Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi
Fiqh yang berjudul “ Sejarah Perkembangan Hukum Islam era Tabi'in dan Sejarah
Perkembangan Hukum Islam era Tabi'it dan Tabi'in " ini dengan baik.
Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW semoga kita menjadi umat yang kelak mendapatkan syafa’atnya
sehingga kita termasuk umat yang bersama-sama masuk surga bersama Beliau.
Aamiin
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada Bapak Mohammad Zubaidi
Sujiman,, Lc., M. Ag. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metodologi Studi Fiqh
yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
seluruh pihak yang terkait dalam pembuatan makalah yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
A. Kesimpulan .....................................................................................................14
B. Saran .................................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Para sahabat tabi'in dan tabi'it tabi'in dalam meriwayatkan hadits, sangat
adil dan tidak ada pertentangan di antara mereka pada masa hidup mereka.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang sejarah perkembangan
hukum Islam tabi'it dan tabi'in.
1
1.2. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut bahasa, tabiin merupakan bentuk jamak dari kata tab'i atau
tabi'un. Sedangkan tabi adalah Isim fa'il dari kata tabi'a yang bermakna
berjalan dibelakangnya.
Tabi'it Tabi'in, atau pengikut Tabi'in adalah generasi ketiga umat muslim
sesudah generasi Tabi'in dan generasi sahabat Rasulullah SAW. Di antara
generasi tersebut ada yang merupakan anak dari Tabi'in atau cucu dari sahabat
Rasulullah SAW.
4
hukum. Diantara faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam
sebagai berikut: 1) Perluasan wilayah, dimana ekspansi dunia Islam sudah
dilakukan sejak zaman khalifah, hal ini dilihat dari meluasnya wilayah di
jazirah Arab bahkan sampai meluas ke Afrika, Asia, dan Asia kecil.
Banyaknya daerah baru yang dikuasi berarti banyak pula persoalan yang
diahdapi oleh umat Islam. Persoalan tersebut perlu diselesaikan berdasarkan
Islam karena agama khanif ini merupakan petunjuk bagi manusia.
5
4. Apabila pendapat sahabat tidak diperoleh maka berijtihad.
Dengan demikian, dasar-dasar hukum Islam pada periode ini adalah; Al-
qur‟an, Sunnah, Ijma‟, dan pendapat sahabat (Ijtihad).
Terdapat para fuquha yang terkenal dan memiliki murid dan pengikut
sampai sekarang, hanya beberapa diantaranya; Abu Hanifah, Malik ibn Annas,
Muhammad ibn Idris al-Syafi'i, dan Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.
Keempat fuquha ini dengan pengikutnya kemudia terkenal dalam madzhab
pemikiran fiqih dengan sebutan; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah, dan
Hanbaliyah.
Pada awalnya kondisi hukum pada masa ini berjalan pada kekuatan
yang komprehensif, melangkah dalam wilayah yang luas, tampak dalam
pelataran yang indah dan pembahasan ilmiah yang telah menyalakan semangat
semula sehingga pada waktu itu hukum hampir menjadi kesatuan yang
independen dalam keistimewaan dan kematangan yang sempurna, memiliki
cakupan yang luas dalam kesulitan dan tangkapannya, dapat menyusun
percerai-beraian, membantu perjuangan dalam menampakan ketersembunyian,
serta menguatkan kan kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya.
6
Era Tabi'it Tabi'in juga biasa dikenal sebagai masa Imam mazhab.
Pemikiran hukum Islam dalam masa Imam mazhab mengalami dinamika yang
sangat kaya dan disertai dengan perumusan usul Fiqh secara metodologis.
Artinya terdapat kesadaran mengenai cara pemecahan hukum tertentu sebagai
metode yang khas. Berbagai perdebatan sumber hukum dan kaidah hukum
melahirkan berbagai macam konsep Ushul Fiqh. Dimulai pada peralihan abad
ke-7 ke abad ke-8 Hijriyah, sejumlah pakar memberikan sumbangan luar biasa
kepada disiplin ilmu fiqih, sehingga merangsang kemunculan berbagai tradisi
atau mazhab pakar-pakar terpenting-terpenting dalam tradisi tradisi sunni ini
seperti Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, Muhammad Ibn Idris al-Syafi'i dan
Ahmad Ibn Hambal yang dinisbahkan kepada mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i,
dan Hambali.
Pada masa ini imam mujtahid dan kekuasaan Islam meluas ke daerah-
daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan
bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak diantara ulama
yang bertebaran daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula Penduduk
daerah tersebut yang masuk Islam. Semakin kompleksnya persoalan-persoalan
hukum yang ketetapannya tidak dijumpai di dalam Al-quran dan hadis. Karena
itu ulama-ulama yang tinggal di daerah tersebut melakukan ijtihad, mencari
ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat Al-
Qur'an dan hadis Nabi. Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidangnya Pada masa itu, kegiatan ijtihad
menjadi maju pesat.
1. Imam Malik
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai
dalam Islam. Dari segi umur ia dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di
negeri Hijaz tahun 93 H/713 M, dan wafat pada hari Ahad 10 Rabi'ul Awal
179 H/789 M di Madinah. Imam Malik wafat pada masa pemerintahan
Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun Ar- Rasyid. Nama lengkap Imam Malik
adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As Syabani Al Arabi bin Malik bin Abu,
Amir bin Harits, Imam Malik dikenal sebagai seorang yang berbudi mulia
dengan pikiran cerdas, pemberani, dan teguh mempertahanka kebenaran yang
diyakininya. Kedalaman ilmu menjadikan belliau amat tegas dalam
menentukan hukum syari'i.
Pada usia remaja, Malik ibn Anbas, belajar dan menghafal Al-Qur'an.
Kemudian ibunya mendorong Malik untuk belajar fiqih aliran rasional kepada
imam Rabi'ah al-Ra'yu, yang juga berasal dari Madinah. Malik juga belajar
kepada faqih yang lain, yaitu Yahya ibn Sa'id di samping belajar fiqih,Malik
ibn Anas juga mempelajari hadits-hadits Nabi,antara lain kepada
Abdurrahman ibn Hurmuz, Nafi Maula ibn Umar, Ibn Syibah al-Zuhri, dan
8
Sa'id ibn Musayyabb. Hadits-hadits yang Ia terima dari gurunya dituangkan
dalam suatu kitab yang disusunya, dan diberi nama al- Muwattha sehingga
imam Malik dikenal dengan ahl al-hadist.
Kemudian dalam mazhab Imam Malik 5 langkah itu disebut sebagai usul
khomsah. Dan para penerus Imam Malik dalam menggunakan dalil hukum
bersumber kepada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.
2. Imam Syafi'i
Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad bin Idris bin al-abbas bin
syafi' bin al-Said bin ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib Bin
Abdi Manaf. Dari pihak ibu al-Syafi'i adalah cucu saudara perempuan Ibu
sahabat Ali bin Abi Tholib. Jadi ibu dan bapak Al Syafi'i adalah dari suku
Quraisy Bapak beliau Abi Tholib jadi ibu Bu dan Bapak al-Syafi'i adalah dari
suku Quraisy. Bapak beliau berkelana dari Mekah untuk mendapatkan
kelapangan penghidupan di Madinah, lalu bersama dengan ibu al-Syafi'i
meninggalkan Madinah menuju ke Gaza, pada akhirnya beliau wafat di sana
setelah dua tahun kelahiran al-Syafi'i. Dalam catatan yang lain al-Syafi'i lahir
dalam keadaan yatim, pada bulan Rajab tahun (150 H/767 M) diGaza,
Palestina.
Pada umur 9 tahun Imam Syafi'i telah hafal Al-Qur'an. Setelah itu beliau
melanjutkan belajar bahasa Arab, hadits, dan fiqih. Diantara gurunya ialah
Imam Malik dan beliau hafal kitab al-muwatha. Setelah Imam Malik wafat,
Imam Syafi'i mulai melakukan kajian-kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-
fatwa fiqih, bahkan telah menyusun metodologi kajian fiqih. Dalam kajian
9
fiqihnya, al-Syafi'i mengemukakan pendapat bahwa hukum Islam harus
bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah serta Ijma'. Apabila ketiga sumber
ini belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas dan pasti, al-Syafi'i telah
mempelajari qaul sahabat, dan baru kemudian ijtihad dengan qiyas dan
istishab.
Cara ijtihad (istinbath) Imam Syafi'i seperti imam-imam mazhab yang
lainnya, namun al-Syafi'i disini menentukan thuruq al istinbath al-ahkam
tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya adalah; Ashal yaitu Al-Quran
dan Sunnah. Apabila tidak ada didalamnya maka beliau melakukan qiyas
terhadap keduanya. Apabila hadits telah musttashil dan sanadnya shahih,
berarti ia termasuk berkualitas. Makna hadits yang diutamakan adalah makna
zhahir, ia menolak hadis munqatha' kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn al-
Musayyab pokok (al-ashl) tidak boleh dianalogikan kepada pokok, bagi pokok
tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana (lima wa kaifa), hanya di
pertanyakan kepada cabang (furu').
Imam Syafi'i mengatakan dalam Muhammad Kamil Musa bahwa: ilmu
itu bbertingkat-tingkat. Tingkat pertama adalah Al-Quran dan Sunnah, kedua
ialah Ijma' terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Ketiga adalah qaul sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya. Keempat
adalah pendapat sahabat Nabi SAW yang antara satu dengan yang lainnya
berbeda-beda (ikhtilaf) dan kelima adalah qiyas. Dengan demikian dalil
hukum yang digunakan oleh Imam Syafi'i adalah Al-Quran, Sunnah dan Ijma'.
Sedangkan teknik Ijtihad yang digunakan adalah qiyas dan takhyir apabila
menghadapi ikhtilaf pendahulunya.
3. Imam Hambali
Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Al Syaibani dilahirkan di
Baghdad (Irak) tepatnya di kota Maru/Merv, kota kelahiran sang Ibu, pada
bulan Rabi'ul awwal tahun 164 H atau November 780 M. Nama lengkapnya
adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn As'ad Ibn Idris Ibn
Abdillah Ibn Hayyan Ibn Abdillah Ibn Anas Ibn 'Auf Ibn Qosit Ibn Mazin Ibn
Syaiban Ibn Zulal Ibn Ismail Ibn Ibrahim. Dengan kata lain, ia adalah
keturunan Arab dari suku bani syaiban, sehingga diberi laqab al-Syaibani.
10
Imam Hambali dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan
awalnya di kota tersebut sehingga usia 19 tahun (riwayat lain menyebutkan
bahwa Ahmad pergi keluar dari Bagdad pada usia 16 tahun). Pada umur yang
masih relatif muda ia sudah dapat menghafal Al-Quran. Sejak usia 16 tahun
Ahmad juga belajar hadits untuk pertama kalinya kepada Abu Yusuf, seorang
ahli al-ra'yu dan salah satu sahabat Abu Hanifah. Kemudian gurunya dalam
pemikiran fiqih ia belajar kepada Imam Syafi'i, dan Imam Hanbal banyak
mempergunakan Sunnah sebagai rujukan Beliau tergolong orang yang
mengembangkan fiqih tradisional. Dalam hidupnya Imam Hanbal banyak
mempergunakan analisis-analisis terhadap hadits-hadits Nabi dan kemudian
disusun berdasarkan sistematika isnad, sehingga karyanya Imam Hanbal
dikenal dengan sebutan kitab Musnad.
Ijtihad (istinbath) imam Ahmad ibn Hambal dijelaskan oleh Thaha Jabir
Fayadl al-Ulwani bahwa cara ijtihad imam Hambal sangat dekat dengan
ijtihad yang dipakai oleh imam Syafi'i. Selanjutnya pendapat-pendapat imam
Ahmad ibn Hambal dibangun atas lima daasar diantaranya:
a. Al-nushush dari Al-qur'an dan Sunnah, apabila telah ada ketentuan dalam
Al-qur'an dan Sunnah.
b. Jikalau tidak didapatkan dalam Al-qur'an dan Sunnah maka menukil fatwa
sahabat, dan memilih pendapat sahabat yang telah disepakati sahabat
lainnya.
c. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka memilih salah satu pendapat
yang lebih dekat kepada Al-qur'an dan Sunnah.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal menggunakan hadist mursal dan dhaif apabila
tidak ada atsar, qaul sahabat atau ijma' yang menyalahinya.
e. Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana diisyaratkan di atas tidak
didapatkan maka menganalogikan (qiyas).
f. Langkah terakhir adalah menggunakan sadd al-dzara'i yaitu melakukan
tindakan yang prepentif terhadap hal-hal yang negatif.
11
istinbat hukumnya cukup menjadi indikator bahwa dari jalur inilah pemikiran
fiqih, sahabat membentuk pemikiran fiqh Ahmad Ibn Hambal.
4. Imam Hanafi
Aliran ini berasal dari nama tokoh sentral dalam pemikiran fiqih, yaitu
Abu Hanifah al-Nu‟man ibn Tsabit ibn Zuhti (80-150 H). Abu Hanifah
mengalami kekuasaan dua dinasti Islam, yaitu masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah. Beliau hidup selama 52 tahun pada dinasti Umayyah, dan 18
tahun pada dinasti Abbasiyah. Pada awalnya beliau adalah seorang
pedagang, tetapi atas anjuran seorang ulama (al-Sya’bi), kemudian beralih
menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah tergolong sebagai generasi ketiga
setelah Nabi Muhammad SAW (at-ba’ al-tabi’in). Ia belajar fiqih kepada
ulama aliran Irak (ahl al-ra’yu). Dan karena itu pula dalam perkembangan
pemikiran fiqihnya ia merepresentasikan aliran al-ra’yu.
Abu Hanifah tidak memulai pembelajaran dari fiqih, tetapi memulai
dengan ilmu kalam sehingga hal ini yang menyokong dalam
pembentukkan metode berfikirnya yang rasional dan realistis. Pada
perkembangannya, ia dikenal dengan sebutan ahl ra’yu dalam fikih dengan
metodenya yang terkenal, yaitu istihsan.
Dalam Thaha Jabir Fayadi al-Ulwani memaparkan pembagian cara
ijtihad Abu Hanifah menjadi dua cara, yaitu cara ijtihad yang pokok dan
cara ijtihad yang merupakan tambahan, cara ijtihad (istinbath) yang pokok
yang dilakukan Abu hanifah sebagai berikut:
1) Sumber utamanya adalah merujuk kepada al-Qur'an.
2) Apabila tidak ditemukan di dalam Al-Qur'an, Ia merujuk kepada
Sunnah Nabi dan atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh orang
orang yang tsiqah.
3) Apabila tidak mendapatkan pada keduanya, Ia mencari qaul para
sahabat.
Sedangkan cara ijtihad yang tambahan menurut Ajat Sudrajat adalah:
Bahwa dilalah lafad umum (‘am) adalah qath’i, seperti lafad
khash.
Bahwa pendapat sahabat yangtidak sejalan dengan pendapat
umum adalah bersifat khusus.
12
Bahwa banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat
(rajih).
Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat
dan shifat.
Bahwa apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang
dijadikan dalil adalah perbuatannya bukan riwayatnya.
Mendahulukan qiyas jali atas khabar ahad yang
dipertentangkan.
Menggunakan istihsan dan meninggalkan qiyas apabila
diperlukan.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tabiin adalah orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru
kepadanyanya, tidak bertemu dengan Nabi SAW dan tidak pula semasa
dengan Nabi SAW. Menurut Hasbi Ashishiddiqie: 1989, dan tabiin menurut
Ibnu Hajar al-Asqalany adalah orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan
beriman dan mati dalam Islam. Sedangkan Tabi'ut Tabi'in adalah generasi
setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman
sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup sahabat
Nabi.
Terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam era Tabi'it Tabi'in ini,
diantaranya Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Hambali, dan Imam Hanafi.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. (2002). Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saputra, Askar. (2018). Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal
Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1, 16-37.
16