Anda di halaman 1dari 54

BAB III

KAJIAN TEORETIK TENTANG PEMBENTUKAN


AKHLAKUL KARIMAH DAN METODE
HABITUASI

A. Pembentukan Akhlaqul Karimah

1. Pengertian Akhlaqul Karimah

Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya

disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan

santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan

arti kata moral, ethic dalam bahasa inggris. Manusia akan

menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta

menjauhkan segala akhlak tercela.1

Secara kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bisa

buruk, tergantung tata nilai yang dijadikan landasan atau tolok

ukurnya. Di Indonesia, kata akhlak selalu berkonotasi positif.

Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak,

1
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) cet. 3, 221.

1
2

sementara orang yang tidak berlaku baik disebut orang yang

tidak berakhlak.

Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang

mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi.

Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al-

Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad

sebagai metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan yang

dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah,

sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan alam.2

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri

manusia dan bisa bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak

tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun

perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik

buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh

keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan

manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik.

Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan

manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu

2
Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta,
1995), 209.
3

ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak itu

baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai

dengan pembentukan dan pembinaannya.3

Agama Islam merupakan agama yang di dalamnya

mengandung ajaran-ajaran bagi seluruh umatnya. Salah satu

ajaran Islam yang paling mendasar adalah masalah akhlak.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam salah satu firman

Allah, yang mana Akhlakul Karimah sangat diwajibkan oleh

Allah. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 17:

Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/¢


tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4’n?tã !$tB y7t/$|

۳۱:١ :‫)لقمن‬ ¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷“tã ͑qãBW{$# ÇÊÐÈ


Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah)”.(QS. Luqman (31) : 17).4

3
Sukanto, Paket Moral Islam Menahan Nafsu dari Hawa, (Solo: Maulana
Offset, 1994),cet. I. hlm. 80
4
Al- Quran dan Terjemahnya, Kementrian Agama RI, Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Jurusan Agama dan Pembinaan
Syari’ah, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2012), 412.
4

Berdasarkan ayat di atas maka Akhlaqul Karimah

diwajibkan pada setiap orang. Dimana akhlak tersebut banyak

menentukan sifat dan karakter seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat. Seseorang akan dihargai dan dihormati jika

memiliki sifat atau mempunyai akhlak yang mulia (Akhlaqul

Karimah). Demikian juga sebaliknya dia akan dikucilkan oleh

masyarakat apabila memiliki akhlak yang buruk, bahkan di

hadapan Allah seseorang akan mendapatkan balasan yang

sesuai dengan apa yang dilakukannya.

Pada pembahasan mengenai akhlak, penulis akan

mekaji dari dua tinjauan yaitu dari segi etimologi dan

terminologi, dengan tujuan agar dapat dipahami dengan jelas.

Dari segi etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab al- Akhlak

( ‫ )اَأْلْخ َلُق‬bentuk jamak dari Khuluq ( ‫ )ُخ ُلَق‬yang artinya perangai.5

Sedangkan, akhlak dalam arti keseharian artinya tingkah laku,

budi pekerti, kesopanan.6

5
Departemen Agama Republik Indonesia, Aqidah Akhlak, (Jakarta: Direktorat
Jendral Kelembagaan Islam, 2002), 59.
6
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), 26.
5

Pengertian lain, (akhlaqul karimah) ialah segala

tingkah laku yang terpuji (mahmudah) juga bisa dinamakan

(fadilah).7 Jadi (akhlak karimah) berarti tingkah laku yang

terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang

kepada Allah.8 (akhlak karimah) di lahirkan berdasarkan sifat-

sifat dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan

ajaran-ajaran yang terkandung dalam AL-Qur’an dan AL-

Hadis. Sebagai contoh malu berbuat jahat adalah salah satu

dari akhlak yang baik. Akhlak yang baik disebut juga akhlak

karimah.9

Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan

pengertian akhlak sebagai berikut:

a. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al din

mengatakan bahwa akhlak adalah : sifat yang tertanam dalam

jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan

7
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Rosda Karya, 2007), 200.
8
A.zainuddin dan Muhammad Jamhari, AlIslam 2: Muamalah dan Akhlak,
(Bandung: Pustaka Setia, 1999),78
9
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1983), 62
6

gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.10

b. Ibrahim Anas mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya

membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan

manusia, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.11

c. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan

baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu

yang baik, maka disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan

itu tidak baik disebut akhlaqul madzmumah.12

Akhlak yang tidak baik akan mengantarkan anak pada

posisi dasar dalam tatanan masyarakat sosial dan akan

menyebabkan timbulnya kriminalitas, oleh karena itu tujuan

pendidikan nasional adalah tidak hanya mencerdaskan

kehidupan bangsa saja melainkan membentukkan manusia-

manusia yang berbudi pekerti luhur.13

10
Imam Al Ghozali, Ihya Ulum al Din, jilid III, (Indonesia: Dar Ihya al Kotob
al Arabi,tt), 52.
11
Ibrahim Anis, Al Mu‟jam Al Wasith, (Mesir: Darul Ma’arif, 1972), 202.
12
Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, tt), 15.
13
Muhammad Rifa‟i, Pembina Pribadi Muslim, (Semarang: Wicaksana,
1993), 574.
7

Akhlak ialah tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilai-

nilai yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi

sebahagian daripada keperibadiannya. Nilai-nilai dan sikap itu

pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya terhadap

hidup.

Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan

dua jenis tingkah laku yang berlawanan dan terpancar daripada

dua sistem nilai yang berbeda. Kedua-duanya memberi kesan

secara langsung kepada kualitas individu dan masyarakat.

Individu dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh

nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan individu dan

masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu

dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkah laku

yang buruk, akan porak poranda dan kacau balau. Masyarakat

kacau balau, tidak mungkin dapat membantu tamadun yang

murni dan luhur.14

Dari beberapa definisi akhlak diatas dapat disimpulkan

bahwa hakekat akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang

14
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
cet, IV, 5-7.
8

telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, sehingga

dari situ timbullah kelakuan yang baik dan terpuji yang

dinamakan akhlak mulia, sebaliknya apabila lahir kelakuan

yang buruk maka disebut akhlak yang tercela. Karena itu,

sesuatu perbuatan tidak dapat disebut akhlak kecuali

memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a. Perbuatan tersebut telah tertanam kuat dalam jiwa

seseorang sehingga telah menjadi kepribadian.

b. Perbuatan tersebut dilakukan dengan mudah tanpa

pemikiran. Ini bukan berarti perbuatan itu dilakukan dalam

keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk, atau

gila.

c. Perbuatan tersebut timbul dari dalam diri orang yang

mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

d. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sesungguhnya, bukan

mainmain, pura-pura atau sandiwara.15

Sedangkan kata karimah berasal dari bahasa Arab yang

artinya terpuji, baik dan mulia. Berdasarkan dari kata akhlak

15
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Raja Grafindo
Persada, 2006), 151.
9

dan karimah dapat diartikan bahwa Akhlakul Karimah adalah

segala budi pekerti, tingkah laku, atau perangai baik yang

ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran dan

pertimbangan. Dimana sifat itu dapat menjadi budi pekerti

utama yang dapat meningkatkan martabat manusia dalam

kehidupan dunia dan akhirat.

2. Pengertian Pembentukan Akhlaqul Karimah

Pembentukan adalah proses, perbuatan cara

membentuk atau usaha yang terarah kepada tujuan tertentu

guna membimbing faktor pembawa hingga faktor terwujud

dalam suatu aktifitas rohani atau jasmani.16 Pembentukan

akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah

hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan

(muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi

rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya

akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati

nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan

pendekatan yang tepat.

16
Sastra Praja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usana Offset
Printing, 1981), hlm. 366
10

Proses pembentukan yang dilakukan pengasuh atau

ustadz untuk mengembangkan atau membimbing potensi yang

ada ke arah lebih baik yang sesuai dengan tujuan hidup, yaitu

berupa ajaran yang bersumber pada Wahyu Allah yang

meliputi keyakinan, pikiran, akhlak dan amal dengan orientasi

pahala dan dosa sehingga ajaran-ajaran agama Islam yang

meliputi akidah, ibadah dan akhlak tersebut dapat

pembentukan akhlaqul karimah santri.

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan

berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali

dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan

pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan pendapat

Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Abuddin

Nata, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak

adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam. 17 Demikian pula

Ahmad D.Marimba berpendapat bahwa tujuan utama

pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap

Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang

17
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
cet, IV, 5.
11

percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk

agama Islam.18

Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk,

karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia

sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah

pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada

kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat

juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung

kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak

akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau

diusahakan. Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak

adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan

lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah

perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak

dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya. Demikian juga

sebaliknya.19

18
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-
Ma‟arif, 1980), cet IV, 48-49.
19
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
cet, IV, 154.
12

Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa

akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan

perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak manusia itu

sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak

akan selamanya jahat, seperti halnya seekor binatang yang

ganas dan buas bisa dijinakkan dengan latihan dan asuhan.

Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk

perangainya atau sifatnya. Oleh sebab itu usaha yang demikian

memerlukan kemauan yang gigih untuk menjamin

terbentuknya akhlak yang mulia.20

Akhlak berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai

yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Dalam referensi

Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang

mencerminkan akhlak atau perilaku yang luar biasa tercermin

pada Nabi Muhammad SAW antara lain:

a. Shidiq yang berarti benar, mencerminkan bahwa


Nabi berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata
dan berbuat benar, dan berjuang untuk menegakkan
kebenaran.

20
Dayang HK, "Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia",
http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/ teropong.html Sabtu, 13 November
2018, 07.53. PM
13

b. Amanah yang berarti jujur atau tepercaya,


mencerminkan bahwa apa yang dikatakan dan
dilakukan beliau dapat dipercaya oleh siapapun,
baik oleh kaum muslimin maupun non muslim.
c. Fathonah yang berarti cerdas/pandai, arif, bijaksana,
luas wawasan, terampil, dan profesional. Artinya,
perilaku Rasulullah dapat dipertanggungjawabkan
kehandalannya dalam memecahkan masalah.
d. Tabligh yang bermakna komunikatif, mencerminkan
bahwa siapapun yang menjadi lawan bicara beliau,
maka orang tersebut akan mudah memahami apa
yang dibicarakan/dimaksudkan oleh Rasulullah.21

Pendidikan akhlak merupakan sebuah istilah yang

semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari

masyarakat Indonesia saat ini. Terlebih dengan dirasakannya

berbagai ketimpangan hasil pendidikan dilihat dari perilaku

lulusan pendidikan formal saat ini, semisal korupsi,

perkembangan seks bebas pada kalangan remaja, narkoba,

tawuran, pembunuhan, perampokan oleh pelajar, dan

pengangguran lulusan sekolah menengah dan atas. Semuanya

terasa lebih kuat ketika negara dilanda krisis dan tidak

kunjung beranjak dari krisis yang dialami.

21
Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), 11.
14

Ratna Megawangi mengungkapkan bahwa


pembentukan akhlak adalah sebuah usaha untuk
mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Sedangkan,

Fakry Gaffar mengatakan pembentukan karakter adalah


sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang
sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang
tersebut.22

Maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan akhlak

dalam dunia pendidikan dapat menjadi sebuah motor

penggerak untuk memfasilitasi pembangunan akhlak, sehingga

anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan

berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis

dengan tetap memperhatikan norma-norma dimasyarakat yang

telah menjadi kesepakatan bersama. Pembentukan akhlak dan

pendidikan akhlak menjadi suatu keharusan karena pendidikan

tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas, juga mempunyai

budi pekerti dan sopan santun sehingga keberadaannya sebagai


22
Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), 4-5.
15

anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya

maupun orang lain. Sehingga lebih tepatnya pembinaan akhlak

lebih tepatnya harus dilakukan pada semua golongan, baik

pendidikan formal maupun pendidikan informal. Tidak hanya

di dalam sebuah pesantren tetapi sampai ke perguruan tinggi

pun harus mampu berperan sebagai manusia yang

berketeladanan santun, sehingga dapat membawa bangsa ini

menjadi bangsa yang cerdas, sejahtera, dan bermartabat serta

mampu bersaing dengan bangsa lain.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Telah dikatakan di atas bahwa pembentukan akhlak

adalah sama dengan pendidikan akhlak, Tujuan pendidikan

akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam

kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan

yang telah digariskan oleh Allah swt. 23 Inilah yang akan

mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia da n di

akhirat.

23
Aboe bakar Aceh, Pendidikan Sufi Sebuah Karya Mendidik Akhlak Manusia
Karya Filosof Islam di Indonesia, (Solo: CV. Ramadhani, 1991), cet. 3, 12.
16

Proses pendidikan atau pembentukan akhlak

bertujuan untuk melahirkan manusia yang berakhlak mulia.

Akhlak yang mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri

seseorang apabila setiap empat unsur utama kebatinan diri

yaitu daya akal, daya marah, daya syahwat dan daya

keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang seimbang dan adil

sehingga tiap satunya boleh dengan mudah mentaati

kehendak syarak dan akal. Akhlak mulia merupakan tujuan

pokok pembentukan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang

akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai

– nilai yang terkandung dalam al-Qur’an.

Secara umum Ali Abdul Halim Mahmud

menjabarkan hal-hal yang termasuk akhlak terpuji yaitu:24

a. Mencintai semua orang. Ini tercermin dalam


perkataan dan perbuatan.
b. Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama
dalam semua urusan dan transaksi. Seperti jual beli
dan sebagainya
c. Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga
tanpa harus diminta terlebih dahulu.

24
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
159.
17

d. Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, pemurah


dan semua sifat tercela.
e. Tidak memutuskan hubungan silaturahmi dengan
sesama
f. Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi
dengan orang lain.
g. Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji

Menurut Ali Abdul Halim Mahmud bahwa tujuan

pembentukan akhlak setidaknya memiliki tujuan yaitu:25

a. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang

selalu beramal sholeh. Tidak ada sesuatu pun yang

menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak

mulia ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak

mulia dalam mencerminkan keimanan seseorang

kepada Allah dan konsistensinya kepada manhaj

Islam.

b. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang

menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam;

melaksanakan apa yang diperintahkan agama dengan

meninggalkan apa yang diharamkan; menikmati hal-

hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala


25
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
160.
18

sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan

munkar.

c. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa

berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik

dengan orang muslim maupun nonmuslim. Mampu

bergaul dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya

dengan mencari ridha Allah, yaitu dengan mengikuti

ajaran-ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya,

dengan semua ini dapat tercipta kestabilan

masyarakat dan kesinambungan hidup umat

manusia.26

d. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang

mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah,

melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar dan

berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam.

e. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau

merasa bangga dengan persaudaraannya sesama

muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan

26
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
160.
19

tersebut, mencintai dan membenci hanya karena

Allah, dan sedikitpun tidak kecut oleh celaan orang

hasad selama dia berada di jalan yang benar.

f. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa

bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam

yang berasal dari daerah, suku, dan bahasa. Atau

insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus

ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia

mampu.

g. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa

bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan

berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji

Islam di muka bumi. Atau insan yang rela

mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya

demi tegaknya syari’at Islam.27

4. Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang

menjadi ukuran baik-buruk atau mulia dan tercela.

27
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
160.
20

Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak adalah

al-Qur'an dan al-Hadits, bukan akal pikiran atau pandangan

masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral. 28

Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk,

terpuji-tercela, semata-mata karena syara’ (al-Qur'an dan

Sunnah) menilainya demikian. Bagaimana dengan peran hati

nurani, akal dan pandangan masyarakat dalam menentukan

baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT

memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya

sebagaimana dalam firman Allah surat Ar- Rum ayat 30:

óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$#


ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ωö7s? È,ù=yÜÏ9
«!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r&
Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
(۳٠:۳۰:‫(الروم‬
Artinya; “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(QS. Ar-Rum (30) : 30).29

28
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam/LPPI, 2004), 4.
29
Al- Quran dan Terjemahnya, Kementrian Agama RI, Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam, (Jakarta: Departemen Agama Republik
21

Fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat

berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya

pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrahnya tertutup

sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran.30

Demikian juga dengan juga dengan akal pikiran, ia

hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki oleh manusia

untuk mencari kebaikan-keburukan. Keputusannya bermula

dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut

kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang

diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.31

Pandangan masyarakat juga dapat dijadikan sebagai

salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat relatif, tergantung

sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan

pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya

telah tertutup oleh dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh

sikap dan tingkah laku yang tidak terpuji tentu tidak bisa

Indonesia, 2012), 407..


30
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam/LPPI, 2004), 4.
31
Asraman As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994), 7.
22

dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang

baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran.32

Al-Qur'an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat

Islam yang menjelaskan baik buruknya suatu perbuatan

manusia. Sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan

mana yang baik dan mana yang buruk. Al-Qur'an sebagai

dasar akhlak menerangkan tentang Rasulullah SAW sebagai

suri tauladan (uswatun khasanah) bagi seluruh umat manusia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber

akhlak adalah al- Qur'an dan Sunnah. Untuk menentukan

ukuran baik-buruknya atau mulia tercela haruslah

dikembalikan kepada penilaian syara‟. Semua keputusan

syara‟ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan

bertentangan dengan hati nurani manusia karena keduanya

berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.

5. Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak dalam agama tidak dapat disamakan dengan

etika. Etika dibatasi oleh sopan santun pada lingkungan


32
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam/LPPI, 2004), 4.
23

sosial tertentu dan hal ini belum tentu terjadi pada

lingkungan masyarakat yang lain. Etika juga hanya

menyangkut perilaku hubungan lahiriah. Misalnya, etika

berbicara antara orang pesisir, orang pegunungan dan orang

keraton akan berbeda, dan sebagainya.

akhlak mempunyai makna yang lebih luas, karena

akhlak tidak hanya bersangkutan dengan lahiriah akan

tetapi juga berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran.

Akhlak menyangkut berbagai aspek diantaranya adalah

hubungan manusia terhadap Allah dan hubungan manusia

dengan sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-

tumbuhan, benda-benda bernyawa dan tidak bernyawa).

Berikut upaya pemaparan sekilas tentang ruang


lingkup akhlak adalah:
a. Akhlak terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Adapun

perilaku yang dikerjakan adalah:

1) Bersyukur kepada Allah


24

Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur

kepada Allah karena orang yang bersyukur akan

mendapat tambahan nikmat sedangkan orang yang

ingkar akan mendapat siksa.

2) Meyakini kesempurnaan Allah

Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan.

Setiap yang dilakukan adalah suatu yang baik dan

terpuji.

3) Taat terhadap perintah-Nya

Tugas manusia ditugaskan di dunia ini adalah untuk

beribadah karena itu taat terhadap aturanNya merupakan

bagian dari perbuatan baik.

b. Akhlak terhadap sesama manusia

Banyak sekali rincian tentang perlakuan terhadap sesama

manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya

berbentuk larangan melakukan hal-hal yang negatif

seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil

harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga menyakiti

hati dengan jalan menceritakan aib sesama.


25

c. Akhlak terhadap lingkungan

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu

yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-

tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa.

Dasar yang digunakan sebagai pedoman akhlak

terhadap lingkungan adalah tugas kekhalifahannya di bumi

yang mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta

pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan

pencitaannya.33

6. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan

Akhlak

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

pembentukan karakter, dari sekian banyak faktor tersebut, para

ahli menggolongkannya ke dalam dua bagian, yaitu faktor

intern dan faktor ekstern.34

a. Faktor Intern

33
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 2000), 261-270.
34
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung:
Alfabeta, 2014), 19.
26

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor

internal ini, diantaranya adalah:

1) Insting atau Naluri

Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan

perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan

berpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu dan tidak

didahului latihan perbuatan itu. Sedangkan naluri

merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir yang

merupakan suatu pembawaan yang asli.

2) Adat atau Kebiasaan (Habit)

Yang dimaksud dengan kebiasaan adalah perbuatan

yang selalu di ulang-ulang sehingga mudah untuk

dikerjakan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan

yang sangat penting dalam membentuk dan membina

akhlak (karakter).

3) Kehendak atau Kemauan (Iradah)

Kemauan adalah kemauan untuk melangsungkan

segala ide dan segala yang dimaksud, walau disertai

dengan berbagai rintangan dan kesukaran-kesukaran,


27

namun sekali-kali tidak mau tunduk kepada rintangan-

rintangan tersebut.

4) Suara Batin atau Suara Hati

Di dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang

sewaktu-waktu membrikan peringatan (isyarat) jika

tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan

keburukan, kekuatan tersebut adalah suara batin atau

suara hati. Suara batin berfungsi memperingatkan

bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk

mencegahnya, di samping dorongan untuk melakukan

perbuatan baik.

5) Keturunan

Keturunan merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi perbuatan manusia. Sifat-sifat yang

diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam,

sifat jasmaniah dan sifat rohaniah. Sifat jasmaniah

yakni kekuatan dan kelemahan otot-otot dan urat sarap

orang tua yang dapat diwariskan kepada anaknya. Sifat

rohaniah yakni lemah dan kuatnya suatu naluri dapat


28

diturunkan pula oleh orang tua yang kelak

mempengaruhi perilaku anak cucunya.35

b. Faktor Ekstern

Selain faktor intern yang bersifat dari dalam yang dapat

mempengaruhi pembentukan karakter, juga terdapat faktor

ekstern yang bersifat dari luar diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Pendidikan

Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar

dalam pembentukan karakter sehingga baik dan

buruknya seseorang sangat tergantung kepada

pendidikan. Betapa pentingnya faktor pendidikan itu,

karena naluri yang terdapat pada seseorang dapat

dibangun dengan baik dan terarah, oleh karena itu,

pendidikan agama perlu dimanifestasikan melalui

berbagai media baik pendidikan formal disekolah

maupun pendidikan informal dalam keluarga dan

pendidikan non formal pada masyarakat.

35
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung:
Alfabeta, 2014), 20.
29

2) Lingkungan

Lingkungan (millie) adalah suatu yang melingkungi suatu

tubuh yang hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, keadaan

tanah, udara, dan pergaulan hidup manusia selalu

berhubungan dengan manusia lainnya atau juga dengan

alam sekitar. Lingkungan dibagi menjadi dua bagian,

lingkungan yang bersifat kebendaan dan lingkungan

pergaulan yang bersifat kerohnian.36

7. Urgensi Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan topik yang banyak

dibicarakan dikalangan pendidik. Akhlak diyakini sebagai

aspek penting dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia, karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa.

Akhlak masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan

dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa

“emas” namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang.

Pemerintah Indonesia kini gencar mensosialisasikan

pendidikan karakter atau akhlak. Bahkan Kementrian


36
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung:
Alfabeta, 2014), 22.
30

Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan

pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, mulai

dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.37

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di

Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses

pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia

Indonesia yang berkarakter. Bahkan banyak yang menyebut

bahwa pendidikan telah “gagal” karena banyaknya lulusan

lembaga pendidikan di Indonesia termasuk saran yang pandai

dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi

tidak memiliki mental yang kuat, bahkan cenderung amoral.

Pendidikan Akhlak bukanlah sebuah proses menghafal

materi soal ujian, dan teknik menjawabnya. Pendidikan

karakter memerlukan pembiasaan, pembiasaan berbuat baik,

pembiasaan berlaku jujur, pembiasaan malu bersikap malas.

Akhlak tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara

serius dan proposional agar mencapai bentuk dan kekuatan

yang ideal.
37
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi,
(Bandung: Alfabeta, 2014), 30.
31

Pendidikan akhlak pada intinya bertujuan untuk

membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak

mulia, bermoral, bertoleran, bergotong oyong, berjiwa

patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan

dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa

kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Pendidikan akhlak dilakukan melalui berbagai media

mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,

masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha , dan media

massa.38

Pendidikan akhlak menurut ajaran agama Islam

ditujukan terutama untuk menciptakan insan yang berakhlak

mulia. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan al-Qur’an,

menurut M. Quraish Shihab, yaitu membina manusia secara

pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan

fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna

38
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung:
Alfabeta, 2014), 29.
32

membangun dunia sesuai konsep yang ditentukan oleh Allah

Swt.39

Karakter manusia Indonesia yang “paling Indonesia”,


menurut Gus Dur, adalah “pencarian tidak
berkesudahan terhadap sebuah perubahan sosial tanpa
memutuskan sama sekali dengan masa lalu. Gugusan
terbesar nilai-nilai Indonesia tersebut nampak dalam
solidaritas sosial, menampilkan watak kosmopolitan
yang diimbangi rasa keagamaan yang kuat, pluralis dan
toleran, serta kesediaan terbuka dengan perubahan
dalam masyarakat, tetapi tetap berpijak pada kekuatan
dasar masyarakat tradisional untuk mempertahankan
keutuhan”.40

Pada sisi lain, pembentukan akhlak harus dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan

aspek “knowledge, feeling, loving, and Action.” Pembentukan

akhlak dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang

menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan latihan

otot-otot akhlak secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan

kuat. Sebab, pada dasarnya, anak yang berakhlak rendah

adalah anak yang tingkat perkembangan emosi sosialnya

39
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka,
2004), 172-173.
40
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur (Yogyakarta: LKIS,
2010), 111.
33

rendah sehingga anak beresiko atau berpotensi besar

mengalami kesulitan belajar, berinteraksi sosial, dan tidak

mampu mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman

akhlak di usia dini dan mengingat usia prasekolah merupakan

masa persiapan untuk sekolah yang sesungguhnya maka

penanaman karakter yang baik di usia prasekolah merupakan

hal yang sangat penting untuk dilakukan.41

B. Metode Habituasi dalam Pembentukan Akhlak

Akhlak tersusun dari tiga bagian yang saling

berhubungan yakni: moral knowing (pengetahuan moral),

moral feeling (perasaan moral), dan moral behaviour (perilaku

moral). Akhlak atau karakter yang baik terdiri dari

pengetahuan tentang kebajikan (knowing the good), keinginan

terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan

(doing the good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam

pemikiran (Habits of the mind), pembiasaan dalam hati

(Habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits

41
Mansur Muchlis, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 36.
34

of the action).42

Akhlak seseorang berkembang berdasarkan potensi

yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter

dasar yang bersifat biologis. Menurut Ki Hajar Dewantara,

aktualisasi karakter atau akhlak dalam bentuk perilaku sebagai

hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan

atau interaksi dengan lingkungannya. Akhlak dapat dibentuk

melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang

paling efektif untuk menyadarkan individu dalam jati diri

kemanusiaannya. Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas

manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, memiliki

kecemerlangan pikir, kecekatan raga, dan memiliki kesadaran

penciptaan dirinya. Dibanding faktor lain, pendidikan memberi

dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam pembentukan

kualitas manusia.43

Berdasarkan grand design yang dikembangkan

Kemendiknas, secara psikologis dan sosial kultural

42
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam
lembaga pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 13.
43
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 20.
35

pembentukan karakter pada diri individu merupakan fungsi

dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,

konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial

kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan

berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam

konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultural tersebut

dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotion

development), olah pikir (intellectual evelopment), olahraga

dan kinestetik (physical and kinestetik development), dan olah

rasa dan karsa (Affective and creativity development).44

Berdasarkan alur pikir pembangunan akhlak bangsa,

pendidikan merupakan salah satu strategi dasar pambentukan

akhlak yang dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara

koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut

mencakup, yaitu sosialisasi atau penyadaran, pemberdayaan,

pembudayaan dan pembiasaan serta kerjasama seluruh

44
Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembnaan Sekolah Menengah
Pertama, Panduan Pendidikan Karakter di sekolah Menengah Pertama,
(Jakarta: kemendiknas, 2010), 14.
36

komponen bangsa..45

1. Pengertian Metode Habituasi

Metode habituasi atau lebih dikenal dengan metode

pembiasaan, Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah

biasa. Dalam kamus bahasa Indonesia biasa adalah lazim atau

umum, seperti sedia kala, sudah merupakan yang tidak

terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks

menunjukan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan

dengan proses membuat sesuatu atau seseorang menjadi

terbiasa. Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam

pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah

sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak

didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan

ajaran agama Islam.46

Metode pembiasaan adalah suatu cara yang dapat

dilakukan untuk membiasakan anak berfikir, bersikap,

bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode ini


45
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 46.
46
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), 110.
37

sangat praktis dalam pembinaan dan pembentukan akhlak

anak usia dini dalam meningkatkan pembiasaan- pembiasaan

dalam melaksanakan suatu kegiatan disekolah. Hakikat

pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman. Pembiasaan

adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang

pembiasaan selalu menjadi satu rangkaian tentang perlunya

melakukan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan disetiap

harinya. Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Dalam

pembinaan sikap, metode pembiasaan sangat efektif digunakan

karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada

anak sejak dini. Pembiasaan merupakan penanaman

kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar

cara-cara yang tepat dapat disukai oleh anak. Pembiasaan pada

hakikatnya mempunyai implikasi yang lebih mendalam

daripada penanaman cara-cara berbuat dan mengucapkan.47

2. Fungsi Metode Habituasi

Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam

pendidikan dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang


47
Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter
Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), 172-174
38

dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan

bagi anak didiknya. Seorang anak yang terbiasa mengamalkan

nilai-nilai ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam

kehidupannya nanti akan menjadi seorang muslim yang saleh.

Pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan membawa

kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam

kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari

kepribadiannya. Fungsi dari pembiasaan yang dilakukan sejak

dini membuahkan hasil kepada anak tersebut, sebagai sarana

menjadikan kepribadian diri yang baik dan melekat dalam

hidupnya. Al ghazali mengatakan:

Anak adalah amanah orang tuanya, hatinya yang bersih


adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari
setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima
setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia
inginkan, oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan
yang baik, lalu tumbuh diatas kebaikan itu maka
bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun
mendapat pahala bersama.48

Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka

metode pembiasaan juga berfungsi untuk menguatkan hafalan.

Rasulullah berulang-ulang berdoan dengan doa yang sama ,


48
Muhammad Rabbi, Muhammad Jauhari, Akhlaquna, terjemahan. Dadang
Sobar Ali, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 109.
39

akibatnya beliau hafal benar doa itu, dan sahabatnya yang

mendengarkan doa yang berulang-ulang itu juga hafal doa

tersebut.49 Metode habituasi berfungsi sebagai sarana

penguatan pada diri seseorang, serta sebagai pembentuk

perubahan dalam kehidupan seseorang.

3. Tujuan dan Manfaat Metode Habituasi

Habituasi atau pembiasaan merupakan salah satu

metode yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka

belum menginisiatifkan apa yang disebut baik dan buruk.

Mereka juga belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang

harus dikerjakan seperti orang dewasa. Sehingga mereka perlu

dibiasakan dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan

pola berfikir tertentu. anak perlu dibiasakan pada sesuatu yang

baik, lalu mereka mengibah seluruh sifat-sifat baik menjadi

kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu

tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa

menemukan banyak kesulitan.50

49
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya), 2010), 145.
50
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), 101.
40

Atas dasar ini, maka dalam pendidikan agama Islam

senantiasa mengingatkan agar anak-anak segera dibiasakan

dengan sesuatu yang diharapkan menjadi kebiasaan yang baik

sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan yang lain.

Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan

kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan

yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan

perintah, suri tauladan dan pengalaman khusus juga

menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa

atau santri memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan–kebiasaan

perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras

dengan kebutuhan ruang dan waktu. Selain itu arti tepat dan

positif tersebut ialah selaras dengan norma dan adat nilai

moral yang berlaku baik yang bersifat religius maupun

tradisional dan kultural.51

4. Bentuk-Bentuk Habituasi dalam Pembentukan Akhlak

a. Habituasi dalam Keluarga

Membina dan mendidik anak adalah tugas suci dan

51
Muhubbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), 123.
41

luhur. Bukan tugas remeh dan kampungan. Keluarga sadar

bahwa rumah tangga adalah pabrik generasi, karena dari

situlah akan lahir generasi selanjutnya. Dari beberapa nasihat

yang terkandung dalam ayat suci Al-Qur’an dan beberapa

perkataan tokoh menunjukkan adanya saling mendukung

antara peran bapak dan ibu dalam usaha membina generasi

yang tangguh. Dengan keharmonisan yang tercipta dalam

rumah tanga akan memberikan kontribusi kepada anak untuk

menjadi anak yang bermoral tinggi.52

Oleh keakraban dan bimbingan didalamnya, sentuhan-

sentuhan hatinya serta oleh kehidupan beragama dirumah dan

keteladanan kebaikan didalamnya menjadikan diri anak betah

dan genah. Makan bersama, shalat berjamaah, berdialog dari

hati kehati, rekreasi bersama berkunjung menikmati keindahan

ciptaan Allah, atihan-latihan berdisiplin, beersih, dan ta’at

dapat dilakukan dirumah. Jadi pada keluarga sangat diperlukan

oleh anak dalam usaha pembinaan diri untuk menjadi generasi

52
Yunus Hanis Syam, Cara Mendidik Generasi Islami, sistem dan Pola Asuh
yang Islami (Yogyakarta: Media Jenius Lokal, 2004), 95-96.
42

unggulan adalah kontrol dari orang tua.53

Pendidikan akhlak adalah pendidikan sepanjang hayat,

sebagai proses perkembangan kearah manusia kaffah

(sempurna). Oleh karena itu, pembentukan karakter

memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai

dewasa. Periode yang paling sensitif menenukan adalah

pendidikan dalam keluarga yang menjadi tanggung jawab

orang tua. Pola asuh atau parenting style adalah salah satu

faktor yang secara signifikan turut membentuk akhlak anak.

Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan

pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga

pendidikan manapun. Oleh karena itu, pendidikan dalam

keluarga sangat diperlukan untuk membangun sebuah

comunity of learner tentang pendidikan anak dan pendidikan

dalam keluarga juga sangat diperlukan menjadi sebuah

kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter

bangsa secara berkelanjutan.54

53
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 99.
54
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 67-68.
43

b. Habituasi di Masyarakat

Pembentukan akhlak harus bersifat multilevel dan

multichannel. Pembentukan akhlak itu perlu keteladanan

misalnya perilaku nyata dalam setting kehidupan yang otentik

dan tidak bisa dibangun secara instant.55

Menurut Nuh, beberapa kebiasaan atau budaya yang

perlu ditumbuh kembangkan di lingkungan masyarakat

diantaranya , budaya apresiatif konstruktif. “kebiasaan

memberikan spresiasi itu akan membangun lingkungan untuk

tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau lingkungan sendiri

tidak mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus

menerus negatif,” katanya. Budaya berikutnya yang perlu

dikembangkan adalah rasa penasaran intelektual atau

intellectual curiosity dan kesediaan untuk belajar dari orang

lain.56

c. Habituasi di Lembaga Pendidikan Sekolah atau Pesantren

Pengembangan akhlak melalui pembiasaan disekolah

55
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 68.
56
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 161.
44

dapat dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya:

1) Pembiasaan dalam akhlak, berupa pembiasaan

bertingkah laku yang baik, baik di sekolah maupun di

luar sekolah seperti berbicara sopan santun, berpakain

bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan

sebagainya.

2) Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat

berjamaah di musholla sekolah, mengucapkan salam

sewaktu masuk kelas, serta membaca “basmallah” dan

“hamdallah” tatkala memulai dan menyudahi

pelajaran.

3) Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar

anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya,

dengan membawa anak-anak memperhatikan alam

semesta, memikirkannya dalam merenungkan ciptaan

langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari

alam natural ke alam supranatural.57

Pendidikan dengan pembiasaan menurut Mulyasa dapat

57
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), 185.
45

dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran atau

dengan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan

pembiasaan dalam pembelajaran secara terprogram dapat

dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu

tertentu, untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara

individual, kelompok dan atau klasikal sebagai berikut:58

a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan

sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuannya,

keterampilan dan sikap baru dalam pembelajaran.

b) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap proses

pembelajaran

c) Biasakan peserta didik bertanya dalam setiap proses

pembelajaran.

d) Biasakan belajar berkelompok (cooperative learning)

untuk menciptakan masyarakat belajar.

e) Biasakanlah bagi guru untuk selalu menjadi “model”

dalam setiap pembelajaran.

f) Biasakan melakukan refleksi dalam setiap akhir

58
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implikasinya (Bandung:
Alfabeta, 2012), 94-95.
46

pembelajaran.

g) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil dan

transparan.

h) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama dan saling

menunjang satu sama lainnya.

i) Biasakan untuk belajar dengan menggunakan berbagai

sumber belajar.

j) Biasakan peserta didik untuk melakukan sharing, untuk

menciptakan keakraban.

k) Biasakan peserta didik untuk selalu berfikr kritis terhadap

materi belajar.

l) Biasakan peserta didik untuk berani mengambil keputusan

dan juga berani mengambil resiko.

m) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing

hitam dalam memutuskan masalah.

n) Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran

dan kritikan.

o) Biasakan peserta didik untuk terus-menerus melakukan


47

inovasi dan improvisasi.59

Adapun kegiatan pembiasaan peserta didik yang

dilakukan secara terprogram dapat dilaksanakan dengan cara-

cara sebagai berikut:60

1) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara

terjadwal, seperti shalat berjamaah, shalat duha bersama,

upacara bendera, senam, memelihara kebersihan diri sendiri

dan lingkungan sekolah, dan kegiatan yang lainnya.

2) Kegiatan yang dilakukan secara spontan, adalah

pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian

khusus, misalnya pembentukan prilaku memberi salam,

membuang sampah pada tempatnya, melakukan antre, dan

lain sebagainya.

3) Kegiatan alam keteladanan, adalah pembiasaan dalam

bentuk perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi,

berbahasa yang baik dan santun, rajin membaca, memuji

kebaikan atau keberhasilan orang lain, datang kesekolah

59
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Krakter (Jakarta: Bumi Aksara,
2013),167-168.
60
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Krakter,(Jakarta: Bumi Aksara,
2013),169.
48

dengan tepat waktu, dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan

peserta didik akan lebih efektif jika ditunjang dengan

keteladanan dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan

lainnya. Oleh karenanya metode ini dalam pelaksanaannya

tidak akan terlepas dari keteladanan. Dimana ada pembiasaan

disana ada keteladanan. Kebiasaan yang dilakukan secara terus

menerus akan membentuk karakter.

5. Langkah-langkah Habituasi dalam Pembentukan

Akhlak

Beberapa langkah-langkah yang harus diperhatikan

dalam menerapkan pembiasaan, seperti berikut:

a. Mulai pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik

memiliki kebiasaan lain yang berbeda atau berlawanan

dengan hal-hal yang akan dibiasakan.

b. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus-menerus,

dilakukan secara teratur berencana sehingga akhirnya

menjadi suatu ebiasaan yang otomatis, untuk itu

diperlukan pengawasan.
49

c. Pendidik hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan teguh

dalam pendirian yang telah diambilnya. Jangan memberi

kesempatan kepada anak untuk mengingkari kebisaan

yang telah dilakukan.

d. Pembiasaan yang pada awalnya mekanistis, harus menjadi

kebiasaan yang disertai dengan kesadaran dan kata hati

anak itu sendiri.61

Dalam mendidik anak dengan pembiasaan agar

memiliki kebiasaan yang baik dan akhlak mulia, maka

pendidik hendaknya memberikan motivasi dengan kata-kata

yang baik sesekali memberikan petunjuk-petunjuk. Suatu saat

dengan memberi peringatan dan pada saat yang lain dengan

kabar gembira. Kalau memang diperlukan, pendidik boleh

memberi sanksi jika dipandang ada kemaslahatan bagi anak

guna meluruskan penyimpangan dan penyelewengan.

Semua langkah tersebut memberikan arti positif dalam

membiasakan anak dengan keutamaan-keutamaan jiwa, akhlak

mulia, dan tata cara sosial. Dari pembiasaan ini, mereka akan

61
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), 178.
50

menjadi orang yang mulia, berfikir matang, dan bersifat

istiqomah. Selain itu, dalam menerapkan sistem Islam

mendidik kebiasaan, para pendidik hendaknya

mempergunakan cara yang beragam. Pendidik hendaknya

membiasakan anak memegang teguh akidah dan bermoral,

sehingga anak-anak pun akan terbiasa tumbuh berkembang

dengan akidah Islam yang mantap, dengan moral Al-Qur’an

yang tinggi. Lebih lanjut, mereka akan dapat memberikan

keteladanan yang baik, perbuatan yang mulia, dan sifat-sifat

terpuji kepada oran lain.62

Kebiasaan secara umum dapat diklasifikasian menjadi

dua bagian. Pertama; kebiasaan baik (positif), adalah

perbuatan yang diulang-ulang yang tepat guna dan berdaya

guna bagi diri dan lingkungannya. Kedua, kebiasaan buruk

(negatif), adalah perbuatan yang diulang-ulang yang tidak

berguna dan tidak menghasilkan manfaat bagi diri sendiri serta

lingkungannya. Untuk mengubah kebiasan buruk menjadi

62
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam ̧ Terj. Khalilullah
Ahmad Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam (Bandung: Rosda
Karya, 1992), 64.
51

perbuatan baik dapat dilakukan dengan kiat- kiat berikut ini:63

1) Lakukan kebiasaan baru secara mantab dan penuh rasa

tanggung jawab. Lakukan suatu kegiatan rutin baru yang

berlawanan dengan kebiasaan lama. Lalu, ceritakan

kepada orang-orang terdekat atau sebarluaskan perubahan

itu.

2) Mempraktikkan kebiasaan baru tanpa henti sampai

kebiasaan itu benar-benar berurat dan berakar. Setiap kali

anda mempraktikkan kebiasaan baru, biasanya anda akan

menghadapi momentum untuk kembali pada kebiasaan

lama. Ini sama seperti memulai dari awal dan memulai

sesuatu dari titik awal biasanya merupakan langkah yang

paling sulit. Semakin cepat suatu kebiasaan dapat

ditanmkan, semakin besar pula peluang hal itu untuk

menjadi kebiasaan yang tetap.

3) Sebaiknya kebiasaan baru itu diterapkan sedini mungkin.

Kebiasaan baru itu dapat diperoleh dan terlaksana karena

selalu dipraktikkan secepat mungkin bukan karena


63
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga,
Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter anak Menurut
Perspektif Islam (Jakarta: Gramedia, 2014), 64.
52

ditunda-tunda terus sampai berlarut-larut. Besar kecilnya

kecenderungan untuk berbuat sesuatu didalam diri kita

apabila sebanding dengan berapa kali tindkan itu sendiri

benar-benar dilaksanakan.

6. Kelebihan dan Kelemahan Metode Habituasi dalam

Pembentukan Akhlak.

Faktor terpenting dalam pembentukan kebiasaan adalah

pengulangan. Sebagai contoh, seorang anak akan terbiasa

membuang sampah pada tempatnya ketika kebiasaan itu sering

dilakukan hingga akhirnya menjadi kebiasaan baginya.

Melihat hal tersebut, faktor pembiasaan memegang peranan

penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan

anak untuk menanamkan agama yang lurus.64

Pembiasaan merupakan proses pembelajaran yang

dilakukan oleh orang tua atau pendidik kepada anak. Hal

tersebut agar anak mampu membiasakan diri pada perbuatan-

perbuatan yang baik dan yang dainjurkan, baik oleh norma

agama maupun hulum yang berlaku. Kebiasaan adalah reaksi


64
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 115.
53

otomatis dari tingkah laku terhadap situasi yang diperoleh dan

dimanifestasikan secara konsisten sebagai hasil dari

pengulangan terhadap tingkah laku. Dalam menanamkan

kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya

digunakan meskipun secara berangsur-angsur peserta didik

diberi kebebasan. Dengan perkataan lain pengawasan

dilakukan dengan mengingat usia peserta didik, serta perlu ada

keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.65

Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha

membangkitkan kesadaran atau pengertian secara terus-

menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan,

sebab pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta

didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar

anak dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah

tanpa merasa susah atau berat hati.66

Adapun kelebiahan metode habituasi sebagai

pembentuk akhlak adalah:

65
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
189.
66
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; konsepsi dan aplikasi dalam lembaga
pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 192.
54

a. Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik

b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek

lahiriah tetapi juga berhubungan dengan aspek

batiniah.

c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode

yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian.67

Sedangkan kelemahan metode pembiasaan sebagai

metode pembentukan akhlak adalah:

a. Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat

dijadikan contoh serta teladan bagi peserta didik.

b. Membutuhkan tenaga pendidik yang dapat

mengaplikasikan antara teori pembiasaan dengan

kenyataan atau praktek nilai-nilai yang

disampaikannya.68

67
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), 114.
68
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), 115.

Anda mungkin juga menyukai