Untuk Memenuhi Ujian Akhir Smester Mata Kuliah Al-Qur’an dan Al-Hadits
Oleh:
16650049
2017/2018
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
BAB III
Kesimpulan ............................................................................................................................ 10
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Sejarah Perkembangan dan Kodifikan Hadits.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah saya di masa yang akan datang.
Akhir kata saya berharap semoga makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan dan
Kodifikan Hadits ini dapat memberikan manfaat maupun menambah pengetahuan serta
pengalaman terhadap pembaca.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Al-Qur’an dan al-Hadits yang diampu oleh Dr.
Irsyadunnas, M.Ag
1.3.2 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa nabi
1.3.3 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa sahabat
1.3.4 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa abad ke-2
Hijriah
1.3.5 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa setelah abad ke-
2 Hijriah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Jurnal Perkembangan dan Pemeliharaan Hadits, Baso Ahmad Ghazali. 2013 hal. 134
2
Endang Soetari A, ilmu hadits. Bandung amal baktipress 1997, hal. 35
3
Al-Bukhari, Matn al-Bukhari bi Hasyiyah al-Sindi, Semarang : Taha Putra, hal. 24
4
. Endang soetarti AD, ilmu hadits bandung amal baktipress, 1997, hal. 36
3
Dalam perkembangan hadits, para sahabat nabi mempunyai peranan yang penting.
Segala perilaku dan gerak gerik kehidupan mereka tidak luputt dari petunjuk nabi saw, dan
nabipun selalui disertai oleh para sahabat kapanpun dan dimanapun. Sehingga beliau menjadi
tumpuan perhatian, pdoman dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Namun, tidak semua
sahabat selalu bersama Rasulullah, oleh karena itu derajat para sahabat berbeda-beda dalam
mengetahui hadits Rasul. Cara sahabat menerima hadits dari Rasul juga berbeda-beda,
kadangkala dengan cara :
Artinya:
“ Tidak seorangpun di antara para sahabat yang lebih banyak haditsnya dari padaku, kecuali
Abdullah ibn Umar, karena ia menulis sedang saya tidak “7
5
Muhammad Abu Zahwi, Sejarah Perkembangan Hadits, hal. 53
6
Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadith Methodology and Litrature, 1997, hal. 9
7
Imam abi abdillah muhammad ibn ismail albukhari, juz I
4
Namun menurut sebuah riwayat, sebagian sahabat ada yang menyatakan keberatan
dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah, karena dianggap tidak mentati perintah nabbi Saw.
Mendengar hal itu, maka Abdullah menanyakan langsung pada nabi. Dan beliau menjawab :
Artinya :
“ Tulislah apa yang kamu dengar daripadaku demi tuhan yang jiwaku ditangannya, tidak keluar
dari mulutku, selain kebenaran”8
Dari uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa periwayatan aist pada masa nabi saw.
Berjalan lancar, karena disamping cara penyampaian nabi yang beragam, juga karena minat
dan perhatian yang besar dari para sahabat untuk memperoleh ilmu – ilmu agama.
Periode ini terjadi pada masa khulafau arrasyidin atau yang dikenal dengan masa
sahabat besar yaitu dimulai sejak wafatnya rasul sampai berakhirnya pemerintahan ali bin abi
thalib. Pada masa ini perhatianpara sahabat masih terfokus kepada pemeliharaan dan
penyebaran Al-Qur’an yang mana mendapat prioritas utama untuk terus disebarkan berbagai
pelosok wilayah islam dan keseluruhan lapisan masyarakat.
Dalam perkembangan hadits, setelah wafatnya Rasulullah para sahabat tidak lagi
berkurung di kota Madinah, mereka menyebar dan menjelajahi kota-kota lainnya. Sehingga
penduduk kota-kota tersebut mulai menerima ajaran-ajaran islam termasuk hadits-hadits nabi.9
Pada masa itu, periwayatan hadits di permulaan masasahabat masih terbatas sekali. Seorang
yang menerima hadits tidak harus menyampaikan hadits kecuali jika diperlukan, yakni dalam
artian jika umat islam menghadapi suatu masalah yang tidak terdapat jalan keluarnya pada Al-
Qur’an namun membutuhkan penjelasan hukum menurut hadits dapat dilaksanakan.10
8
Abi daud al-sajistany, sunan abi daud, juz II, hal.36
9
T.M. Hashbi ash sidiqqiy, sejarah dan pengantar ilmu hadits, hal.61
10
Ahmad sutarmi, al-iman at-turmidzi, peranannya pengembangan hadits dan fiqih (Jakarta: Logos, 1995) hal.
15
5
sahabat, dengan satu keinginan untuk menyebarluaskan agama islam sesuai dengan perintah
nabi saw.
6
2.3 Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Hadits pada Masa Abad Ke - 2 Hijriah
2.4 Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Hadits pada Masa Setelah Abad Ke-2
Hijriah
Peeriode ini disebut masa kemurnian, penyehatan dan penyempurnaan. Pada abad ini,
para ulama melaksanakan pengkodifikasian hadits dengan memisahkan antara sabda nabi
saw dengan fatwa sahabat dan tabi’in. Sistem penyusunan yang dipakai adalah tashnid,
yakni menyusun hadits dalam kitab-kitab berdasrkan nama sahabat perawi. Namun sistem ini
kelemahannya adalah sulit untuk mengetahui hukum-hukum syara’ sebab hadits–hadits
11
M.Syuhudi ismail, sejarah pengantar ilmu hadis
12
Diantara kedua pendewan hadits ini, menurut ahli sejarah dan ulama hadits, M Muslim Ibnu Syihab Al-
Zuhriah
7
tersebut dikumpul dalam kitab tidak berdasarkan satu topik bahasan.13
Kemudian ulama-ulama hadits pada abad ketiga ini, juga dihadapkan dengan dua
golongan yang sedang bentrok, yaitu golongan dari mazhab ilmu kalam. Yang mana tidak
segan-segan membuat hadits-hadits palsu untuk memperkuat argumen mazhabnya dan juga
untuk menuduh lawan mazhabnya.
13
Endang soetari, ilmu hadits, hal.65
8
mereka hasilkan diantaranya :
1. kitab atraf
2. kitab mustakhra
3. kitab mustadrak
4. kitab jami
Dengan melihat keadaan para ulama hadits pada abad ini tidak lagi banyak yang
mengaadakan perlawatan ke berbagai daerah seperti ulama sebelumnya, maka Al-Dzahaby
memberi batasan bahwa penghujung tahun 300 H. sebagai batas pemisah antara masa Ulama
Mutaqaddim dengan Ulama Muta akhirin .14
pensyarahan, penhimpuna, pentakhrijan, dan pembahasan. Periode ini mulai dari masa
bagdad dihancurkan oleh Hulaku Khan, maka berpindahlah kegiatan perkembangan hadits
di Mesir dan India. Jalan-jalan yang ditempuh oleh para ulama pada masa ini, ialah
menertibkan isi kitab-kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab takhrij, serta
membuat kitab-kitab takhrij, serta mebuat kitab-kitab jami’yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits hukum, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa
kitab, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa kitab, mentakhrijkan
hadits-hadits yang terkenal dalam masyarakat dan menyusun kitab athraf.. Kitab-kitab
hadits yang telah disusun pada periode ini adalah :
1. Kitab zawaid
2. Kitab yang membahas masalah tertentu
3. Kitab syarah
4. Kitab mukhtasar
5. K itab takhrij
6. K itab athraf
7. Kitab jami’
8. Kitab petunjuk hadits
9. Himpunan hadits kudsi.
14
M. Suhudi ismail, pengantar studi hadis, hal. 111
9
BAB III
3.1 Kesimpulan
Tradisi menulis dan mencatat hadits telah terjadi pada masa nabi. Para sahabat
menerima hadits dari majelis Nabi dan mencatat dari apa yang dikatakan oleh nabi. Selain itu
pada masa nabi, materi hadits yang mereka catatt masih terbatas, hal ini disebabkan sedikitnya
jumlah sahabat yang pandai menulis, di samping perhatian mereka masih banyak yang
bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an, sehingga catatan-catatan hadits masih tersebar pada
sahifah sahabat.
Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadits pada masa nabi tidaklah sama
dengan pada masa sahabat. Demikian pula periwayatan pada masa sahabat tidak sama dengan
pada masa sesudahnya. Cara periwayatan adits pada masa nabi lebih terbebas dari syarat-
syarat tertentu bila dibandingkan dengan periwayatan pada masa sesudahnya. Hal ini
disebabkan, karena pada masa nabi selain tidak ada bukti yang pasti tentang telah terjadinya
pemalsuan hadits, juga karena padamasa itu sesorang akan lebih mudah melakukan
pemeriksaansekiranya ada hadits yang diragukan kesahihannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
11