Anda di halaman 1dari 2

PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA

Pancasila Sebagai Ideologi bersifat dinamik. Dalam arti, ia menjadi kesatuan prinsip pengarahan
yang berkembang dialektik serta terbuka penafsiran baru untuk melihat perspektif masa depan
dan aktual antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan tujuan
yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional. Mengindikasikan,
Pancasila akan selalu mempunyai hal baru yang progresif dalam menghadapi tantangan
kehidupan yang makin maju dan kompleks. Dalam beberapa pasal, khususnya menyangkut nilai-
nilai kemanusiaan dan keadilan, Pancasila telah tampil di garda depan. Tantangan sekarang,
pancasila dihadapkan pada kekuatan kapitalisme global yang telah dijadikan "ideologi"
masyarakat dunia. Masyarakat Indonesia sedikit banyak terpengaruh dengan kaum kapitalisme
global ini.

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Suatu ideologi disebut terbuka bila ideologi tersebut dapat
menerima dan bahkan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru sejauh tidak bertentangan
dengan nilai-nilai dasarnya. Ideologi yang dapat menerima pemikiran-pemikiran baru tentang nilai
dasar yang terkandung pada dirinya, tanpa harus khawatir kehilangan jati dirinya. Ideologi seperti
ini disebut ideologi yang demokratis, yang berlawanan dengan ideologi tertutup. Pancasila
sebagai ideologi jelas mempunyai nilai demokratis. Hal ini telah ditunjukkan oleh asas sila
keempat. Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak sekedar dapat menerima, bahkan mendorong
untuk dapat menciptakan pemikiran-pemikiran baru tersebut dalam rangka lebih menyegarkan
dan memperkuat relevansinya denga perkembangan spirit zaman.

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Pancasila sebagai ideologi terbuka, mengandung arti bahwa
nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila bersifat tetap atau abadi, namun dalam
penjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan
dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Inilah yang dimaksudkan dengan nilai
instrumental yang dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan spirit zaman. Sebagai
ideologi terbuka, dalam batas-batas tertentu Pancasila dapat menerima dan menampung
pengaruh-pengaruh dari nilainilai yang berasal dari luar sepanjang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai dasar yang ada. Negara kita berdasar atas hukum, bukan atas kekuasaan belaka.

Pancasila dan Ideologi lain Pancasila sebagai ideologi Indonesia mempunyai ajaran-ajaran yang
memang mengandung nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi lain. Ajaran yang dikandung
Pancasila bahkan dipuji oleh seorang filsuf Inggris, Bertrand Russel, yang menyatakan bahwa
Pancasila sebagai sintesis kreatif antara Declaration of American Independence (yang
merepresentasikan ideologi demokrasi kapitalis) dengan Manifesto Komunis (yang
mereprensentasikan ideologi komunis). Lebih dari itu, seorang ahli sejarah, Rutgers, mengatakan,
Dari semua negara-negara Asia Tenggara, Indonesia-lah yang dalam Konstitusinya, pertama-tama
dan paling tegas melakukan latar belakang psikologis yang sesungguhnya daripada revolusi
melawan penjajah. Dalam filsafat negaranya, yaitu Pancasila, dilukiskannya alasan-alasan secara
lebih mendalam dari revolusi-revolusi itu (Latif, 2011: 47).

ancasila dan Ideologi lain Dari pendapat tersebut, Indonesia pun pernah merasakan
berkembangnya nilai-nilai ideologi-ideologi besar dunia berkembang dalam gerak tubuh
pemerintahannya. Pancasila dan Liberalisme (Periode disebut periode pemerintahan demokrasi
liberal). Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakan individualisme Barat yang
mengutamakan kebebasan makhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anut
memandang manusia sebagai individu dan sekaligus juga makhluk sosial (Alfian dalam Oesman
dan Alfian, 1990: 201). Negara demokrasi model Barat lazimnya bersifat sekuler, dan hal ini tidak
dikehendaki oleh segenap elemen bangsa Indonesia (Kaelan, 2012: 254). Berdasarkan pandangan
tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa sistem negara liberal membedakan dan memisahkan
antara negara dan agama atau bersifat sekuler (Kaelan, 2000: 231).

Pancasila dan Ideologi lain Pancasila dan Komunisme (Periode ). Dalam periode kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara sudah kuat. Namun, ada berbagai faktor internal dan eksternal
yang memberi nuansa tersendiri terhadap kedudukan Pancasila. Eksternal, NICA (Belanda) terus
melancarkan agresi militer (1947 dan 1949) dan internal, terjadi pergumulan yang secara internal
sudah merongrong Pancasila sebagai dasar negara, untuk diarahkan ke ideologi tertentu, yaitu
gerakan DI/TII (1949) yang akan mengubah Republik Indonesia menjadi negara Islam dan
Pemberontakan PKI (1948 dan 1965) yang ingin mengubah RI menjadi negara komunis.

Pancasila dan Ideologi lain Dr. J. Leimena pernah mengatakan, Salah satu faktor lain yang selalu
dipandang sebagai sumber krisis yang paling berbahaya adalah komunisme. Dalam situasi di
mana kemiskinan memegang peranan dan dalam hal satu golongan saja menikmati kekayaan
alam, komunisme dapat diterima dan mendapat tempat yang subur di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, menurutnya harus ada usaha-usaha yang lebih keras untuk meningkatkan
kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lain untuk memberantas komunisme ialah mempelajari
dengan seksama ajaran-ajaran komunisme itu. Mempelajari ajaran itu agar tidak mudah dijebak
oleh rayuan-rayuan komunisme. Bagi orang Kristen, ajaran komunisme bisa menyesatkan karena
bertentangan dengan ajaran Kristus dan falsafah Pancasila (Pieris, 2004: 212).

Pancasila dan Ideologi lain Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan negara komunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agama
dalam suatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan proses elektis inkorporatif. ideologi komunis
juga tidak menghormati manusia sebagai makhluk individu. Prestasi dan hak milik individu tidak
diakui. Ideologi komunis bersifat totaliter, karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam
pikiran lain. Ideologi semacam ini bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersikap
dogmatis, suatu ideologi yang bersifat tertutup. Pelarangan penyebaran ideologi komunis
ditegaskan dalam Tap MPR No. XXV/MPRS/1966 dan diperkuat dengan Tap MPR No. IX/MPR/1978
dan Tap MPR No VIII/MPR/1983.

Perbandingan Pancasila & Ideologi Liberal Ideologi liberal memandang bahwa sejak manusia
dilahirkan bebas dan dibekali penciptanya sejumlah hak azasi, yaitu hak hidup, hak kebebasan,
hak kesamaan, hak kebahagiaan, maka nilai kebebasan itulah yang utama. Metode berfikir
ideologi ini ialah liberalistik yang berwatak individualistik. Aliran pikiran perseorangan atau
individualistik diajarkan oleh Thomas Hoobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Herbert
Spencer dan Harold J. Laski. Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa Negara adalah masyarakat
hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua orang (individu) dalam masyarakat itu
(kontrak sosial). Faham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar (intrinsik), yaitu kebebasan dan
kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individual secara mutlak yaitu kebebasan
mengejar kebahagiaan hidup di tengahtengah kekayaan material yang melimpah dan dicapai
dengan bebas.

Perbandingan Pancasila & Ideologi Komunis Ideologi Komunistik mendasarkan diri pada premis
bahwa semua materi berkembang mengikuti hukum kontradiksi, dengan menempuh proses
dialetik. Ciri konsep dialetik tentang manusia, yaitu bahwa tidak terdapat sifat permanen pada diri
manusia, namun ada keteraturan, ialah kontradiksi terhadap lingkungan selalu menghasilkan
perkembangan dialetik dari manusia, maka sejarahpun berkembang secara dialetik pula.
Sehubungan dengan itu, metoda berfikirnya materialisme dialetik dan jika diterapkan pada
sejarah dan kehidupan sosial disebut materialisme-historik. Aliran pikiran golongan (dass theory)
yang diajarkan oleh Karl Marx, Engels, dan Lenin bermula merupakan kritik Karl Marx atas
kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada awal revolusi industri. Aliran pikiran golongan (dass
theory) beranggapan bahwa Negara ialah susunan golongan (kelas) untuk menindas golongan
(kelas) lain. Kelas ekonomi kuat menindas ekonomi lemah, golongan borjuis menindas golongan
proletar (kaum buruh). Oleh karena itu, Marx menganjurkan agar kaum buruh mengadakan
revolusi politik untuk merebut kekuasaan Negara dari kaum golongan karya kapitalis dan borjuis
agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur Negara.

Anda mungkin juga menyukai