Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KODIFIKASI HADITS

TUGAS PENGGANTI UJIAN AKHIR SEMESTER

Untuk Memenuhi Ujian Akhir Smester Mata Kuliah Al-Qur’an dan Al-Hadits

Oleh:

Yayang Tri Wijaya

16650049

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2017/2018
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................ i

Kata Pengantar ....................................................................................................................... ii

BAB I

1.1 Pendahuluan ..................................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 2

BAB II

2.1 Sejarah dan Perkembangan Hadits Masa Nabi ................................................................ 3


2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadits Masa Sahabat ........................................................... 5
2.3 Sejarah dan Perkembangan Hadits Abad II Hijriah ......................................................... 8
2.4 Sejarah dan Perkembangan Hadits Setelah Abad II Hijriah ............................................ 8

BAB III

Kesimpulan ............................................................................................................................ 10

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 11

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Sejarah Perkembangan dan Kodifikan Hadits.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah saya di masa yang akan datang.

Akhir kata saya berharap semoga makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan dan
Kodifikan Hadits ini dapat memberikan manfaat maupun menambah pengetahuan serta
pengalaman terhadap pembaca.

Yogyakarta, 21 Mei 2017,

Yayang Tri Wijaya

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam mengenal dua sumber hukum dalam perundang-undangan. Yang pertama ialah
Al-Qur’an sedangkan yang kedua adalah Al-Hadits. Namun, terdapat perbedaan yang
mencolok diantara keduanya, yaitu sejarah perkembangan dan kodifikasinya. Al-Qur’an sejak
awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari
kemungkinan pemalsuan sehingga terjaga keasliannya hingga akhir zaman. Lain halnya dengan
Al-Hadits, tidak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih
merupakan inisiatif dari para sahabat nabi.
Pada awalnya, hadits hanyalah sebuah literatur yang isinya mencakup semua ucapan,
perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Mula-mula hadits dihafalkan dan
secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi kegenerasi.
Mempertahankan eksistensi hadits dari generasi ke generasi maupun dari zaman ke
zaman dari masa nabi, sahabat, tabi’in, pengikut tabi’in hingga saat ini bukanlah perkara yang
mudah. Perjalanannya tidak mudah seperti yang dipikirkan orang pada umumnya, tidak sedikit
rintangan ataupun kendala yang mereka hadapi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah sejarah perkembangan dan kodifikasi hadits pada masa nabi?
1.2.2 Bagaimanakah sejarah perkembangan dan kodifikasi hadits pada masa sahabat ?
1.2.3 Bagaimanakah sejarah perkembangan dan kodifikasi hadits pada masa abad ke 2 Hijriah ?
1.2.4 Bagaimanakah sejarah perkembangan dan kodifikasi hadits pada masa setelah abad ke-2
Hijriah

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Al-Qur’an dan al-Hadits yang diampu oleh Dr.
Irsyadunnas, M.Ag
1.3.2 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa nabi
1.3.3 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa sahabat
1.3.4 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa abad ke-2
Hijriah
1.3.5 Agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan hadits pada masa setelah abad ke-
2 Hijriah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan dan Kodifikasi Hadits pada Masa Nabi


Periode Rasulullah SAW, merupakan periodepertama bagi sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadits. Periode ini terhitung mulai 571 H sampai 594 H. Masa ini di sebut
(waktu turun wahyu dan pembentukan masyarakat islam).1
Dalam keseharian Rasulullah adalah guru bagi sahabat-sahabatnya. Beliau
mengajarkan segala aspek ajaran Allah SWT. sesuai dengan kedudukannya sebgaiutusan Allah
atau rasul yang terakhir. Dalam menerima hadits,para sahabat asatu sama lain tidak sederajat.
Hal ini dikarenakan adanya faktor tempat tinggal, pekerjaan, usia, dan hal-hal lainnya. Diantara
para sahabat ada yang banyak mengetahui hadits karena lama berjumpa dan berdialog dengan
nabi dan ada yang sedikit. 2
Cara Rasulullah menyampaikan hadits dalam riwayat Bukhari, disebutkan Ibnu Ma’ud
penah bercerita, “Nabi saw selalu mengganti-ngganti hari dalam memberikan pengajaran
kepada kami, karena khawatir kamiakan merasa jemu”3. Ada beberapa cara yang digunakan
oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan hadits kepada para sahabat, yaitu :
Pertama, melalui jama’ah yang berada di pusat majelis Al-Ilm, terkadang kepala suku
yang jauh dari Madinah mengirim utusannya ke majelis, untuk kemudian mengajarkan kepada
suku mereka sekembalinya. Kedua, melalui para sahabt tertentu, kemudian mereka
menyampaikan pada orang lain. Ketiga, cara lain yang dilakukan Rasulullah SAW, adalah
melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada dan futuh mekkah.
Perhatian nabi bagi pemeliharaankedua syariat (Al-Qur’an dan Al-Hadits) begitu
besar. Misalnya untuk Al-Qur’an, nabi saw menyuruh para sahabat menghafal dan meluisnya,
serta secara resmi mengangkat penulis wahyu yang bertugas untuk mencatatsetiap ayat Al-
Qur’an yang turun, sehingga sepeninggal nabi saw seluruh ayat Al-Qur’an sudah tercatat walau
belum terkumpul dalam satu mushaf. Sedang sikap nabi terhadap hadits, beliau memerintahkan
untuk di hapal dan tabligkan tanpa menyuruh untuk mengadakan penulisan resmi sebagaimana
halnya Al-Qur’an. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran akan bercampurnya ayat-ayat Al-
Qur’an dengan Hadits. 4

1
Jurnal Perkembangan dan Pemeliharaan Hadits, Baso Ahmad Ghazali. 2013 hal. 134
2
Endang Soetari A, ilmu hadits. Bandung amal baktipress 1997, hal. 35
3
Al-Bukhari, Matn al-Bukhari bi Hasyiyah al-Sindi, Semarang : Taha Putra, hal. 24
4
. Endang soetarti AD, ilmu hadits bandung amal baktipress, 1997, hal. 36

3
Dalam perkembangan hadits, para sahabat nabi mempunyai peranan yang penting.
Segala perilaku dan gerak gerik kehidupan mereka tidak luputt dari petunjuk nabi saw, dan
nabipun selalui disertai oleh para sahabat kapanpun dan dimanapun. Sehingga beliau menjadi
tumpuan perhatian, pdoman dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Namun, tidak semua
sahabat selalu bersama Rasulullah, oleh karena itu derajat para sahabat berbeda-beda dalam
mengetahui hadits Rasul. Cara sahabat menerima hadits dari Rasul juga berbeda-beda,
kadangkala dengan cara :

1. Berhadapan langsung dengan Rasul


2. Menyaksikan perbuatan Rasul, dan
3. Mendengar dari sahabat lain yang mengetahui secara langsung dari Rasul karena tidak semua
sahabat dapat menghadiri Majelis Rasul karena kesibukannya masing-masing5
Menurut Muhammad Mustafa Azami, dalam menympaikan hadits kepada sahabat-
sahabatnya tersebut Rasul menggunakan tiga cara, yaitu : Pertama, menyampaikan dengan
kata-kata. Rasul banyak mengadakan pengajaran- pengajaran melalui ucapan kepada para
sahabat, dan bahkan untuk memudahkan dalam memahami dan mengingta hadits yang
disampaikan, Rasul mengulanginya sampai tiga kali. Kedua, menyampaikan hadits melalui
media tulis atau Rasul mendiktekan kapada sahabat yang dianggap pandai menulis. Hadits
tersebut diantaranya membahas tentang ketetapan hukum-hukum Islam seperti ketetapan
tentang zakat, tata cara peribadahan dan lainnya. Sedangkan yang Ketiga, Rasul
menyampaikan hadits dengan praktik secara langsung guna memberi contoh pada para sahabat,
seperti beliau mengajarkan cara ber-wudlu, shalat, puasa, menunaikan ibadah haji dan
sebagainya.6
Pada masa ini, di antara sahabat ada yang menghapal hadits sekaligus meriwayatkan,
hanyasedikit di antara mereka yang dapat menulisnya. Abu Hurairah sendiri pernah berkata,
menurut riwayat Bukhari dalam kitab shahihnya:

Artinya:

“ Tidak seorangpun di antara para sahabat yang lebih banyak haditsnya dari padaku, kecuali
Abdullah ibn Umar, karena ia menulis sedang saya tidak “7

5
Muhammad Abu Zahwi, Sejarah Perkembangan Hadits, hal. 53
6
Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadith Methodology and Litrature, 1997, hal. 9
7
Imam abi abdillah muhammad ibn ismail albukhari, juz I

4
Namun menurut sebuah riwayat, sebagian sahabat ada yang menyatakan keberatan
dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah, karena dianggap tidak mentati perintah nabbi Saw.
Mendengar hal itu, maka Abdullah menanyakan langsung pada nabi. Dan beliau menjawab :

Artinya :

“ Tulislah apa yang kamu dengar daripadaku demi tuhan yang jiwaku ditangannya, tidak keluar
dari mulutku, selain kebenaran”8

Dari uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa periwayatan aist pada masa nabi saw.
Berjalan lancar, karena disamping cara penyampaian nabi yang beragam, juga karena minat
dan perhatian yang besar dari para sahabat untuk memperoleh ilmu – ilmu agama.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat

Periode ini terjadi pada masa khulafau arrasyidin atau yang dikenal dengan masa
sahabat besar yaitu dimulai sejak wafatnya rasul sampai berakhirnya pemerintahan ali bin abi
thalib. Pada masa ini perhatianpara sahabat masih terfokus kepada pemeliharaan dan
penyebaran Al-Qur’an yang mana mendapat prioritas utama untuk terus disebarkan berbagai
pelosok wilayah islam dan keseluruhan lapisan masyarakat.

Dalam perkembangan hadits, setelah wafatnya Rasulullah para sahabat tidak lagi
berkurung di kota Madinah, mereka menyebar dan menjelajahi kota-kota lainnya. Sehingga
penduduk kota-kota tersebut mulai menerima ajaran-ajaran islam termasuk hadits-hadits nabi.9
Pada masa itu, periwayatan hadits di permulaan masasahabat masih terbatas sekali. Seorang
yang menerima hadits tidak harus menyampaikan hadits kecuali jika diperlukan, yakni dalam
artian jika umat islam menghadapi suatu masalah yang tidak terdapat jalan keluarnya pada Al-
Qur’an namun membutuhkan penjelasan hukum menurut hadits dapat dilaksanakan.10

Kebijaksanaan ini dilakukan oleh para Khulafa al-Rasyidin. Namun demikian


tidaklah berarti kegiatan periwayatan haditst berhenti sama sekali, sebab kegiatan pencatatan
dan penghafalan riwayat hadits yang dilakukan atas inisiatif sendiri daria kalangan para

8
Abi daud al-sajistany, sunan abi daud, juz II, hal.36
9
T.M. Hashbi ash sidiqqiy, sejarah dan pengantar ilmu hadits, hal.61
10
Ahmad sutarmi, al-iman at-turmidzi, peranannya pengembangan hadits dan fiqih (Jakarta: Logos, 1995) hal.
15

5
sahabat, dengan satu keinginan untuk menyebarluaskan agama islam sesuai dengan perintah
nabi saw.

Menurut Muhammad bin Ahmad Al-dzahaby (w.748.H./1347M), Abu Bakar


merupakan sahabat nabi yang pertama menunjukkan kehati-hatiannya dalam periwayatan
hadits. Periwayatan ini didasarkan atas pengalaman Abu Bakar tatkala menahadapi kasus
waris untuk seoarang nenek. S uatu ketika ada seoarang nenek meng hadap kepada Kahifah
Abu Bakar meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan oleh cucunya. Abu bakar
menjawab bahwa dia tiadak melihat petunjuk Al-Qur’an dan praktek nabi yang menberikan
bagian harta waris kepada nenek. Abu bakar lalu bertanya kepada para sahabat, Al- Mughirah
bin Syu’bah menyatakan kepada Abu Bakar bahwa nabi telah memberikan bagian waris
kepada nenek sebesar 1/6 bagian. Al-Mughirah mengaku hadir tatkala nabi menetapkan
kewarisan nenek itu. Mendengar pernyataan tersebut Abu Bakar meminta agar Al-Mughirah
menghadirkan seorang saksi. Lalu Muhammad bin Muslamah memberikan kesaksian atas
kebenaran pernyataan Al-Mughiran itu. Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek
dengan memberikan 1/6 bagian berdasarkan hadits nabi yang disampaikan oleh mughirah.
Sebagaimana halnya dengan Abu Bakar, Umar pun sangat hati-hati dalam masalah
periwayatan hadits, misalnya ketika Umar mendngar hadits yang disampaikan oleh Ubay
bin Ka’ab. Umar baru bersedia menerima riwayat hadits dari Ubay setelah Abu Dzar
menyatakan telah mendnagarkan hadits yang dikemukakan oleh Ubay
tersebut. Akhirnya Umar berkata kepada Ubay “Demi Allah, sesungguhnya saya tidak
menuduhmu telah berdusta, saya berlaku demikian karena saya ingin berhati-hati dalam
periwayatan hadits”.
Pada akhir periode ini, yang dihadapi oleh umat islam adalah persoalan orang-orang
murtad dan pertikaian politik. Dan inilah yang menyebabkan munculnya hadits-hadits
palsu. Karenanya, tidak mengherankan kalau para sahabat utamanya Khulafa Al-Rasyidin
sangat ketat dan teliti dalam mengadakan periwayatan hadits, karena dikhawatirkan akan
terjadi kebohongan atas nama Rasul dan pembelokan perhatian kaum muslimin dari Al-
Qur’an kepada hadits. Oleh sebab itu priode ini dikenal dengan masa pengetatan
periwayatan hadits.

6
2.3 Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Hadits pada Masa Abad Ke - 2 Hijriah

Periode ini disebutmasa penulisan dan pendewanan/pembukuan hadits. Pada periode


ini sistem pembukuan yang disusun dalam dewan-dewan hadits mencakup hadits-hadits
rasul, fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Dengan demikian, kitab hadits belum
diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan judul dan belum dipisahkan antara yang
berkualitas shohih, hasan dan dhoif.11
Menurut Muhammad Al-Zafzaf seperti yang dikutip oleh M. Zuhri menyatakan bahwa
sebab-sebab dilakukannya pengkodifikasian hadits, diantaranya disebabkan oleh :
1. Para ulama telah tersebar ke berbagai negri, sehingga dikhawatirkan hadits akan
menghilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan
tidak menaruh perhatian terhadap pemeliharaan hadits.
2. Banyaknya periwayatan hadits yang telah dikaburkan oleh kaum mubtadi ( kaum
bid’ah ) seperti Khawarij, Rafidhah, Syi’ah, dan lain-lain.12
Melihat keadaan tersebut, khalifah Umar bin Abdul Azis yang berkuasa pada
waktu itu yang dipelopori oleh dua ulama besar yaitu Abu Bakar dan Ibnu Hazm dan
Muhammad Muslim ibnu Syihab Al-Zuhri.
Selanjutnya setelah masa ini, para ulama dikenal sangat aktif melakukan
pembukuan hadits baik yang berada di Mekah, Madinah maupun di daerah-daerah islam
lainnya. Diantara kitab-kitab dewan hadits yang disusun pada abad II H. Yaitu : 1) Al-
Muwaththa disusun oleh Iman Malik, 2) M usnad Al-Syafi’i disusun oieh Imam Syafi’i, 3)
Mukhtalif Al- Hadits disusun oleh Imam Syafi’i, 4) Al-Sirat Al-Nabawiyah disusun oleh
Ibnu Ishaq

2.4 Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Hadits pada Masa Setelah Abad Ke-2
Hijriah

Peeriode ini disebut masa kemurnian, penyehatan dan penyempurnaan. Pada abad ini,
para ulama melaksanakan pengkodifikasian hadits dengan memisahkan antara sabda nabi
saw dengan fatwa sahabat dan tabi’in. Sistem penyusunan yang dipakai adalah tashnid,
yakni menyusun hadits dalam kitab-kitab berdasrkan nama sahabat perawi. Namun sistem ini
kelemahannya adalah sulit untuk mengetahui hukum-hukum syara’ sebab hadits–hadits

11
M.Syuhudi ismail, sejarah pengantar ilmu hadis
12
Diantara kedua pendewan hadits ini, menurut ahli sejarah dan ulama hadits, M Muslim Ibnu Syihab Al-
Zuhriah

7
tersebut dikumpul dalam kitab tidak berdasarkan satu topik bahasan.13
Kemudian ulama-ulama hadits pada abad ketiga ini, juga dihadapkan dengan dua
golongan yang sedang bentrok, yaitu golongan dari mazhab ilmu kalam. Yang mana tidak
segan-segan membuat hadits-hadits palsu untuk memperkuat argumen mazhabnya dan juga
untuk menuduh lawan mazhabnya.

Dan untuk menghadapi keduanya dan sekaligus melestarikan hadits-hadits nabi,


secara garis besar ada beberapa kegiatan penting yang dilakukan ole ulama hadits, antara
lain yaitu:
1. Mengadakan perlawatan ke daerah-daerah yang jauh. Kegiatan ini ditempuh
karena hadits-hadits nabi yang telah dibukukan pada periode keempat hanya
terbatas pada hadits hadits nabi di kota–kota tertentu. Usaha ini dipelopori oleh
Imam Bukhori.
2. Mengadakan klasifikasi antara hadits yang Marfu‟ (yang disandarkan kepada
nabi), yang Mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan Maqtu‟ (yang
disandarkan kepada tabi’in).
3. Pertengahan abad III, ulama hadits mulai mengadakan seleksi kualitas
hadits, yaitu kepada shohih dan dha‟if. Usaha ini dipelopori oleh Ishaq
Ibnu Rahawaih, kemudian diikuti oleh Imam Bukhori, Muslim dan dilanjutkan
oleh Abu Daud , Tirmidzi, dan lain-lain.
Dari penyeleksian diperiode ini , telah menghasilkan 2 jenis
dewan hadits ,yaitu :
a. Kitab shahih, yakni kitab yang disusun hanya berisikan hadits shahih saja.
b. Kitab sunan, yakni kitab yang tidak memasukkan hadits-hadits mungkar dan
sederajatnya, sedang hadits dha‟if yang tidak mungkar dan tidak sangat lemah
tetap dimasukkan kedalam sunan disertai keterangan ke dhai‟fannya.
Pada periode selanjutnya disebut pembersihan, penyusunan penambahan dan
pengumpulan. Pada periode keenam ini, lma pada umumnya hanya berpegang pada kitab-
kitab hadits yang telah ada dengan mengutip dari kitab-kitab hadits yang telah disusun oleh
ulama pada abad II dan III. Bertolak dari hasil tadwin itulah, maka ulama-ulama diabad IV
H. Memperluas sistem dan corak tadwin, menertibkan penyusunan, menyusun spesialisasi
dan kitab-kitab komentar serta kitab-kitab gabungan, dan lain-lain. Kitab-kitab yang

13
Endang soetari, ilmu hadits, hal.65

8
mereka hasilkan diantaranya :
1. kitab atraf
2. kitab mustakhra
3. kitab mustadrak
4. kitab jami
Dengan melihat keadaan para ulama hadits pada abad ini tidak lagi banyak yang
mengaadakan perlawatan ke berbagai daerah seperti ulama sebelumnya, maka Al-Dzahaby
memberi batasan bahwa penghujung tahun 300 H. sebagai batas pemisah antara masa Ulama
Mutaqaddim dengan Ulama Muta akhirin .14

pensyarahan, penhimpuna, pentakhrijan, dan pembahasan. Periode ini mulai dari masa
bagdad dihancurkan oleh Hulaku Khan, maka berpindahlah kegiatan perkembangan hadits
di Mesir dan India. Jalan-jalan yang ditempuh oleh para ulama pada masa ini, ialah
menertibkan isi kitab-kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab takhrij, serta
membuat kitab-kitab takhrij, serta mebuat kitab-kitab jami’yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits hukum, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa
kitab, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa kitab, mentakhrijkan
hadits-hadits yang terkenal dalam masyarakat dan menyusun kitab athraf.. Kitab-kitab
hadits yang telah disusun pada periode ini adalah :
1. Kitab zawaid
2. Kitab yang membahas masalah tertentu
3. Kitab syarah
4. Kitab mukhtasar
5. K itab takhrij
6. K itab athraf
7. Kitab jami’
8. Kitab petunjuk hadits
9. Himpunan hadits kudsi.

14
M. Suhudi ismail, pengantar studi hadis, hal. 111

9
BAB III

3.1 Kesimpulan
Tradisi menulis dan mencatat hadits telah terjadi pada masa nabi. Para sahabat
menerima hadits dari majelis Nabi dan mencatat dari apa yang dikatakan oleh nabi. Selain itu
pada masa nabi, materi hadits yang mereka catatt masih terbatas, hal ini disebabkan sedikitnya
jumlah sahabat yang pandai menulis, di samping perhatian mereka masih banyak yang
bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an, sehingga catatan-catatan hadits masih tersebar pada
sahifah sahabat.
Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadits pada masa nabi tidaklah sama
dengan pada masa sahabat. Demikian pula periwayatan pada masa sahabat tidak sama dengan
pada masa sesudahnya. Cara periwayatan adits pada masa nabi lebih terbebas dari syarat-
syarat tertentu bila dibandingkan dengan periwayatan pada masa sesudahnya. Hal ini
disebabkan, karena pada masa nabi selain tidak ada bukti yang pasti tentang telah terjadinya
pemalsuan hadits, juga karena padamasa itu sesorang akan lebih mudah melakukan
pemeriksaansekiranya ada hadits yang diragukan kesahihannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Soetari, Endang.1997. Ilmu Hadis, Bandung Amal Baktipress


Zain, Lukman. Jurnal Sejarah Hadis pada Masa Permulaan dan Penghimpunannya
Al-Bukhari. Matn al-Bukhari bi Hasyiyah al-Sindi. Semarang. Taha Putra
Ghazali, Baso.2013.Jurnal Perkembangan dan Pemeliharaan Hadits
Ismail, Syuhudi.1998. Kaedah Kesahehan Sanad Hadis. Bulan Bintang
Ghoffar Abdul. 2007. Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan) Hadits edisi Terjemahan

11

Anda mungkin juga menyukai