MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 7
2023
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt berkat rahmat dan hidayahnya kamidapat menyelesaikan
tugas yaitu menyusun makalah Ulumul Hadits yang berjudulSejarah Perkembangan Hadits Masa Pra-
Kodifikasi Dan Masa Kodifikasi,penyusunan ini terdiri dari beberapa referensi buku dan sumber
media online.Walaupun masih banyak kekurangan dan kesalahan karena terbatasnya ilmupengetahuan
kami tentang sejarah pendidikan Islam mohon dimaaafkan.
Tim penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat memerlukan petunjuk-
petunjuk dan keterangan dari Nabi Saw dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan
dalam Al-Qur'an Mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang
selama hadits belum di bukukan. Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi Saw, muncul
inisiatif-inisiatif untuk menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan secara bertahap, seiring
dengan makin banyaknya sahabat yang wafat, penulisan hadits makin dilakukan untuk menghindari
adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Di mulai tahun 13 SH/610 M-11H/632M, periode ini disebut Ashr Al- Wahyi wa At-Taqwin'
(masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam'). Pada periode inilah, hadits lahir berupa
sabda aqwal, af al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat
Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak
langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah,
atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah
mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan- utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke
daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca
tulis dikalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca
tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghafal, memahami, memelihara,
mematerikan, dan memantapkan hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang
lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa nabi, bukan berarti tidak ada shahabat yang
menulis hadits. Dalam sejarah penulisan hadits
b. Alin Ibn Abi Thalib, penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga dan lain-lain.
c. Jabir bin Abdillah bin Amr Al-anshari (w 78 H). ia memiliki catatan hadis tentang
manasik haji. Catatan ini dikenal dengan Shahifah Jabir.
Disamping nama-nama di atas, masih banyak lagi nama shahabat lainnya yang memiliki catatan
hadits dan dibenarkan Rasulullah SAW. seperti Rafi'I ban Khadij Amr ban Hazm, dan Ibnu Mas'ud.
Periode ini di sebut Ashr-At-Tatsbbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan
menyedikitkan riwayat. Nabi SAW wafat pada 11 H. kepada umatnya beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu al-qur'an dan hadits (As-sunnah) yang harus di
pegang dalam seluruh aspek kehidupan.
Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan dan penulisan hadits yang dilakukan para
sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan dan kebohongan atas nama Rasul
SAW, karena hadits adalah sumber ajaran setelah Al-Qur'an. Keberadaan hadits yang demikian harus
dijaga keautentikannya sebagaimana penjagaan terhadap Al-Qur'an. Oleh karena itu, para sahabat
khususnya Khulafa al-Rasyidin, dan sahabat lainnya seperti Al- zubair, Ibn Abbas, dan Abu Ubaidah
berusaha keras untuk memperketan periwayatan hadis . Berikut ini akan diuraikan periwayatan hadist
pada masa sahabat
Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama menunjukkan perhatiannya dalam memelihara Hadis.
Menurut Al-Dzahabi, Abu Bakar adalah sahabat yang pertama kali menerima Hadis dengan hati- hati.
Misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang nenek datang kepadanya
mengatakan "Saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh putra anak laki-laki saya." kata Abu
Bakar, "Saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dari al-qur'an maupun dari Rasul" Lebih lanjut
khalifah berkata, “siapa diantara kalian yang mendengar ketentuan itu dari Rasul?" maka tampillah
Muhammad bin Maslamah sebagai saksi bahwa seorang nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian
seperenam (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya. Kemudian Abu Bakar memberikan
bagian tersebut.
Sikap ketat dan kehati-hatian Abu Bakar tersebut juga ditunjukkan dengan tindakan konkrit
beliau, yaitu dengan membakar catatan-catatan hadits yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Aisyah (putri Abu Bakar) bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar lima ratus
hadist. Tindakan Abu Bakar tersebut lebih dilatarbelakangi oleh karena beliau merasa khawatir berbuat
salah dalam meriwayatkan hadits Sehingga, tidak mengherankan jika jumlah hadits yang
diriwayatkannya juga tidak banyak. Padahal, jika dilihat dari intensitasnya bersama Nabi, beliau
dikatakan sebagai sahabat yang paling lama bersama Nabi, mulai dari zaman sebelum Nabi hijrah ke
Madinah hingga Nabi wafat.
Selain sebab-sebab di atas, menurut Suhudi Ismail, setidaknya ada tiga factor yang menyebabkan
sahabat Abu Bakar tidak banyak meriwayatkan hadits, yaitu (1) dia selalu dalam keadaan sibuk ketika
menjabat sebagai khalifah: (2) kebutuhan akan hadits tidak sebanyak pada sesudahnya; dan (3) jarak
waktu antara kewafatannya dengan kewafatan Nabi sangat singkat
Dengan demikian, dapat dimaklumi kalau sekiranya aktifitas periwayatan hadits pada masa
Khalifah Abu Bakar masih sangat terbatas dan belum menonjol, karena pada masa ini umat Islam masih
dihadapkan oleh adanya beberapa kenyataan yang sangat menyita waktu berupa pemberontakan-
pemberontakan yang dapat membahayakan kewibawaan pemerintah setelah meninggalnya Rasulullah
SAW baik yang datang dari dalam (intern) maupun dari luar (ekstern). Meskipun demikian, kesemuanya
tetap dapat diatasi olch pasukan Abu Bakar dengan baik.
Sikap kehati-hatian juga ditunjukkan oleh Umar bin Khattab. Ia seperti halnya Abu Bakar, suka
meminta diajukan saksi jika ada orang yang meriwayatkan hadis. Perlu pula dijelaskan bahwa, pada
masa Umar bin Khattab belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab
seperti Al-qur'an. Hal ini disebabkan agar tidak memalingkan perhatian atau kekhususan mereka (umat
islam) dalam mempelajari Al-qur'an. Alasan kedua, para sahabat banyak menerima hadis dari Rasul
SAW. sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan islam, dengan kesibukanya masing-masing sebagai
pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini ada kesulitan untuk mengumpulkan mereka
secara lengkap. Pertimbangan lainnya bahwa soal pembukuan hadis, dikalangan para sahabat sendiri
terjadi perselisihan pendapat,belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihnya
Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam meriwayatkan hadits tidak jauh berbeda dengan para khalifah
pendahulunya. Artinya, Ali dalam hal ini juga tetap berhati-hati didalam meriwayatkan hadits. Dan
diperoleh pula atsar yang menyatakan bahwa Ali ra tidak menerima hadits sebelum yang
meriwayatkannya itu disumpah. Hanya saja, kepada orang-orang yang benar-benar dipercayainya, Ali
tidak meminta mereka untuk bersumpah. Dengan demikian, fungsi sumpah
Dalam periwayatan hadits bagi Ali tidaklah sebagai syarat mutlak keabsahan periwayatan hadits.
Sumpah dianggap tidak perlu, apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar
diyakini tidak mungkin keliru.
Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi. Hadits yang diriwayatkannya,
selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan). Hadits yang berupa catatan, isinya
berkisar tentang:
3) Larangan melakukan hukum (qishash) terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir.
Dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi Thalib merupakan periwayat hadist yang terbanyak bila
dibandingkan dengan ketiga khalifah pendahulunya.
Periode ini disebut Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadits"). Pada masa ini, daerah islam sudah meluas, yakni ke Negara syam, irak, mesir,
samarkhand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke spanyol.
a. Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah. Aisyah, Ibn Umar, Sa'id
Al-khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan shahabat), Urwah, Said Az-Zuhri, Abdullah Ibn Umar, Al-
Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi, Abu Bakar Ibn Abi Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan abu Zinad
(dari kalangan tabiin).
b. Mekah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, Abdullah Ibn Mas'ud. Saad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid,
Khabbah Ibn Al-arat. Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (shahabat). Masruq. Ubaididah. Al-Aswad,
Syuraih, Ibrahim, Said Ibn Jubair, Amr Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabun)
c. Basthrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, Utbah, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu
Barkah (shahabat), Abu al-aliyah, Rafi' Ibn Mihram Ar-Riyahi, Al-Hasan al-Bishri (tabin)
d. Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'az Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (shahabat),
Abu Idris Al-Kaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
e. Mesir, dengan tokoh-tokohnya: Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amr, Kharijah Ibn Hudzaifah,
Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad Al-Khair, Martsad al-Yazizi, Yazid Ibn Abi Habib (tabiin)
Pada periode ketiga ini mulai usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. pada masa ini, umat islam mulai terpecah menjadi beberapa
golongan:
a. Golongan Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syia'ah
Terpecahnya umat islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. Untuk mendukung golongan
mereka, oleh sebab itulah, mereka membuat hadits palsu dan menyebarkannya ke masyarakat
Periode ini disebut 4shr Al-Kitabah Wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya,
penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang di selenggarakan oleh inisiatif pemerintah. Adapun
kalau secaraperseorang, sebelum abad ke II Hijriah hadits sudah banyak di tulis, baikpada masa tabiin,
shahabat kecil, shahabat esar, bahkan masa nabi Nabi SAW™️
Pada periode ini hadis-hadis Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. 'Umar ibn 'Abd
al-Aziz tahun 101 H, salah seorang khalifah dari dinasti Umayah yang mulai memerintah dipenghujung
abad pertama Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan
penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan didalam catatan dan hafalan para sahabat
dan Tabi'in
Terdapat beberapa Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pengkodifikasian hadist pada
periode ini diantaranya adalah:
a. tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan hadist, yaitu kekahawatiran
bercampurnya hadist dengan Alquran. Karena Alquran ketika itu telah dibukukan dan disebarluaskan
b. munculnya kekhawtiran akan hilang dan lenyapnya hadist karena banyaknya para sahabat yang
meninggal dunia akibat usia lanjut dan karena seringnya terjadi peperangan
c. Semakain maraknya kegiatan pemalsuan hadist yang dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan
perbedaan mazhab di kalangan umat islam.
d. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan semakin banyak dan kompleksnya
permasalahan yang dihadapi umat Islam.
Dengan tersebarnya Islam, terpencarnya sahabat dan sebagian wafat, maka mulai terasa perlunya
pembukuan hadits. Hal ini menggerakkan khalifah Umar bin Abdul Aziz (menjabat th 99H-101H) untuk
memerintahkan para ulama untuk menghimpun dan mengumpulkan hadist terutama pada Abu Bakar bin
Muhammad bin Amr bin Hazm
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan ilmu hadits terbagi pada dua periode yakni masa pra- kodifikasi dan
setelah kodifikasi.
Kodifikasi merupakan suatu proses pengumpulan atau pembukuan suatu ilmu berdasar sumber- sumber
yang tersedia
1. Pada abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah dimana hadits sudah dikodifikasi. diteliti, dan difilter.
2. Pada abad ke-5 dan seterusnya hingga sekarang yang merupakan masa mengklarifikasi atau
pengelompokan dan pengikhtisaran hadits.
DAFTAR
PUSTAKA