Anda di halaman 1dari 25

APLIKASI PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Persamaan Diferensial


Dosen Pengampu : Rizqona Maharani, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 1 – B3TMR

1. Maulida Afifah Afra Umatullah


NIM : 2110610030

2. Khansa Mawartika Hilman


NIM : 2110610036

3. Dian Ayu Sholikhah


NIM : 2110610038

4. Aura Diva Azzahra


NIM : 2110610042

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

TAHUN 2022
Jl. Conge Ngembalrejo Kotak Pos 51 Kudus 59322 Telp. (0291) 438818 Fax. 441613
E-Mail:kudus.iain@gmail.com Website:www.iainkudus.ac.id
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
semua rahmat dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tugas mata kuliah Persamaan Difarensial yang berjudul Aplikasi Persamaan Diferensial Orde
Satu.
Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad
SAW, semoga kita menjadi umat yang kelak mendapatkan syafa’atnya sehingga kita termasuk
umat yang bersama-sama masuk surga bersama beliau. Amin.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Rizqona Maharani, M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah Persamaan Diferensial, yang telah membimbing dan meluangkan waktu
untuk membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Serta penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak sekali kesulitan yang dihadapi penulis dalam
penulisan makalah ini, namun berkat bantuan dan bimbingan dari Ibu Dosen serta beberapa
pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan baik. Penulis mengemukakan bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kudus, 08 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3
A. Trayektori Orthogonal dan Oblique ................................................................................. 3
B. Masalah Dalam Mekanik.................................................................................................. 9
BAB III : PENUTUP ............................................................................................................... 21
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persamaan diferensial (PD) orde satu merupakan bentuk PD yang paling sederhana,
karena hanya melibatkan turunan pertama dari suatu fungsi yang tidak diketahui. Jikadalam
persamaan tersebut variabel bebas dan variabel tak bebasnya berada pada sisi yang berbeda
dari tanda persamaannya, maka disebut PD yang terpisah dan untuk menentukan
selesaiannya tinggal diintegralkan. Jika tidak demikian, maka disebut PD tak terpisah. Suatu
PD orde satu yang tak terpisah biasanya dapat dengan mudah dijadikan PD terpisah melalui
penggantian (substitusi) dari salah satu variabelnya.

Inti matematika terapan adalah untuk memecahkan persoalan berkaitan dengan fenomena
alam ke dalam bahasa matematika atau dapat dikatakan permodelan matematika
(Lumbantoruan, 2019d).

Berkaitan fenomena alam, orang-orang tidak jarang memerlukan permodelan matematika


dari masalah-masalah yang akan dihadapi (Lumbantoruan, 2018a). Banyak persoalan
matematika dari gejala-gejala alam yang model matematiknya dapat diterapkan dalam bentuk
persamaan diferensial orde satu. Model matematika yang diperoleh ini penyelesaiannya dapat
dicari dengan metode yang sesuai dengan persoalan yang diketahui (Lumbantoruan, 2015).

Hingga sekarang belum ditemukan cara terbaik dalam memformulasikan model


matematika. Hambatan dalam memformulasikan model matematiknya adalah fenomena baru
(new Phenomena) yang bersifat tidak rutin dan sering melibatkan beberapa variabel
(Lumbantoruan, 2016). Dalam memformulasikan model matematika suatu gejala-gejala alam
dibutuhkan dasar pengetahuan serta kemampuan yang lebih kompleks. Salah satu cara dalam
mempelajari model matematik ini dengan menelaah contoh-contoh penyusunan model
matematika yang telah dikemukakan oleh para ahli. Seperti contoh:

Pertumbuhan dan Peluruhan

Misalkan N adalah jumlah kuantitas atau kualitas sesuatu dalam waktu t, maka perubahan
dapat kita sebut bertambah sama dengan pertumbuhan dan berkurang sama dengan peluruhan
yang berbanding lurus dengan kuatitas N, dengan kata lain (Lumbantoruan, 2017):

1
𝑑𝑁
− 𝐾𝑁 = 0
𝑑𝑡

Sebenarnya masih banyak contoh aplikasi persamaan diferensial orde satu dalam
kehidupan sehari-hari, seperti masalah benda jatuh, gaya gesek, perkembangan populasi, dan
sebagainya. Dan ada beberapa aplikasi yang akan dijelaskan lebih rinci di dalam pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep serta penyelesaian trayektori orthogonal dan oblique?
2. Bagaimana penerapan aplikasi persamaan diferensial orde satu?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui konsep serta penyelesaian trayektori orthogonal dan oblique
2. Mengetahui penerapan aplikasi persamaan diferensial orde satu

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trayektori Orthogonal dan Oblique


1. Trayektori Ortogonal
Definisi

F (x, y, c) = 0 (1.1)

Menjadi keluarga satu-parameter yang diberikan dari kurva di bidang xy. Sebuah kurva
yang memotong kurva keluarga (3.1) di sudut kanan disebut lintasan ortogonal dari
keluarga yang diberikan.

➢ Contoh 3.1
Tentukan keluarga lingkaran dari

x² + y² = c² (1.2)

dengan pusat di titik asal dan jari-jari c. Setiap garis lurus melalui titik asal,

y = kx, (1.3)

adalah lintasan ortogonal dari keluarga lingkaran (1.2). Sebaliknya, setiap lingkaran
keluarga (1.2) adalah lintasan ortogonal dari keluarga garis lurus (1.3). Keluarga (1.2) dan
(1.3) adalah lintasan ortogonal satu sama lain. Pada Gambar 3.1 beberapa anggota
keluarga lingkaran (1.2), digambar dengan kuat, dan beberapa anggota keluarga garis
lurus (1.3), digambar dengan garis putus-putus, diperlihatkan.

Masalah menemukan lintasan ortogonal dari keluarga kurva tertentu muncul dalam
banyak situasi fisik. Misalnya, dalam medan listrik dua dimensi, garis gaya (garis fluks)
dan kurva ekuipotensial adalah lintasan ortogonal satu sama lain.

Selanjutnya menemukan lintasan ortogonal dari keluarga kurva

F (x, y, c) = 0 (1.1)

Kami memperoleh persamaan diferensial dari keluarga (1.1) dengan terlebih dahulu
membedakan persamaan (1.1) secara implisit terhadap x dan kemudian menghilangkan
parameter c antara persamaan turunan yang diperoleh dan persamaan yang diberikan (1.1)

3
itu sendiri. Kami berasumsi bahwa persamaan diferensial yang dihasilkan dari keluarga
(1.1) dapat dinyatakan dalam bentuk

𝑑𝑦
= f(x, y). (1.4)
𝑑𝑥

Jadi kurva C dari keluarga yang diberikan (1.1) yang melalui titik (x, y) memiliki
kemiringan f(x, y) di sana. Karena lintasan ortogonal dari keluarga yang diberikan
memotong setiap kurva keluarga pada sudut siku-siku, kemiringan lintasan ortogonal ke
C di (x, y) adalah

1
𝑓(𝑥, 𝑦)

Jadi persamaan diferensial dari keluarga lintasan ortogonal adalah

𝑑𝑦 1
= (1.5)
𝑑𝑥 𝑓 (𝑥,𝑦)

Keluarga satu parameter

G (x, y, c) = 0

atau

y = F (x,c)

dari solusi persamaan diferensial (1.5) mewakili keluarga lintasan ortogonal dari keluarga
asli (1.1), kecuali mungkin untuk lintasan tertentu yang merupakan garis vertikal.

Kami merangkum prosedur ini sebagai berikut:

Langkah-langkah untuk menemukan lintasan ortogonal dari keluarga kurva yang


diberikan
4
Langkah 1. Dari persamaan

F (x, y, c) = 0

dari keluarga kurva yang diberikan, temukan persamaan diferensial

𝑑𝑦
= −𝑓(𝑥, 𝑦) (1.4)
𝑑𝑥

dari keluarga ini.

Langkah 2. Dalam persamaan diferensial dy/dx = f(x, y) yang ditemukan pada Langkah
1, ganti f(x, y) dengan kebalikan negatifnya -1/f (x, y). Ini memberikan persamaan
diferensial

𝑑𝑦 1
= − 𝑓 (𝑥,𝑦) (1.5)
𝑑𝑥

dari lintasan ortogonal.

Langkah 3. Dapatkan keluarga satu parameter

G (x, y,c) = 0 atau y = F (x,c)

solusi persamaan diferensial (1.5), sehingga memperoleh keluarga lintasan ortogonal yang
diinginkan (kecuali mungkin untuk lintasan tertentu yang merupakan garis vertikal dan
harus ditentukan secara terpisah).

Peringatan. Pada Langkah 1, dalam mencari persamaan diferensial (1.4) dari keluarga
yang diberikan, menjadi eliminasi parameter c selama proses.

➢ Contoh 3.2
Dalam Contoh 3.1 kami menyatakan bahwa himpunan lintasan ortogonal dari keluarga
lingkaran

x² + y² = c² (1.2)

adalah keluarga garis lurus

y = kx (1.3)

Mari kita verifikasi ini menggunakan langkah-langkah yang diuraikan di atas.

Langkah 1. Membedakan persamaan

x² + y² = c² (1.2)

5
dari keluarga yang diberikan, kita peroleh

𝑑𝑦
x + y 𝑑𝑥 = 0

Dari sini kita memperoleh persamaan diferensial

𝑑𝑦 𝑥
= −𝑦 (1.6)
𝑑𝑥

dari keluarga yang diberikan (1.2). (Perhatikan bahwa parameter c secara otomatis
dihilangkan dalam kasus ini)

Langkah 2. Kami mengganti -x/y dengan y/x timbal balik negatifnya dalam persamaan
diferensial (1.6) untuk mendapatkan persamaan diferensial

𝑑𝑦 𝑦
= (1.7)
𝑑𝑥 𝑥

dari lintasan ortogonal.

Langkah 3. Sekarang kita selesaikan persamaan diferensial (1.7). Memisahkan variabel,


kita memiliki

𝑑𝑦 𝑑𝑥
= ;
𝑦 𝑥

pengintegrasian, kita peroleh

𝑦 = 𝑘𝑥 (1.3)

Ini adalah keluarga satu parameter dari solusi persamaan diferensial (1.7) dan dengan
demikian mewakili keluarga lintasan ortogonal dari keluarga lingkaran yang diberikan
(1.2) (kecuali untuk lintasan tunggal yaitu garis vertikal x = 0 dan ini mungkin ditentukan
dengan inspeksi).

➢ Contoh 3.3
Temukan lintasan ortogonal dari keluarga parabola y = ex².

Langkah 1. Pertama-tama kita temukan persamaan diferensial dari keluarga yang


diberikan

y = cx². (1.8)

Membedakan, kita peroleh

6
𝑑𝑦
= 2cx. (1.9)
𝑑𝑥

Dengan mengeliminasi parameter c antara Persamaan (1.8) dan (1.9), kita memperoleh
persamaan diferensial keluarga (1.8) dalam bentuk

𝑑𝑦 2𝑥
𝑑𝑥
= 𝑥
(1.10)

Langkah 2. Kami sekarang menemukan persamaan diferensial dari lintasan ortogonal


dengan mengganti 2y/x dalam (1.10) dengan kebalikan negatifnya, diperoleh

𝑑𝑦 𝑥
= − 2𝑦 (1.11)
𝑑𝑥

Langkah 3. Sekarang kita selesaikan persamaan diferensial (1.11). Memisahkan variabel,


kita memiliki

2𝑦 𝑑𝑦 = −𝑥 𝑑𝑥.

Mengintegrasikan, kami memperoleh keluarga satu parameter dari solusi (1.11) dalam
bentuk

x² + 2y² = k²,

dimana k adalah konstanta sembarang. Ini adalah keluarga lintasan ortogonal dari (1.8);
ini jelas merupakan keluarga elips dengan pusat di titik asal dan sumbu utama di sepanjang
sumbu x. Beberapa anggota keluarga asli parabola dan beberapa lintasan ortogonal (elips)
ditunjukkan pada Gambar 3.2.

2. Trayektori Oblique

Definisi

7
𝐹 (𝑥, 𝑦, 𝑐 ) = 0 (2.1)
Menjadi salah satu keluarga parameter dari kurva. Kurva yang memotong keluarga kurva
(2.1) dengan sudut konstanta 𝑎 ≠ 90° disebut trayektori oblique (lintasan miring) dari
keluarga kurva tersebut.
Misalkan persamaan diferensial dari sebuah keluarga adalah
𝑑𝑦
= 𝑓(𝑥, 𝑦) (2.2)
𝑑𝑥

Maka kurva dari keluarga (2.2) melalui titik (𝑥, 𝑦) memiliki kemiringan 𝑓(𝑥, 𝑦) di (𝑥, 𝑦)
dan karenanya garis singgungnya memiliki sudut kemiringan tan−1 [𝑓 (𝑥, 𝑦)] disana. Garis
singgung lintasan miring yang memotong kurva ini pada sudut 𝑎 dengan demikian akan
memiliki sudut kemiringan.
𝑡𝑎𝑛−1 [𝑓 (𝑥, 𝑦)] + 𝑎
Dititik (𝑥, 𝑦). Oleh karena itu kemiringan lintasan miring ini diberikan oleh
𝑓 (𝑥, 𝑦) + tan 𝑎
tan{tan−1 [𝑓 (𝑥, 𝑦)] + 𝑎} =
1 − 𝑓 (𝑥, 𝑦) tan 𝑎
Jadi persamaan diferensial dari keluarga lintasan miring tersebut diberikan oleh
𝑑𝑦 𝑓 (𝑥, 𝑦) + tan 𝑎
=
𝑑𝑥 1 − 𝑓 (𝑥, 𝑦) tan 𝑎
Jadi untuk mendapatkan keluarga lintasan miring yang memotong keluarga kurva tertentu
pada sudut konstan 𝑎 ≠ 90°, kita dapat mengikuti tiga langkah dalam prosedur diatas.

Untuk menemukan lintasan ortogonal, kecuali bahwa kita mengganti langkah 2 dengan
untuk menurunkan langkah:
Langkah 2, dalam persamaan diferensial 𝑑𝑦⁄𝑑𝑥 = 𝑓 (𝑥, 𝑦) dari keluarga yang diberikan
ganti 𝑓(𝑥, 𝑦) dari keluarga yang diberikan, ganti 𝑓(𝑥, 𝑦) dengan ekspresi
𝑓 (𝑥,𝑦)+tan 𝑎
(2.3)
1−𝑓(𝑥,𝑦) tan 𝑎

➢ Contoh 3.4
Temukan keluarga lintasan miring yang memotong keluarga garis lurus 𝑦 = 𝑐𝑥 di sudut
45°

Penyelesaian
Langkah 1.
Dari 𝑦 = 𝑐𝑥 kita cari 𝑑𝑦⁄𝑑𝑥 = 𝑐. Menghilangkan 𝑐, kita memperoleh diferensial
persamaan

8
𝑑𝑦 𝑦
=𝑥 (2.4)
𝑑𝑥
Dari keluarga garis lurus diberikan.
Langkah 2.
Kita mengganti 𝑓 (𝑥, 𝑦) = 𝑦⁄𝑥 dalam persamaan (2.4)
𝑓 (𝑥, 𝑦) + tan 𝑎 𝑦⁄𝑥 + 1 𝑥 + 𝑦
= =
1 − 𝑓 (𝑥, 𝑦) tan 𝑎 1 − 𝑦⁄𝑥 𝑥 − 𝑦
(tan 𝑎 = tan 45° = 1 ℎ𝑒𝑟𝑒). Jadi persamaan diferensial miring yang diinginkan
lintasan adalah
𝑑𝑦 𝑥+𝑦
= 𝑥−𝑦 (2.5)
𝑑𝑥

Langkah 3.
Sekarang kita selesaikan persamaan diferensial. Mengamati bahwa itu adalah persamaan
diferensial homogen, kita biarkan 𝑦 = 𝑣𝑥untuk memperoleh
𝑑𝑣 1 + 𝑣
𝑣+𝑥 =
𝑑𝑥 1 − 𝑣
Setelah menyerdehanakan ini menjadi
(𝑣 − 1)𝑑𝑣 𝑑𝑥
2
=−
𝑣 +1 𝑥
Selanjutnya diintegrasikan dan kita peroleh
1
In(𝑣 2 + 1) − arctan 𝑣 = −In|𝑥 | − In|𝑐 |
2

Atau
In 𝑐 2 𝑥 2 (𝑣 2 + 1 ) − 2 arctan 𝑣 = 0
Mengganti 𝑣
dengan 𝑦⁄𝑥 kita memperoleh keluarga lintasan miring dalam bentuk dari
𝑦
In 𝑐 2 (𝑥 2 + 𝑦 2 ) − 2 arctan = 0
𝑥
B. Masalah Dalam Mekanik
1. Pengenalan

Sebelum kita menerapkan pengetahuan kita tentang persamaan diferensial untuk


masalah tertentu dalam mekanika, mari kita ingat secara singkat prinsip-prinsip tertentu
dari subjek itu. Momentum satu benda didefinisikan sebagai hasil kali massanya m dan
kecepatan v. Kecepatan dan momentumnya adalah besaran vektor. Sekarang hukum dasar
mekanika dinyatakan sebagai berikut:

9
Hukum II Newton. Laju waktu perubahan momentum suatu benda sebanding dengan
gaya resultan yang bekerja pada benda dan searah dengan gaya resultan ini.

Dalam bahasa matematika, hukum ini menyatakan

𝑑
(𝑚𝑣 ) = 𝐾𝐹,
𝑑𝑡

Dimana m adalah massa benda, v adalah kecepatannya, F adalah resultan gaya yang
bekerja padanya, dan K adalah konstanta proporsionalitas. Jika massa m dianggap
konstan, ini berkurang menjadi

𝑑𝑣
𝑚 𝑑𝑥 = 𝐾𝐹,

Atau

𝐹
𝑎 = 𝐾 𝑚, (3.1)

Atau

𝐹 = 𝐾𝑚𝑎, (3.2)

Dimana 𝑘 = 1⁄𝐾 dan a = du/dt adalah percepatan benda. Bentuk (3.1) adalah
pernyataan matematis langsung dari cara hukum kedua Newton biasanya dinyatakan
dalam kata-kata, massa dianggap konstanta. Namun, kami akan menggunakan bentuk
yang setara (3.2). Besarnya konstanta proposionalitas bergantung pada satuan yang
digunakan untuk gaya, massa, dan percepatan. Jelas bahwa sistem satuan yang paling
sederhana adalah yang k=1. Ketika sistem seperti itu digunakan (3.2) direduksi menjadi

𝐹 = 𝑚𝑎 (3.3)

Dalam bentuk inilah kita akan menggunakan hukum kedua Newton. Perhatikan bahwa
persamaan (3.3) adalah persamaan vektor.

Beberapa sistem satuan yang digunakan k=1. Dalam teks ini, hanya akan menggunakan
tiga; Sistem gravitasi inggris (British), sistem sentimeter-gram-sekon (cgs), dan sistem
meter-kilometer-sekon (mks). Yang dirangkum dalam tabel 3.1

Ingatlah bahwa gaya tarik gravitasi yang diberikan bumi pada benda adalah disebut
berat badan. Berat, sebagai gaya, dinyatakan dalam satuan gaya. Dengan demikian dalam
sistem british berat diukur dalam pound; dalam sistem cgs, dalam dyne, dan dalam sistem
mks dalam newton.
10
Sekarang menerapkan hukum II newton untuk benda jauh bebas (benda jatuh ke bumi
tanpa adanya hambatan luar). Biarkan massa tubuh menjadi m dan biarkan w
menunjukkan beratnya. Satu-satunya gaya yang bekerja pada tubuh adalah beratnya dan
ini adalah gaya yang dihasilkan. Percepatan adalah karena gravitasi, dilambaikan dengan
g, yaitu kira-kira 32 𝑓𝑡⁄𝑠𝑒𝑐 2 𝑑alam sistem British, 980 𝑐𝑚/𝑠𝑒𝑐 2𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 dan 9,8
𝑚⁄𝑠𝑒𝑐 2 dalam sistem mks untuk titik-titik dekat permukaan bumi). Hukum II Newton F
= ma sehingga menjadi W = mg dengan demikian

𝑊
𝑚= , (3.4)
𝑔

Hubungan yang sering kita gunakan

Mari kita perhatikan benda B yang bekerja lurus, yaitu bergerak sepanjang garis lurus
L. pada L kita memiliki titik acuan tetap sebagai titik asal 0, arah tetap sebagai positif, dan
satuan jarak. Kemudian koordinat x posisi B dari titik asal 0 menyatakan jarak atau
perpindahan B (lihat gambar 3.3) kecepatan sesaat B adalah laju perubahan waktu dari x

𝑑𝑥
𝑣=
𝑑𝑦

british system cgs system mks system


force Pound dyne Newton
Mass Slug gram Kilogram
distance Foot centimeter Meter
Time Second second Second
acceleration ft/sec2 cm/sec2 m/sec2

Dan percepatan saat B adalah laju perubahan waktu V

𝑑𝑣 𝑑 2 𝑥
𝑎= =
𝑑𝑡 𝑑𝑡 2

Perhatikan bahwa x, dan a adalah besaran vektor. Semua gaya, perpindahan, kecepatan,
dan percepatan dalam arah positif pada L adalah besaran positif, sedangkan yang arahnya
11
negative adalah besaran negative. Jika sekarang kita menerapkan hukum kedua Newton
F = ma pada gerakan B sepanjang L, Perhatikan itu

𝑑𝑣 𝑑𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑣
= =𝑣
𝑑𝑡 𝑑𝑥 𝑑𝑡 𝑑𝑥

Kami dapat menyatakan hukum dalam salah satu dari tiga bentuk berikut:

𝑑𝑣
𝑚 𝑑𝑡 = 𝐹, (3.5)

𝑑2 𝑥
𝑚 𝑑𝑡 2 = 𝐹, (3.6)

𝑑𝑣
𝑚𝑣 =𝐹 (3.7)
𝑑𝑥

Dimana F adalah resultan gaya yang bekerja pada benda. Bentuk yang digunakan
tergantung pada cara F diekspresikan. Sebagai contoh, jika F adalah fungsi waktu t saja
dan kita ingin mendapatkan kecepatang v sebagai fungsi dari t, kita akan menggunakan
(3.5), sedangkan jika F dinyatakan sebagai fungsi dari perpindahan x dan kita ingin
mencari v sebagai fungsi dari x, kita akan menggunakan (3.7).

2. Masalah Benda Jatuh

Terdapat beberapa contoh benda jatuh melalui udara menuju bumi. Dalam keadaan
seperti itu benda menghadapi hambatan udara saat jatuh. Besarnya hambatan udara
bergantung pada kecepatan benda, tetapi tidak ada hukum umum yang secara pasti
menyatakan ketergantungan ini diketahui. Dalam beberapa kasus hukum 𝑅 = 𝑘𝑣
tampaknya cukup memuaskan, sementara dilain waktu 𝑅 = 𝑘𝑣 2 tampaknya lebih tepat.
Bagaimanapun, konstanta proporsionalitas 𝑘 pada gilirannya tergantung pada beberapa
keadaan. Dalam contoh-contoh berikut, kita akan mengasumskan undang-undang
resistensi tertentu yang masuk akal dalam setiap kasus. Jadi sebenarnya akan berhadapan
dengan masalah ideal dimana hukum resistensi yang sebenarnya didekati dan dimana
faktor-faktor tertentu yang relatif dapat diabaikan.

➢ Contoh 3.5
Sebuah benda dengan berat 8 𝑝𝑜𝑛 jatuh dari keadaan diam menuju bumi dari ketinggian
yang sangat tinggi. Saat jatuh, hambatan udara bekerja padanya, dan kita akan
menganggap bahwa hambatan ini (dalam pon) secara numerik sama dengan 2𝑣, dimana 𝑣
adalah kecepatan (dalam 𝑚/𝑠). Tentukan kecepatan dan jarak yang jatuh pada waktu 𝑡
detik.
12
Perumusan. Kami memilih sumbu 𝑥 positif secara vertical ke bawah disepanjang jalur
tubuh B dan titik asal pada titik dari mana tubuh jatuh. Gaya-gaya yang bekerja pada tubuh
adalah:

1. 𝐹1 , berat : 8𝑝𝑜𝑛, yang bekerja ke bawah dan karenanya positif.


2. 𝐹2 , hambatan udara (secara numerik) : 2𝑣, yang berkerja ke atas dan karenanya adalah
kuantitas negatif : −2𝑣.

Lihat gambar 3.4 dimana gaya-gaya ini ditunjukkan.

Hukum II Newton, 𝐹 = 𝑚𝑎, menjadi

𝑑𝑣
𝑚 = 𝐹1 + 𝐹2
𝑑𝑡
8 1
Atau, ambil 𝑔 = 32 dan menggunakan 𝑚 = 𝑤⁄𝑔 = 32 = 4

1 𝑑𝑣
= 8 − 2𝑣 (3.8)
4 𝑑𝑡

Karena tubuh awalnya diam, kita memiliki kondisi awal

𝑣 (0) = 0 (3.9)

Gambar 3.4

Solusi. Persamaan (3.8) dapat dipisahkan. Memisahkan variabel, memiliki

𝑑𝑣
= 4 𝑑𝑡
8 − 2𝑣
13
Mengintegralkan ditemukan

1
− ln|8 − 2𝑣 | = 4𝑡 + 𝑐0
2

yang mengurang menjadi

8 − 2𝑣 = 𝑐1𝑒 −8𝑡

Menerapkan kondisi (3.9) kita menemukan 𝑐1 = 8. Jadi kecepatan pada waktu 𝑡 diberikan
oleh

𝑣 = 4(1 − 𝑒 −8𝑡 ) (3.10)

Sekarang untuk menentukan jarak jatuh pada waktu 𝑡, kita tulis (3.10) dalam bentuk

𝑑𝑥
= 4(1 − 𝑒 −8𝑡 )
𝑑𝑡

dengan catatan 𝑥 (0) = 0. Mengintergrasikan persamaan diatas, kita memperoleh

1
𝑥 = 4 (𝑡 + 𝑒 −8𝑡 ) + 𝑐2
2
1
Karena 𝑥 = 0 ketika 𝑡 = 0, ditemukan 𝑐2 = − 2 dan karenanya jarak jatuh diberikan oleh

1 1
𝑥 = 4(𝑡 + 8 𝑒 −8𝑡 − 8) (3.11)

Hasil Interpretasi. Persamaan (3.10) menunjukkan bahwa 𝑡 → ∞ , kecepatan (𝑣)


mendekati kecepatan terbatas 4𝑚/𝑠. Amati juga bahwa kecepatan yang membatasi ini
kira-kira dicapai dalam waktu yang sangat singkat. Persamaan (3.11) menyatakan bahwa
𝑡 → ∞ dan 𝑥 → ∞ . Apakah ini menyiratkan bahwa tubuh akan membajak bumi dan
berlanjut selamanya? Tentu saja tidak, karena ketika tubuh mencapai permukaan bumi,
gerakannya pasti akan berhenti. Lalu bagaimana kita mendamaikan akhir yang jelas dari
gerakan ini dengan pernyataan persamaan (3.11)? Ini sederhana, ketika benda mencapai
permukaan bumi, persamaan diferensial (3.8) dan karenanya persamaan (3.27) tidak
berlaku lagi.

➢ Contoh 3.6
Seorang penerjung payung yang dilengkapi dengan parasut dan peralatan penting lainnya
jatuh dari keadaan dian menuju bumi. Berat total pria ditambah peralatannya adalah
160 𝑝𝑜𝑛. Sebelum parasut terbuka, hambatan udara (dalam pon) secara numerik sama

14
1
dengan 2 𝑣. Dimana 𝑣 adalah kecepatan (dalam 𝑚/𝑠). Parasut terbuka 5 detik setelah

musim gugur dimulai, setelah terbuka, hambatan udara (dalam pon) secara numerik sama
5
dengan 8 𝑣 2, dimana 𝑣 adalah kecepatan (dalam 𝑚/𝑠). Tentukan kecepatan penerjung

payung (A) sebelum parasut terbuka, (B) setelah parasut terbuka.

Perumusan. Kami Kembali memilih sumbu 𝑥 posituf secara vertikal ke bawah dengan
titik asal pada titik dimana kejatuhan dimulai. Rumusan masalah menyarankan agar kita
memecahkan menjadi 2 bagian: (A) sebelum parasut terbuka, (B) setelah dibuka.

Pertama pertimbangkan masalah (A) sebelum parasut terbuka, gaya yang bekerja pada
penerjun payung adalah:

1. F1, berat : 160𝑝𝑜𝑛, yang berkerja kebawah dan karenanya positif.


1
2. F2, hambatan udara (secara numerik) : 𝑣, yang bekerja ke atas dan karenanya
2
1
kuantitas negative : − 2 𝑣.

Kita menggunakan hukum II Newton 𝐹 = 𝑚𝑎, dimana 𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2 , misalkan 𝑚 = 𝑤⁄𝑔,


dan diambil 𝑔 = 32. Diperoleh

𝑑𝑣 1
5 = 160 − 𝑣
𝑑𝑡 2

Karena penerjun payung awalnya diam, 𝑣 = 0 saat 𝑡 = 0. Jadi, masalah (A), yang
bersangkutan dengan waktu sebelum parasut dibuka, dirumuskan sebagai berikut:

𝑑𝑣 1
5 = 160 − 𝑣 (3.12)
𝑑𝑡 2

𝑣 (0) = 0 (3.13)

Sekarang kita beralih ke rumusan masalah (B). Penalaran seperti sebelumnya, kita melihat
bahwa setelah parasut terbuka, gaya yang bekerja pada penerjung payung adalah:

1. 𝐹1 = 160, persis seperti sebelumnya.


5 1
2. 𝐹2 = − 8 𝑣 2 (bukan − 2 𝑣)

Jadi, melanjutkan seperti di atas, diperoleh persamaan diferensial

𝑑𝑣 5
5 = 160 − 𝑣 2
𝑑𝑡 8

15
Karena parasut terbuka 5 detik setelah jatuhnya dimulai, dimiliki 𝑣 = 𝑣1 ketika 𝑡 = 5,
dimana 𝑣1 adalah kecepatan yang dicapai Ketika parasut dibuka. Dengan demikian,
masalah (B), berkaitan dengan waktu setelah parasut dibuka, dirumuskan:

𝑑𝑣 5
5 𝑑𝑡 = 160 − 8 𝑣 2 (3.14)

𝑣 (5) = 𝑣1 (3.15)

Solusi. Pertama pertimbangkan masalah (A), ditemukan keluarga satu parameter dari
solusi dari:

𝑑𝑣 1
5 𝑑𝑡 = 160 − 2 𝑣 (3.12)

Memisahkan variable, kita peroleh

𝑑𝑣 1
= − 𝑑𝑡
𝑣 − 320 10

Hasil integrasi

1
ln(𝑣 − 320) = − 𝑡 + 𝑐0
10

Yang mudah disederhanakan menjadi bentuk

𝑣 = 320 + 𝑐𝑒 −𝑡⁄10

Menerapkan kondisi awal (3.13) bahwa 𝑣 = 0 pada 𝑡 = 0, ditemukan bahwa 𝑐 = −320.


Maka solusi untuk masalah (A) adalah

𝑣 = 320(1 − 𝑒 −𝑡⁄10 ) (3.16)

Yang berlaku untuk 0 ≤ 𝑥 ≤ 5. Secara khusus, dimana 𝑡 = 5, diperoleh

𝑣1 = 320(1 − 𝑒 −1⁄2 ) ≈ 126 (3.17)

Yang merupakan kecepatan saat parasut terbuka, sekarang kita perhatikan masalah (B).
pertama ditemukan keluarga satu parameter dari solusi persamaan diferensial

𝑑𝑣 5
5 = 160 − 𝑣 2
𝑑𝑡 8

Menyederhanakan dan memisahkan variable, kita peroleh

𝑑𝑣 𝑑𝑡
=−
𝑣2 − 256 8
16
Hasil integrasi

1 𝑣 − 16 𝑡
𝑙𝑛 = − + 𝑐2
32 𝑣 + 16 8

Atau

𝑣 − 16
𝑙𝑛 = −4𝑡 + 𝑐1
𝑣 + 16

Ini dengan mudah disederhanakan ke bentuk

𝑣−16
= 𝑐𝑒 −4𝑡 (3.18)
𝑣+16

Dan selesaikan ini untuk diperoleh

16(𝑐𝑒 −4𝑡 +1)


𝑣= (3.19)
1−𝑐𝑒 −4𝑡

Menerapkan kondisi awal (3.15) bahwa 𝑣 = 𝑣1 pada 𝑡 = 5, dimana 𝑣1 dari (3.17) dan kira-
kira 126, ke (3.19), diperoleh

110 20
𝑐= 𝑒
142

Substitusikan ini kedalam (3.19) kita peroleh


110 20−4𝑡
16( 𝑒 +1)
142
𝑣= 110 20−4𝑡 (3.20)
1− 𝑒
142

Berlaku untuk 𝑡 ≥ 5

Interpretasi Hasil. Pertimbangkan solusi dari masalah (A), diberikan dengan persamaan
(3.32). Menurut ini, 𝑡 → ∞, 𝑣 mendekati kecepatan pembatas 320𝑓𝑡/𝑠. Jadi jika parasut
tidak pernah dibuka, kecepatannya akan menjadi sekitar 320𝑓𝑡/𝑠 pada saat penerjun
payung yang malang itu menabrak bumi. Tapi, menurut pernyataan masalah, parasut itu
terbuka 5 detik setelah musim gugur dimulai (diam-diam dan penuh pertimbangan
mengasumsikan 5 ≪ 𝑇, dimana 𝑇 adalah waktu ketika bumi tercapai). Kemudian,
mengacu pada penyelesaian masalah (B), persamaan (3.36), dilihat bahwa 𝑡 → ∞, 𝑣
mendekati kecepatan pembatas 16𝑓𝑡/𝑠. Jadi, dengan asumsi bahwa parasut terbuka pada
jarak yang cukup jauh diatas bumi, kecepatannya kira-kira 16𝑓𝑡/𝑠 ketika bumi akhirnya
tercapai. Dengan demikian diperoleh fakta yang diketahui bahwa kecepatan tumbukan
dengan parasut terbuka adalah Sebagian kecil dari kecepatan tumbukan yang akan terjadi

17
jika parasut tidak dibuka. Perhitungan dalam masalah ini agak rumit, tetapi moralnya jelas.
Pastikan parasut terbuka.

3. Gaya Gesekan

Jika suatu benda bergerak di atas permukaan yang kasar, benda itu tidak hanya akan
menghadapi hambatan udara tetapi juga gaya hambatan lain karena kekasaran permukaan
tersebut. Gaya tambahan ini disebut gesekan. Ditunjukkan dalam fisika bahwa gesekan
diberikan oleh N, di mana

1.  adalah konstanta proporsionalitas yang disebut dengan koefisien gesekan, yang


bergantung pada kekasaran permukaan yang diberikan; dan
2. N adalah gaya normal (yaitu, tegak lurus) yang diberikan permukaan pada benda.

Selanjutnya menerapkan hukum kedua Newton untuk masalah di mana gesekan terlibat.

➢ Contoh 3.7
Sebuah benda dengan berat 48 pon dilepaskan dari keadaan diam di atas sebuah luncuran
logam datar yang kemiringannya 30° terhadap horizontal. Hambatan udara (dalam pon)
secara numerik sama dengan setengah kecepatan (dalam kaki per detik), dan koefisien
gesekan adalah seperempat.

a. Berapakah kecepatan benda selama 2 sekon setelah dilepaskan?


b. Jika panjang perosotan 24 kaki, berapakah kecepatan benda saat mencapai dasar?

Perumusan. Garis gerak ada di sepanjang slide. Kami memilih asal di bagian atas dan
arah x positif ke bawah slide. Jika untuk sementara kita mengabaikan gesekan dan
hambatan udara, gaya yang bekerja pada benda A adalah:

1. Beratnya, 48 lb, yang bekerja vertikal ke bawah; dan


2. Gaya normal, N, yang diberikan oleh slide yang bekerja dalam arah ke atas tegak lurus
terhadap slide. (Lihat Gambar 3.5.)

Komponen berat yang sejajar dan tegak lurus pada slide memiliki besar

48 sin 30 = 24

dan

48 cos 30° = 24√3,

18
Masing-masing komponen yang tegak lurus terhadap slide berada dalam kesetimbangan
dan karenanya gaya normal N memiliki besar 24√3

Sekarang, dengan mempertimbangkan gesekan dan hambatan udara, kita melihat bahwa
gaya yang bekerja pada objek saat bergerak sepanjang slide adalah sebagai berikut:

1. F1, komponen pada berat yang sejajar dengan bidang, memiliki nilai numerik 24.
Karena gaya ini bekerja dalam arah positif (ke bawah) sepanjang slide, didapatkan
F1 = 24
2. F2, gaya gesekan, memiliki nilai numerik N = (24√3). Karena ini bertindak dalam arah
negatif (ke atas) di sepanjang sisi, didapatkan

F2 = -6√3

1
3. F3, hambatan udara, memiliki nilai numerik 2 𝑣. Karena 𝑣 > 0 dan ini juga berlaku di

arah negative, kemudian didapatkan


1
F3 = − 2 𝑣

Selanjutnya yaitu menerapkan hukum II Newton F = ma. Di sini 𝐹 = 𝐹 + 𝐹₂ + 𝐹3 =


1 𝑤 48 3
24 − 6√3 − 𝑣 dan 𝑚 = = = . Jadi kita memiliki persamaan diferensial
2 𝑔 32 2

3 𝑑𝑣 1
= 24 − 6√3 − 2 𝑣 (3.21)
2 𝑑𝑡

Karena benda dilepaskan dari keadaan diam, kondisi awalnya adalah

𝑣(0) = 0. (3.22)

Solusi. Persamaan (3.21) dapat dipisahkan; memisahkan variabel yang kita miliki

19
𝑑𝑣 𝑑𝑡
=
48 − 12√3 − 𝑣 3

Mengintegrasikan dan menyederhanakan, kita dapat

𝑡
𝑣 = 48 − 12√3 − 𝑐1𝑒 −3

Kondisi (3.22) memberikan 𝑐1 = 48 – 12√3. Dengan demikian kita dapatkan


𝑡
𝑣 = (48 − 12√3)(𝑡 − 𝑒 −3 ) (3.23)

Dengan demikian, pertanyaan A dijawab dengan membiarkan t = 2 dalam persamaan


(3.23). kita dapatkan
𝑡
𝑡(2) = (48 − 12√3) (𝑡 − 𝑒 −3 ) = 10.2(ft/s)

Untuk menjawab pertanyaan B, kita integrasikan (3.33) untuk memperoleh

𝑡
𝑥 = (48 − 12√3) (𝑡 − 3𝑒 −3 ) + 𝑐2

Karena 𝑥(0) = 0, 𝑐2 = −(48 − 12√3)(3). Jadi jarak yang ditempuh pada waktu t
diberikan oleh

𝑡
𝑥 = (48 − 12√3)(𝑡 − 3𝑒 −3 − 3).

Karena perosotan panjangnya 24 kaki, benda mencapai dasar pada waktu T ditentukan
dari persamaan transendental

𝑇
24 = (48 − 12√3)(𝑇 − 3𝑒 −3 − 3)

yang dapat ditulis sebagai

𝑇 47 + 2√3
3𝑒 −3 = −𝑇
13

Nilai T yang memenuhi persamaan ini kira-kira 2,6. Jadi dari persamaan (3.23) kecepatan
benda ketika mencapai dasar yang diberikan kira-kira oleh

(48 − 12√3)(1 − 𝑒 −0.9 )  12.3(ft/s)

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Persamaan diferensial memegang peran penting dalam teknik, fisika, ekonomi dan
berbagai disiplin ilmu. Teori persamaan diferensial cukup berkembang dengan baik, dan
metode yang digunakan bervariasi tergantung pada jenis persamaannya. Persamaan
diferensial dibagi menjadi dua bagian, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan
diferensial parsial. Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah persamaan diferensial di mana
fungsi yang tidak diketahui (variabel dependen) adalah fungsi dari variabel independen
tunggal. Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan diferensial di mana fungsi
yang tidak diketahui adalah fungsi dari banyak variabel bebas dan persamaan tersebut juga
melibatkan turunan parsial.

Dalam persamaan diferensial biasa juga mempelajari tentang konsep persamaan


diferensial linier dan persamaan diferensial linier orde pertama. Persamaan diferensial linier
adalah persamaan yang mengandung turunan derajat pertama, yaitu turunan dengan satu
variabel bebas. Sedangkan persamaan diferensial linier orde pertama adalah persamaan yang
mengandung turunan orde pertama, dimana turunan tertinggi yang terdapat pada persamaan
tersebut adalah satu.

Persamaan diferensial ini pun akan diaplikasikan ke dalam beberapa masalah dalam
kehidupan sehari-hari dengan rumus yang berbeda-beda pula, di dalamnya memuat rumus
integral dan turunan juga.

B. Saran
Sebaiknya kita memahami persamaan diferensial baik dari bentuk umumnya maupun dari
penyelesaiannya. Lagi pula, menguasai persamaan diferensial akan memudahkan kita dalam
menyelesaikan masalah persamaan diferensial biasa. Selain itu, kita juga harus memahami
teknik turunan dan teknik integral seperti yang pernah dipelajari pada mata kuliah kalkulus
sebelumnya. Hal ini untuk mempermudah penyelesaian masalah persamaan diferensial biasa,
karena berkaitan erat dengan turunan dan integral dalam persamaan diferensial.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ross, Shepley L. Differential Equations Third Edition. Delhi: Wiley-India Edition, 2010

22

Anda mungkin juga menyukai