Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philo yang berarti
cinta yang mendalam dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan kebenaran. Bisa diartikan bahwa pengertian filsafat secara etimologi adalah cinta yang mendalam akan kebijaksanaan, pengetahuan dan kebenaran. Sedangkan pengertian filsafat secara terminology sangatlah beragam. Banyak dari kalangan ilmuwan yang mendefinisikan filsafat, diantaranya : (a) Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli; (b) Aristoteles : Filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika; (c) Al-Farabi : Filsafat adalah pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Adapun pengetahuan adalah sebuah informasu yang diketahui dan didasari oleh seseorang serta melekat di benaknya. Pengetahuan berasal dari tahu, tahu dan tahu sehingga menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan bisa diperoleh dari beberapa hal yang menjadi sumber pengetahuan : indrawi yaitu pengetahuan yang diperoleh dari indra yang bersifat empiris, berdasarkan pengalaman dengan cara induktif (khusus-umum), rasio yaitu pengetahuan yang diperoleh dari hal yang bersifat analitik, berdasarkan analisa (mengklasifikasi, mengelompokkan atau mengkategorikan) dengan cara deduktif (umum- khusus), mitos yaitu pengetahuan tentang catatan peristiwa yang dianggap benar-benar terjadi yang bertujuan untuk menakut-nakuti, tetapi harus diimbangi dengan logis, wahyu yaitu pengetahuan yang berasal dari tuhan yang diturunkan melalui utusannya untuk diberikan kepada manusia sebagai makhluk-Nya, dan otoritas yaitu pengetahuan yang diperoleh dari seseorang yang ahli pada bidang tertentu. Adapun kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek, merupakan lawan dari kekeliruan. Teori-teori kebenaran meliputi : koresponden, koherensi dan pragmatis. Teori koresponden (pernyataan-pernyataan) menerangkan bahwa pernyataan itu dikatakan kebenaran apabila ada kesesuaian antara pikiran dan kenyataan. Teori koherensi (pernyataan-pernyataan) menerangkan bahwa pernyataan itu dikatakan sebuah kebenaran apabila premis-premis yang digunakan benar. Teori Pragmatis (pernyataan-kegunaan) menerangkan bahwa pernyataan itu dikatakan sebuah kebenaran apabila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Seseorang dalam melakukan suatu hal pasti disertai dengan alasan mengapa ia melakukan hal tersebut. Begitu juga dengan filsafat, tentunya ada beberapa alasan yang mendorong seseorang ingin berfilsafat, diantaranya : skiptis yaitu adanya keraguan atau sangsi mengenai sebuah pernyataan yang dinilai belum jelas dan dipastikan kebenarannya, takjub yaitu rasa kagum atau heran pada filsafat (banyak dari kalangan filsuf mengatakan bahwa awal mula lahirnya filsafat karena adanya rasa takjub), rasa ingin tahu atau penasaran, keterbatasan ilmu yang dimiliki mendorong orang tersebut ingin berfilsafat untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Berfilsafat termasuk dalam ranah berfikir namun tidak semua berfikir bisa dikategorikan berfilsafat. Oleh karena itu, dalam berfilsafat harus terkandung di dalamnya beberapa ciri-ciri filsafat, yaitu radikal (berfikir sampai ke akar-akarnya), sistematis (dalam mengutarakan sebuah pernyataan harus runtut), logis (bisa diterima oleh akal), spekulatif (menduga-duga), kritis (berfikir dengan mengkaji lebih dalam terhadap pernyataan yang diungkapkan), dan kompherensif (berfikir secara menyeluruh, tidak memandang hanya dalam satu arah melainkan dari berbagai arah). Terdapat dua objek filsafat, yaitu objek material dan formal. Objek material adalah segala sesuatu yang realitas, ada yang harus ada (disebut mutlak, yaitu tuhan pencipta alam semesta) dan ada yang tidak harus atau mungkin ada (disebut tidak mutlak, yaitu makhluk, ciptaan tuhan pencipta alam semesta). Tapia ada juga yang mengatakan bahwa objek material itu berupa fisik dan metafisik. Sedangkan objek formal adalah ciri-ciri filsafat itu sendiri yang telah disebutkan di atas. Terdapat tiga metode mempelajari dan memahami filsafat, yaitu historis, sistematis dan kritis. Secara historis, awal mula munculnya filsafat yaitu pada masa pra-Yunani yang merupakan fase pertama. Pada fase ini bercorak pemikiran yang disebut dengan Kosmologi, yaitu ilmu yang membahas tentang alam semesta. Dalam prakteknya, kosmologi berpisah menjadi dua hal : kosmologi saintifik yang dilandasi dengan model spekulatif dan filosofis. Masa berikutnya adalah masa Yunani yang merupakan fase kedua. Pada fase ini bercorak pemikiran yang disebut teologi, yaitu ilmu yang membahas tentang tuhan, artinya dalam pemecahan sebuah permasalahan selalu dilandasi dengan agama. Kemudian berkembang pada masa berikutnya, yaitu masa Modern yang merupakan fase ketiga. Pada fase ini bercorak pemikiran yang disebut dengan Antropologi, yaitu ilmu yang membahas tentang manusia, baik dari segi keanekaragaman fisik maupun kebudayaan. Dan pada abad ke-21 ini, masuk pada masa Post Modern, yang merupakan fase keempat. Pada fase ini bercorak pemikiran yang disebut dengan Logologi, yaitu ilmu yang membahas tentang bahasa, seperti pertumbuhan dan perkembangannya dan lain sebagainya. Cara belajar filsafat yang kedua adalah sistematis. Di sini terdapat tiga sistematika dalam filsafat, yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Adapun ontologi membicarakan hakikat dalam filsafat, yaitu apa pengetahuan yang sebenarnya, sehingga ontologi ini dikenal dengan “filsafat hakikat”. Ontologi ini berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Terdapat beberapa sudut pandang pada cara pertama ini, yaitu : materi baik materialisme (paham yang menyatakan bahwa hal yang dapat dilihat dikatakan benar-benar ada adalah materi) maupun realisme (paham yang beranggapan bahwa objek indra adalah real), ide baik spiritualisme (paham tentang praktik peribadatan keagamaan) maupun idealism (paham yang menyatakan bahwa realitas dasar terdiri dari ide, fikiran dan jiwa), monoisme (paham yang menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan ini hanyalah satu), dualism (paham yang menganggap bahwa hakikat itu dua sebagai asal sumbernya), pluralism (paham yang menganggap segala macam bentuk merupakan kenyataan) dan agnotisisme (paham yang mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda). Epistemologi didefiniskan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya pengetahuan. Epsitemologi juga disebut teori pengetahuan karena membahas tentang bagaimana cara mendapatkam pengetahuan dari objek yang dipikirkan. Setelah memperoleh pengetahuan dengan cara yang dilakukan pada cara sebelumnya, apa manfaat yang dapat kita gunakan dari pengetahuan itu. Inilah yang kemudian membawa pemikiran kita menengok pada konsep Aksiologi, yaitu filsafat yang membahas masalah nilai kegunaan dari nilai pengetahuan.