Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM ERA

TABI’IN DAN ERA TABI’IT TABI’IN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Fiqih


Dosen Pengampu : H. Mohammad Zubaidi Sujiman, LC. M. AG

Disusun oleh Kelompok 4 :


1. Nama : Kusuma Devi Putri Ayu
NIM : 2110610032
2. Nama : Fita Ariani
NIM : 2110610033
Kelas : B2TMR

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi
Fiqh yang berjudul “ Sejarah Perkembangan Hukum Islam era Tabi'in dan Sejarah
Perkembangan Hukum Islam era Tabi'it dan Tabi'in " ini dengan baik.

Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW semoga kita menjadi umat yang kelak mendapatkan syafa’atnya
sehingga kita termasuk umat yang bersama-sama masuk surga bersama Beliau.
Aamiin

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada Bapak Mohammad Zubaidi
Sujiman,, Lc., M. Ag. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metodologi Studi Fiqh
yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
seluruh pihak yang terkait dalam pembuatan makalah yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Kudus, 26 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................2

1.3. Tujuan Pembahasan ......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

A. Pengertian dari Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in ......................................................3

B. Perkembangan Hukum Islam Era Tabi'in ......................................................4

C. Perkembangan Hukum Islam di Era Tabi'it Tabi'in ........................................6

D. Tokoh-tokoh yang berperan di Era Tabi'it Tabi'in ..........................................8

BAB III PENUTUP ..................................................................................................14

A. Kesimpulan .....................................................................................................14

B. Saran .................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hadis merupakan salah satu sumber pokok penetapan hukum dalam


Islam, dan hadis nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam yang
kenyataannya tak dapat diragukan lagi. Diketahui bahwa hukum yang dipakai
dan berlaku dalam Islam adalah berdasarkan wahyu Allah yang telah
dikodifikasikan di dalam Al-qur‟an. Dalam ayat-ayat Al-qur‟an banyak
mengandung dasar-dasar hukum, baik mengenai ibadah dan hidup
berkemasyarakatan kemudian disebut dengan ayat al-ahkam. Terdapat juga
Sunnah, sedangkan sunah sendiri adalah segala sesuatu yang bersumber atau
didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
atau taqrirnya sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an. Sejarah
perjalanan hadits tidak terlepas dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.

Pada zaman sahabat hadis-hadis nabi disampaikan dari mulut ke mulut.


Pada masa itu mereka belum terdorong membukukanya dan kekuatan hafalan
sahabat pun telah diakui sejarah. Pada masa setelah Sahabat adalah tabi'in dan
tabi'it tabi'in yang menyampaikan hadits-hadits nabi dan mereka mulai
membukukan hadits-hadits agar tidak hilang dari perubahan zaman.

Para sahabat tabi'in dan tabi'it tabi'in dalam meriwayatkan hadits, sangat
adil dan tidak ada pertentangan di antara mereka pada masa hidup mereka.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang sejarah perkembangan
hukum Islam tabi'it dan tabi'in.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian dari Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in?


2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hukum Islam Era Tabi'in?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hukum Islam Era Tabi'it Tabi'in?
4. Siapa Saja yang berperan di Era Tabi'it Tabi'in?

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui Pengertian Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in


2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Hukum Islam Era Tabi'in
3. Mengetahui Sejarah Perkembangan Hukum Islam Era Tabi'it Tabi'in
4. Mengetahui Tokoh-Tokoh Yang Berperan di Era Tabi'it Tabi'in

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in

Menurut bahasa, tabiin merupakan bentuk jamak dari kata tab'i atau
tabi'un. Sedangkan tabi adalah Isim fa'il dari kata tabi'a yang bermakna
berjalan dibelakangnya.

Sedangkan menurut istilah, tabiin memiliki beberapa definisi yang


bersumber dari para ahli hadis. Dalam hal ini diantara pengertian tabiin
menurut istilah yang dikemukakan oleh para ahli hadis. Tabiin adalah orang
Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanyanya, tidak
bertemu dengan Nabi SAW dan tidak pula semasa dengan Nabi SAW.
Menurut Hasbi Ashishiddiqie: 1989, dan tabiin menurut Ibnu Hajar al-
Asqalany adalah orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan beriman dan
mati dalam Islam.

Menurut Abdul Aziz Dahlan, yang dinamakan dengan tabiin adalah


harus berjumpa dengan sahabat Nabi SAW sekalipun dengan sahabat yang
termuda (singar al-sahabah), harus beriman dan meninggal dalam keadaan
beragama Islam, dan pertemuan dengan sahabat Rasulullah SAW bukan hanya
sekedar berjumpa dan beriman tetapi harus betul-betul bergaul.

Adapun keistimewaan dari tabiin tersebut yaitu telah menggantikan


kedudukan sahabat dalam mengembang tugas keilmuan dan keagamaan. Oleh
karena itu, mereka patut menerima penghargaan dan penghormatan serta
pengakuan tentang keridaan Allah Swt kepada mereka.

Sedangkan Tabi'ut Tabi'in atau Atbaut Tabi'in berasal dari bahasa


Arab yaitu (‫ )تابع التابعين‬adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in,
adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak
mengalami masa hidup sahabat Nabi. Tabi'ut Tabi'in disebut juga sebagai
murid dari Tabi'in. Menurut banyak literasi Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah
orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan
3
sampai wafatnya beragama Islam. Kemudian terdapat juga yang mengatakan
bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya.
Karena Tabi'in yang terakhir wafat sekitar 110-120 Hijriah.

Tabi'it Tabi'in, atau pengikut Tabi'in adalah generasi ketiga umat muslim
sesudah generasi Tabi'in dan generasi sahabat Rasulullah SAW. Di antara
generasi tersebut ada yang merupakan anak dari Tabi'in atau cucu dari sahabat
Rasulullah SAW.

B. Sejarah Perkembangan Hukum Islam era Tabi'in

Hukum dalam Islam bertujuan untuk mengatur kepentingan manusia


untuk memperoleh kemaslahatan dalam hidupnya, maka pemikiran dalam
hukum Islam senantiasa terus berkembang dan berjalan seiring dengan gerak
laju perkembangan umat Islam itu sendiri. Hukum dalam Islam pastinya
bersumber kepada Al-qur‟an dan Hadist sehingga semuanya sudah dijelaskan
dan ditentukan secara gamblang dalam sumber tersebut. Dinamika
perkembangan pemikiran dalam hukum Islam pada masa Tabi‟in ini
mengalami masa keemasan karena banyak pembaharuan-pembaharuan dalam
istinbath al-ahkam/pengambilan hukum. Disini merupakan titik dari kemajuan
ilmu pengetahuan dalam dunia Islam khususnya di dalam hukum Islam.

Pada masa Tabi‟in pengambilan hukum Islam mempunyai banyak


variasi sebab di setiap masa-masanya selalu ada pembaharuan dalam istinbath
al-ahkam variasi disini arahnya terdapat perbedaan dari setiap madzhab. Hal
ini tidak terjadi masalah karena dengan adanya perbedaan ini bahwa ilmu
pengetahuan tentang Islam sangat luas sehingga perbedaan-perbedaan ini tidak
masalah dalam dunia Islam. Melihat sejarahnya kemajuan-kemajuan dalam
dunia Islam terjadi adanya aliran-aliran politik secara implisit mendorong
terbentuknya aliran hukum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: perluasan wilayah dan perbedaan penggunaan Ra’yu.

Setelah berakhirnya masa khulafaurrasyidin, masa selanjutnya adalah


zaman tabi‟in. Pada masa ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan
munculnya aliran-aliran politik secara implisit mendorong terbentuknya aliran

4
hukum. Diantara faktor-faktor yang mendorong perkembangan hukum Islam
sebagai berikut: 1) Perluasan wilayah, dimana ekspansi dunia Islam sudah
dilakukan sejak zaman khalifah, hal ini dilihat dari meluasnya wilayah di
jazirah Arab bahkan sampai meluas ke Afrika, Asia, dan Asia kecil.
Banyaknya daerah baru yang dikuasi berarti banyak pula persoalan yang
diahdapi oleh umat Islam. Persoalan tersebut perlu diselesaikan berdasarkan
Islam karena agama khanif ini merupakan petunjuk bagi manusia.

Perkembangan hukum Islam, karena semakin luas wilayah yang


dikuasai berarti semakin banyak juga penduduk di negeri muslim dan semakin
banyak penduduk, semakin banyak pula persoalan hukum yang harus
diselesaikan. 2) perbedaan penggunaan ra’yu, pada fase tabi‟in corak
pemikiran fuqaha (ahli hukum Islam) dibedakan menjadi dua; yaitu madzhab
atau aliran hadits (madrasah al-hadits) dan aliran al-ra’yu (madrasah al-
ra’yu). Aliran hadits ini merupakan golongan yang lebih banyak
menggunakan riwayat dan sangat hati-hati dalam penggunaan ra’yu
(penalaran/pemikiran), sedangkan aliran ra’yu lebih banyak menggunakan
ra’yu dibanding dengan aliran hadits. Munculnya dua aliran pemikiran hukum
Islam itu semakin mendorong perkembangan ikhtilaf dan pada saat yang sama
semakin mendorong perkembangan hukum Islam.

Dari masing-masing aliran memiliki pendapat tersendiri dan memiliki


murid serta pengikut tersendiri. Secara tidak langsung terbentuknya aliran ini
membuktikan bahwa dalam Islam terdapat kebebasan berpikir dan masing-
masing saling bertoleransi/saling menghargai perbedaan itu. Perbedaan itu
tidak menjadi penghalang dalam kebersamaan dan ukhwah islamiyah. Secara
umum masa tabi‟in dalam penetapan dan penerapan hukum mengikuti
langkah-langkah yang telah dilakukan oleh sahabat dalam istinbath al-ahkam.
Langkah-langkah mereka yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mencari ketentuannya didalam Al-qur'an.


2. Apabila ketentuannya tidak didalam Al-qur'an jadi dicari didalam Sunnah.
3. Apabila tidak didapatkan dalam Al-qur'an dan Sunnah, mereka kembali
pada pendapat sahabat.

5
4. Apabila pendapat sahabat tidak diperoleh maka berijtihad.

Dengan demikian, dasar-dasar hukum Islam pada periode ini adalah; Al-
qur‟an, Sunnah, Ijma‟, dan pendapat sahabat (Ijtihad).

Dalam pembentukan madzhab dilihat dari semakin berkembangnya ilmu


pengetahuan, pada fase ini dikatakan sebagai zaman keemasan dalam sejarah
perkembangan hukum Islam. Faktor utama yang mendorong perkembangan
hukum Islam adalah karena berkembangannya ilmu pengetahuan di dunia
Islam. Berkembang pesat ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh
beberapa hal yaitu;

 Pertama, banyaknya mawali yang masuk Islam. Dimana Islam telah


menguasai pusat-pusat peradaban Yunani: Antioch dan Bactra.
 Kedua, berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan.
 Ketiga, adanya upaya umat Islam untuk melestarikan Al-qur'an dengan
dua cara yaitu dicatat (mushaf) dan dihafal.

Terdapat para fuquha yang terkenal dan memiliki murid dan pengikut
sampai sekarang, hanya beberapa diantaranya; Abu Hanifah, Malik ibn Annas,
Muhammad ibn Idris al-Syafi'i, dan Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.
Keempat fuquha ini dengan pengikutnya kemudia terkenal dalam madzhab
pemikiran fiqih dengan sebutan; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah, dan
Hanbaliyah.

C. Perkembangan hukum Islam era Tabi'it Tabi'in

Pada awalnya kondisi hukum pada masa ini berjalan pada kekuatan
yang komprehensif, melangkah dalam wilayah yang luas, tampak dalam
pelataran yang indah dan pembahasan ilmiah yang telah menyalakan semangat
semula sehingga pada waktu itu hukum hampir menjadi kesatuan yang
independen dalam keistimewaan dan kematangan yang sempurna, memiliki
cakupan yang luas dalam kesulitan dan tangkapannya, dapat menyusun
percerai-beraian, membantu perjuangan dalam menampakan ketersembunyian,
serta menguatkan kan kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya.

6
Era Tabi'it Tabi'in juga biasa dikenal sebagai masa Imam mazhab.
Pemikiran hukum Islam dalam masa Imam mazhab mengalami dinamika yang
sangat kaya dan disertai dengan perumusan usul Fiqh secara metodologis.
Artinya terdapat kesadaran mengenai cara pemecahan hukum tertentu sebagai
metode yang khas. Berbagai perdebatan sumber hukum dan kaidah hukum
melahirkan berbagai macam konsep Ushul Fiqh. Dimulai pada peralihan abad
ke-7 ke abad ke-8 Hijriyah, sejumlah pakar memberikan sumbangan luar biasa
kepada disiplin ilmu fiqih, sehingga merangsang kemunculan berbagai tradisi
atau mazhab pakar-pakar terpenting-terpenting dalam tradisi tradisi sunni ini
seperti Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, Muhammad Ibn Idris al-Syafi'i dan
Ahmad Ibn Hambal yang dinisbahkan kepada mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i,
dan Hambali.

Hukum islam bermula dari pendapat perseorangan terhadap


pemahaman nash atau pendapat perseorangan tentang upaya penemuan hukum
terhadap sesuatu kejadian yang ada. Kemudian pendapat tersebut akan diikuti
oleh orang lain atau yang memiliki murid dengan jumlah banyak, Setelah itu
menjadi sebuah metode dalam pendapat yang dianggap baku dan disebutlah
sebagai mazhab. Seluruh mazhab tersebut tersebar ke seluruh pelosok negara
yang berpenduduk muslim. Selain itu, syari'at Islam juga akan ikut tersebar ke
pelosok dunia bersamaan dengan tersebarnya mazhab-mazhab tersebut.

Seiring di tengah-tengah pesatnya perhatian ulama terhadap fiqih dan


munculnya kajian-kajian tentang fiqih, pada awal tahun 300-an hijriyah mulai
terjadi pemasungan pendapat. Misalnya seperti Khalifah al-Makmun, al-
mu'tashim, dan al-watsiq yang berusaha keras untuk memaksakan ideologi
Mu'tazilah, padahal para ulama dan fuqaha berada diluar dukungan itu.
Mereka juga mengancam al-Makmun atas dukungannya terhadap Mu'tazilah.
Dr. Farouq Abu Zaid menyebutkan bahwa kondisi Islam mengalami
kerapuhan sejak abad 14 M sampai jatuhnya Baghdad yang juga membawa
kerapuhan terhadap kondisi fiqih. Akibatnya pintu ijtihad tertutup dan
terbelenggu oleh akal pikiran. Hal tersebut merupakan akibat logis dari
hilangnya kebebasan berpikir dan kesibukan masyarakat dalam kehidupan
materialitis. Oleh karena itu, berkembanglah semangat taaklid di kalangan
7
fuqaha dalam menghadapi masalah kasus hukum, mereka tidak menggunakan
akal pikiran, tapi lebih mengikat pada pendapat-pendapat ulama pendahulunya.

Pada masa ini imam mujtahid dan kekuasaan Islam meluas ke daerah-
daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan
bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak diantara ulama
yang bertebaran daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula Penduduk
daerah tersebut yang masuk Islam. Semakin kompleksnya persoalan-persoalan
hukum yang ketetapannya tidak dijumpai di dalam Al-quran dan hadis. Karena
itu ulama-ulama yang tinggal di daerah tersebut melakukan ijtihad, mencari
ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat Al-
Qur'an dan hadis Nabi. Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidangnya Pada masa itu, kegiatan ijtihad
menjadi maju pesat.

D. Tokoh-tokoh yang berperan di era Tabi'it Tabi'in

1. Imam Malik
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai
dalam Islam. Dari segi umur ia dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di
negeri Hijaz tahun 93 H/713 M, dan wafat pada hari Ahad 10 Rabi'ul Awal
179 H/789 M di Madinah. Imam Malik wafat pada masa pemerintahan
Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun Ar- Rasyid. Nama lengkap Imam Malik
adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As Syabani Al Arabi bin Malik bin Abu,
Amir bin Harits, Imam Malik dikenal sebagai seorang yang berbudi mulia
dengan pikiran cerdas, pemberani, dan teguh mempertahanka kebenaran yang
diyakininya. Kedalaman ilmu menjadikan belliau amat tegas dalam
menentukan hukum syari'i.
Pada usia remaja, Malik ibn Anbas, belajar dan menghafal Al-Qur'an.
Kemudian ibunya mendorong Malik untuk belajar fiqih aliran rasional kepada
imam Rabi'ah al-Ra'yu, yang juga berasal dari Madinah. Malik juga belajar
kepada faqih yang lain, yaitu Yahya ibn Sa'id di samping belajar fiqih,Malik
ibn Anas juga mempelajari hadits-hadits Nabi,antara lain kepada
Abdurrahman ibn Hurmuz, Nafi Maula ibn Umar, Ibn Syibah al-Zuhri, dan

8
Sa'id ibn Musayyabb. Hadits-hadits yang Ia terima dari gurunya dituangkan
dalam suatu kitab yang disusunya, dan diberi nama al- Muwattha sehingga
imam Malik dikenal dengan ahl al-hadist.

Cara ijtihad (istinbath) Imam Malik melalui langkah-langkah ijtihad sebagai


berikut:

 Mengambil dari Al-Qur'an.


 Menggunakan Zhahir Al-Quran yaitu lafadz-lafadz yang umum (sunnah
Nabi).
 Menggunakan dalil Al-Qur'an yaitu mafhum al-muwafaqah.
 Menggunakan mafhum Al-Qur'an yaitu mafhum mukhalafah.
 Menggunakan menggunakan tanbih Al-Qur'an yaitu memperhatikan illat.

Kemudian dalam mazhab Imam Malik 5 langkah itu disebut sebagai usul
khomsah. Dan para penerus Imam Malik dalam menggunakan dalil hukum
bersumber kepada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

2. Imam Syafi'i
Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad bin Idris bin al-abbas bin
syafi' bin al-Said bin ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib Bin
Abdi Manaf. Dari pihak ibu al-Syafi'i adalah cucu saudara perempuan Ibu
sahabat Ali bin Abi Tholib. Jadi ibu dan bapak Al Syafi'i adalah dari suku
Quraisy Bapak beliau Abi Tholib jadi ibu Bu dan Bapak al-Syafi'i adalah dari
suku Quraisy. Bapak beliau berkelana dari Mekah untuk mendapatkan
kelapangan penghidupan di Madinah, lalu bersama dengan ibu al-Syafi'i
meninggalkan Madinah menuju ke Gaza, pada akhirnya beliau wafat di sana
setelah dua tahun kelahiran al-Syafi'i. Dalam catatan yang lain al-Syafi'i lahir
dalam keadaan yatim, pada bulan Rajab tahun (150 H/767 M) diGaza,
Palestina.
Pada umur 9 tahun Imam Syafi'i telah hafal Al-Qur'an. Setelah itu beliau
melanjutkan belajar bahasa Arab, hadits, dan fiqih. Diantara gurunya ialah
Imam Malik dan beliau hafal kitab al-muwatha. Setelah Imam Malik wafat,
Imam Syafi'i mulai melakukan kajian-kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-
fatwa fiqih, bahkan telah menyusun metodologi kajian fiqih. Dalam kajian
9
fiqihnya, al-Syafi'i mengemukakan pendapat bahwa hukum Islam harus
bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah serta Ijma'. Apabila ketiga sumber
ini belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas dan pasti, al-Syafi'i telah
mempelajari qaul sahabat, dan baru kemudian ijtihad dengan qiyas dan
istishab.
Cara ijtihad (istinbath) Imam Syafi'i seperti imam-imam mazhab yang
lainnya, namun al-Syafi'i disini menentukan thuruq al istinbath al-ahkam
tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya adalah; Ashal yaitu Al-Quran
dan Sunnah. Apabila tidak ada didalamnya maka beliau melakukan qiyas
terhadap keduanya. Apabila hadits telah musttashil dan sanadnya shahih,
berarti ia termasuk berkualitas. Makna hadits yang diutamakan adalah makna
zhahir, ia menolak hadis munqatha' kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn al-
Musayyab pokok (al-ashl) tidak boleh dianalogikan kepada pokok, bagi pokok
tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana (lima wa kaifa), hanya di
pertanyakan kepada cabang (furu').
Imam Syafi'i mengatakan dalam Muhammad Kamil Musa bahwa: ilmu
itu bbertingkat-tingkat. Tingkat pertama adalah Al-Quran dan Sunnah, kedua
ialah Ijma' terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Ketiga adalah qaul sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya. Keempat
adalah pendapat sahabat Nabi SAW yang antara satu dengan yang lainnya
berbeda-beda (ikhtilaf) dan kelima adalah qiyas. Dengan demikian dalil
hukum yang digunakan oleh Imam Syafi'i adalah Al-Quran, Sunnah dan Ijma'.
Sedangkan teknik Ijtihad yang digunakan adalah qiyas dan takhyir apabila
menghadapi ikhtilaf pendahulunya.
3. Imam Hambali
Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Al Syaibani dilahirkan di
Baghdad (Irak) tepatnya di kota Maru/Merv, kota kelahiran sang Ibu, pada
bulan Rabi'ul awwal tahun 164 H atau November 780 M. Nama lengkapnya
adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn As'ad Ibn Idris Ibn
Abdillah Ibn Hayyan Ibn Abdillah Ibn Anas Ibn 'Auf Ibn Qosit Ibn Mazin Ibn
Syaiban Ibn Zulal Ibn Ismail Ibn Ibrahim. Dengan kata lain, ia adalah
keturunan Arab dari suku bani syaiban, sehingga diberi laqab al-Syaibani.

10
Imam Hambali dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan
awalnya di kota tersebut sehingga usia 19 tahun (riwayat lain menyebutkan
bahwa Ahmad pergi keluar dari Bagdad pada usia 16 tahun). Pada umur yang
masih relatif muda ia sudah dapat menghafal Al-Quran. Sejak usia 16 tahun
Ahmad juga belajar hadits untuk pertama kalinya kepada Abu Yusuf, seorang
ahli al-ra'yu dan salah satu sahabat Abu Hanifah. Kemudian gurunya dalam
pemikiran fiqih ia belajar kepada Imam Syafi'i, dan Imam Hanbal banyak
mempergunakan Sunnah sebagai rujukan Beliau tergolong orang yang
mengembangkan fiqih tradisional. Dalam hidupnya Imam Hanbal banyak
mempergunakan analisis-analisis terhadap hadits-hadits Nabi dan kemudian
disusun berdasarkan sistematika isnad, sehingga karyanya Imam Hanbal
dikenal dengan sebutan kitab Musnad.
Ijtihad (istinbath) imam Ahmad ibn Hambal dijelaskan oleh Thaha Jabir
Fayadl al-Ulwani bahwa cara ijtihad imam Hambal sangat dekat dengan
ijtihad yang dipakai oleh imam Syafi'i. Selanjutnya pendapat-pendapat imam
Ahmad ibn Hambal dibangun atas lima daasar diantaranya:
a. Al-nushush dari Al-qur'an dan Sunnah, apabila telah ada ketentuan dalam
Al-qur'an dan Sunnah.
b. Jikalau tidak didapatkan dalam Al-qur'an dan Sunnah maka menukil fatwa
sahabat, dan memilih pendapat sahabat yang telah disepakati sahabat
lainnya.
c. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka memilih salah satu pendapat
yang lebih dekat kepada Al-qur'an dan Sunnah.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal menggunakan hadist mursal dan dhaif apabila
tidak ada atsar, qaul sahabat atau ijma' yang menyalahinya.
e. Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana diisyaratkan di atas tidak
didapatkan maka menganalogikan (qiyas).
f. Langkah terakhir adalah menggunakan sadd al-dzara'i yaitu melakukan
tindakan yang prepentif terhadap hal-hal yang negatif.

Dengan demikian, maka dapat diasumsikan bahwa keteguhan Ahmad Ibn


Hambal dalam mengedepankan fatwa-fatwa sahabat sebagai rujukan dalam

11
istinbat hukumnya cukup menjadi indikator bahwa dari jalur inilah pemikiran
fiqih, sahabat membentuk pemikiran fiqh Ahmad Ibn Hambal.
4. Imam Hanafi
Aliran ini berasal dari nama tokoh sentral dalam pemikiran fiqih, yaitu
Abu Hanifah al-Nu‟man ibn Tsabit ibn Zuhti (80-150 H). Abu Hanifah
mengalami kekuasaan dua dinasti Islam, yaitu masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah. Beliau hidup selama 52 tahun pada dinasti Umayyah, dan 18
tahun pada dinasti Abbasiyah. Pada awalnya beliau adalah seorang
pedagang, tetapi atas anjuran seorang ulama (al-Sya’bi), kemudian beralih
menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah tergolong sebagai generasi ketiga
setelah Nabi Muhammad SAW (at-ba’ al-tabi’in). Ia belajar fiqih kepada
ulama aliran Irak (ahl al-ra’yu). Dan karena itu pula dalam perkembangan
pemikiran fiqihnya ia merepresentasikan aliran al-ra’yu.
Abu Hanifah tidak memulai pembelajaran dari fiqih, tetapi memulai
dengan ilmu kalam sehingga hal ini yang menyokong dalam
pembentukkan metode berfikirnya yang rasional dan realistis. Pada
perkembangannya, ia dikenal dengan sebutan ahl ra’yu dalam fikih dengan
metodenya yang terkenal, yaitu istihsan.
Dalam Thaha Jabir Fayadi al-Ulwani memaparkan pembagian cara
ijtihad Abu Hanifah menjadi dua cara, yaitu cara ijtihad yang pokok dan
cara ijtihad yang merupakan tambahan, cara ijtihad (istinbath) yang pokok
yang dilakukan Abu hanifah sebagai berikut:
1) Sumber utamanya adalah merujuk kepada al-Qur'an.
2) Apabila tidak ditemukan di dalam Al-Qur'an, Ia merujuk kepada
Sunnah Nabi dan atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh orang
orang yang tsiqah.
3) Apabila tidak mendapatkan pada keduanya, Ia mencari qaul para
sahabat.
Sedangkan cara ijtihad yang tambahan menurut Ajat Sudrajat adalah:
 Bahwa dilalah lafad umum (‘am) adalah qath’i, seperti lafad
khash.
 Bahwa pendapat sahabat yangtidak sejalan dengan pendapat
umum adalah bersifat khusus.
12
 Bahwa banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat
(rajih).
 Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat
dan shifat.
 Bahwa apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang
dijadikan dalil adalah perbuatannya bukan riwayatnya.
 Mendahulukan qiyas jali atas khabar ahad yang
dipertentangkan.
 Menggunakan istihsan dan meninggalkan qiyas apabila
diperlukan.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tabiin adalah orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru
kepadanyanya, tidak bertemu dengan Nabi SAW dan tidak pula semasa
dengan Nabi SAW. Menurut Hasbi Ashishiddiqie: 1989, dan tabiin menurut
Ibnu Hajar al-Asqalany adalah orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan
beriman dan mati dalam Islam. Sedangkan Tabi'ut Tabi'in adalah generasi
setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman
sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup sahabat
Nabi.

Sejarah Perkembangan Hukum Islam era Tabi'in Hukum dalam Islam


bertujuan untuk mengatur kepentingan manusia untuk memperoleh
kemaslahatan dalam hidupnya, maka pemikiran dalam hukum Islam
senantiasa terus berkembang dan berjalan seiring dengan gerak laju
perkembangan umat Islam itu sendiri. Hukum dalam Islam pastinya
bersumber kepada Al-qur‟an dan Hadist sehingga semuanya sudah dijelaskan
dan ditentukan secara gamblang dalam sumber tersebut. Diantara faktor-faktor
yang mendorong perkembangan hukum Islam sebagai berikut: Perluasan
wilayah, dimana ekspansi dunia Islam sudah dilakukan sejak zaman khalifah,
hal ini dilihat dari meluasnya wilayah di jazirah Arab bahkan sampai meluas
ke Afrika, Asia, dan Asia kecil.

Perkembangan hukum Islam era Tabi'it Tabi'in Pada awalnya kondisi


hukum pada masa ini berjalan pada kekuatan yang komprehensif, melangkah
dalam wilayah yang luas, tampak dalam pelataran yang indah dan pembahasan
ilmiah yang telah menyalakan semangat semula sehingga pada waktu itu
hukum hampir menjadi kesatuan yang independen dalam keistimewaan dan
kematangan yang sempurna, memiliki cakupan yang luas dalam kesulitan dan
tangkapannya, dapat menyusun percerai-beraian, membantu perjuangan dalam
menampakan ketersembunyian, serta menguatkan kan kaidah-kaidah istinbat
14
hukum dan teknis penerapannya. Pemikiran hukum Islam dalam masa Imam
mazhab mengalami dinamika yang sangat kaya dan disertai dengan perumusan
usul Fiqh secara metodologis. Pada masa ini imam mujtahid dan kekuasaan
Islam meluas ke daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan
berbahasa Arab atau bukan bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-
beda.

Terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam era Tabi'it Tabi'in ini,
diantaranya Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Hambali, dan Imam Hanafi.

B. Saran

Dalam upaya untuk mengembangkan ajaran Islam, sebaiknya kita sebagai


umat muslim juga belajar dari para Tabi'in dan tabi'it tabi'in dalam
mengembangkan ajaran Islam, dari yang sederhana saja kita bisa bergabung
dengan komunitas dakwah dan bisa juga memperdalam ilmunya. Maka dari itu,
marilah kita bersama-sama dalam memajukan ajaran Islam di era masa
sekarang ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. (2002). Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mubarok, Jaih. (2000). Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Fauzi. (2018). Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Prenadamedia Group.

Abdillah, Nanang. (2014). Madzhab Dan Faktor Penyebab Terjadinya


Perbedaan. Jurnal Fikroh Vol. 8 No. 1 Juli.

Saputra, Askar. (2018). Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal
Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1, 16-37.

16

Anda mungkin juga menyukai