Anda di halaman 1dari 11

ULUMUL HADITS

SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS MASA PRA-KODIFIKASI DAN MASA KODIFIKASI

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist

Dosen Pengampu: Fatkhur Rohman Albanjari, S.E., M.E.

Disusun Oleh :
Kelompok 7

1. Elok Faiqotul H 23170112


2. Zikria Sayidina 23170123

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2023
KATA
PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt berkat rahmat dan hidayahnya kamidapat menyelesaikan
tugas yaitu menyusun makalah Ulumul Hadits yang berjudulSejarah Perkembangan Hadits Masa Pra-
Kodifikasi Dan Masa Kodifikasi,penyusunan ini terdiri dari beberapa referensi buku dan sumber
media online.Walaupun masih banyak kekurangan dan kesalahan karena terbatasnya ilmupengetahuan
kami tentang sejarah pendidikan Islam mohon dimaaafkan.

Ponorogo , 28 September 2023

Tim penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. Latar belakang ................................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
C. Tujuan .............................................................................................................................................. 4
BAB II ......................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 5
A. Sejarah Hadits Pra-Kodifikasi ......................................................................................................... 5
2. Perkembangan Hadits Pada Masa Khulafa Ar-Rasyidin (II H-40 H) .............................................. 5
3. Perkembangan Pada Masa Sahabat Kecil Dan Tabiin ...................................................................... 7
B. Sejarah Dan Perkembangan Masa Kodifikasi Hadits ...................................................................... 8
BAB III ...................................................................................................................................................... 10
PENUTUP ................................................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 11
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Mempelajari sejarah perkembangan hadits baik perkembangan riwayat- riwayatnya maupun


pembukuannya amat diperlukan karena dipandang satu bagian dari pelajaran hadits yang tidak boleh
dipisahkan. Sungguh gelap jalan yang dilalui oleh mereka yang mempelajari hadits tanpa mempelajari
sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits. Pada masa Rasulullah masih hidup, hadits belum
mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur'an. Para sahabat khususnya yang mempunyai
tugas istimewa menghafal Al-Qur'an, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan
ayat-ayat al-Qur'an di atas alat-alat yang mungkin dipergunakannya.

Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat memerlukan petunjuk-
petunjuk dan keterangan dari Nabi Saw dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan
dalam Al-Qur'an Mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang
selama hadits belum di bukukan. Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi Saw, muncul
inisiatif-inisiatif untuk menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan secara bertahap, seiring
dengan makin banyaknya sahabat yang wafat, penulisan hadits makin dilakukan untuk menghindari
adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah hadits pra kodifikasi:

a. Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW ?

b. Hadits pada masa Shahabat?

c. Hadits pada masa Tabi'in"

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan kodifikasi hadits

a. Pembukuan hadits abad II. III, dan IV hijriah?

b. Pembukuan hadits abad ke V sampai sekarang?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa pra-kodifikasinya.

2. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan hadits poda masa setelah


Kodifikasinya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hadits Pra-Kodifikasi

1. Hadits Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Di mulai tahun 13 SH/610 M-11H/632M, periode ini disebut Ashr Al- Wahyi wa At-Taqwin'
(masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam'). Pada periode inilah, hadits lahir berupa
sabda aqwal, af al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat
Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak
langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah,
atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah
mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan- utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke
daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca
tulis dikalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca
tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghafal, memahami, memelihara,
mematerikan, dan memantapkan hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang
lain.

Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa nabi, bukan berarti tidak ada shahabat yang
menulis hadits. Dalam sejarah penulisan hadits

terdapat nama-nama shahabat yang menulis hadits, di antaranya:

a. Abdullah Ibn Amr Ash, shahifah-nya dusebut ash-shadigah.

b. Alin Ibn Abi Thalib, penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga dan lain-lain.

c. Jabir bin Abdillah bin Amr Al-anshari (w 78 H). ia memiliki catatan hadis tentang
manasik haji. Catatan ini dikenal dengan Shahifah Jabir.

d. . Abu-Hurairah Ad-Dausi (w 58 H), Ash-shahifah Ah-Sahihah.

Disamping nama-nama di atas, masih banyak lagi nama shahabat lainnya yang memiliki catatan
hadits dan dibenarkan Rasulullah SAW. seperti Rafi'I ban Khadij Amr ban Hazm, dan Ibnu Mas'ud.

2. Perkembangan Hadits Pada Masa Khulafa Ar-Rasyidin (II H-40 H)

Periode ini di sebut Ashr-At-Tatsbbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan
menyedikitkan riwayat. Nabi SAW wafat pada 11 H. kepada umatnya beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu al-qur'an dan hadits (As-sunnah) yang harus di
pegang dalam seluruh aspek kehidupan.

Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan dan penulisan hadits yang dilakukan para
sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan dan kebohongan atas nama Rasul
SAW, karena hadits adalah sumber ajaran setelah Al-Qur'an. Keberadaan hadits yang demikian harus
dijaga keautentikannya sebagaimana penjagaan terhadap Al-Qur'an. Oleh karena itu, para sahabat
khususnya Khulafa al-Rasyidin, dan sahabat lainnya seperti Al- zubair, Ibn Abbas, dan Abu Ubaidah
berusaha keras untuk memperketan periwayatan hadis . Berikut ini akan diuraikan periwayatan hadist
pada masa sahabat

a. Abu Bakar Ash-Shidiq

Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama menunjukkan perhatiannya dalam memelihara Hadis.
Menurut Al-Dzahabi, Abu Bakar adalah sahabat yang pertama kali menerima Hadis dengan hati- hati.
Misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang nenek datang kepadanya
mengatakan "Saya mempunyai hak atas harta yang ditinggal oleh putra anak laki-laki saya." kata Abu
Bakar, "Saya tidak melihat ketentuan seperti itu, baik dari al-qur'an maupun dari Rasul" Lebih lanjut
khalifah berkata, “siapa diantara kalian yang mendengar ketentuan itu dari Rasul?" maka tampillah
Muhammad bin Maslamah sebagai saksi bahwa seorang nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian
seperenam (1/6) harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya. Kemudian Abu Bakar memberikan
bagian tersebut.

Sikap ketat dan kehati-hatian Abu Bakar tersebut juga ditunjukkan dengan tindakan konkrit
beliau, yaitu dengan membakar catatan-catatan hadits yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Aisyah (putri Abu Bakar) bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar lima ratus
hadist. Tindakan Abu Bakar tersebut lebih dilatarbelakangi oleh karena beliau merasa khawatir berbuat
salah dalam meriwayatkan hadits Sehingga, tidak mengherankan jika jumlah hadits yang
diriwayatkannya juga tidak banyak. Padahal, jika dilihat dari intensitasnya bersama Nabi, beliau
dikatakan sebagai sahabat yang paling lama bersama Nabi, mulai dari zaman sebelum Nabi hijrah ke
Madinah hingga Nabi wafat.

Selain sebab-sebab di atas, menurut Suhudi Ismail, setidaknya ada tiga factor yang menyebabkan
sahabat Abu Bakar tidak banyak meriwayatkan hadits, yaitu (1) dia selalu dalam keadaan sibuk ketika
menjabat sebagai khalifah: (2) kebutuhan akan hadits tidak sebanyak pada sesudahnya; dan (3) jarak
waktu antara kewafatannya dengan kewafatan Nabi sangat singkat

Dengan demikian, dapat dimaklumi kalau sekiranya aktifitas periwayatan hadits pada masa
Khalifah Abu Bakar masih sangat terbatas dan belum menonjol, karena pada masa ini umat Islam masih
dihadapkan oleh adanya beberapa kenyataan yang sangat menyita waktu berupa pemberontakan-
pemberontakan yang dapat membahayakan kewibawaan pemerintah setelah meninggalnya Rasulullah
SAW baik yang datang dari dalam (intern) maupun dari luar (ekstern). Meskipun demikian, kesemuanya
tetap dapat diatasi olch pasukan Abu Bakar dengan baik.

b. Umar ibn Al-Khattab

Sikap kehati-hatian juga ditunjukkan oleh Umar bin Khattab. Ia seperti halnya Abu Bakar, suka
meminta diajukan saksi jika ada orang yang meriwayatkan hadis. Perlu pula dijelaskan bahwa, pada
masa Umar bin Khattab belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab
seperti Al-qur'an. Hal ini disebabkan agar tidak memalingkan perhatian atau kekhususan mereka (umat
islam) dalam mempelajari Al-qur'an. Alasan kedua, para sahabat banyak menerima hadis dari Rasul
SAW. sudah tersebar keberbagai daerah kekuasaan islam, dengan kesibukanya masing-masing sebagai
pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini ada kesulitan untuk mengumpulkan mereka
secara lengkap. Pertimbangan lainnya bahwa soal pembukuan hadis, dikalangan para sahabat sendiri
terjadi perselisihan pendapat,belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihnya

c Utsman ibn Affan


Pada masa Usman Ibn Affan, periwayatan hadits dilakukan dengan cara yang sama dengan dua
khalifah sebelumnya. Hanya saja. usaha yang dilakukan oleh Utsman Ibn Affan ini tidaklah setegas yang
dilakukan oleh Umar bin al-Khathab. Meskipun Utsman melalui khutbahnya telah menyampaikan
seruan agar umat Islam berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Namun pada zaman ini, kegiatan umat
Islam dalam periwayatan hadist telah lebih banyak bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada
zaman dua khalifah sebelumnya Sebab, seruannya itu ternyata tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
para periwayat yang bersikap "longgar" dalam periwayatan hadist. Hal ini lebih disebabkan karena selain
pribadi Utsman yang tidak sekeras pribadi Umar, juga karena wilayah Islam telah bertambah makin
luas. Yang mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadis secara
ketat.

d. Ali Bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam meriwayatkan hadits tidak jauh berbeda dengan para khalifah
pendahulunya. Artinya, Ali dalam hal ini juga tetap berhati-hati didalam meriwayatkan hadits. Dan
diperoleh pula atsar yang menyatakan bahwa Ali ra tidak menerima hadits sebelum yang
meriwayatkannya itu disumpah. Hanya saja, kepada orang-orang yang benar-benar dipercayainya, Ali
tidak meminta mereka untuk bersumpah. Dengan demikian, fungsi sumpah
Dalam periwayatan hadits bagi Ali tidaklah sebagai syarat mutlak keabsahan periwayatan hadits.
Sumpah dianggap tidak perlu, apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar
diyakini tidak mungkin keliru.

Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi. Hadits yang diriwayatkannya,
selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan). Hadits yang berupa catatan, isinya
berkisar tentang:

1) Hukuman denda (diyat)

2) Pembebasan orang Islam yang ditawan oleh orang kafir

3) Larangan melakukan hukum (qishash) terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir.

Dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi Thalib merupakan periwayat hadist yang terbanyak bila
dibandingkan dengan ketiga khalifah pendahulunya.

3. Perkembangan Pada Masa Sahabat Kecil Dan Tabiin

Periode ini disebut Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadits"). Pada masa ini, daerah islam sudah meluas, yakni ke Negara syam, irak, mesir,
samarkhand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke spanyol.

Karena meningkatnya periwayatan hadits, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga


(centrum perkembangan) hadits di berbagai daerah di seluruh negri. Diantara bendaharawan hadits yang
banyak menerima. menghafal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadits adalah:
a. Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5374 hadits, sedangkan menurut Al-
Kirmany beliau meriwatkan 5364 hadits
b. Abdullah Ibn Umar meriwatkan 2630 hadist
c. Aisyah , istri Rasulullah SAW , meriwatkan 2276 hadist
d. Abdullah Ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadist
e. Jabir Ibn Abdullah Meriwatkan 1540 hadist
f. Abu sa’ide Al – khudri meriwatkan 1170
Adapun lembaga-lembaga hadits yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan
pengembangan hadits terdapat di:

a. Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah. Aisyah, Ibn Umar, Sa'id
Al-khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan shahabat), Urwah, Said Az-Zuhri, Abdullah Ibn Umar, Al-
Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi, Abu Bakar Ibn Abi Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan abu Zinad
(dari kalangan tabiin).

b. Mekah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, Abdullah Ibn Mas'ud. Saad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid,
Khabbah Ibn Al-arat. Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (shahabat). Masruq. Ubaididah. Al-Aswad,
Syuraih, Ibrahim, Said Ibn Jubair, Amr Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabun)
c. Basthrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, Utbah, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu
Barkah (shahabat), Abu al-aliyah, Rafi' Ibn Mihram Ar-Riyahi, Al-Hasan al-Bishri (tabin)

d. Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'az Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (shahabat),
Abu Idris Al-Kaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).

e. Mesir, dengan tokoh-tokohnya: Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amr, Kharijah Ibn Hudzaifah,
Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad Al-Khair, Martsad al-Yazizi, Yazid Ibn Abi Habib (tabiin)

Pada periode ketiga ini mulai usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. pada masa ini, umat islam mulai terpecah menjadi beberapa
golongan:

a. Golongan Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syia'ah

b. Golongan Khawarij, yang menentang Ali dan Muawiyah


c. Golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu)

Terpecahnya umat islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. Untuk mendukung golongan
mereka, oleh sebab itulah, mereka membuat hadits palsu dan menyebarkannya ke masyarakat

B. Sejarah Dan Perkembangan Masa Kodifikasi Hadits

4. Perkembangan Hadits Pada Abad ke II, III Dan IV Hijriah

Periode ini disebut 4shr Al-Kitabah Wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya,
penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang di selenggarakan oleh inisiatif pemerintah. Adapun
kalau secaraperseorang, sebelum abad ke II Hijriah hadits sudah banyak di tulis, baikpada masa tabiin,
shahabat kecil, shahabat esar, bahkan masa nabi Nabi SAW™️
Pada periode ini hadis-hadis Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. 'Umar ibn 'Abd
al-Aziz tahun 101 H, salah seorang khalifah dari dinasti Umayah yang mulai memerintah dipenghujung
abad pertama Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan
penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan didalam catatan dan hafalan para sahabat
dan Tabi'in

Terdapat beberapa Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pengkodifikasian hadist pada
periode ini diantaranya adalah:
a. tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan hadist, yaitu kekahawatiran
bercampurnya hadist dengan Alquran. Karena Alquran ketika itu telah dibukukan dan disebarluaskan

b. munculnya kekhawtiran akan hilang dan lenyapnya hadist karena banyaknya para sahabat yang
meninggal dunia akibat usia lanjut dan karena seringnya terjadi peperangan

c. Semakain maraknya kegiatan pemalsuan hadist yang dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan
perbedaan mazhab di kalangan umat islam.

d. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan semakin banyak dan kompleksnya
permasalahan yang dihadapi umat Islam.

Dengan tersebarnya Islam, terpencarnya sahabat dan sebagian wafat, maka mulai terasa perlunya
pembukuan hadits. Hal ini menggerakkan khalifah Umar bin Abdul Aziz (menjabat th 99H-101H) untuk
memerintahkan para ulama untuk menghimpun dan mengumpulkan hadist terutama pada Abu Bakar bin
Muhammad bin Amr bin Hazm
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Sejarah perkembangan ilmu hadits terbagi pada dua periode yakni masa pra- kodifikasi dan
setelah kodifikasi.

Kodifikasi merupakan suatu proses pengumpulan atau pembukuan suatu ilmu berdasar sumber- sumber
yang tersedia

Pada periode pra-kodifikasi terdapat beberapa zaman, yaitu:

1 Zaman Nabi Muhammad SAW.


2 Zaman pra sahabat
3 Dan zaman para tabi’in

Pada periode pengkodifikasian juga terdapat beberapa zaman, yaitu

1. Pada abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah dimana hadits sudah dikodifikasi. diteliti, dan difilter.

2. Pada abad ke-5 dan seterusnya hingga sekarang yang merupakan masa mengklarifikasi atau
pengelompokan dan pengikhtisaran hadits.
DAFTAR
PUSTAKA

Mudasir, 1999 M./1420 H. Ilmu Hadis, CV. Pustaka Setia. Bandung.

Rahman, Fatchur. 1974, Ikhtishar Musthalahul Hadits PT. ALMA'ARIF

BANDUNG. Solahudin, Agus, 2008. Ulumul Hadits Pustaka Setia. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai