Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUDI ALQURAN DAN HADIST

KONTRIBUSI UMAT ISLAM TERHADAP HADIST NABI DARI MASA KE


MASA

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah studi alquran dan hadist

DOSEN PENGAMPU :

Dr. MUHAMMAD, Lc., M.Th.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :


IKO SARBINI ALI (220202110019)
HABIBUL MAHBUB AL HASANI (220202110003)

RENDY MAULADANI PUTRA (220202110016)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT senantiasa kami ucapkan.


Atas karunia-Nya berupa nikmat iman dan islam serta nikmat kesehatan. Dengan rahmat,
taufiq, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul kontribusi
umat islam terhadap hadist nabi dari masa ke masa. Tidak lupa shawalat serta salam
kami sanjungkan kepada Baginda Agung Rasulullah SAW. yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang sehingga kita dapat
merasakan nikmat ilmu
pengetahuan hingga saat ini. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad, Lc., M.Th.I., selaku
dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis yang telah memberikan tugas ini.
Kami juga berterima kasih kepada para pihak yang mendukung penulisan makalah
sehingga kami mampu menyelesaikan dan menyusun makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan kita terhadap kontribusi umat
islam terhadap hadist
nabi dari masa ke masa

Kami menyadari meskipun penulisan makalah ini telah kami upayakan seoptimal
mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak sengaja, untuk itu
bagi para pembaca yang budiman, besar harapan kami agar pembaca berkenan
memberikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi kami selaku penyusun, serta memperoleh
ridho Allah semata.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata.
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Hadist pada masa rasulullah ................................................................................2
B. Hadist pada masa Sahabat ....................................................................................5
C. Hadist pada masa Tabi’in ......................................................................................9
D. Hadist pada masa kodefikasi ..............................................................................10

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................12


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Umat islam percaya bahwa hadist adalah sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Meskipun secara historis hadis adalah sebuah rekam jejak sejarah Nabi
yang erat kaitanya dengan peradaban sejarah Nabi yang erat kaitanya dengan
peradaban Arab awal (sering juga disebut sunnah), tetapi pada sisi berbeda
hadis telah menjadi bagian dari kehidupan Nabi yang bersumber dari Al-
Qur’an sehingga tidak dapat dipungkiri ketika Isti Nabi mengatakan bahwa
Nabi adalahAl-Qur’an yang hidup, sebab semua yang terkait dengan Nabi
dari ucapan,perilaku, dan ketetapan mengejawantakan nilai-nilai Al-Qur’an
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, kalangan sahabat sangat berhati-
hatidalam menerima dan meriwayatkan hadis. Hal ini dimaksudkan sebagai
upayamenjaga kemurnian Al-Qur’an agar tidak tercampur dengan hadis.
Selain itu jugauntuk menjaga keorisinalitas hadis tersebut. Keadaan ini diera
tabi’in sedikitberbeda dengan era yang terjadi masa sahabat. Karena
Al-Qur’an ketika itu telahdisebarluaskan ke seluruh Negeri Islam,
sehingga tabi’in bisa mulai memfokuskandiri dalam mempelajari hadis
dari para sahabat yang mulai memfokuskan diridalam mempelajari hadis
dari para sahabat yang dimulai bersebaran ke seluruhpenjuru dunia Islam.
Dengan demikian pada masa tabi’in sudah mulai berkembangperhimpunan had
is, meskipun masih ada percampuran antara hadis Nabi denganfatwa
sahabat. Barulah diera tabi’in hadis telah dibukukan, bahkan diera
inimenjadi masa kejayaan kodifikasi hadist. Untuk itu penulis akan menjelaskan
sedikit terkait kontribusi hadist nabi dari masa ke masa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana kontribusi hadist pada masa rasulullah ?
2. Bagaimana kontribusi hadist pada masa sahabat?
3. Bagaimana kontibusi hadist pada masa tabi’in?
4. Bagaiman kontribusi hadist pada masa kodefikasi?

C. Tujuan pembahasan
1. Mahasiswa agar dapat mengetahui kontribusi hadist pada masa rasulullah
2. Mahasiswa agar dapat mengetahui kontribusi hadist pada masa sahabat
3. Mahasiswa dapat mengetahui kontribusi hadist pada masa tabi’in.
4. Mahasiswa dapat mengetahui kontribusi hadist pada masa kodefikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kontribusi hadist pada masa Rasulullah dan sahabat

Pada masa kepemimpinan Nabi, kecakapan dalam baca tulis masih terbilang
sangat kurang, maka Nabi menekankan para shahabat untuk menghafal Hadist,
memahami, memelihara, dan memantapkannya dalam bentuk amalan sehari-hari,
serta menyampaikanya kepada orang lain. Masa ini berlangsung selama 23 tahun,
mulai tahun 13 sebelum Hijriyah, bertepatan dengan tahun 610 M sampai
dengan tahun 11 Hijriyah, bertepatan dengan tahun 632M. Menurut Abd al-
Nashr, Allah telah memberikan keistimewaaan kepada para sahabat kekuatan
daya ingat dan kemampuan menghafal. Mereka dapat meriwayatkan al-Qur‟an,
hadis dan syair dengan baik seakan-akan mereka membaca. Para shahabat tidak
sederajat dalam mengetahui keadaan Nabi SAW. Ada sahabat yang menerima
banyak Hadist, ada pula yang sedikit, hal ini dipengaruhi oleh faktor tempat
tinggal, pekerjaan, usia, dan lainnya. Ada shahabat yang tinggal di kota, di dusun,
berniaga, bertukang, dll. Nabi pun tidak selalu mengadakan ceramah terbuka.
Ceramah terbuka diberikan beliau hanya tiap hari Jum’at, hariraya dan waktu-
waktu yang tidak ditentukan, jika keadaan menghendaki.Salah satu
kebijakan terbesar Nabi terkait pemeliharaankedunya adalah dengan
memerintahkan para shahabat untuk menghafal dan menulis Al-Qur’an, serta
secara resmi mengangkat penulis wahyu yang bertugasmencatat setiap ayat al-
Qur’an yang turun atas petunjuk langsung dari Nabi SAW.Nabi juga
memerintahkan shahabat untuk menghafal dan ditablighkan dengantidak
boleh mengubahnya sama sekali, dan tidak melakukan
penulisan Hadistsecara resmi seperti al-Qur’an.

Dalam masa rasulullah dan sahabat ada beberapa kajian yang akan dielaborasikan
yaitu:
1. cara sahabat menerima hadis masa Nabi saw
Ada 3 cara nabi menyampaikan hadist yang sekaligus menjelaskan cara
sahabat menerima hadist yaitu:
a. menyampaikan hadis dengan kata-kata.
Nabi banyak mengadakan pengajaran-pengajaran melalui ucapan kepada
para sahabat, dan bahkan untuk memudahkan dalam memahami
dan mengingat hadis yang disampaikan, Rasulullah sering mengulang-
ulang perkataannya sampai tiga kali. Dari sini terlihat bahwa sahabat
menerima
hadis dengan hafalan
b. Menyampaikan hadis melalui media tertulis
Atau Rasul mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis.
Ini menyangkut seluruh surat Rasul yang ditujukan kepada para
raja, penguasa, kepala suku dan gubernur-gubernur muslim.
Beberapa di antara surat tersebut berisi hadist tentang ketetapan-
ketetapan hukum Islam seperti ketentuan tentang zakat,tata cara
peribadatan dan sebagainya.
Dari sini terlihat bahwa sahabat menerima hadis dengan tulisan.
c. Menyampaikan hadisdengan praktek secara langsung. Rasul banyak
melakukan perbuatan-perbuatan yang dipraktikkan secara langsung
untuk memberikan contoh kepada para sahabat, seperti beliau
mengajarkan cara wuduk, salat, puasa, menunaikan ibadah haji dan
sebagainya. Dari sini terlihat bahwa sahabat menerima hadis dengan
praktek secara langsung
atas apa yang disampaikan Rasul. 1

2. Larangan dan di perbolehkannya penulisan hadis masa Nabi saw


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sahabat Rasul mayoritasnya tidak
bisa baca tulis. Pernyataan demikian sekaligus menggambarkan bahwa
ada
beberapa sahabat yang mahir dalam hal itu, meski bukan mayoritas. Berikut
ada larangan dan perintah diperbolehkannya menulis hadist nabi:
a. Larangan menulis hadist pada masa Rasulullah SAW.
Hadist pada masa itu umumnya diingat dan dihafal dan tidak di
tulis seperti al quran ketika disampaikan nabi karena situasi dan kondisi
tidak memungkinkan. Memang nabi melarang menulis hadist untuk
umum dikhawatirkan hadist akan bercampur dengan alquran yang saat
itu masih dalam proses penurunan. Oleh karena itu nabi melarang keras
kepada para sahabat untuk menulis dan mencatat hadist agar tidak
tercampur dengan
alquran. Salah satu hadist yang melarang penulisan hadist yakni :
1
https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/bukhari/article/view/441/283
Pendapat itu kemudian dikaitkan dengan diriwayatkan oleh AbūSa‘īd
al-Khudrī, bahwa Rasullah saw bersabda:

ُ ‫ َﻝ ﺗ َْﻜ‬:‫ﷲ ﻋَ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ َ َّﺳ َﻠﻢ‬


‫ﺖﺑُﻮْﺍ ﻋَﻦ“ِﻱ َﻭ َﻣ ْﻦ َﻛﺘ ََﺐ ﻋَﻦ“ِﻳﻲ‬ ِ ‫ﺻﻠﻰ‬ ِ ُ‫ﻋَﻦ َﺍ ِﺑ ْﻲ َﺳ ِﻌ ْﻴ ُﺪ ْﺍﻟ ُﺨ ْﺪ ِﺭ ﻱ َﺍ َّﻥ َﺭ ﺳُﻮْ ﻝ‬
َّ َ ‫ﷲ‬ ْ
2
‫ ﺭﻭﺍﻩُ ﻣﺴﻞ‬.ُ‫ﺍﻥ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻤﺤُ ﻪ‬ ِ ْ‫َﻏﻴ َْﺮ ْﺍﻟﻘُﺮ‬
“ Janganlah kamu sekalian menulis apa yang kamu dengar dariku
selain dari Alquran, barangsiapa yang telah menulis selain dari
Alquran, maka
hapuskanlah” (HR.Muslim)

b. Diperbolehkannya menulis hadist pada masa Rasulullah SAW.


Larangan menulis hadis tidaklah umum kepada semua sahabat, ada sahabat
tertentu yang diperbolehkan menulis hadis. Nabi melarang menulis hadis
karena dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an dan pada kesempatan
lain Nabi memperbolehkannya. Sebagai mana diriwayatkan oleh Abdulloh
Ibnu Umar, ia berkata “ aku pernah menulis segala sesuatu yang
aku dengar dari Rosululloh, aku ingin menjaga dan menghafalkannya
tapi orang Quraisy melarang untuk melakukannya” mereka berkata
“kamu hendak menulis (hadis) padahal Rosululloh bersabda dalam
keadaan marah dan senang” kemudian aku menahan diri (untuk tidak
menulis hadis)
3
hingga aku ceritakan kejadian itu kepada Rosululloh, beliau bersabda.

َ ‫ُﺍ ْﻛ ُﺘ ْﺐ َﻓ َﻮ ﺍ َّﻟ ِﺬ ﻱْ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ْﻲ ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ َﻣﺎ‬


‫ﺧَﺮ َﺝ ﻋَﻦ“ِﻱ ِﺍﻝَّ َﺣﻖ‬

“Tulislah, maka demi dzat yang aku berada dalam kekuasaan-NYA


tidaklah keluar dariku kecuali kebenaran”

2
Dr. H.Mundzir Ilmu Hadis ...77 yang mengutip dari Ibnu Hajar Al-Asqalani Fath Al-Bari (Beirut : Dar Al-
Fikr wamaktabah Al-Salafiyah).218
3
Idri, Studi Hadis...36
B. Hadist pada masa sahabat
Nabi wafat pada tahun 11 H. Kepada Ummatnya beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya yitu Al-Qur’an dan Hadis yang
harus dipegangi bagi pengaturan aspek seluruh kehidupan ummat setelah Nabi
wafat, kendali kepemimpinan uamat islam berada ditangan sahabat Nabi.
Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abubakar As-
Shiddiq (wafat pada tahun 13 H./634 M.) kemudian disusul oleh Umar Bin
Khattab (wafat pada tahun 23 H./644 M.) usman bin Affan (wafat 35
H./656 M.), Ali bin Abi Thalib (wafat pada tahun 40H./661 M.). Keempat
khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan Al-Khulafa Al-Rasyidin
dan periodenya
biasa disebut juga dengan zaman sahabat besar.4

Para shahabat mengetahui kedudukan As-Sunnah sebagai sumber


syari’ah pertama setelah Al-Qur’an Al-karim. Mereka tidak mau menyalahi
as-Sunnah jika as-Sunnah itu mereka yakini kebenarannya, sebagaimana
mereka tidak mau berpaling sedikitpun dari as-Sunnah warisan beliau.
Mereka berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dari Nabi saw. karena
khawatir berbuat kesalahan dan takut as-Sunnah yang suci tiu ternodai oleh
kedustaan atau pengubahan. Oleh karena itu mereka menempuh segala
cara untuk memelihara hadits, mereka lebih memilih bersikap “sedang
dalam meriwayatkan hadits” dari Rasulullah., bahkan sebagian dari
mereka lebih memilih bersikap “sedikit dalam meriwayatkan hadits” .
Periode shahabat disebut dengan “’Ashr al- Tatsabut wa al-Iqlal min al-
riwayah” yaitu masa pemastian dan menyedikitkan riwayat. Dalam
prakteknya, cara shahabat meriwayatkan hadits ada dua,
yakni:

a. Dengan lafadz asli, yakni menurut lafadz yang mereka terima dari Nabi
saw yang mereka hafal benar lafazhnya dari Nabi saw.

b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan


dengan lafazhnya karena tidak hafal lafazhnya asli dari Nabi saw.

Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafa al-Rasyidin tentang periwayatan

hadits Nabi.

1. Abu Bakar al-Shiddiq

4
M. Syuhudi Ismail, kaedah-kaedah keshahehan sanad hadis (Jkarta : Buln Bintang 1995),41.
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H/1347 M),
Abu Bakar merupakan shahabat Nabi yang pertama yang menunjukkan
kehati- hatiannya dalam meriwayatkan hadits. periwayatan hadits
pada masa Khalifah Abu Bakar dapat dikatakan belum merupakan
kegiatan yang menonjol di kalangan umat Islam. Walaupun
demikian dapat dikemukakan, bahwa sikap umat Islam dalam
periwayatan hadits tampak tidak jauh berbeda dengan sikap Abu
Bakar, yakni sangat berhati-hati. Sikap hati-hati ini antara lain
terlihat pada pemerikasaan hadits yang
diriwayatkan oleh para shahabat.
2. Umar bin al-Khatthab

Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadits. Hal ini


terlihat, misalnya, ketika umar mendengar hadits yang disampaikan oleh
Ubay bin Ka’ab. Umar barulah bersedia menerima riwayat hadits dari
Ubay, setelah para shahabat yang lain, diantaranya Abu Dzarr
menyatakan telah mendengar pula hadits Nabi tentang apa yang
dikemukakan oleh Ubay tersebut. Akhirnya Umar berkata kepada
Ubay: “Demi Allah, sungguh saya tidak menuduhmu telah berdusta.
Saya berlaku demikian, karena saya ingin berhati-hati dalam periwayatan
hadits ini. Kesemua itu menunjukkan kehati-hatian Umar dalam
periwaytan hadits.Disamping itu, Umar juga menekankan kepada para
shahabat agar tidak memperbanyak periwayatan hadits di masyarakat.
Alasannya, agar masyarakat tidak terganggu konsentrasinya untuk
membaca dan mendalami al-Qur’an.Kebijakan Umar melarang para
sahabat Nabi memperbanyak periwayatan hadits, sesungguhnya
tidaklah bahwa Umar sama sekali melarang para shahabat meriwayatkan
hadits. Larangan umar tampaknya tidak tertuju kepada
periwayatan itu sendiri, tetapi dimaksudkan:
[a] agar masyarakat lebih berhati-hati dalam periwayatan hadits,
[b] agar perhatian masyarakat terhadap al-Qur’an tidak tergangu. Hal ini
diperkuat oleh bukti-bukti berikut ini:
1. Umar pada suatu ketika pernah menyuruh umat islam
untuk mempelajari hadits Nabi dari para ahlinya, karena mereka lebih
menetahui
tentang kandungan al-Qur’an.
2. Umar sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi, Ahmad
bin Hanbal telah meriwayatkan hadits Nabi yang berasal dari riwayat
Umar sekitar tiga ratus hadits. Ibnu Hajar al-Asqalaniy telah menyebutkan
nama- nama shahabat dan tabi’in terkenal yang telah meneriam riwayat
hadits Nabi dari Umar. Ternyata jumlahnya cukup banyak.

3. Umar pernah merencanakan menghimpun hadits nabi secara tertulis.


Umar meminta pertimbangan kepada para shahabat. Para shahabat
menyetujuinya. Tetapi satu bulan umar memohon petunjuk kepada Allah
dengan jalan melakukan shalat istikharah, akahirnya dia mengurungkan
niatnya itu. Dia khawatir himpunan hadits itu akan memalingkan perhatian
umat Islam dari al-Qur’an. Dalam hal ini, dia sama sekali
tidak nenampakkan larangan terhadap periwayatan hadits. Niatnya
menghimpun hadits diurungkan bukan karena alas an periwayatan
hadits, melainkan karena factor lain, yakni takut terganggu konsentrasi
umat islam terhadap al-Qur’an.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan, bahwa periwayatan hadits pada


zaman Umar bin al-Khatthab telah lebih banyak dilakukan oleh umat Isla
m bila dibandingkan dengan zaman Abu Bakar. Hal ini bukan
hanya disebabkan karena umat islam telah lebih banyak menghajatkan
kepada periwayatan hadits semata, melainkan juga karena khalifah
Umar telah pernah memberikan dorongan kepada umat islam untuk
memp elajari hadits Nabi. Dalam pada itu para periwayat hadits masih
agak “terkekang” dalam melakukan periwaytan hadits, karena Umar
telah melakukan pemeriksaan hadits yang cukup ketat kepad para
periwayat hadits. Umar melakukan yang demikian bukan hanya
bertujuan agar konsentrasi umat Islam tidak berpaling dari al-Qur’an,
melainkan juga agar umat Islam tidak melakukan kekeliruan dalam
periwayatan hadits. Kebijakan Umar yang demikian telah menghalangi
orang-orang yang tidak bertanggung jawab
melakukan pemalsuan-pemalsuan hadits.
3. Usman bin Affan
Secara umum, kebijakan Usman tentang periwayatan hadits tidak jauh
berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah
penduhulunya. Hanya saja, langkah Usman tidaklah setegas langkah Umar
bin Khatthab.
Usman secara pribadi memang tidak banyak meriwayatkan hadits. Ahmad
bin Hambal meriwayatkan hadits nabi yang berasal dari riwayat
Usman sekitar empat puluh hadits saja. Itu pun banyak matan
hadits yang terulang, karena perbedaan sanad. Mat an hadits yang
banyak terulang itu adalah hadits tentang berwudu’ . Dengan demikian
jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Usman tidak sebanyak jumlah
hadits yang diriwayatkan
oleh Umar bin Khatthab.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan, bahwa pada zaman ‘Usman bin Affan,
kegiatan umat I slam dalam periwayatan hadits tidak lebih
banyak dibandingkan bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan
pada zaman Umar bin Khatthab. Usman melalui khutbahnya telah
menyampaikan kepada umat Islam berhati-hati dalam meriwayatkan
hadits. Akan tetapi seruan itu tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
para perawi tertentu yang bersikap “longgar” dalam periwaytan hadits.
Hal tersebut terjadi karena selain pribadi ‘Usman tidak sekeras pribadi
‘Umar, juga karena wilayah Islam telah makin luas. Luasnya wilayah
Islam mengakibatkan bertambahnya kesuliatan pengendalian kegiatan
periwayatan hadits secara
ketat.
4. Ali bin Abi Thalib.
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap para
khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadits. Ali bin Abi Thalib
sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi. Hadits yang
diriwayatkannya selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan
(catatan). Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan hadits melalui riwayat
‘Ali bin Abi Thalib sebanyak lebih dari 780 hadits. Sebagian manat
dari hadits tersebut berulang-ulang karena perbedaan sanad-nya.
Dengan demikian, dalam Musnad Ahmad bin hambal, Ali bin
Abi Thalib merupakan periwayat hadits yang terbanyak bila
dibandingkan dengan ke
tiga khalifah pendahulunya.
C. Hadis Pada Masa Tabi’in
Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam
periwayatan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti
seperti pada masa sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah terkumpul
dalam satu mushaf dan sudah tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada
akhir masa Al- Khulafa Al-Rasyidin para sahabat ahli hadis telah
menyebar ke beberapa
wilayah sehingga mempermudah tabi’in untuk mempelajari hadis.
Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan
hadis sehingga hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-
sentra
hadis sebagai berikut:

. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Aiyah dan


Abu Hurayrah.
. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn ‘Abbas

. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Abd Allah


Ibn Mas’ud

. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Utbah Ibn


Gahzwan
. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu’ad Ibn Jabal

. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat ‘Abd Allah Ibn Amr
Ibn Al-Ash
Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga muncul
hadis palsu. Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu
antara
lain:
. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan
. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis
. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat
Pemalsuan hadis dimulai sejak masa Ali Bin Abi Thalib bukan
karena masalah politik tetapi masalah lain.
Menghadapi terjadinya pemalsuan hadis dan kekeliruan periwayatan maka
para ulama mengambil langkah sebagai berikut:
1) Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau
para periwayatnya
2) Hanya menerima hadis dari periwayat yang tsiqoh saja
3) Melakukan penyaringan terhadap hadis dari rowi yang tsiqah
4) Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh
pada periwayat yang lebih tsiqah
5) Meneliti sanad untuk mengetahui hadis palsu

D. Perkembangan Hadis Pada Masa kodifikasi

Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin
Abdul Aziz yang mengintruksiikan pada Muhammad bin syihab Al-
zuhri karena dia dinilai paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa
lahir
kodifikasi hadis secara resmi.

1. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III H

Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya


mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika
pemerintahan
dipegang oleh dinasti bani ‘Abbasiyah khususnya pada masa Al-Makmun.

2. Hadis Pada Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII


Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan
sistem penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa
pemeliharaan, penerbitan, penambahan, dan penghimpunan. Maka
muncul kitab Al-
Muwattha’ karya imam Malik Ibn Anas.
3. Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang
Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan,
dan pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya mensyarahi kitab hadis
yang
sudah ada.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari keterangan di atas bahwasanya, perkembangan hadis pada masa
Rasulullah, masyarakat umat Islam masih terbilang kurang memahami hadis
maupun menulis hadis. Pada masa ini Rasulullah selalu menekankan kepada
sahabat agar selalu memahami hadis dan menyampaikanya kepada umat Islam.
Para sahabat sendiri terbilang ada yang banyak menerima hadis dan juga ada
yang sedikit dikarenakan faktor tempat tinggal, daerah, usia dan sebagainya.
Salah satu kebijakan terbesar Nabi terkait pemeliharaan kedunya adalah dengan
memerintahkan para shahabat untuk menghafal dan menulis Al-Qur’an, serta
secara resmi mengangkat penulis wahyu yang bertugas mencatat setiap ayat
al-Qur’an yang turun atas petunjuk langsung dari Nabi SAW.

2. Para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist karena


khawatir berbuat kesalahan dan takut as-Sunnah yang suci tiu ternodai oleh
kedustaan atau pengubahan. Oleh karena itu mereka menempuh segala cara
untuk memelihara hadits, mereka lebih memilih bersikap “sedang dalam
meriwayatkan hadits” dari Rasulullah., bahkan sebagian dari mereka lebih
memilih bersikap “sedikit dalam meriwayatkan hadits” .

3. Di era para tabi’in juga berhati-hati dalam meriwayatkan hadis,Cuma tidak


seberhati-hati pada masa sahabat karena pada masa ini alquran sudah
tertata bahkan sudah menjadi sebuah mushaf. Maka dari itu tidak
dikhawatirkan lagi untuk tidak tercampurnya antara alquran dan hadist.

4. Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin
Abdul Aziz yang mengintruksiikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri
karena dia dinilai paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa lahir
kodifikasi hadis secara resmi.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan, kami
juga sebagai pemakalah dari tema ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca makalah ini, dan memberikan motivasi yang bisa membangun intelektual
kami, agar makalah ini lebih sempurna pada kesempatan mendatang
DAFTAR PUSTAKA

https:// journal. iainlangsa. ac. id/ index. php/ bukhari/ article/ view/441/283

Dr.H.Mundzir Ilmu Hadis ...77 yang mengutip dari Ibnu Hajar Al-Asqalani Fath
Al- Bari (Beirut : Dar Al-Fikr wamaktabah Al-Salafiyah).218

Idri, Studi Hadis...36

M. Syuhudi Ismail, kaedah-kaedah keshahehan sanad hadis (Jkarta : Buln


Bintang 1995),41.

Anda mungkin juga menyukai