebut mengindikasikan bahwa segala sesuatu termasuk ajaran yang merupakan bagian dari agama terikat dan tidak akan lepas dari nilai. Kemudian ada istilah barang bebas nilai. Maksud daro barang atau sesuatu itu bebas nilai adalah dilihat dari bagaimana proses penilaian atau penemuan nilai tersebut tidak terikat dari apapun, karena tergantung dari sang subjek itu sendiri bagaimana ia menilai dan dengan proses apa saja ia memberikan penilaian.