Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU AKHLAK

PROSES PEMBENTUKAN AKHLAK SECARA ISLAM


PADA MANUSIA

DISUSUN OLEH:

DEBY KURNIAWATI (2220302027)


FADILAH (2220302029)

DOSEN PENGAMPU:

HENI INDRAYANI, M.A

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UINIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG 2022/2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah tumbuh dan berkembang awalnya muncul bersama dengan adat yang
dimiliki setiap masyarakat. Syekh Nashir Makarim Asy-Syirazi mengatakan bahwa
bibit pembahasan akhlak, muncul bersamaan dengan pertama kalinya manusia
menginjakkan kaki di muka bumi ini. Hal ini mencerminkan pada peristiwa turunnya
adam ke bumi. Ketika itu, Allah SWT telah memberikan pelajaran tentang akhlak,
perintah dan larangan yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia.
Sebagai bagian internal di kehidupan manusia akhlak muncul sejak manusia
pertama kali diciptakan. Akhlak muncul secara alami dari dalam diri seseorang sejak
manusia lahir. Hal ini disebabkan setiap manusia memiliki intuisi naluri mengenai
nilai baik dan buruk, benar dan salah/layak atau tidak layak. Maksudnya, tanpa
adanya ajaran apapun yang diterima manusia dari luar, didalam dirinya terdapat
sensor alami atas berbagai hal untuk dinilai sebagai positi/negatif.
Walaupun secara alami memiliki naluri dan intuisi baik, tidak menutup pula
kemungkinan bahwa pengaruh lingkungan ikut membentuk prikehidupan pribadi. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh negatif dari luar yang terlalu kuat dan setiap hari atau
setiap saat mempengaruhinya. Sedikit demi sedikit naluri dan intuisi baiknya akan
terkontaminasi menjadi buruk. Bahkan pengaruh baik di lingkungan bersaing dengan
pengaruh buruk dalam mengatur pola pikirserta prilaku manusia. 1

1
Samsul Munir Amin, “Ilmu Akhlak” (Jakarta, AMZAH, 2016), hal.31

1
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan
jamak dari kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah.
Dengan demikian secara etimologi akhlak dapat diartikan sebagai tabiat watak serta
budi pekerti, watak, tabiat.2
Dalam Alquran, kara kluk yang merujuk pada pengertian perangai, disebut
sebanyak dua kali, yaitu:

‫إن هذَا ا خلق األو ِلين‬


‫ّل‬

(Agama kamu) ini tidak lam hanyalah adat kebiasaan orang-orang


terdahulu. (QS. Asy-Asyu'ara' (26): 137)

‫و إنا ك لَى خل عظيم‬


ِ
‫ق‬ ‫ل‬

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.


(QS. Al-Qalam (68): 4)

Adapun pengertian akhlak secara terminologi, menurut para ulama sebagai berikut.
a. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
“Akhlak adalah hay'at atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya lahir perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang terpuji memrat ketentuan akal dan norma agama, ia
dinamakan
2
2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Puataka,1985),
hlm.25

3
akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang jahat, maka ia
dinamakan akhlak yang buruk.”3

b. Ibnu Maskawaih (941-1030 M)


“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan- perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya... ada pula yang
diperoleh dar kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya
tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan kemudian dilakukan terus-
menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”4

c. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)


“Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat
tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut
pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi
juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.”

d. Syekh Makarim Asy-Syirazi


“Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batin
manusia.”5

e. Al-Faidh Al-Kasyani (w. 1091 H)


“Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mendiri
dalam jiwa, darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
didahului perenungan dan pemikiran.”

3
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz 3, (Qahirah: Isa Al-Bab Al-Halabi, tt), hlm. 52
4
Ibnu Maskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq wa Thathir Al-A’raq, (Beirut: Maktabah Al-Hayahli Ath-
Thiba’ah wa An-Nasyr, cetakan ke-2), hlm. 51
5
M. Syatori, Ilmu Akhlak, (Bandung: Lisan, 1987), hlm. 14

4
f. Dr. Ahmad Muhammad Al-Hufi
Akhlak adalah adatbyang dengan sengaja dikehendaki keberadaannya.
Dengan kata lain, akhlak adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang
sesuatu yang yang dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi adat
(kebiasaan) yang mengaruh kepada kebaikan atau keburukan.

g. Dr. Ahmad Amin


Akhlak adalah kebiasaan kehendak. Artinya, apabila kehendak itu
membiasakan sesuatu, kebiasaannya itu disebut sebagai akhlak.6

h. Al-Qurthubi
“Sesuatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya
disebut akhlak, karena perbuatan itu termasukbagian dari kejadiannya.”

i. Abu Bakar Jabir Al-Jazairi


“Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia,
yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk,terpuji dan tercela dengan cara
yang disengaja.”7

2. Pembentukan Moral
Pembentukan akhlak merupakan bagian dari tujuan pendidikan, hal ini menurut
pendapat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengatakan bahwa “pendidikan budi

6
Ahmad Amin, Al-Akhlak, terj. K.H.Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan bintang, 1977), hlm. 74
7
Ahmad Amin, Al-Akhlak, terj. K.H.Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), hlm 81

5
pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.” dengan bahasa lain,
pendidikan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam.8
Pendidikanlah yang sangat berpengaruh besar terhadap kualitas pembentukan
akhlak anak. Selain itu, moral merupakan hasil dari pendidikan, latihan, perjuangan
yang keras dan sungguh-sungguh, misalnya dengan salah satu program pesantren.
Berbicara mengenai pembentukan moral pada saat ini merupakan hal yang sangat
penting, karena dengan semakin banyaknya tantangan dan rintangan godaan sebagai
akibat dari kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, saat
ini setiap orang orang merasa sangat mudah untuk berkomunikasi dengan jarak jauh
bahkan sudah lagi tidak menjadi hambatan maka dari itu, untuk usia anak MTs adalah
hal yang sangat rawan sekali.
Menurut sebagian ahli, akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak termasuk
naluri (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi sebagian ahli lainnya, akhlak
adalah naluri (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi kelompok ini bahwa
masalah akhlak adalah bawaan manusia itu sendiri, yaitu fitrah kecenderungan
kepada kebaikan atau, fitrah yang ada pada diri manusia dan dapat pula berupa kata
hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan, akhlak
akan tumbuh dengan sendirinya bahkan tanpa dibentuk atau dibina.9
Kenyataannya, jika dilihat di lapangan, bahwa upaya dalam membina dan
membentuk akhlak harus dikembangkan melalui berbagai lembaga pendidikan dan
melalui berbagai metode. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina, dan
pembinaan tersebut ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi
muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hormat kepada
orang tua, penyayang kepada semua makhluk Allah. Dan sebaliknya, jika akhlak anak
tidak dibina atau dibiarkan tanpa bimbingan, serta pengarahan dan pendidikan, maka
hal ini akan menjadi bertentangan dengan ajaran Islam.

8
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 5
9
Redawati dan Aprina Chintya,”Pembentukan Akhlak Anak di Kota Metro Lampung Melalui
Film Kartun Doraemon”, Jurnal Penelitian, 11 (Februari 2017), hal. 15

6
Hal ini menunjukkan dengan sangat baik bahwa akhlak perlu dibentuk dan
dibina.10Pembiasaan dalam pembentukan akhlak merupakan kegiatan yang kegiatan
yang dilakukan anak secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari sehingga
menjadi suatu kebiasaan yang baik. Pembiasaan ini meliputi aspek aspek
perkembangan moral, nilai-nilai agama, akhlak. Dengan adanya program tersebut,
pembentukan dan pengembangan akhlak diharapkan dapat meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga perkembangan sikap anak menjadi baik dan
dapat mengendalikan diri serta berinteraksi dengan orang lain.
Dengan adanya program tersebut diharapkan perkembangan sikap anak
menjadi lebih baik dan dapat mengendalikan diri serta berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. karena itu, jika terbiasa berbuat baik, maka tumbuhlah di atas
kebaikan itu, maka bagaimana ia akan berada di dunia dan akhirat, kedua orang
tuanya juga akan mendapatkan pahala bersama. Hal ini memperjelas kedudukan
metode pembiasaan bagi perbaikan dan melalui pembentukan akhlak pembiasaan.
Maka dari itu tujuan dari pembentukan pendidikan akhlak dalam islam
bertujuan agar manusia tetap berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan
yang lurus, yakni jalan yang sudah digariskan oleh Allah swt hal ini akan melahirkan
manusia yang berakhlak mulia.

3. Faktor-faktor Pembentukan Akhlak


Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada 3 (tiga) aliran yang sangat
populer, yaitu aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.11
a. Menurut aliran nativisme

10
Muhammad Noer Cholifudin Zuhri,”Study Tentang Efektivitas Tadarus Al-Qur’an Dalam
Pembinaan Akhlak Di SMPN 8 Yogyakarta”, Cendekia, 1 (Juni, 2013), hlm.118
11
Padli Rahman, Akhlak Tasawuf Memahami Dunia Esoteris Islam (Malang: Setara Pess,
2009), hal 47

7
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer, seorang anak dilahirkan
dengan membawa sifat-sifat baik dan buruk. Menurut aliran ini factor
faktor yang paling berpengaruh pada diri seseorang adalah faktor
pembawaan dari dalam yang dapat berupa kecenderungan, bakat dan
akal. Jika seseorang memiliki kecenderungan bawaan yang baik maka
orang tersebut secara otomatis menjadi lebih baik. Aliran ini sangat
yakin terhadap potensi mereka sendiri dan tampaknya meremehkan
peran pembinaan dan pendidikan.

b. Menurut aliran empirisme


Aliran ini dipelopori oleh John Lock, dengan teori "Tabulae Rasae"
(kertas putih), yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan dalam
keadaan kosong jiwa yang kosong dari kemampuan dasar (potensi) yang
diibaratkan seperti kertas putih bersih. Menurut aliran ini, faktor yang
paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor
eksternal5, yaitu pengalaman, termasuk lingkungan pergaulan dan
pembinaan serta pendidikan yang diberikan.
Apabila pendidikan dan pembinaan yang pembinaan yang diberikan
kepada anak baik, maka anak akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya.
Sekolah ini sangat percaya akan peran yang dimainkan oleh pendidikan
dan pengajaran. Teori teori ini menyatakan bahwa pengaruh internal
sama sekali tidak berdaya.

c. Menurut aliran konvergensi


Pelopor utama aliran ini adalah William Stern. Menurut mazhab ini
Menurut aliran ini, faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan akhlak adalah faktor internal (pembawaan) dan faktor
eksternal (lingkungan sosial). Keduanya berproses secara interaksional
(saling mempengaruhi). Lingkungan yang baik akan mampu
mendukung
8
kemampuan dasar yang dimiliki seseorang. Tidak bisa jika lingkungan
baik tetapi kemampuan individu tidak baik, tidak bisa jika lingkungan
baik tetapi kemampuan individu tidak baik.
Maka dari sini dapat diketahui bahwa dari ketiga faktor dalam
pembentukan akhlak tersebut jika dikaitkan dengan pembentukan
akhlak santri melalui sistem pondok pesantren, maka aliran yang sangat
cocok dengan hal ini yaitu aliran konvergensi yang mana dalam
pembentukan akhlak yang sangat cocok dengan hal tersebut yaitu aliran
konvergensi yang mana dalam pembentukan akhlak disini melibatkan
faktor dari dalam dan faktor dari luar. Akhlak disini saling melibatkan
faktor dari dalam dan faktor dari luar, salah satunya di pondok pesantren
faktor pembentukan akhlak santri dipengaruhi oleh pembimbing yaitu
ustadz, ustadzah, teman, dan diri sendiri.

4. Proses Pembentukan Akhlak


Akhlak tidak cukup hanya dipelajari, tanpa ada upaya untuk membentuk
pribadi yang ber-akhlaq al-karimah. Dalam konteks akhlak, perilaku seseorang akan
menjadi baik jika diusahakan pembentukannya. Usaha tersebut dapat ditempuh
dengan belajar dan berlatih melakukan perilaku akhlak yang mulia. Pertanyaannya,
bagaimana proses pembentukan akhlak pada diri seseorang?
Di samping diperlukan pemahaman yang benar tentang mana yang bak dan
mana yang buruk (ilmu), untuk membentuk akhlak seseorang diperlukan proses
tertentu, berikut ini proses pembentukan akhlak pada diri manusia.3

1. Quduh atau Uswah (Keteladanan)


Orangtua dan guru yang biasa memberikan teladan perilaku
huik, biasanya akan ditiru oleh anak-anak dan muridnya. Hal ini
berperan besar dalam mengembang kon pola perilaku mereka. Oleh

9
karena itu, tidak berlebihan jika Imam Al-Ghazali pernah
mengibaratkan bahwa orangtua itu seperti cermin bagi anak-anaknya.
Artinya, perilaku orangtua biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya.
Ihwal ini tidak terlepas dari kecenderungan anak-anak yang suka
meniru (hubbuat-taqlid).
Keteladanan orangtua sangat penting bagi pendidikan moral
anak. Bahkan hal itu jauh lebih bermakna, dari sekadar nasihat secara
lisan (indoktrinasi). Jangan berharap anak akan bersifat sabar, jika
orangtua memberi contoh sikap yang selalu marah-marah. Merupakan
suatu yang sia-sia, ketika orangtua men dambakan anaknya berlaku
sopan dan bertutur kata lembut, namun dirinya sendiri sering berkata
kasar dan kotor. Keteladanan yang baik merupakan kiar yang mujarab
dalam mengembangkan perilaku moral bagi anak.

2. Ta’lim (pengajaran)
Dengan mengajarkan perilaku keteladanan, akan terbentuk
pribadi yang baik. Dalam mengajarkan hal-hal yang baik, kita tidak
perlu menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Sebab cara tersebut
cenderung mengembangkan moralitas yang eksternal.
Artinya, dengan cara tersebut, anak hanya akan berbuat baik
karena takut hukuman orangtua atau guru. Pengembangan moral yang
dibangun atas dasar rasa takut, cenderung membuat anak menjadi
kurang kreatif. Bahkan ia juga menjadi kurang inovatif dalam berpikir
dan bertindak, sebab ia selalu dibayangi rasa takut dihukum dan
dimarahi orangtaua atau gurunya.
Anak sebaiknya jangan dibiarkan takut kepada orangtua atau
guru, me lainkan ditanamkan sikap hormat dan segan. Sebab jika
hanya karena rasa takut, anak cenderung berperilaku baik ketika ada
orangtua atau gurunya. Namun, ketika anak luput dari perhatian
orangtua atau
1
gurunya, ia akan berani melakukan penyimpangan. Menjadi wajar jika
ada anak yang ketika di rumah atau di sekolah tampak baik-baik saja -
penurut dan sopan- namun ketika di har, ia berbuat nakal dan
berperilaku menyimpang. Misalnya, mencuri, meng gunakan obat-
obatan terlarang, atau melakukan tindak kriminal lainya.

3. Ta’wid (Pembiasaan)
Pembiasaan perlu ditanamkan dalam membentuk pribadi yang
berakhlak. Sebagai contoh, sejak kecil, anak dibiasakan membaca
basmalah sebelum makan, makan dengan tangan kanan, bertutur kata
baik, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Jika hal itu dibiasakan sejak dini,
kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia ketika
dewasa.

4. Targhrib/Reward (Pemberian Hadiah)


Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu,
akan menjadi salah satu latihan positif dalam proses pembentukan
akhlak. Cara ini akan sangat ampuh, terutama ketika anak masih kecil.
Secara psikologis, seseorang memerlukan motivasi atau
dorongan ketika hendak melakukan sesuatu. Motivasi itu pada
awalnya mungkin masih bersifat material. Akan tetapi, kelak akan
meningkat menjadi motivasi yang lebih bersifat spiritual.
Misalnya, ketika masih anak-anak, kita mengerjakan shalat jamaah
hanya karena ingin mendapatkan hadiah dari orangtua. Akan tetapi,
kebiasaan tersebut lambat laun akan mengantarkan pada kesadaran,
bahwa kita beribadah karena kebutuhan untuk mendapatkan ridha dari
Allah.

5. Tarhib/Punishment (Pemberian Ancaman/Hukuman)

1
Dalam proses pembentukan akhlak, terkadang diperlukan
ancaman agar anak tidak bersikap sembrono. Dengan demikian, anak
akan enggan ketika akan melanggar norma tertentu. Terlebih jika
sanksi tersebut cukup berat. Pendidik atau orangtua terkadang juga
perlu memaksa dalam hal kebaikan. Sebab terpaksa berbuat baik itu
lebih baik, daripada berbuat maksiat dengan penuh kesadaran.
Jika penanaman nilai-nilai akhlak mulia telah dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari, kebiasaan tersebut akan menjadi sesuatu yang
ringan. Dengan demikian, ajaran-ajaran akhlak mulia akan diamalkan
dengan baik oleh umat Islam. Setidaknya perilaku tercela (akhlaq
madzmumah) akan dapat diminimalkan dalam kehidupan. Inilah inti
dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi, dengan sabdanya,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang
mulia.12

12
Samsul Munir, Ilmu Akhlak, Jakarta, Bumi Aksara, 2019, hal 27-30.

1
PENUTUP

KESIMPULAN

Pengertian Pembentukan Akhlak Kata "akhlak" berasal dari bahasa Arab,


yang merupakan bentuk jama' dari kata "khuluqun" yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat, budi pekerti, sopan santun, etiket, adab, dan
tindakan. Dari segi terminologi, akhlak adalah suatu sistem yang utuh yang terdiri
dari ciri-ciri pikiran atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa.
Perbuatan sukarela dan
1
antara perbuatan yang benar dan yang salah antara perbuatan yang benar dan
perbuatan yang salah. Sedangkan pendapat yang berbeda seperti yang dikatakan oleh
AlGhazali yang dikutip oleh Abuddin bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan,
latihan, pembinaan dan perjuangan yang keras dan sungguh-sungguh, pendidikan,
latihan, pembinaan dan perjuangan yang keras dan sungguh-sungguh. Definisi akhlak
di atas hampir sama dengan yang dikatakan oleh Ibnu Maskawih, yang
mendefinisikan akhlak sebagai berikut: "Akhlak adalah suatu keadaan jiwa yang
menimbulkan perbuatan- perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran.
Abdul Hamid mengatakan bahwa akhlak adalah pengetahuan tentang keutamaan-
keutamaan yang harus dilakukan dengan mengikutinya sehingga jiwa dipenuhi
dengan kebaikan dan tentang keburukan- keburukan yang harus dijauhi sehingga jiwa
dipenuhi dengan kebaikan dan tentang keburukan-keburukan yang harus dijauhi
sehingga jiwa dipenuhi dengan kebaikan dan tentang keburukan yang harus dijauhi.
Pembentukan Moral merupakan bagian dari tujuan pendidikan, hal ini juga dikatakan
menurut pendapat Muhammad Athiyah al- Abrasyi yang dikutip oleh Abudin Nata
mengatakan bahwa “pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan
pendidikan Islam.” Dengan kata lain, pendidikan akhlak adalah jiwa dan tujuan
pendidikan Islam.

Berbicara mengenai pembentukan moral pada saat ini merupakan hal yang
sangat penting, karena dengan semakin banyaknya tantangan dan rintangan godaan
sebagai akibat dari kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi
kelompok ini bahwa masalah akhlak adalah bawaan manusia itu sendiri, yaitu fitrah
kecenderungan kepada kebaikan atau, fitrah yang ada pada diri manusia dan dapat
pula berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dan
sebaliknya, jika akhlak anak tidak dibina atau dibiarkan tanpa bimbingan, serta
pengarahan dan pendidikan, maka hal ini akan menjadi bertentangan dengan ajaran
Islam. Pembiasaan dalam pembentukan akhlak merupakan kegiatan yang kegiatan
yang dilakukan anak secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari sehingga
menjadi suatu kebiasaan yang baik. Dengan adanya program tersebut, pembentukan

1
dan pengembangan akhlak

1
diharapkan dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
perkembangan sikap anak menjadi baik dan dapat mengendalikan diri serta
berinteraksi dengan orang lain. Maka dari itu tujuan dari pembentukan atau
pendidikan akhlak dalam islam bertujuan agar manusia tetap berada dalam kebenaran
dan senantiasa berada di jalan yang lurus, yakni jalan yang sudah digariskan oleh
Allah swt hal ini akan melahirkan manusia yang berakhlak mulia.Faktor-Faktor
Pembentukan Akhlak Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada 3 (tiga)
aliran yang sangat populer, yaitu aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran
konvergensi.

DAFTAR PUSTAKA

Samsul Munir Amin, 2016, Ilmu Akhlak (Jakarta: Sinar Grafika Offset).

W.J.S. Poerwadarminta, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarat: Balai


Pustaka).

Al-Ghazali, Ilya’ Ulumuddin, juz 3, ( Qahirah: Isa Al-Bab Al-Halabi, tt)

Ibnu Maskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq wa Thathir Al-A’raq, (Beirut: Maktabah Al-


Hayahli Ath-Thiba’ah wa An-Nasyr, cetakan ke-2)

1
M.Syatori, Ilmu Akhlak, 1987 (Bandung: lisan)

Ahmad Amin, Al- Akhlak, 1977, (Jakarta: Bulan bintang)

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, 2002, (Jakarta: Raja Grafindo Persada)

Redawati dan Aprina Chintya, 2017, “Pembentukan Akhlak Anak di Kota Metro
Lampung Melalui Film Kartun Doraemon” (Jurnal Penelitian).

Muhammad Noer Cholifudin Zuhri, 2013 “Study Tentang Efektivitas Tadarus Al-
Qur’an Dalam Pembinaan Akhlak Di SMPN 8 Yogyakarta (Cendekia).

Padli Rahman, 2009, Akhlak Tasawuf Memahami Dunia Esoteris Islam, (Setara Pess).

Anda mungkin juga menyukai