Anda di halaman 1dari 145

BAHAN AJAR

PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

OLEH

Tjang Daniel Chandra

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2013

i
KATA PENGANTAR

Bahan ajar persamaan differensial biasa ini disusun untuk mahasiswa


peserta mata kuliah bahan ajar persamaan differensial biasa. Mayoritas isi bahan ajar ini
merupakan terjemahan dari buku Elementary Differential Equations and Boundary Value
Problems karangan Boyce dan di Prima. Pada beberapa subbab terdapat tugas proyek
yang bertujuan untuk melatih kemandirian mahasiswa dalam menyelesaikan soal.
Diharapkan mahasiswa mengerjakan sendiri tugas proyek dengan bantuan dosen pembina
seminimal mungkin. Oleh karena keterbatasan waktu, bahan ajar ini masih belum
mencakup semua materi yang dibahas di perkuliahan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik untuk menyempurnakan bahan ajar ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada jurusan matematika UM atas


kesempatan penulisan bahan ajar ini. Semoga bahan ajar ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa.

Malang, Oktober 2013

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Persamaan Differensial Order Pertama

2.1 Persamaan Differensial Eksak

2.2 Persamaan Differensial Tak Eksak dan Faktor Integral

2.3 Persamaan Differensial dengan Variabel Terpisah

2.4 Persamaan Differensial Linier

2.5 Perbedaan Persamaan Differensial Linier dan Tak Linier

Bab III Persamaan Differensial Linier Homogen Order Kedua

3.1 Persamaan Differensial Linier Order Kedua

3.2 Solusi Fundamental untuk Persamaan Differensial Homogen

3.3 Bebas Linier dan Wronskian

3.4 Akar-akar Kompleks dari Persamaan Karakteristik

3.5 Metode Reduksi Order

3.6. Akar-akar Kembar dari Persamaan Karakteristik

3.7 Rangkuman

Bab IV Persamaan Differensial Linier Order Kedua Tak Homogen

4.1 Persamaan Differensial Tak Homogen

3
4.2 Metode Koefisien Tak Tentu

4.3 Metode Variasi Parameter

Bab V Persamaan Differensial Order ke-n

5.1 Persamaan Differensial Linier Homogen dengan Koefisien Konstan

5.2 Persamaan Differensial Linier Tak Homogen dengan Koefisien Konstan.

Metode Koefisien Tak Tentu

5.3 Persamaan Differensial Linier Tak Homogen dengan Koefisien Konstan

Metode Variasi Parameter

4
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas beberapa konsep dasar


tentang persamaan differensial yang dimulai dengan definisi persamaan differensial.

Definisi 1.1. Persamaan differensial adalah persamaan yang memuat fungsi yang
belum diketahui dengan turunannya. Jika fungsi yang belum diketahui hanya memuat 1
variabel bebas, maka diperoleh persamaan differensial biasa. Sedangkan jika fungsi yang
belum diketahui memuat lebih dari 1 variabel bebas maka diperoleh persamaan
differensial parsial.

Contoh 1.1 Berikut diberikan beberapa contoh persamaan differensial

d2y dy
+2 + y = et, (1.1)
dt 2 dt

dy
= 2y, (1.2)
dt

 2 u ( x, t ) u ( x, t )
= . (1.3)
x 2
t

Pada contoh 1.1, persamaan (1.1) dan (1.2) merupakan persamaan differensial
biasa karena fungsi yang belum diketahui yaitu y hanya memuat 1 variabel bebas yaitu t.
Sedangkan persamaan (1.3) adalah persamaan differensial parsial karena fungsi yang
belum diketahui yaitu u memuat 2 variabel bebas yaitu x dan t. Bab ini dan selanjutnya
hanya akan membahas tentang persamaan differensial biasa.

Definisi 1.2 Order persamaan differensial adalah order dari turunan tertinggi
yang muncul di persamaan differensial tersebut.

5
Persamaan (1.1) merupakan persamaan differensial berorder
pertama, persamaan (1.2) adalah persamaan differensial berorder kedua, dan persamaan
(1.3) juga merupakan persamaan differensial berorder kedua.

Secara umum persamaan differensial biasa order ke-n dapat ditulis


sebagai

du (t ) d 2 u (t ) d n u (t )
F[t, , , ..., ] = 0. (1.4)
dt dt 2 dt n

Merupakan kebiasaan dan lebih sesuai dalam persamaan differensial untuk

dy d 2 y dny du (t ) d 2 u (t )
menulis y daripada u(t), dan , , ... , menyatakan , , ...,
dt dt 2 dt n dt dt 2

d n u (t )
. Jadi, persamaan (1.4) ditulis sebagai
dt n

dy d 2 y dny
F(t, y, , , ... , ) = 0. (1.5)
dt dt 2 dt n

Sekarang kita asumsikan bahwa selalu mungkin untuk


menyelesaikan persamaan differensial biasa untuk order tertinggi, diperoleh

dny dy d 2 y d n 1 y
= f(t, y, , , ... , ). (1.6)
dt n dt dt 2 dt n 1

Kita hanya akan mempelajari persamaan berbentuk (1.6).

Definisi 1.3 Persamaan differensial biasa

dy d 2 y dny
F(t, y, , , ... , )=0
dt dt 2 dt n

6
dy d 2 y
disebut linier jika F ádalah fungsi linier dari variabel-variabel y, , , ... ,
dt dt 2

dny
. Jadi bentuk umum persamaan differensial biasa linier order ke-n adalah
dt n

dny d n 1 y dy
an(t) + a n-1(t) n 1
+ ... + a1(t) + a0(t) y = g(t). (1.7)
dt n
dt dt

Suatu persamaan differensial yang tidak dapat dituliskan dalam bentuk (1.7)
disebut persamaan differensial tak linier.

Definisi 1.4 Solusi persamaan differensial biasa (1.6) pada interval α < t < β

d d 2  d n
ádalah fungsi φ sedemikian sehingga , , … , , ada dan memenuhi
dt dt 2 dt n

d n  d d n 1 
(t) = f t ,  (t ), ,...,  (1.8)
dt n  dt dt n 1 

untuk setiap t di α < t < β. Jika tidak ada ketentuan lain, kita asumsikan fungsi f
dalam persamaan (1.6) ádalah fungsi bernilai riel dan kita tertarik untuk memperoleh
solusi

y = φ(t) yang bernilai riel.

Latihan 1.

Untuk masing-masing soal no. 1 – 6 tentukan order dari persamaan differensial


yang diberikan, juga tentukan apakah persamaan differensialnya linier atau tidak.

d2y dy d2y dy
1) t2 +t + 2y = sin(t), 2) (1 + y2) +t + y = et,
dt 2 dt dt 2 dt

d4y d3y d2y dy dy


3) + + + + y = 1, 4) + t y2= 0,
dt 4
dt 3
dt 2 dt dt

7
d2y d3y dy
5) + sin(t + y) = sin(t), 6) +t + cos2(t) y = t3.
dt 2 dt 3 dt

\Untuk masing-masing soal 7 – 14 periksalah kebenaran bahwa masing-masing


fungsi yang diberikan ádalah solusi persamaan differensial.

d2y
7) – y = 0, y1(t) = et, y2(t) = cosh(t),
dt 2

d2y dy
8) +2 – 3y = 0, y1(t) = e-3t, y2(t) = et,
dt 2 dt

dy
9) t – y = t2, y(t) = 3t + t2 ,
dt

d4y d3y
10) + 4 + 3y = t, y1(t) = t /3, y2(t) = e-t + t /3,
dt 4 dt 3

d2y
2 dy
11) 2t + 3t – y = 0, t > 0, y1(t) = t1/2 , y2(t) = t-1,
dt 2 dt

d2y dy
12) t2 + 3t + 4 y = 0, t > 0, y1(t) = t-2 , y2(t) = t-2ln(t),
dt 2 dt

d2y
13) + y = sec(t), 0 < t < π/2 , y(t) = cos(t) ln(cos(t)) + t sin(t),
dt 2

t
dy
e
2
s2 2

14) – 2t y = 1, y(t) = e
t
ds  e t .
dt 0

Untuk masing-masing soal no. 15 – 18 tentukan nilai r sehingga persamaan


differensial yang diberikan mempunyai solusi berbentuk y = ert.

dy d2y
15) + 2 y = 0, 16) – y = 0,
dt dt 2

d2y dy d3y d2y dy


17) + – 6y = 0, 18) – 3 +2 = 0.
dt 2 dt dt 3
dt 2 dt

8
Untuk masing-masing soal no. 19 – 20 tentukan nilai r sehingga persamaan
differensial yang diberikan mempunyai solusi berbentuk y = tr untuk t > 0.

d2y dy d2y dy
19) t2 + 4t + 2y = 0, 20) t2 – 4t + 4y = 0.
dt 2 dt dt 2 dt

Untuk masing-masing soal no. 21 – 24 tentukan order dari persamaan differensial


parsial yang diberikan, juga tentukan apakah persamaan differensial tersebut linier atau
tak linier. Turunan parcial dinyatakan dengan subskrip.

21) uxx + uyy + uzz = 0, 22) uxx + uyy + uux + uuy + u = 0,

23) uxxxx + 2 uxxyy + uyyyy = 0, 24) ut + uux = 1 + uxx.

Untuk masing-masing soal no. 25 – 28 periksalah kebenaran bahwa masing-


masing fungsi yang diberikan adalah solusi persamaan differensial parsial yang
diberikan.

25) uxx + uyy = 0, u1(x,y) = cos(x)cosh(y), u2(x,y) = ln(x2 + y2),

26) α2uxx = ut, u1(x,t) = e  t sin(x), u2(x,t) = e 


2 2
2 t
sin(λx), λ konstanta riel,

27) α2uxx = utt, u1(x,t) = sin(λx) sin(λα), u2(x,t) = sin(x - αt), λ konstanta riel,

28) α2uxx = ut, u(x,t) = (π/t)1/2 e  x


2
/ 4 2 t
, t > 0.

Pemodelan Matematika

Ingat kembali bahwa arti geometri dari turunan pertama adalah


gradien garis singgung kurva y = f (x). Pada bagian ini kita akan banyak bekerja dengan
arti fisis dari turunan pertama. Pada problem tertentu laju perubahan suatu besaran
merupakan suatu fungsi banyaknya besaran yang ada dan atau waktu, dan diinginkan
untuk menentu- kan besaran itu sendiri. Jika x menyatakan banyaknya besaran yang ada
pada saat t, maka

9
dx
menyatakan laju perubahan besaran dan dengan segera kita diarahkan ke
dt
suatu persamaan differensial. Pada bagian ini, kita akan memperhatikan problem jenis ini.
Perhatikan contoh berikut.

Contoh 1.2 Laju peluruhan suatu radioaktif ádalah sebanding dengan banyaknya
radio aktif tersebut yang ada pada suatu sampel yang diketahui. Setengah dari banyaknya
radio aktif semula telah hilang dalam waktu 1500 tahun.

(i) Tentukan presentase banyaknya radio aktif yang masíh ada setelah 4500
tahun.
(ii) Dalam berapa tahun hanya akan tersisa sepersepuluh dari banyaknya radio
aktif yang masih ada .
Jawab : Misalkan x menyatakan banyaknya radio aktif yang ada setelah t tahun.

dx
Maka menyatakan laju peluruhan radio aktif yang sebanding dengan banyaknya
dt
radioaktif yang ada, diperoleh

dx
= Kx, (1.9)
dt

dimana K adalah konstanta perbandingan. Banyaknya radioaktif x tentunya

dx
positif. Selanjutnya karena x menurun, maka < 0. Jadi berdasarkan persamaan (1.9),
dt
kita harus memperoleh K < 0. Untuk menekankan bahwa x menurun, kita lebih suka
untuk mengganti K dengan konstanta positif didahului dengan tanda minus. Jadi kita
misalkan

k = – K > 0 dan menulis persamaan differensial (1.9) dalam bentuk

dx
= – kx, (1.9)
dt

Dengan memisalkan x0 menyatakan banyakya radioaktif semula, kita memperoleh


nilai awal

10
x(0) = x0 . (1.10)

Kita tahu bahwa nilai awal diperlukan untuk menentukan konstanta sebarang yang
muncul pada keluarga satu parameter dari solusi persamaan differensial (1.9). Akan tetapi
tampaknya kita memerlukan sesuatu yang lain, karena persamaan (1.9) memuat konstanta
perbandingan k yang tidak diketahui. Sesuatu yang lain tersebut muncul pada pernyataan
di soal yaitu setengah dari banyaknya radio aktif semula hilang dalam waktu 1500 tahun.
Jadi, setengah dari radioaktif tetap ada pada waktu itu dan ini memberikan kondisi

1
x(1500) = 2 x0. (1.11)

Dengan memperhatikan persamaan differensial (1.9) jelas bahwa kita harus


mencari fungsi x sedemikian sehingga turunan pertamanya adalah dirinya sendiri. Satu-
satunya fungsi yang bersifat demikian adalah fungsi eksponen. Dengan demikian solusi
persamaan differensial (1.9) adalah

x(t) = ce-kt.

Dengan mensubstitusi nilai awal (1.10) yaitu jika t = 0, maka x = x0 diperoleh x0 =


c. Jadi,

x(t) = x0e-kt. (1.12)

Kita belum menentukan nilai dari k. Jadi sekarang kita terapkan kondisi (1.11)
1
pada persamaan (1.12) yaitu jika t = 1500, maka x = 2 x0. Diperoleh

1
2 x0 = x0 e-1500k,

atau

1
(e-k)1500 = 2 ,

atau akhirnya

e-k =  12  1 / 1500 . (1.13)

11
Dari persamaan ini kita dapat mencari nilai k. secara eksplisit dan mensubstitusi
hasilnya ke persamaan (1.12). Akan tetapi, kita perhatikan dari persamaan (1.12) bahwa
sebenarnya kita tidak memerlukan nilai k itu sendiri tetapi yang diperlukan hanyalah nilai
dari e-k, yang baru saja kita peroleh dari persamaan (1.13). Jadi jika kita mensubstitusi e-k
dari persamaan (1.13).ke persamaan (1.12) diperoleh

x = x0 (e-k)t = x0  
1 1 / 1500
2
,
t

atau

x = x0
 12  t / 1500 . (1.14)

Persamaan (1.14) memberikan banyaknya radioaktif x yang ada pada saat t.


Pertanyaan (i) menanyakan persentase radioaktif yang masih ada setelah 4500 tahun. Jadi
kita misalkan t = 1500 di persamaan (1.14) dan memperoleh

 
1 3
x=x 2 = 0
1
8 x0.

Jadi, seperdelapan atau 12,5% dari banyaknya radioaktif semula yang masih ada
setelah 4500 tahun.

Selanjutnya pertanyaan (ii) menanyakan bilamana hanya sepersepuluh radioaktif


1
masih tersisa. Jadi kita misalkan x = 10 x0 dalam persamaan (1.14) dan menyelesaikan
untuk t. Diperoleh

1
10 =
 12  t / 1500 .

Dengan menggunakan logaritma diperoleh

ln  10 
1 
= ln 2

1 t / 1500
=
t
 12  .
1500 ln

Dari persamaan ini diperoleh

12
t ln 101
=
1500 ln 12

atau

1500 ln10
t= ln 2
 4985 tahun.

Latihan 2

1) Waktu paruh dari C14 adalah 5730 tahun. Jika suatu sampel dari C14 mempunyai
massa 20 microgram pada saat t = 0, tentukan banyaknya C14 yang tersisa setelah
2000 tahun.
2) Waktu paruh dari C14 adalah 5730 tahun. Misalkan kayu yang ditemukan di daerah
arkeologi mengandung 35% sampel C14 tentukan bilamana kayu dipotong ?
3) Setelah 7 hari, suatu materi radioaktif tertentu meluruh hingga setengah dari
banyaknya semula. Tentukan laju peluruhan dari materi radioaktif ini.
4) Setelah 5 hari, suatu materi radioaktif tertentu meluruh hingga tersisa 37% dari
banyaknya semula. Tentukan waktu paruh dari materi radioaktif ini.
5) Polonium 210 mempunyai waktu paruh 14 hari.
(i) jika suatu sampel polonium 210 mempunyai massa 300 micrograms, carilah
formula untuk massa setelah t hari.
(ii) Tentukan waktu yang diperlukan oleh sampel polonium 210 untuk meluruh
hingga 20% dari banyaknya sampel semula.
(iii) Sketsalah grafik banyaknya massa setelah t hari.
6) Asumsikan bahwa laju peluruhan radioaktif adalah sebanding dengan banyaknya
radioaktif yang ada di sampel yang diberikan. Pada sampel tersebut 10% dari
banyaknya radioaktif semula telah menghilang dalam periode 100 tahun.
(i) tentukan persentase banyaknya radioaktif yang tersisa setelah 1000 tahun.
(ii) Dalam waktu berapa tahun hanya seperlima dari radioaktif yang tersisa.
7) Suatu zat kimia berubah menjadi zat kimia lainnya dalam suatu reaksi kimia. Laju
perubahan zat kimia pertama sebanding dengan banyaknya zat kimia tersebut yang

13
ada pada sebarang waktu. Sepuluh persen dari banyaknya zat kimia pertama telah
berubah dalam waktu 5 menit.
(i) tentukan persentase zat kimia pertama yang berubah dalam 20 menit.
(ii) Tentukan dalam waktu berapa menit 60% dari zat kimia pertama telah berubah.
8) Suatu zat kimia berubah menjadi zat kimia lainnya dalam suatu reaksi kimia. Laju
perubahan zat kimia pertama sebanding dengan banyaknya zat kimia tersebut yang
ada pada sebarang waktu. Di akhir 1 jam, 50 gram zat nimia pertama tetap ada,
sedangkan di akhir 3 jam, hanya 25 gram yang tetap ada.
(i) tentukan dalam gram banyaknya zat kimia pertama semula.
(ii) Tentukan banyaknya zat kimia pertama yang tersisa di akhir 5 jam.
(iii) Tentukan dalam waktu berapa jam hanya 2 gram dari zat kimia
pertama tersisa.
9) Suatu zat kimia berubah menjadi zat kimia lainnya dalam suatu reaksi kimia. Laju
perubahan zat kimia pertama sebanding dengan banyaknya zat kimia tersebut yang
ada pada sebarang waktu. Di akhir satu jam dua per tiga kg dari zat kimia pertama
masih tersisa. Sedangkan di akhir 4 jam, hanya sepertiga kg yang tersisa.
(i) tentukan banyaknya zat kimia pertama (dalam pecahan) yang tersisa di akhir 7
jam.
(ii) Tentukan bilamana hanya sepersepuluh zat kimia pertama yang tersisa.
10) Misalkan bahwa suatu besaran meluruh secara eksponensial dengan konstanta

ln(2)
peluruhan r. Tunjukkan bahwa waktu paruh ádalah – .
r
11) Strontium-90 adalah isotop radio aktif yang berbahaya. Karena kemiripannya dengan
kalsium, zat tersebut dengan mudah diserap oleh tulang manusia. Waktu partuh dari
strontium-90 adalah 28 tahun. Jika sejumlah zat tersebut diserap oleh tulang manusia,
tentukan presentase zat yang akan tersisa setelah (i) 84 tahun, (ii) 100 tahun.
12) Waktu paruh dari uranium 235
U kira-kira mendekati 0,7 x 109 tahun. Jika 50 gram
terkubur di tempat pembuangan limbah, tentukan berapa banyak yang tersisa setelah
(1) 100 tahun, (ii) 1000 tahun.
13) Waktu paruh morfin di aliran darah manusai ádalah 3 jam. Jika pada awalnya ada 04
mg morfin di aliran darah, tentukan persamaan untuk banyaknya morfin di aliran

14
darah pada sebarang waktu. Tentukan waktu yang diperlukan sehingga kadar morfin
berkurang di bawah (i) 0,1 mg, (ii) 0,01 mg.
14) Ulangi soal no. 13) jika waktu paruh ádalah 2,8 jam.
15) Ilmuwan menemukan suatu fosil dan memperkirakan bahwa 20% dari banyaknya
carbon-14 semula masih tersisa. Ingat bahwa waktu paruh hádala 5730 tahun,
perkirakan umur fosil.
16) Jika umur suatu fosil satu juta tahun, tentukan presentase dari banyaknya semula,
banyaknya carbon-14 yang masih tersisa.

Pertumbuhan Populasi

Sekarang kita memperhatikan pemodelan tentang pertumbuhan populasi misalnya


populasi manusia, hewan atau koloni bakteri sebagai fungsi dari waktu. Perhatikan bahwa
sebenarnya populasi bertambah tak kontinu dengan menggunakan bilangan cacah. Akan
tetapi jika populasinya besar, pertambahan individu demikian diabaikan jika
dibandingkan dengan keseluruhan populasi itu sendiri. Oleh karena itu kita
mengasumsikan bahwa pertambahan populasi ádalah kontinu dan faktanya bahwa
populasi ádalah fungsi dari waktu yang kontinu dan dapat diturunkan.

Diberikan suatu populasi, misalkan x ádalah banyaknya individu di populasi pada


saat t. Jika kita mengasumsikan laju perubahan populasi ádalah sebanding dengan
banyaknya individu di dalamnya pada sebarang waktu, maka kita diarahkan pada
persamaan differensial

dx
\ = kx, (1.15)
dt

dengan k ádalah konstanta perbandingan. Populasi x ádalah positif dan

dx
bertambah . Oleh karena itu > 0. Jadi dari persamaan (1.15) diperoleh k > 0.
dt
Sekarang anggap bahwa pada saat t0 populasinya x0. Maka disamping persamaan
differensial (1.15) kita juga mempunyai nilai awal

15
x(t0) = x0. (1.16)

Sama seperti persamaan differensial (1.9) diperoleh solusi persamaan (1.15)


adalah

x(t) = cekt.

Dengan menerapkan kondisi awal (1.16) yaitu saat t = t0, x = x0 ke persamaan di


atas diperoleh

x0 = c e kt0 ,

atau

c = x0 e  kt0 .

Jadi diperoleh solusi masalah nilai awal di atas ádalah

x(t) = x0 e k ( t t0 ) .

Sekarang kerjakanlah latihan berikut ini.

Latihan 3

1) Asumsikan bahwa populasi di kota tertentu bertambah dengan laju sebanding dengan
banyaknya populasi pada sebarang waktu. Jika populasi bertambah menjadi dua kali
lipat dalam waktu 40 tahun, tentukan dalam waktu berapa tahun populasi bertambah
menjadi tiga kali lipat ¡
2) Asumsikan bahwa populasi di kota tertentu bertambah dengan laju sebanding dengan
banyaknya populasi pada sebarang waktu. Jika populasi di tahun 1970 adalah 30.000
dan di tahun 1980 menjadi 35.000. tentukan jumlah populasi di tahun 1990.
3) Dalam suatu koloni bakteri tertentu laju pertumbuhan bakteri sebanding dengan
banyaknya bakteri yang ada.
(i) jika banyaknya bakteri menjadi tiga kali lipat dalam waktu 5 hari, tentukan
banyaknya bakteri dalam waktu 10 hari.

16
(ii) Tentukan bilamana banyaknya bakteri menjadi 10 kali lipat banyaknya bakteri
semula.
4) Asumsikan populasi suatu kota bertambah dengan laju sebanding dengan
banyaknya penduduk pada sebarang waktu. Jika populasi bertambah menjadi dua
kali lipat dalam waktu 40 tahun, tentukan waktu yang diperlukan supaya populasi
bertambah menjadi tiga kali lipat.
5) Populasi suatu kota bertambah dengan laju sebanding dengan banyaknya
penduduk pada sebarang waktu. Jika populasi kota tersebut pada tahun 1970
adalah 30000 dan pada tahun 1980 menjadi 35000, tentukan populasi kota pada
tahun 1990.
6) Laju pertumbuhan kultur bakteri tertentu sebanding dengan banyaknya bakteri
yang ada.
(i) jika banyaknya bakteri menjadi tiga kali lipat dalam waktu 5 hari,
tentukan banyaknya bakteri dalam waktu 10 hari.
(ii) Tentukan waktu supaya banyaknya bakteri menjadi 10 kali lipat
banyaknya bakteri pada saat awal.
7) Misalkan pada awalnya suatu kultur bakteri terdiri atas 400 sel. Setelah 1 jam,
populasi bertambah menjadi 800.
(i) tentukan banyaknya populasi setelah 3 jam.
(ii) Tentukan persamaan untuk populas pada sebarang waktu.
(iii) Tentukan banyaknya populasi setelah 3,5 jam.
8) Misalkan pada awalnya suatu kultur bakteri terdiri atas 100 sel. Setelah 2 jam,
populasi bertambah menjadi 400.
(i) tentukan banyaknya populasi setelah 6 jam.
(ii) Tentukan persamaan untuk populas pada sebarang waktu.
(iii) Tentukan banyaknya populasi setelah 7 jam.
9) Misalkan suatu kultur bakteri meningkat menjadi dua kali lipat setiap 4 jam. Jika
populasi awalnya adalah 100,
(i) tentukan bilamana populasi mencapai 400.
(ii) Tentukan persamaan untuk populasi pada sebarang waktu.
(iii) Tentukan bilamana populasi mencapai 6000.

17
10) Misalkan suatu kultur bakteri meningkat menjadi tiga kali lipat setiap 5 jam. Jika
populasi awalnya adalah 200,
(i) tentukan bilamana populasi mencapai 5400.
(ii) Tentukan persamaan untuk populasi pada sebarang waktu.
(iii) Tentukan bilamana populasi mencapai 20000.
11) Misalkan suatu besaran bertambah secara eksponensial dengan laju pertumbuhan
r. Tunjukkan bahwa waktu untuk besaran tersebut bertambah menjadi dua kali

ln(2)
lipat adalah .
r

Tabungan

Sekarang kita membahas model yang berkaitan dengan tabungan. Jika


suatu bank memberikan kepada kita bunga sebesar 8% setiap tahun, maka pada akhir
tahun tabungan kita sebesar $ 10000 akan menjadi

$ 10000 + (0,08)($ 10000) = $10000 + $800 = $ 10800.

Sebaliknya, jika bank memberikan bunga dua kali per tahun sebesar 8% per
8
tahun, kita akan menerima bunga 2 % dua kali setiap tahun. Pada akhir tahun, kita
akan menerima

0 , 08 0 , 08 0 , 08
$10000 + ( 2 )($10.000) + ( 2 )($10000 + ( 2 )($10.000))

0 , 08 0 , 08 0 , 08
= $10000 ( 1 + 2 )+( 2 )($10000 ( 1 + 2 ))

0 , 08 0 , 08 0 , 08
= $10000 ( 1 + 2 )(1 + 2 ) = $10000 ( 1 + 2 )2 = $10.816.

Dengan melakukan hal yang sama, perhatikan bahwa pembayaran bunga


8
majemuk setiap bulan akan membayar bunga 12 % , menghasilkan tabungan sebesar

$10000 ( 1 +
0 , 08
12 )12  $10.830.

18
Selanjutnya jika bunga dibayarkan secara majemuk setiap harinya, pada akhir
tahun kita akan memperoleh

$10000 ( 1 +
0 , 08
365 )365  $10.832,78.

Jelas bahwa semakin sering bunga dibayarkan secara majemuk, semakin besar
bunga yang diperoleh. Suatu pertanyaan yang masuk akal adalah apakah ada batas
berapa banyak bunga yang diberikan kepada suatu tabungan dengan suku bunga
tertentu. Jika n adalah banyaknya bunga dibayarkan secara majemuk per .tahun, kita
ingin menghitung persentase tahunan yang dihasilkan (APY) karena bunga diberikan
majemuk secara kontinu

n
 0,08 
APY = lim
n  
1  – 1.
 n 

Untuk menentukan limit ini ingatlah bahwa

m
 1
e = mlim
 
1  .
 m

Perhatikan bahwa jika kita merubah variabel n = 0,08m, maka kita


memperoleh

0 , 08 m
 0,08 
APY = lim
n 
1   – 1.
 0,08m 

0 , 08
  1 
m

=  mlim  1   –1
  m  

= e0,08 – 1  0,083287.

Di bawah bunga majemuk kontinu, kita akan memperoleh bunga kira-kira


8,3% atau

$10000(e0,08 – 1)  $832,87.

19
Oleh karena itu tabungan kita akan menjadi $10.832,87.

Secara umum, misalkan kita menginvestasikan $P dengan suku


bunga tahunan r, dibungakan n kali secara majemuk. Maka nilai investasi kita setelah
t tahun ádalah

nt
 r
$P 1   .
 n

Jika bunga dibayarkan kontinu secara majemuk yaitu kita mengambil limit
saat n →∞ diperoleh

$Pert.

Jika y(t) ádalah nilai investasi setelah t tahun, dengan bunga dibayarkan majemuk
kontinu, laju perubahan y(t) sebanding dengan y(t), yaitu

dy (t )
= ry(t),
dt

dengan r ádalah suku bunga tahunan. Solusi persamaan differensial di atas


adalah

y(t) = Aert.

Untuk investasi awal $P, diperoleh

$P = y(0) = Ae0 = A,

sehingga

y(t) = $Pert.

Contoh 1.3 Jika kita menginvestasikan $7000 dengan suku bunga tahunan
5,75% , bandingkan nilai investasinya setelah5 tahun dengan berbagai bentuk bunga
majemuk

20
Jawab ; Jika bunga majemuk tahunan, nilai investasi ádalah

5
 0,0575 
$7000 1 
1
  $9257,63.
 

Jika bunga majemuk bulanan, nilai investasi ádalah

12 ( 5 )
 0,0575 
$7000 1    $932523.
 12 

Jika bunga majemuk harian, nilai investasi ádalah

365 ( 5 )
 0,0575 
$7000 1 
365 
  $9331,42.

Jika bunga majemuk kontinu, nilai investasi ádalah

$7000e0,0575(5)  $9331,63.

Contoh 1.4 Misalkan kita menabung $ 5000 dengan bunga majemuk kontinu
sebesar 5%. Anggap banyaknya uang bertambah dengan laju sebanding dengan
banyaknya uang yang ada.

(i) Tentukan banyaknya uang yang ada pada setiap waktu.


(ii) Tentukan banyaknya uang yang ada setelah 10 tahun.
Jawab : Misalkan x menyatakan banyaknya uang yang ada di tabungan pada
saat t. Maka diperoleh persamaan differensial

dx
= 0,05x,
dt

dengan nilai awal x(0) = 5000.

Seperti pada pembahasan di atas, diperoleh solusi persamaan differensial


adalah

21
x(t) = ce0,05t.

Dengan mensubstitusi nilai awal t = 0 dan x = 5000, diperoleh

5000 = c.

Jadi, solusi masalah nilai awal di atas ádalah

x(t) = 5000 e0,05t.

Dengan demikian banyaknya uang setelah 10 tahun diperoleh dengan


mensubstitusi

t = 10 ke solusi di atas, diperoleh

x(10) = 5000 e0,5  8244.


Jadi banyaknya uang setelah 10 tahun adalah $ 8244.

Matematika yang digunakan untuk menggambarkan bunga


majemuk dapat juga diterapkan untuk menghitung penurunan nilai dari suatu aset.
Perhatikan contoh berikut.

Contoh 1.5 (i) Misalkan nilai aset $ 10000 berkurang secara kontinu dengan
laju konstan 24% per tahun. Tentukan nilai aset setelah 10 tahun, 20 tahun,

(ii) Bandingkan nilai ini dengan aset $ 10000 yang nilainya berkurang
menjadi tak bernilai setelah 20 tahun dengan menggunakan pengurangan linier.

Jawab : Nilai v(t) dari sebarang besaran yang berubah dengan laju konstan r

dv
memenuhi = rv. Disini, r = – 0,24 sehingga
dt

V(t) = Ae-0,24t.

Karena nilai aset awalnya adalah 10000, diperoleh

22
10000 = v(0) = A.

Sekarang kita memperoleh v(t) = 10000 e-0,24t.

Pada saat t = 10, nilai aset adalah

v(10) = 10000 e-0,24(10) .  $ 907,18.

Pada saat t = 20, nilai aset adalah

v(20) = 10000 e-0,24(20) .  $ 82,30.

Untuk soal (ii) penurunan linier berarti kita menggunakan fungsi linier v(t) =
mt + b untuk nilai aset. Kita mulai dengan v(0) = 10000 dan berakhir dengan v(20) =
0. Dari v(0) = 10000 diperoleh b = 10000 dan dengan menggunakan titik-titik (0,

10000
10000) dan (20, 0) diperoleh gradien = m = = – 500. Jadi kita memperoleh
 20

v(t) = – 500t + 100000.

Latihan 4

1) Sejumlah uang diinvestasikan dengan bunga majemuk kontinu jika banyaknya


uang bertambah dengan laju sebanding dengan banyaknya uang yang ada.

Misalkan $ 1000 diinvestasikan dengan bunga majemuk kontinu, dengan laju


bunga pertahun sebesar 6%.

(i) berapa banyak uang yang ada setelah 10 tahun uang diinvestasikan.
(ii) Berapa lama diperlukan sehingga banyaknya uang bertambah menjadi dua
kali lipat banyaknya uang semula.

2) Sejumlah uang diinvestasikan dengan bunga majemuk kontinu jika banyaknya


uang bertambah dengan laju sebanding dengan banyaknya uang yang ada.

23
(i) jika banyaknya uang semula meningkat menjadi dua kali lipat dalam dua
tahun, maka berapa laju bunga per tahun.
(ii) Jika banyaknya uang semula meningkat 50% dalam waktu 6 bulan,
tentukan berapa lama waktu yang diperlukan supaya banyaknya uang
semula meningkat dua kali lipat.
3) Jika kita menginvestasikan $ 1000 dengan suku bunga tahunan 8%, bandingkan
nilai investasi setelah 1 tahun jika diterapkan bunga manjemuk : tahunan,
bulanan, harian, dan kontinu.
4) Ulangi soal di atas untuk nilai investasi setelah 5 tahun.
5) Bapak A menginvestasikan $ 10000 pada tahun 1990 dan bapak B
menginvestasikan $ 20000 pada tahun 2000
(i) jika keduanya menerima bunga 12% (majemuk kontinu), tentukan
nilai investasi pada tahun 2010.
(ii) Ulangi soal di atas untuk bunga 4%.
(iii) Tentukan suku bunga sehingga investasi Bapak A sama dengan
investasi bapak B. ( petunjuk : kita ingin bapak A mempunyai $20000
pada tahun 2000).
6) Sejumlah uang yang diinvestasikan dikatakan dibungakan majemuk secara
kontinu jika uang itu bertambah dengan laju sebanding dengan banyaknya uang
yang ada. Misalkan $ 1000 diinvestasikan dengan bunga majemuk secara kontinu
dengan suku bunga tahunan sebesar 6%.
(i) tentukan banyaknya uang setelah 10 tahun diinvestasikan.
(ii) Tentukan waktu yang diperlukan supaya banyaknya uang meningkat
menjadi dua kali lipat.
7) Misalkan sejumlah uang diinvestasikan dan dibungakan majemuk secara kontinu.
(i) Jika uang semula bertambah menjadi dua kali lipat dalam waktu dua
tahun, tentukan suku bunga tahunan.
(ii) Jika banyaknya uang meningkat 50% dalam waktu 6 bulan, tentukan
waktu yang diperlukan supaya banyaknya uang meningkat menjadi
dua kali lipat.

24
Newton’s Law of Cooling

Jika kita meletakkan suatu objek yang panas dengan temperatur di


sekeliling lebih dingin ( atau secara sama meletakkan objek yang dingin dengan
temperatur di sekeliling lebih panas ) , maka laju objek mendingin ( atau memanas )
tidak sebanding dengan temperatur objek, tetapi dengan selisih antara temperatur
objek dengan temperatur sekeliling. Ini dinyatakan oleh Newton’s Law of Cooling.

Secara simbol, jika y(t) menyatakan temperatur objek pada saat t,


dan misalkan Tn ádalah temperatur sekeliling ( yang kita asumsikan constan ), kita
memperoleh persamaan differensial

dy
= k[y(t) – Tn].
dt

Perhatikan bahwa persamaan differensial di atas tidak sama dengan


persamaan differensial yang menggambarkan peluruhan radio aktif. Pada kasus
pendinginan suatu objek, kita dapat mengasumsikan Tn < y (mengapa ? ). Selanjutnya
jika kita membagi kedua ruas dengan y(t) – Tn, dan kemudian mengintegralkan maka
akan diperoleh

dy

 y (t )  T  k dt = kt + C.
dt
dt =
n

Perhatikan bahwa kita dapat mengintegralkan ruas kiri dengan metode

dy
substitusi yaitu u = y(t) – Tn, sehingga du = dt. Jadi, kita memperoleh
dt

1
 u du = kt + C,

atau

25
ln | u | = kt + C.

Jadi,

| u | = eC ekt,

| y(t) – Tn | = Aekt, dengan A = eC.

Karena y(t) – Tn > 0, diperoleh

y(t) – Tn = Aekt,

atau

y(t) = Aekt + Tn,

dengan A dan k ádalah konstanta-konstanta yang harus ditemukan.

Contoh 1.6 Temperatur kopi saat dituangkan ke cangkir ádalah 180 0F.
Setelah 2 menit diletakkan di ruangan yang bersuhu 70 0F, temperatur kopi menjadi
1650F. Carilah temperatur pada sebarang waktu t dan carilah waktu dimana
temperatur kopi menjadi 1200F.

Jawab : Dengan memisalkan y(t) ádalah temperatur kopi saat t, diperoleh

dy
= k[y(t) – 70].
dt

Dengan menggunakan prosedur seperti di atas, kita memperoleh

y(t) = Aekt + 70.

Perhatikan bahwa pada soal ini kondisi awal ádalah y(0) = 180. Diperoleh

180 = y(0) = A + 70,

sehingga A = 110 dan

y(t) = 110ekt + 70.

26
Sekarang kita dapat menggunakan fakta bahwa temperatur kopi menjadi
1650F estela 2 menit untuk mencari konstanta k. Diperoleh

165 = y(2) = 110e2k + 70.

Dengan mengurangkan 70 pada kedua ruas dan membagi dengan 110,


diperoleh

165  70 95
e2k = = .
110 110

Dengan mengambil logaritma pada kedua ruas diperoleh

 95 
2k = ln  .
 110 

1  95 
Oleh karena itu, k = ln    – 0,07.
2  110 

Jadi, diperoleh temperatur kopi pada saat t ádalah

y(t) = 110e-0,07t + 70.

Untuk menjawab pertanyaan kedua, kita substitusikan y(t) = 120 ke


persamaan di atas sehingga diperoleh

120 = 110e-0,07t + 70,

atau

t  10,76 menit.

Jadi diperlukan sekitar 10,76 menit untuk menurunkan temperatur kopi


menjadi 1200F.

27
Latihan 5

1) Semangkuk bubur dengan temperatur 2000F ( terlalu panas ) di tempatkan di


ruangan dengan suhu 700F. Satu menit kemudian bubur tersebut mendingin
menjadi 1800F. Bilamana temperatur bubur menjadi 1200F ?
2) Semangkuk bubur yang lebih kecil disajikan pada temperatur 2000F dan setelah 1
menit temperaturnya menjadi 1600F. Berapa temperatur bubur ketika temperatur
bubur pada soal 1) mencapai 1200F ?
3) Jika suatu minuman dingin dituangkan ke gelas pada suhu 500F. Setelah 2 menit
diletakkan di ruangan dengan temperatur 700F, temperatur minuman naik menjadi
560F.
(i) carilah temperatur minuman pada sebarang waktu t.
(ii) Berapa temperatur minuman setelah 10 menit.
(iii) Tentukan waktu sehingga temperature minuman naik menjadi 660F.
4) Dua puluh menit setelah disajikan, temperatur secangkir kopi adalah 1600F dan
masih terlalu panas untuk diminum. Dua menit kemudian, temperatur kopi
menjadi 1580F. Memperhatikan hal ini, si konsumen menduga bahwa karena
temperatur menurun 1 derajad per menit, maka kopi disajikan pada suhu 1800F.
(i) jelaskan apa yang salah dengan dugaan di atas ?
(ii) apakah temperatur awal lebih tinggi atau lebih rendah daripada 1800F ?
(iii) carilah temperatur awal jika temperatur ruangan adalah 680F.
5) Pada pukul 22.07 seseorang ditemukan terbunuh. Disampingnya ada segelas bir
yang dihangatkan. Temperatur ruangan adalah 700F. Temperatur bir naik dari
600F menjadi 610F selama dua menit dari pukul 22.07 ke 22.09. Jika diketahui
bahwa pada umumnya bir disajikan disajikan pada temperatur 400F, tentukan
pada pukul berapa orang tersebut meninggal.
6) Suatu obyek didinginkan dari 600C ke 500C dalam waktu 15 menit dengan suhu
ruangan yang dipertahankan 300C. Tentukan waktu untuk mendinginkan obyek
tersebut dari 1000C ke 800C di ruangan dengan suhu 500C ?
7) Temperatur awal suatu obyek adalah 800F di ruangan dengan suhu 500F. Di akhir
5 menit, temperatur obyek turun menjadi 700F. Tentukan temperatur obyek di
akhir 10 menit. Bilamana temperatur obyek menjadi 600F ?

28
BAB III

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDER KEDUA

Bab ini membahas cara mencari solusi persamaan differensial homogen


order kedua. Untuk persamaan differensial tak homogen akan dibahas pada bab
berikutnya. Meskipun demikian pada bab ini akan dibahas sekilas tentang teori dasar
persamaan differensial order kedua yang berlaku baik untuk persamaan differensial
homogen maupun tak homogen. Kita akan mulai dengan membahas persamaan
differensial homogen dengan menggunakan persamaan karakteristik.

3.1. Persamaan Differensial Linier Order Kedua.


Bentuk umum persamaan differensial linier order kedua ádalah sebagai
berikut

d2y dy
p(t) 2 + q(t) + r(t)y = g(t). (3.1)
dt dt

Jika suatu persamaan differensial order kedua tidak memiliki bentuk


persamaan (3.1), maka persamaan differensialnya dikatakan tak linier. Selanjutnya
jika nilai g(t) = 0 untuk semua nilai t, maka diperoleh persamaan differensial

d2y dy
p(t) + q(t) + r(t)y = 0 (3.2)
dt 2
dt

29
yang disebut sebagai persamaan differensial linier homogen order kedua.
Sebaliknya jika g(t) ≠ 0, maka diperoleh persamaan differensial linier tak homogen
order kedua.

Pertama-tama akan dibahas tentang persamaan differensial linier


homogen order kedua dengan koefisien konstan yang berbentuk

d2y dy
a +b + cy = 0, (3.3)
dt 2
dt

dengan a, b, dan c adalah bilangan riel.

Sebelum dibahas metode menyelesaikan persamaan differensial (3.3),


perhatikanlah beberapa contoh berikut yang akan memotivasi cara mencari solusi
persamaan (3.3) tersebut.

d2y
Contoh 3.1.1. Carilah solusi persamaan differensial = 0.
dt 2

Jawab: Mungkin persamaan di atas ádalah persamaan differensial order kedua yang
paling sederhana. Dengan mengintegralkan kedua ruas terhadap t,

dy
diperoleh = c1. Selanjutnya dengan mengintegralkan sekali lagi
dt
terhadap t, diperoleh solusi persamaan differensial di atas ádalah

y(t) = c1t + c2.

d2y
Contoh 3.1.2. Carilah solusi dari persamaan differensial – y = 0.
dt 2

d2y
Jawab : Persamaan differensial di atas dapat ditulis sebagai = y. Persamaan
dt 2
tersebut berarti kita harus mencari suatu fungsi yang turunan keduanya
ádalah dirinya sendiri. Dari kalkulus, kita mengetahui fungsi yang bersifat
demikian ádalah fungsi eksponen. Dengan menggunakan substitusi, kita
memperoleh bahwa fungsi y1(t) = et, dan y2(t) = e-t memenuhi persamaan

30
differensial di atas, sehingga keduanya ádalah solusi. Di samping kedua
fungsi tersebut, dapat dicek dengan menggunakan substitusi bahwa fungsi

y(t) = 3et – 6 e-t dan fungsi y(t) = –2et + 7 e-t juga merupakan solusi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa solusi umum persamaan
differensial di atas adalah y(t) = c1et + c2e-t.

Contoh 3.1.2. di atas memotivasi kita untuk mengasumsikan bahwa solusi


persamaan differensial (3.3) ádalah fungsi eksponen. Jika kita mensubstitusikan
y(t) = ert ke persamaan differensial (3.3) akan diperoleh

ar2 ert + br ert + c ert = 0.

Karena ert tidak pernah bernilai nol untuk nilai riel r dan t berapapun , persamaan
di atas dapat disederhanakan menjadi

ar2 + brt + c = 0. (3.4)

Persamaan (3.4) disebut sebagai persamaan karakteristik dari persamaan


differensial (3.3). Perhatikan bahwa persamaan karakteristik tersebut berupa
persamaan kuadrat dalam variabel r. Ingat kembali bahwa suatu persamaan
kuadrat mempunyai 3 jenis akar. Pada bagian ini akan dibahas untuk kasus
diskriminan (D = b2 – 4ac) bernilai positif sehingga persamaan karakteristik (3.4)
mempunyai 2 akar riel berbeda misalkan r1 dan r2. Dengan demikian diperoleh
solusi umum persamaan differensial (3.3) adalah

y(t) = c1 e r1 (t ) + c2 e r2 (t ) . (3.5)

Untuk memperjelas metode di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut.

d2y dy
Contoh 3.1.3. Carilah solusi umum dari –5 + 6y = 0.
dt 2
dt

Jawab : Dengan mengasumsikan solusi berupa fungsi exponen y(t)= ert dan
mensubstitusikan ke persamaan differensial diperoleh

31
r2 ert – 5 r ert + 6 ert = 0,

yang dapat disederhanakan menjadi persamaan karakteristik

r2 – 5 r + 6 = 0.

Dengan memfaktorkan ruas kiri persamaan di atas diperoleh

(r – 3)(r – 2) = 0.

Jadi, r1 = 3 atau r2 = 2. Dengan demikian solusi umum persamaan


differensial adalah y(t) = c1e3t + c2e2t.

Contoh 3.1.4. Carilah solusi umum dari masalah nilai awal

d2y dy dy
–5 + 6y = 0, y(0) = 0, (0) = 1.
dt 2
dt dt

Jawab : Berdasarkan Contoh 3.1.3. di atas telah diperoleh solusi umum


persamaan differensial adalah y(t) = c1e3t + c2e2t.

Untuk mencari solusi masalah nilai awal, kita substitusikan t = 0 pada


solusi umum untuk memperoleh y(0) = c1 + c2 atau c1 + c2 = 0.

Selanjutnya dengan mensubstitusikan t = 0, pada turunan solusi umum

dy dy
yaitu (t) = 3c1e3t + 2c2e2t, diperoleh (0) = 3c1 + 2c2 atau
dt dt

3c1 + 2c2 = 1.

Dengan menyelesaikan sistem persamaan linier di atas, diperoleh c1 = 1,


dan c2 = –1. Jadi, solusi masalah nilai awal di atas adalah

y(t) = e3t – e2t.

Latihan 3.1.

Untuk soal no 1 – 8 carilah solusi umum dari persamaan differensial


berikut

32
d2y dy d2y dy
1) +2 – 3y = 0, 2) +3 + 2y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
3) 6 – – y = 0, 4) 2 –3 + y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y
5) +5 = 0, 6) 4 – 9y = 0,
dt 2
dt dt 2

d2y dy d2y dy
7) –9 + 9y = 0, 8) –2 – 2y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

Untuk soal no. 9 – 16 carilah solusi dari masalah nilai awal berikut

d2y dy dy
9) + – 2y = 0, y(0) = 1, (0) = 1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
10) +4 + 3y = 0, y(0) = 2, (0) = –1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
11) 6 –5 + y = 0, y(0) = 4, (0) = 0,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
12) +3 = 0, y(0) = –2, (0) = 3,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
13) +5 + 3y = 0, y(0) = 1, (0) = 0,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
14) 2 + – 4y = 0, y(0) = 0, (0) = 1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
15) +8 – 9 y = 0, y(1) = 1, (1) = 0,
dt 2
dt dt

d2y dy
16) 4 – y = 0, y(–2) = 1, (–2) = –1.
dt 2
dt

17) Carilah suatu persamaan differensial yang solusi umumnya adalah

33
y(t) = c1 e2t + c2 e-3t.

18) Carilah suatu persamaan differensial yang solusi umumnya adalah

y(t) = c1 e-t/3 + c2 e2t.

d2y 5 dy 3
19) Carilah solusi masalah nilai awal – y = 0, y(0) = , (0) = – .
dt 2
4 dt 4

Gambarlah grafik solusi untuk 0 ≤ t ≤ 2, dan tentukan nilai minimumnya.

d2y dy dy
20) Carilah solusi masalah nilai awal 2 –3 + y = 0, y(0) = 2, (0) =
dt 2
dt dt

1
2

Kemudian tentukan nilai maksimum dari solusi dan juga tentukan nilai t
sehingga solusi ádalah nol.

d2y dy dy
21) Carilah solusi masalah nilai awal – – 2y = 0, y(0) = α, (0) = 2.
dt 2
dt dt

Kemudian carilah nilai α sehingga solusi menuju nol jika t → ∞.

d2y dy
22) Carilah solusi masalah nilai awal 4 – y = 0, y(0) = 2, (0) = β.
dt 2
dt

Kemudian carilah nilai β sehingga solusi menuju nol jika t → ∞.

Untuk masing-masing soal no 23 dan 24, tentukan nilai α, jika ada,


sehingga semua solusi menuju nol saat t → ∞. Juga tentukan nilai α, jika ada,
sehingga semua solusi (tak nol) menjadi tak terbatas saat t → ∞.

d2y dy
23) – (2α – 1) + α(α – 1)y = 0,
dt 2
dt

34
d2y dy
24) + (3 – α) – 2(α – 1)y = 0.
dt 2
dt

d2y dy dy
25) Perhatikan masalah nilai awal 2 +3 – 2y = 0, y(0) = 1, (0) = –
dt 2
dt dt

β, dengan β > 0.

(a) carilah solusi masalah nilai awal di atas.

(b) Gambar grafik solusi untuk β = 1. Tentukan koordinat titik minimum

(t0, y0) dari solusi untuk kasus ini.

(c) Carilah nilai terkecil dari β sehingga solusi tidak mempunyai nilai

minimum.

d2y dy dy
26) Perhatikan masalah nilai awal +5 + 6y = 0, y(0) = 2, (0) = β,
dt 2
dt dt

dengan β > 0.

(a) Carilah solusi masalah nilai awal di atas.

(b) Tentukan koordinat titik maksimum (tm , ym) dari solusi sebagai fungsi β.

(c) Carilah nilai terkecil dari β sehingga ym  4.

(d) Tentukan perilaku dari tm dan ym saat β → ∞.

d2y dy
27) Perhatikan persamaan differensial a +b + cy = d, dengan a, b, c,
dt 2
dt

dan

d ádalah konstanta.

(i) Carilah semua solusi setimbang atau solusi konstan dari persamaan

differensial ini.

35
(ii) Misalkan yc menyatakan solusi setimbang dan misalkan Y = y – yc Jadi Y
menyatakan simpangan dari solusi y dari solusi setimbang. Carilah
persamaan differensial yang dipenuhi oleh Y.

d2y dy
28) Perhatikan persamaan differensial a +b + cy = 0, dengan a, b, c
dt 2
dt

adalah konstanta, dan a > 0. Tentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
a, b, dan c sehingga akar-akar dari persamaan karakteristik ádalah :

(i) riel, berbeda, dan negatif.


(ii) riel dengan berlawanan tanda.
(iii) riel, berbeda, dan positif.

3.2 Solusi Fundamental untuk Persamaan Differensial Homogen

Pada bagian 3.1, kita telah menunjukkan bagaimana menyelesaikan


persamaan differensial yang berbentuk

d2y dy
a 2
+b
dt
+ c = 0, dengan a, b, c  R.
dt

Pada bagian ini kita mempelajari persamaan differensial linier homogen


order kedua L[φ](t) = 0. Karena terbiasa untuk menggunakan simbol y untuk
menyatakan φ(t), kita akan menuliskan persamaan ini dalam bentuk

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0. (3.2.1)
dt 2
dt

Bersama-sama dengan persamaan (3.2.1), kita tambahkan suatu himpunan


nilai awal

dy
y(t0) = y0, ( t0) = y0' , (3.2.2)
dt

36
dengan t0 adalah sebarang titik di interval I, dan y0 dan y0' adalah bilangan riel
yang diketahui. Kita ingin mengetahui apakah masalah nilai awal (3.2.1) dan (3.2.2)
selalu mempunyai sebuah solusi dan apakah dapat mempunyai lebih dari satu solusi.
Kita juga ingin mengetahui apakah yang dapat dikatakan tentang bentuk dan struktur
solusi yang dapat membantu untuk menemukan solusi dari masalah khusus. Jawaban
pertanyaan-pertanyaan ini dibahas dalam teorema-teorema di bagian ini.

Hasil teori fundamental untuk masalah nilai awal untuk persamaan


linier order kedua dinyatakan dalam Teorema 3.2.1, yang analog dengan Teorema
2.6.1 untuk persamaan linier order pertama. Hasilnya juga dapat diterapkan untuk
persamaan tak homogen, oleh karena itu teoremanya dinyatakan dalam bentuk
persamaan tak homogen.

Teorema 3.2.1 Perhatikan masalah nilai awal

d2y dy dy
+ p(t) + q(t)y = g(t), y(t0) = y0, ( t0) = y0' , (3.2.3)
dt 2 dt dt

dengan p, q, dan g kontinu pada suatu interval buka I yang memuat titik t0.
Maka ada tepat satu solusi y = φ(t) dari masalah ini, dan solusi ada sepanjang interval
I.

Kita menekankan bahwa teorema di atas menyatakan tiga hal

(i) masalah nilai awal mempunyai suatu solusi, dengan kata lain, solusinya ada.
(ii) masalah nilai awal hanya mempunyai satu solusi, dengan kata lain, solusinya
tunggal.
(iii) solusi φ terdefinisi sepanjang interval I dimana koefisien-koefisiennya kontinu
dan setidaknya dapat diturunkan dua kali di interval I.

Untuk beberapa masalah, beberapa pernyataan ini mudah dibuktikan. Sebagai


contoh masalah nilai awal

37
d2y dy
– y = 0, y(0) = 2, (0) = –1 (3.2.4)
dt 2 dt

1 t 3 -t
mempunyai solusi y(t) = e + e. (3.2.5)
2 2

(Pembaca diminta untuk memeriksa kebenaran solusi).

Fakta bahwa kita menemukan solusi, membenarkan bahwa solusi ada


untuk masalah nilai awal tersebut. Selanjutnya solusi (3.2.5) dapat diturunkan dua
kali bahkan dapat diturunkan berulang kali sepanjang interval (–∞ , ∞). Perhatikan
bahwa pada interval ini koefisien-koefisien persamaan differensial kontinu.
Sebaliknya tidak mudah untuk menunjukkan bahwa masalah nilai awal (3.2.4) tidak
mempunyai solusi selain solusi (3.2.5). Bagaimanapun juga Teorema 3.2.1
menyatakan bahwa solusi ini benar-benar satu-satunya solusi dari masalah nilai awal
(3.2.4).

Akan tetapi, untuk kebanyakan masalah berbentuk (3.2.3), tidak mungkin


untuk menuliskan ekspresi yang berguna untuk solusi. Hal ini adalah perbedaan
utama antara persamaan linier order pertama dengan persamaan linier order kedua.
Oleh karena itu, semua bagian teorema harus dibuktikan dengan metode umum yang
tidak mempunyai ekspresi demikian. Bukti Teorema 3.2.1 sulit dan tidak dibahas di
sini. Kita akan menerima Teorema 3.2.1 sebagai hal yang benar dan menggunakannya
bila diperlukan.

Contoh 3.2.1 Carilah interval terpanjang sehingga solusi masalah nilai awal
berikut pasti ada

d2y dy dy
(t2 – 3t) +t – (t + 3)y = 0, y(1) = 2, (1) = 1,
dt 2
dt dt

Jawab : Jika persamaan differensial yang diberikan ditulis dalam bentuk

1 t 3
(3.2.3), maka p(t) = , q(t) = – , dan g(t) = 0. Titik-titik tak kontinu dari
t 3 t (t  3)

koefisien- koefisien hanya di t = 0 dan t = 3. Oleh karena itu, interval buka terpanjang

38
yang memuat titik nilai awal t = 1 dan semua koefisien kontinu adalah 0 < t < 3. Jadi,
ini adalah interval terpanjang dimana Teorema 3.2.1 menjamin bahwa solusi masalah
nilai awal ada.

Contoh 3.2.2 Carilah solusi tunggal dari masalah nilai awal

d2y dy dy
+ p(t) + q(t)y = g(t), y(t0) = 0, ( t0) = 0,
dt 2 dt dt

dimana p dan q kontinu pada suatu interval buka I yang memuat t0.

Jawab : Fungsi y = φ(t) = 0 untuk semua t di I memenuhi persamaan


differensial dan nilai awal. Dengan menggunakan bagian ketunggalan Teorema 3.2.1,
solusi ini adalah satu-satunya solusi dari masalah yang diberikan.

Sekarang kita mengasumsikan bahwa y1 dan y2 adalah solusi dari

d2y dy
persamaan differensial + p(t) + q(t)y = 0. Dengan kata lain
dt 2 dt

d 2 y1 dy1
L[y1] = + p(t) + q(t)y1 = 0. Demikian juga berlaku untuk y2.
dt 2
dt
Maka, sama seperti contoh-contoh di sub bab 3.1, kita dapat menemukan lebih
banyak solusi dengan membentuk kombinasi linier dari y1 dan y2. Kita menyatakan
hasil ini dalam teorema berikut.

Teorema 3.2.2 ( Prinsip Superposisi ) Jika y1 dan y2 adalah dua solusi

d2y dy
persamaan differensial L[y] = + p(t) + q(t)y = 0,
dt 2 dt

(3.2.6)

maka kombinasi linier c1 y1 + c2 y2 juga solusi untuk sebarang nilai dari


konstanta c1 dan c2.

39
Catatan : Suatu kasus khusus dari Teorema 3.2.2 terjadi jika c1 atau c2 adalah
nol. Maka kita menyimpulkan sebarang kelipatan dari solusi persamaan differensial
(3.2.6) juga adalah solusi. Sekarang kita membuktikan Teorema 3.2.2.

Bukti : Untuk membuktikan Teorema 3.2.2, kita hanya perlu mensubstitusikan

y(t) = c1 y1(t) + c2 y2(t)

ke persamaan differensial (3.2.6), diperoleh

d2 d
L[c1 y1 + c2 y2] = ( c1 y1 + c2 y2) + p ( c1 y1 + c2 y2 ) + q( c1 y1 + c2 y2 )
dt 2
dt

d 2 y1 d 2 y2 dy dy
= c1 + c2 + c1 p 1 + c2 p 2 + c1 q y1 + c2 q y2
dt 2
dt 2
dt dt

d 2 y1 dy1 d 2 y2 dy
= c1 [ + p + q y1 ] + c2 [ +p 2 + q y2]
dt 2
dt dt 2
dt

= c1 L[ y1] + c2 L[y2].

Karena L[ y1] = 0 dan L[y2] = 0, diperoleh bahwa L[c1 y1 + c2 y2] juga bernilai
nol. Oleh karena itu, tanpa memperhatikan nilai c1 dan c2, y = = c1 y1(t) + c2 y2(t)
memenuhi persamaan differensial (3.2.6) dan Teorema 3.2.2 terbukti.

Teorema 3.2.2 menyatakan bahwa dimulai hanya dengan dua


solusi dari persamaan differensial (3.2.6), kita dapat mengkonstruksi suatu keluarga
solusi yang tak hingga banyaknya dengan cara membuat kombinasi linier dari kedua
solusi tersebut. Pertanyaan berikutnya adalah apakah semua solusi persamaan
differensial (3.2.6) sudah termuat dalam persamaan y = c1 y1(t) + c2 y2(t). Apakah
mungkin ada solusi lain dengan bentuk yang berbeda ? Kita mulai membahas
pertanyaan ini dengan menguji apakah konstanta-konstanta c1 dan c2 dalam

40
persamaan y = c1 y1(t) + c2 y2(t) dapat dipilih sehingga memenuhi nilai awal y(t0) = y0

dy
dan ( t0) = y0' .
dt

Nilai-nilai awal ini mensyaratkan c1 dan c2 memenuhi sistem


persamaan

c1 y1(t0) + c2 y2(t0) = y0, (3.2.7)

dy1 dy
c1 ( t0) + c2 2 ( t0) = y0' .
dt dt

Dengan menyelesaikan sistem persamaan di atas untuk c1 dan c2, diperoleh

dy2
y0 (t0 )  y0' y2 (t0 )
c1 = dt , c2 =
dy2 dy1
y1 (t0 ) (t0 )  (t0 ) y2 (t0 )
dt dt

dy1
 y0 (t0 )  y0' y1 (t0 )
dt , (3.2.8)
dy2 dy1
y1 (t0 ) (t0 )  (t0 ) y2 (t0 )
dt dt

atau jika dinyatakan dalam bentuk determinan diperoleh

y0 y 2 (t 0 ) y1 (t0 ) y0
dy2 dy1
y0' (t 0 ) (t0 ) y0'
dt dt
c1 = , c2 = .
y1 (t0 ) y2 (t0 ) y1 (t0 ) y2 (t0 )
dy1 dy2 dy1 dy2
(t0 ) (t0 ) (t0 ) (t0 )
dt dt dt dt
(3.2.9)

41
Dengan nilai-nilai ini untuk c1 dan c2, maka ekspresi y = c1 y1(t) + c2 y2(t)

d2y dy
memenuhi persamaan masalah nilai awal + p(t) + q(t)y = 0, y(t0) = y0,
dt 2 dt

dy
( t0) = y0' .
dt

Supaya ekspresi untuk c1 dan c2 dalam persamaan (3.2.8) atau (3.2.9)


mempunyai arti, maka perlu disyaratkan bahwa penyebut tidak bernilai nol. Untuk
kedua nilai c1 dan c2 penyebutnya adalah sama yaitu determinan

y1 (t0 ) y2 (t0 )
dy dy1
W = dy1 dy2 = y1(t0) 2 (t0 ) – (t0 ) y2(t0).
(t0 ) (t0 ) dt dt
dt dt
(3.2.10)

Determinan W disebut determinan Wronskian atau secara singkat Wronskian


dari solusi y1 dan y2. Kadangkala kita menggunakan notasi yang panjang W(y1, y2)(t0)
untuk menyatakan ekspresi di ruas kanan persamaan (3.2.10) dihitung di titik t0.
Argumen di atas membuktikan teorema berikut.

Teorema 3.2.3 Misalkan y1 dan y2 adalah dua solusi persamaan differensial

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0,
dt 2 dt

dy2 dy1
dan bahwa Wronskian W = y1(t) (t ) – (t ) y2(t)
dt dt

dy
tidak nol di titik t0 dimana nilai awal y(t0) = y0, ( t0) = y0' didefinisikan.
dt

Maka ada pilihan untuk konstanta-konstanta c1 dan c2 sehingga y = c1y1(t) +


c2y2(t) memenuhi persamaan differensial dan nilai awal di atas.

42
Contoh 3.2.3 Perhatikan bahwa y1(t) = e-2t dan y2(t) = e-3t adalah solusi

d2y dy
persamaan differensial +5 + 6 = 0 ( pembaca diharapkan mengecek hal
dt 2 dt

ini ). Carilah Wronskian dari y1 dan y2.

Jawab : Wronskian dari kedua fungsi ini adalah

e 2 t e 3t
W=  2t = – e-5t.
 2e  3e  3t

Karena W tak nol untuk setiap nilai t. fungsi y1 dan y2 dapat digunakan untuk
mengkonstruksi solusi dari persamaan differensial yang diberikan.

Teorema berikut membenarkan istilah “solusi umum” yang


diperkenalkan di bab 3.1 untuk kombinasi linier c1y1 + c2y2 .

Teorema 3.2.4 Jika y1 dan y2 adalah dua solusi dari persamaan differensial

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0, (3.2.11)
dt 2
dt

dan jika ada titik t0 dimana Wronskian dari y1 dan y2 tak nol, maka keluarga
solusi

y = c1y1(t) + c2y2(t)

dengan koefisien-koefisien sebarang c1 dan c2 memuat semua solusi


persamaan differensial (3.2.11).

Bukti : Misalkan φ adalah sebarang solusi dari persamaan (3.2.11). Untuk


membuktikan teorema, kita harus membuktikan bahwa φ termuat dalam kombinasi
linier c1y1 + c2y2, yaitu, untuk suatu pilihan konstanta-konstanta c1 dan c2, kombinasi
liniernya sama dengan φ. Misalkan t0 adalah titik dimana Wronskian dari y1 dan y2 tak

43
d
nol. Kemudian hitung φ dan di titik tersebut dan menyebut nilai-nilai ini y0 dan
dt

d
y0' . Jadi, y0 = φ(t0) dan y0' = (t0).
dt

Selanjutnya perhatikan masalah nilai awal

d2y dy dy
+ p(t) + q(t)y = 0, y(t0) = y0, (t0) = y0' .
dt 2 dt dt

Jelas bahwa fungsi φ adalah solusi masalah nilai awal. Sebaliknya karena
W(y1,y2)(t0) tidak nol, adalah mungkin (dengan menggunakan Teorema 3.2.3) untuk
memilih c1 dan c2 sehingga y = c1y1(t) + c2y2(t) juga solusi dari masalah nilai awal di
atas. Faktanya nilai-nilai c1 dan c2 diberikan oleh persamaan (3.2.8) atau (3.2.9).
Bagian ketunggalan dari Teorema 3.2.1 menjamin bahwa dua solusi ini dari masalah
nilai awal yang sama sebenarnya fungsi yang sama, jadi untuk pilihan yang tepat dari
c1 dan c2,

φ(t) = c1y1(t) + c2y2(t)

dan oleh karena itu φ termuat dalam keluarga fungsi c1y1(t) + c2y2(t).
Terakhir, karena φ adalah solusi sebarang dari persamaan differensial (3.2.11),
diperoleh bahwa setiap solusi dari persamaan differensial ini termuat dalam keluarga
ini. Hal ini melengkapi bukti Teorema 3.2.4.

Teorema 3,2,4 menyatakan bahwa selama Wronskian dari y1 dan y2 tidak


nol dimanapun, kombinasi linier c1y1 + c2y2 memuat semua solusi persamaan
differensial (3.2.11). Oleh karena itu adalah wajar ( kita sudah melakukan hal ini pada
sub bab sebelumnya) untuk menyebut ekspresi

y = c1y1(t) + c2y2(t)

dengan koefisien-koefisien konstan sebarang sebagai solusi umum dari


persamaan differensial (3.2.11). Solusi-solusi y1 dan y2 dengan Wronskian tak nol

44
dikatakan membentuk himpunan fundamental solusi dari persamaan differensial
(3.2.11).

Kita dapat menyatakan kembali hasil dari Teorema 3.2.4 dengan sedikit
berbeda. Untuk menemukan solusi umum dan oleh karena itu semua solusi persamaan
differensial berbentuk (3.2.11), kita hanya perlu mencari dua solusi dari persamaan
yang diketahui dengan Wronskian tak nol. Pada sub bab 3.1, kita tidak menghitung
Wronskian. Oleh karena itu pada contoh berikut, kita menunjukkan bahwa solusi-
solusi persamaan differensial yang dibahas di sub bab 3.1 memenuhi syarat
Wronskian tak nol.

Contoh 3.2.4 Misalkan jika y1(t) = e r1t dan y2(t) = e r2 t adalah dua solusi
dari persamaan differensial (3.2.11). Tunjukkan bahwa jika r1 ≠ r2, maka y1 dan y2
membentuk himpunan fundamental solusi.

Jawab : Kita menghitung Wronskian dari y1 dan y2

e r1t e r2 t (( r1  r2 ) t )
W= r2 t = ( r1 – r2) e .
r1 e r2 t r2 e

Karena fungsi eksponen tidak pernah nol dan r1 ≠ r2 diperoleh W tidak pernah
nol untuk setiap nilai t. Oleh karena itu y1 dan y2 membentuk suatu himpunan
fundamental solusi.

Contoh 3.2.5 Tunjukkan bahwa y1(t) = t1/2 dan y2(t) = t-1 membentuk suatu
himpunan fundamental solusi dari persamaan differensial

d2y dy
2t2 + 3t – y = 0, t > 0
dt 2 dt

Jawab : Pertama-tama kita mengecek y1 adalah solusi dari persamaan


differensial dengan mensubstitusi y1 ke persamaan differensial sebagai berikut

45
d 2 1/ 2 d 1/ 2
2t2 (t ) + 3t (t ) – y = 0,
dt 2
dt

1 -3/2 1
2t2( – t ) + 3t ( t-1/2) – y = 0,
4 2

1 3
(– + – 1) t1/2 = 0.
2 2

Persamaan di atas bernilai benar. Jadi y1(t) = t1/2 adalah solusi persamaan
differensial

Dengan cara yang sama, kita dapat membuktikan bahwa y2 adalah solusi
persamaan differensial ( pembaca diharapkan melengkapi pembuktian ini ).

Sekarang kita menghitung Wronskian dari y1 dan y2

t1 / 2 t 1 3 -3/2
W= 1 / 2 2 =– t .
1
2
t t 2

Karena W ≠ 0 untuk t > 0, kita menyimpulkan bahwa y1 dan y2 membentuk


suatu himpunan fundamental solusi.

Teorema 3.2.5 Perhatikan persamaan differensial (3.2.11)

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0,
dt 2 dt

Dengan koefisien-koefisien p dan q kontinu pada suatu interval buka I. Pilih


suatu titik t0 di I. Misalkan y1 adalah solusi persamaan differensial (3.2.11) yang juga

dy
memenuhi nilai-nilai awal y(t0) = 1, (t0) = 0, dan misalkan y2 adalah solusi
dt

dy
persamaan differensial (3.2.11) yang memenuhi nilai-nilai awal y(t0) = 0, (t0) = 1.
dt
Maka y1 dan y2 membentuk suatu himpunan fundamental solusi dari persamaan
differensial (3.2.11).
46
Bukti : Pertama-tama perhatikan bahwa eksistensi fungsi-fungsi y1 dan y2
dijamin oleh bagian eksistensi dari Teorema 3.2.1. Untuk menunjukkan bahwa
mereka membentuk suatu himpunan fundamental solusi-solusi, kita hanya perlu
menghitung Wronskian mereka di t0

y1 (t0 ) y2 (t0 )
1 0
W(y1,y2)(t0) = dy1 dy2 = = 1.
(t0 ) (t0 ) 0 1
dt dt

Karena Wronskian mereka tidak nol di titik t0, fungsi-fungsi y1 dan y2


membentuk himpunan fundamental solusi. Hal ini melengkapi bukti Teorema 3.2.5.

Catatan : Perhatikan bahwa Teorema 3.2.5 tidak menjawab pertanyaan


bagaimana menemukan fungsi-fungsi y1 dan y2 yang memenuhi nilai-nilai awal yang
dinyatakan dalam teorema. Teorema tersebut menjamin bahwa himpunan
fundamental solusi selalu ada.

Contoh 3.2.6 Carilah himpunan fundamental solusi yang memenuhi Teorema

d2y
3.2.5 untuk persamaan differensial – y = 0, dengan menggunakan titik awal t0 =
dt 2
0

Jawab : Perhatikan bahwa dua solusi persamaan differensial di atas adalah


y1(t) = et dan y2(t) = e-t. Wronskian dari solusi-solusi ini adalah W(y1,y2)(t) = –2 ≠ 0,
sehingga mereka membentuk suatu himpunan fundamental solusi. Akan tetapi,
mereka bukan himpunan solusi yang dinyatakan seperti Teorema 3.2.5 karena mereka
tidak memenuhi nilai-nilai awal yang disebutkan di Teorema 3.2.5 di titik t = 0.

Untuk menemukan solusi-solusi fundamental yang memenuhi Teorema


3.2.5, kita perlu menemukan solusi yang memenuhi nilai-nilai awal yang tepat.
Misalkan y3(t) adalah solusi persamaan differensial di atas yang memenuhi nilai-nilai
awal

dy
y(0) = 1, (0) = 0.
dt

47
Solusi persamaan differensial di atas adalah

y = c1et + c2e-t, (3.2.12)

1 1
dan nilai awal di atas dipenuhi jika c1 = dan c2 = . Jadi,
2 2

1 t 1 -t
y3(t) = e + e = cosh(t).
2 2

Dengan cara yang sama, jika y4(t) memenuhi nilai-nilai awal

dy
y(0) = 0, (0) = 1.
dt

1 t 1 -t
Maka y4(t) = e – e = sinh(t).
2 2

Karena Wronskian y3 dan y4 adalah

W(y3, y4)(t) = cosh2(t) – sinh2(t) = 1,

Fungsi-fungsi ini juga membentuk himpunan fundamental solusi seperti


disebutkan di Teorema 3.2.5. Oleh karena itu solusi umum persamaan differensial di
atas dapat dituliskan sebagai y = k1 cosh(t) + k2 sinh(t), juga dalam bentuk (3.2.12).
Kita menggunakan k1 dan k2 untuk konstanta-konstanta sebarang karena mereka tidak
sama dengan konstanta-konstanta c1 dan c2 di persamaan (3.2.12).

Salah satu tujuan contoh di atas adalah untuk menjelaskan bahwa suatu
persamaan differensial yang diberikan mempunyai lebih dari satu himpunan
fundamental solusi. Bahkan persamaan differensial mempunyai tak terhingga
banyaknya himpunan fundamental solusi. Pembaca seharusnya memilih himpunan
yang paling cocok.

Kita dapat merangkum pembahasan pada sub bab ini sebagai


berikut : untuk menemukan solusi umum dari persamaan differensial

d2y dy
+ p(t) + q(t)y = 0, α < t < β,
dt 2 dt

48
Pertama-tama kita harus menemukan dua fungsi y1 dan y2 yang memenuhi
persamaan differensial pada α < t < β. Kemudian kita harus menjamin ada titik di
interval dimana Wronskian W dari y1 dan y2 tak nol. Dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan di atas, y1 dan y2 membentuk suatu himpunan fundamental solusi dan
solusi umum adalah y = c1y1 + c2y2, dengan c1 dan c2 adalah konstanta-konstanta
sebarang. Jika nilai-nilai awal ditetapkan di titik di α < t < β dimana W ≠ 0, maka c1
dan c2 dapat dipilih sehingga memenuhi nilai-nilai awal tersebut.

Latihan 3.2

Untuk masing-masing soal no 1 – 6 tentukan Wronskian dari pasangan fungsi


yang diberikan.

1. e2t, e-3t/2, 2. cos(t), sin(t),

3. e-2t, t e-2t, 4. x, xex,

5. etsin(t), etcos(t), 6. cos2(θ), 1 + cos(2θ).

Untuk masing-masing soal no 7 – 12 tentukan interval terpanjang di mana


masalah nilai awal yang diberikan pasti mempunyai solusi tunggal yang dapat
diturunkan dua kali. Jangan mencari solusinya.

d2y dy
7. t + 3y = t, y(1) = 1, (1) = 2,
dt 2
dt

d2y dy dy
8. ( t – 1) – 3t + 4y = sin(t), y(– 2) = 2, (– 2) = 1,
dt 2 dt dt

d2y dy dy
9. t ( t – 4) + 3t + 4y = 2, y(3) = 0, (3) = –1,
dt 2 dt dt

d2y dy dy
10. + (cos(t)) + 3(ln| t |) y = 0, y(2) = 3, (2) = 1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
11. ( x – 3) +x + (ln| x |) y = 0, y(1) = 0, (1) = 1,
dx 2
dx dt

49
d2y dy dy
12. ( x – 3) + + ( x – 2 ) tan(x) y = 0, y(3) = 1, (3) = 2.
dx 2
dx dt

13. Periksalah bahwa y1(t) = t2 dan y2(t) = t-1 adalah dua solusi dari persamaan

d2y
differensial t2 – 2y = 0 untuk t > 0. Kemudian tunjukkan bahwa c1t2 + c2t-1
dt 2
juga solusi persamaan ini untuk sebarang c1 dan c2.

14. Periksalah bahwa y1(t) = 1 dan y2(t) = t1/2 adalah dua solusi dari persamaan

d2y  dy 
2

differensial y +   = 0 untuk t > 0. Kemudian tunjukkan bahwa c1 +


dt 2  dt 

c2t1/2 bukan, secara umum, solusi persamaan ini. Jelaskan mengapa hasil ini tidak
bertentangan dengan Teorema 3.2.2.

15. Tunjukkan bahwa jika y = φ(t) adalah solusi persamaan differensial

d2y dy
+ p(t) + q(t)y = g(t), dengan g(t) tidak selalu nol, maka y = c φ(t),
dt 2
dt

dengan c adalah sebarang konstanta selain 1, bukan solusi. Jelaskan mengapa


hasil ini tidak bertentangan dengan catatan setelah Teorema 3.2.2.

16. Dapatkah y = sin(t2) menjadi solusi pada suatu interval yang memuat t = 0 dari

d2y dy
persamaan + p(t) + q(t)y = 0 dengan koefisien-koefisien kontinu ?
dt 2
dt

Jelaskan jawabanmu !

17. Jika Wronskian W dari f dan g adalah 3e4t, dan jika f(t) = e2t, carilah g(t).

18. Jika Wronskian W dari f dan g adalah t2et, dan jika f(t) = t, carilah g(t).

19. Jika W (f, g) adalah Wronskian dari f dan g, dan jika u = 2 f – g, v = f + g(t),
carilah Wronskian W(u,v) dari u dan v dinyatakan dalam W(f, g).

20. Jika Wronskian dari f dan g adalah t cos(t) – sin(t), dan jika u = f + 3g,

v = f – g, tentukan Wronskian W(u,v) dari u dan v.

50
Untuk masing-masing soal no. 21 dan 22, carilah himpunan fundamental
solusi yang ditentukan oleh Teorema 3.2.5 untuk persamaan differensial yang
diberikan dan titik awal.

d2y dy d2y dy
21. + – 2y = 0, t0 = 0, 22. +4 + 3y = 0, t0 = 1.
dt 2
dt dt 2
dt

Untuk masing-masing soal no. 23 – 26 periksalah bahwa fungsi-fungsi y1 dan


y2 adalah solusi dari persamaan differensial yang diketahui. Apakah solusi-solusi
tersebut membentuk himpunan fundamental solusi ?

d2y
23. + 4y = 0, y1(t) = cos(2t), y2(t) = sin(2t),
dt 2

d2y dy
24. –2 + y = 0, y1(t) = et, y2(t) = tet,
dt 2 dt

d2y dy
25. x2 – x(x + 2) + ( x + 2)y = 0, x > 0, y1(x) = x, y2(x) = xex,
dx 2
dx

d2y dy
26. ( 1 – x cot(x)) –x + y = 0, 0 < x < π, y1(x) = x, y2(x) = sin(x).
dx 2
dx

d2y dy
27. Perhatikan persamaan differensial – – 2y = 0.
dt 2
dt

(i) Tunjukkan bahwa y1(t) = e-t dan y2(t) = e2t membentuk himpunan fundamental
solusi.

(ii) Misalkan y3(t) = –2e2t, y4(t) = y1(t) + 2y2(t), dan y5(t) = 2y1(t) – 2y3(t). Apakah
y3(t), y4(t), dan y5(t) juga solusi-solusi persamaan differensial yang diketahui ?

(iii) Tentukan apakah masing-masing pasangan berikut membentuk himpunan


fundamental solusi { y1(t), y3(t) }, { y2(t), y3(t) }, { y1(t), y4(t) }, { y4(t), y5(t) }.

Tugas Proyek 3.2.1. Persamaan Eksak

51
d2y dy
Persamaan differensial P(x) + Q(x) + R(x)y = 0 disebut eksak jika
dx 2
dx

d  dy  d
persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk  P( x)  +  f ( x) y  =0,
dx  dx  dx

dimana f(x) harus ditentukan dan dinyatakan dalam P(x), Q(x), dan R(x). Persamaan
yang terakhir dapat diintegralkan sekali dan menghasilkan persamaan differensial
linier order pertama dalam y yang dapat diselesaikan seperti bab 2. Dengan
menyamakan koefisien-koefisien dari persamaan sebelumnya dan kemudian

d 2P
mengeliminasi f(x), tunjukkan bahwa syarat perlu untuk keeksakan adalah –
dx 2

dQ
+ R(x) = 0. Dapat ditunjukkan bahwa syarat ini juga merupakan syarat cukup.
dx

Dalam masing-masing soal 1 – 4 gunakan hasil di atas untuk menentukan


apakah persamaan differensial berikut eksak atau tidak. Jika eksak, carilah solusinya.

d2y dy d2y dy
1. +x + y = 0, 2. + 3x2y +
dx 2
dx dx 2
dx

xy = 0,

d2y dy d2y dy
3. x – (cos(x)) + (sin(x))y = 0, 4. x2 +x – y = 0, x
dx 2
dx dx 2
dx

> 0.

5. Persamaan Adjoin. Jika suatu persamaan linier homogen order kedua tidak eksak,
persamaan tersebut dapat dibuat eksak dengan mengalikan dengan suatu faktor
integral μ(x) yang tepat. Jadi kita mensyaratkan μ(x) sedemikian sehingga

d2y dy
μ(x) P(x) + μ(x)Q(x) + μ(x)R(x)y = 0 dapat dituliskan dalam bentuk
dx 2
dx

52
d dy d
[  ( x) P( x) ] + [f(x)y] = 0. Dengan menyamakan koefisien-koefisien
dx dx dx
pada kedua persamaan ini dan mengeliminasi f(x), tunjukkan bahwa fungsi μ

d 2 dP d d 2P dQ
harus memenuhi P + (2 – Q) + ( – + R) μ = 0.
dx 2
dx dx dx 2
dx

Persamaan ini dikenal sebagai adjoin dari persamaan semula dan penting
dalam teori lebih lanjut tentang persamaan differensial. Secara umum, masalah
untuk menyelesaikan persamaan differensial adjoin sama sukarnya dengan
menyelesaikan persamaan semula. Karena itu hanya sewaktu-waktu dapat
ditemukan suatu faktor integral untuk persamaan order kedua.

Dalam masing-masing soal 6 – 8 gunakan hasil no. 5 untuk menemukan


adjoin dari persamaan differensial yang diberikan.

d2y dy
6. x2 +x + ( x2 – ν2) y = 0, persamaan Bessel
dx 2
dx

d2y dy
7. ( 1 – x2) –2x + α(α + 1)y = 0, persamaan Legendre
dx 2
dx

d2y
8. – xy = 0, persamaan Airy
dx 2

d2y dy
9. Untuk persamaan linier order kedua P(x) + Q(x) + R(x)y = 0,
dx 2
dx

tunjukkan bahwa adjoin dari persamaan adjoin adalah persamaan semula.

d2y dy
10. Suatu persamaan linier order kedua P(x) + Q(x) + R(x)y = 0 dikatakan
dx 2
dx

self-adjoint jika adjoinnya adalah persamaan semula. Tunjukkan bahwa syarat perlu
untuk persamaan adalah self-adjoint adalah P(x) = Q(x). Tentukan apakah
masing- masing dari persamaan 6 – 8 adalah self-adjoint.

53
3.3 Bebas Linier dan Wronskian
Pada sub bab ini kita akan menghubungkan ide solusi umum dan
himpunan solusi fundamental dari persamaan differensial linier dengan konsep
bebas linier, yang merupakan inti dari pelajaran aljabar linier. Relasi antara
persamaan differensial dan aljabar linier lebih tampak untuk persamaan berorder
tinggi dan untuk sistem persamaan.

Kita akan mengacu pada sifat dasar berikut dari sistem persamaan aljabar
linier homogen. Perhatikan sistem berikut

a11x1 + a12x2 = 0, (3.3.1)

a21x1 + a22x2 = 0,

dan misalkan ∆ = a11 a22 – a12 a21 adalah determinan koefisien yang
berkorespon-densi. Maka x1 = 0, x2 = 0 adalah satu-satunya solusi dari sistem (3.3.1)
jika dan hanya jika ∆ ≠ 0. Selanjutnya sistem (3.3.1) mempunyai solusi-solusi tak
nol jika dan hanya jika ∆ = 0.

Dua fungsi f dan g dikatakan bergantung linier pada suatu interval


I jika ada 2 konstanta k1 dan k2, tidak keduanya nol, sedemikian sehingga

k1f(t) + k2g(t) = 0 (3.3.2)

untuk semua t di I.

Fungsi-fungsi f dan g dikatakan bebas linier pada suatu interval I


jika mereka tidak bergantung linier, yaitu, persamaan (3.3.2) berlaku untuk semua t
di I hanya jika k1 = k2 = 0.

Biasanya merupakan hal yang mudah untuk menentukan suatu


himpunan dari dua fungsi adalah himpunan yang bebas linier atau bergantung linier.
Himpunan tersebut bergantung linier jika fungsi-fungsi tersebut sebanding satu

54
dengan yang lain, sebaliknya mereka membentuk himpunan yang bebas linier.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan definisi-definisi ini.

Contoh 3.3.1 Tentukan apakah fungsi-fungsi sin(t) dan cos(t – π/2) adalah
bebas linier atau bergantung linier pada suatu interval sebarang ?

Jawab : Fungsi-fungsi yang diketahui adalah bergantung linier pada


sebarang interval karena k1 sin(t) + k2 cos(t – π/2) = 0 untuk semua t jika kita
memilih k1 = 1 dan k2 = –1 .

Contoh 3.3.2 Tunjukkan bahwa fungsi-fungsi et dan e2t adalah bebas linier
pada sebarang interval.

Jawab: Untuk membuktikan hasil di atas, kita anggap bahwa

k1 et + k2 e2t = 0 (3.3.3)

untuk semua t di interval, kemudian kita harus menunjukkan bahwa k1 = k2 =


0. Pilihlah dua titik t0 dan t1 di interval, dimana t0 ≠ t1. Dengan mengevaluasi
persamaan (3.3.3) di titik-titik ini, kita memperoleh

k1 et 0 + k2 e 2t 0 = 0,

k1 et1 + k2 e 2t1 = 0. (3.3.4)

Determinan dari koefisien adalah et 0 e 2t1 – e 2t 0 et1 = et 0 et1 ( et1 – et 0 ).

Karena determinan ini tidak nol, diperoleh bahwa satu-satunya solusi


persamaan (3.3.4) adalah k1 = k2 = 0. Oleh karena itu et dan e2t adalah bebas linier.

Teorema berikut menghubungkan bebas linier dan bergantung


linier dengan Wronskian.

Teorema 3.3.1 Jika f dan g adalah fungsi-fungsi yang dapat diturunkan pada
interval buka I, dan jika W(f, g)(t0) ≠ 0 untuk suatu titik t0 di I, maka f dan g bebas
linier pada I. Selanjutnya, jika f dan g bergantung linier pada I, maka W(f, g)(t) = 0
untuk setiap t di I.

55
Bukti :

Untuk membuktikan pernyataan pertama dari Teorema 3.3.1,


perhatikan kombinasi linier k1f(t) + k2g(t), dan anggap bahwa ekspresi ini adalah nol
untuk keseluruhan interval. Dengan mengevaluasi ekspresi dan turunannya di t0,
diperoleh

k1f(t0) + k2g(t0) = 0,

df dg
(t0 ) (t0 )
k1 dt + k2 dt = 0, (3.3.5)

Determinan koefisien sistem persamaan (3.3.5) adalah W(f, g)(t0) yang tidak
nol berdasarkan diketahui. Oleh karena itu, satu-satunya solusi dari sistem
persamaan (3.3.5) adalah k1 = k2 = 0. Jadi, f dan g adalah bebas linier.

Bagian kedua dari Teorema 3.3.1 diperoleh secara langsung dari


bagian pertama. Misalkan f dan g bergantung linier dan andaikan kesimpulan salah,
yaitu, W(f, g) tidak nol dimanapun di I. Maka ada suatu titik t0 sedemikian sehingga

W(f, g)(t0) ≠ 0 berdasarkan bagian pertama dari Teorema 3.3.1. Hal ini
mengakibatkan bahwa f dan g bebas linier, yang merupakan kontradiksi dengan
diketahui. Jadi, Teorema 3.3.1 terbukti.

Kita dapat menerapkan hasil ini ke fungsi-fungsi f(t) = et, g(t) = e2t
yang dibahas di Contoh 3.3.2. Untuk sebarang titik t0 kita mempunyai

et 0 e 2t 0
W(f, g)(t0) = = e 3t 0 ≠ 0. (3.3.6)
et 0 2e 2 t 0

Oleh karena itu fungsi-fungsi et dan e2t bebas linier pada sebarang interval.

Catatan : Dua fungsi f dan g dapat bebas linier meskipun W(f, g)(t) = 0
untuk setiap t di interval I. Hal ini diilustrasikan di soal latihan no. 28.

56
Sekarang kita menguji lebih lanjut sifat-sifat dari Wronskian dua
solusi dari suatu persamaan differensial linier homogen order kedua. Teorema
berikut memberikan suatu rumus eksplisit untuk Wronskian dari sebarang dua
solusi dari sebarang persamaan demikian, bahkan jika solusi-solusinya tidak
diketahui.

Teorema 3.3.2 (Teorema Abel) Jika y1 dan y2 adalah solusi-solusi


persamaan differensial

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0, (3.3.7)
dt 2
dt

dengan p dan q kontinu pada suatu interval buka I, maka Wronskian W(y1,
y2)(t) diberikan oleh

W(y1, y2)(t) = c exp [–  p (t ) dt ], (3.3.8)

dengan c adalah konstanta tertentu yang bergantung pada y1 dan y2, tetapi
tidak pada t. Selanjutnya, W(y1, y2)(t) adalah nol untuk semua t di I ( jika c = 0) atau
tidak pernah nol di I ( jika c ≠ 0).

Bukti :

Untuk membuktikan Teorema Abel, kita mulai dengan memperhatikan


bahwa y1 dan y2 memenuhi

d 2 y1 dy1
+ p(t) + q(t)y1 = 0, (3.3.9)
dt 2 dt

d 2 y2 dy
+ p(t) 2 + q(t)y2 = 0.
dt 2
dt

Jika kita mengalikan persamaan pertama dengan –y2, mengalikan


persamaan kedua dengan –y1, dan menjumlahkan persamaan-persamaan yang
dihasilkan, kita memperoleh

57
d 2 y2 d 2 y1 dy dy1
(y1 – y2) + p(t)( y1 2 – y2) = 0. (3.3.10)
dt 2
dt 2
dt dt

Selanjutnya, misalkan W(t) = W(y1, y2)(t) dan perhatikan bahwa

dW d 2 y2 d 2 y1
= y1 – y2. (3.3.11)
dt dt 2 dt 2

Maka kita dapat menuliskan persamaan (3.3.10) dalam bentuk

dW
+ p(t)W = 0. (3.3.12)
dt

Persamaan (3.3.12) dapat diselesaikan secara langsung karena merupakan


persamaan linier order pertama dan persamaan dengan variabel terpisah. Jadi,

W(t) = c exp [–  p (t ) dt ], (3.3.13)

dengan c adalah konstanta. Nilai c bergantung pada pasangan solusi


persamaan (3.3.7) yang terlibat. Akan tetapi, karena fungsi eksponen tidak pernah
nol, W(t) tidak nol kecuali jika c = 0, dalam hal ini W(t) adalah nol untuk semua t,
yang melengkapi bukti Teorema 3.3.2.

Perhatikan bahwa Wronskian dari sebarang dua himpunan solusi


fundamental dari persamaan differensial yang sama dapat berbeda hanya oleh suatu
konstanta pengali. Juga Wronskian dari sebarang himpunan solusi fundamental
dapat ditentukan tanpa menyelesaikan persamaan differensial.

Contoh 3.3.3 Dalam contoh 3.2.5 di sub bab 3.2, kita memeriksa kebenaran
bahwa y1(t) = t3/2 dan y2(t) = t-1 adalah solusi-solusi dari persamaan

d2y dy
2t2 + 3t – y = 0, t > 0. (3.3.14)
dt 2
dt

58
Periksalah bahwa Wronskian y1 dan y2 diberikan oleh persamaan (3.3.13)

Jawab : Dari Contoh 3.2.5 diperoleh W(y1, y2)(t) = – (3/2)t-3/2. Untuk


menggunakan persamaan (3.3.13) kita harus menuliskan persamaan differensial

d2y
(3.3.14) dalam bentuk standard dengan koefisien adalah 1. Jadi, kita
dt 2
memperoleh

d2y 3 dy 1
+ – y = 0.
dt 2
2t dt 2t 2

3
Jadi, p(t) = . Oleh karena itu
2t

3  3 
W(y1, y2)(t) = c exp [ –  2t dt ] = c exp   2 ln(t )  = c t-3/2.
(3.3.15)

Persamaan (3.3.15) memberikan Wronskian untuk sebarang pasangan solusi


dari persamaan (3.3.14). Untuk solusi khusus yang diberikan di contoh ini, kita
harus memilih c = – 3/2.

Suatu versi yang lebih kuat dari Teorema 3.3.1 dapat dibuktikan jika
dua fungsi yang terlibat adalah solusi-solusi persamaan differensial linier homogen
order kedua.

Teorema 3.3.3 Misalkan y1 dan y2 adalah solusi-solusi persamaan

d2y dy
differensial (3.3.7), L[y] = + p(t) + q(t)y = 0, dengan p dan q kontinu
dt 2
dt

pada suatu interval buka I. Maka y1 dan y2 adalah bergantung linier pada I jika dan
hanya jika W(y1, y2)(t) adalah nol untuk semua t di I. Atau y1 dan y2 adalah bebas
linier pada I jika dan hanya jika W(y1, y2)(t) tidak pernah nol di I.

59
Bukti :

Berdasarkan Teorema 3.3.2 kita mengetahui bahwa W(y1, y2)(t) bernilai


nol di seluruh I atau tidak pernah nol di I. Dalam pembuktian Teorema 3.3.3,
pertama-tama perhatikan bahwa jika y1 dan y2 bergantung linier, maka

W(y1, y2)(t) adalah nol untuk semua t di I berdasarkan Teorema 3.3.1.

Masih harus dibuktikan konvers yaitu jika W(y1, y2)(t) bernilai nol di
seluruh I, maka y1 dan y2 bergantung linier. Misalkan t0 adalah sebarang titik di I.
maka W(y1, y2)(t0) = 0. Akibatnya, sistem persamaan

c1y1(t0) + c2y2(t0) = 0,

dy1 dy2
c1 dt (t0) + c2 dt (t0) = 0, (3.3.16)

untuk c1 dan c2 mempunyai solusi tak trivial.

Dengan menggunakan nilai-nilai c1 dan c2 ini misalkan φ(t) = c1y1(t) +


c2y2(t). Maka φ adalah solusi persamaan (3.3.7) dan berdasarkan sistem persamaan
(3.3.16), φ juga memenuhi nilai awal

d
φ (t0) = 0, (t0) = 0. (3.3.17)
dt

Oleh karena itu berdasarkan bagian ketunggalan Teorema 3.2.1 atau


berdasarkan Contoh 2 sub bab 3.2, φ(t) = 0 untuk semua t di I. Karena φ(t) = c1y1(t)
+ c2y2(t) dengan c1 dan c2 tidak keduanya nol. Hal ini berarti bahwa y1 dan y2
bergantung linier. Pernyataan alternatif dari teorema segera diperoleh.

Sekarang kita dapat meringkaskan fakta tentang himpunan solusi


fundamental, Wronskian, dan bebas linier sebagai berikut. Misalkan y1 dan y2
adalah solusi-solusi persamaan differensial (3.3.7)

60
d2y dy
+ p(t) + q(t)y = 0,
dt 2
dt

dengan p dan q kontinu pada suatu interval buka I. Maka empat pernyataan
berikut adalah ekuivalen, dalam arti bahwa masing-masing pernyataan
mengakibatkan ketiga pernyataan lainnya :

1. Fungsi-fungsi y1 dan y2 adalah himpunan solusi fundamental pada I,


2. Fungsi-fungsi y1 dan y2 adalah bebas linier pada I,
3. W(y1, y2)(t0) ≠ 0 untuk suatu t0 di I,
4. W(y1, y2)(t) ≠ 0 untuk semua t di I.
Cukup menarik untuk memperhatikan kesamaan di antara persamaan
differensial linier homogen berorder dua dengan aljabar vektor dua dimensi. Dua
vektor a dan b dikatakan bergantung linier jika ada dua skalar k1 dan k2, tidak
keduanya nol, sehingga k1 a + k2 b = 0. Sebaliknya, mereka dikatakan bebas linier.
Misalkan i dan j adalah vektor satuan sepanjang sumbu-sumbu x dan y secara
berturut-turut. Karena k1 i + k2 j = 0 hanya jika k1 = k2 = 0, vektor-vektor i dan j
bebas linier. Selanjutnya, kita mengetahui bahwa sebarang vektor a dengan
komponen-komponen a1 dan a2 dapat dituliskan sebagai a = a1i + a2j, yaitu sebagai
kombinasi linier dua vektor i dan j yang bebas linier. Tidak sukar untuk
menunjukkan bahwa sebarang vektor dua dimensi dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linier dari sebarang dua vektor dua dimensi yang bebas linier (lihat soal
14 ). Pasangan vektor yang bebas linier demikian dikatakan membentuk suatu basis
untuk ruang vektor dari vektor berdimensi dua.

Istilah ruang vektor juga diterapkan untuk koleksi objek matematika


lainnya yang memenuhi hukum penjumlahan dan perkalian skalar yang sama
dengan yang dipenuhi oleh vektor geometri. Sebagai contoh, dapat ditunjukkan
bahwa himpunan fungsi yang dapat diturunkan dua kali pada interval buka I
membentuk ruang vektor. Dengan cara yang sama, himpunan V dari fungsi-fungsi
yang memenuhi persamaan (3.3.7) juga membentuk ruang vektor.

61
Karena setiap anggota V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dua
anggota y1 dan y2 yang bebas linier, kita mengatakan bahwa pasangan demikian
membentuk basis untuk V. Hal ini mengarahkan ke kesimpulan bahwa V berdimensi
dua. Oleh karena itu V analog dengan ruang vektor geometri di bidang. Selanjutnya
kita menemukan bahwa himpunan solusi dari persamaan differensial linier
homogen berorder n membentuk ruang vektor berdimensi n, dan bahwa sebarang
himpunan dari n solusi yang bebas linier dari persamaan differensial membentuk
suatu basis untuk ruang. Hubungan antara persamaan differensial dan vektor
merupakan alasan yang baik untuk mempelajari aljabar linier abstrak.

Latihan 3.3

Untuk masing-masing soal no. 1 – 8 tentukan apakah pasangan fungsi yang


diketahui bebas linier atau bergantung linier.

1. f(t) = t2 + 5t, g(t) = t2 – 5t, 2. f(t) = t, g(t) = t-1,

3. f(t) = 3t, g(t) = | t |, 4. f(t) = 3t – 5, g(t) = 9t – 15,

5. f(t) = eλtcos(μt), g(t) = eλtsin(μt), μ ≠ 0,

6. f(x) = x3, g(x) = | x |3, 7. f(x) = e3x, g(x) = e3(x-1),

8. f(θ) = cos(2θ) – 2 cos2(θ), g(θ) = cos(2θ) + 2 sin2(θ).

9. Wronskian dari dua fungsi adalah W(t) = t sin2t. Apakah fungsi-fungsi tersebut
bebas linier atau bergantung linier ? Mengapa ?

10. Wronskian dari dua fungsi adalah W(t) = t2 – 4. Apakah fungsi-fungsi tersebut
bebas linier atau bergantung linier ? Mengapa ?

11. Jika fungsi-fungsi y1 dan y2 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari

d2y dy
persamaan + p(t) + q(t)y = 0, buktikan bahwa c1y1 dan c2y2 juga
dt 2
dt

solusi- solusi yang bebas linier, asalkan c1 ≠ 0 dan c2 ≠ 0.

62
12. Jika fungsi-fungsi y1 dan y2 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari

d2y dy
persamaan + p(t) + q(t)y = 0, buktikan bahwa y3 = y1 + y2 dan y4 = y1
dt 2
dt

– y2 juga membentuk himpunan solusi yang bebas linier. Sebaliknya, jika y3 dan
y4 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari persamaan differensial, tunjukkan
bahwa y1 dan y2 juga merupakan solusi-solusi yang bebas linier.

13. Jika fungsi-fungsi y1 dan y2 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari

d2y dy
persamaan + p(t) + q(t)y = 0, tentukan syarat-syarat yang harus
dt 2
dt

dipenuhi fungsi-fungsi y3 = a1 y1 + a2y2 dan y4 = b1 y1 + b2y2 juga membentuk


himpunan solusi yang bebas linier.

14. (i) Buktikan bahwa sebarang vektor dua dimensi dapat dituliskan sebagai suatu

kombinasi linier dari i + j dan i – j.

(ii) Buktikan bahwa jika vektor-vektor x = x1i + x2j dan y = y1i + y2j adalah
bebas linier, maka sebarang vektor z = z1i + z2j dapat dinyatakan sebagai
kombinasi linier dari x dan y. Perhatikan bahwa jika x dan y adalah bebas
linier, maka x1y2 – x2y1 ≠ 0. Mengapa ?

Dalam masing-masing soal no. 15 – 18 tentukan Wronskian dari dua solusi


dari persamaan differensial yang diberikan tanpa menyelesaikan persamaannya.

d2y dy d2y dy
15. t2 – t(t + 2) +(t + 2)y = 0, 16. (cos(t)) + (sin(t)) – ty = 0,
dt 2
dt dt 2 dt

d2y dy
17. x2 +x + (x2 – ν2)y = 0, persamaan Bessel
dx 2
dx

2 d2y dy
18. ( 1 – x ) – 2x + α(α + 1)y = 0, persamaan Legendre
dx 2
dx

63
19. Tunjukkan bahwa jika p dapat diturunkan dan p(t) > 0, maka Wronskian W(t)

d dy
dari dua solusi [ p (t ) ] + q(t)y = 0 adalah W(t) = c/p(t), dengan c suatu
dt dt
konstanta.

d2y dy
20. Jika y1 dan y2 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari t +2 + tet y =
dt 2
dt

0 dan jika W(y1, y2)(1) = 2, tentukan nilai dari W(y1, y2)(5).

d2y dy
21. Jika y1 dan y2 adalah solusi-solusi yang bebas linier dari t2 –2 +(3 + t)
dt 2
dt

y = 0 dan jika W(y1, y2)(2) = 3, tentukan nilai dari W(y1, y2)(4).

d2y dy
22. Jika Wronskian dari sebarang dua solusi + p(t) + q(t)y = 0 adalah
dt 2
dt

konstan, apakah akibatnya terhadap koefisien-koefisien p dan q ?

23. Jika f, g, dan h adalah fungsi-fungsi yang dapat diturunkan, tunjukkan bahwa
W(fg, fh) = f2 W(g,h).

Dalam soal 24 – 26 asumsikan bahwa p dan q kontinu dan bahwa fungsi-

d2y dy
fungsi y1 dan y2 adalah solusi persamaan differensial + p(t) + q(t)y = 0
dt 2
dt

pada suatu interval buka I.

24. Buktikan bahwa jika y1 dan y2 adalah nol pada titik yang sama di I, maka
mereka tidak dapat merupakan himpunan solusi-solusi fundamental pada
interval tersebut.
25. Buktikan bahwa jika y1 dan y2 mempunyai maksimum atau minimum pada titik
yang sama di I, maka mereka tidak dapat merupakan himpunan solusi-solusi
fundamental pada interval tersebut.
26. Buktikan bahwa jika y1 dan y2 mempunyai titik infleksi t0 yang sama di I, maka
mereka tidak dapat merupakan himpunan solusi-solusi fundamental pada I
kecuali jika p dan q keduanya bernilai nol di t0.

64
27. Tunjukkan bahwa t dan t2 bebas linier pada –1 < t < 1, bahkan mereka bebas
linier pada setiap interval. Tunjukkan juga bahwa W(t, t2) adalah nol di t = 0.
Apa yang dapat Anda simpulkan dari hal ini tentang kemungkinan bahwa t dan

d2y dy
t2 adalah solusi dari persamaan differensial + p(t) + q(t)y = 0 ?
dt 2
dt

d2y dy
Periksalah bahwa t dan t2 adalah solusi dari persamaan t2 – 2t + 2y =
dt 2
dt

0. Apakah hal ini bertentangan dengan kesimpulanmu ? Apakah perilaku


Wronskian dari t dan t2 bertentangan dengan Teorema 3.3.2 ?
28. Tunjukkan bahwa fungsi f(t) = t2| t | dan g(t) = t3 bergantung linier pada 0 < t < 1
dan pada –1 < t < 0 tetapi bebas linier pada –1 < t < 1. Meskipun f dan g bebas
linier di sana, tunjukan bahwa W(f, g) adalah nol untuk semua t di –1 < t < 1.

d2y
Oleh karena itu f dan g tidak dapat merupakan solusi-solusi persamaan +
dt 2

dy
p(t) + q(t)y = 0 dengan p dan q kontinu pada –1 < t < 1.
dt

3.4 Akar-akar Kompleks dari Persamaan Karakteristik


Pada bagian 3.1, kita telah membahas solusi persamaan differensial linier
homogen order kedua dengan koefisien konstan

d2y dy
a +b + cy = 0, dengan a, b, c ádalah bilangan riel. (3.4.1)
dt 2
dt

Kita mengasumsikan solusi persamaan diferencial (3.4.1) ádalah fungsi exponen


y(t) = ert. Jika kita mensubstitusikan solusi tersebut ke persamaan differensial
(3.4.1), maka akan diperoleh persamaan karakteristik

ar2 + br + c = 0. (3.4.2)

Persamaan karakteristik (3.4.2) merupakan persamaan kuadrat dalam r.


Jenis akar-akarnya bergantung kepada nilai diskriminannya. Pada bagian 3.1, telah

65
dibahas kasus dimana diskriminannya bernilai positif. Pada bagian ini akan dibahas
kasus untuk nilai diskriminan negatif.

Dengan demikian solusi persamaan karakteristik (3.4.2) berupa


bilangan kompleks yang saling konjuget

b D b D
r1 = atau r2 = , dengan D = b2 – 4ac < 0.
2a 2a

Ingat kembali bahwa dalam bilangan kompleks berlaku i2 = –1. Sehingga

bi  D
akar-akar kompleks di atas dapat ditulis sebagai r1 = atau r2 =
2a

bi  D b D
. Dengan memisalkan λ = , dan μ = , diperoleh r1 = λ +
2a 2a 2a
iμ, r2 = λ – iμ.

Perhatikan bahwa λ dan μ adalah bilangan riel. Jadi diperoleh solusi


persamaan differensial adalah y(t) = c1 y1(t) + c2 y2(t), dengan y1(t) = e(λ+iμ)t , dan

y2(t) = c2 e(λ-iμ)t.

Untuk memahami arti pangkat kompleks dari suatu bilangan,


digunakan rumus Euler yaitu eit = cos(t) + i sin(t). Sehingga diperoleh

e-it = ei(-t) = cos (-t) + i sin(-t) = cos(t ) – i sin(t).

Ingat juga bahwa sifat-sifat eksponen untuk pangkat bilangan riel juga
berlaku untuk pangkat bilangan kompleks. Oleh karena itu,

y1(t) = e(λ+iμ)t = eλt+iμt = eλt eiμt = eλt ( cos(μt) + i sin(μt)) = eλt cos(μt) + i eλt sin(μt).

Dengan cara yang sama diperoleh,

y2(t) = eλt cos(μt) – i eλt sin(μt).

Perhatikan bahwa fungsi y1 dan y2 adalah fungsi yang bernilai kompleks.


Karena koefisien persamaan differensial merupakan bilangan riel, maka kita

66
menginginkan solusi persamaan differensial yang berupa fungsi bernilai riel. Solusi
berupa fungsi riel dapat diperoleh dengan menggunakan sifat superposisi yang
menyatakan bahwa jika y1 dan y2 merupakan solusi, maka y1 + y2 dan y1 – y2
juga merupakan solusi. Jadi, diperoleh

y1(t) + y2(t) = 2 eλt cos(μt) dan y1(t) – y2(t) = 2i eλt sin(μt).

Dengan mengabaikan kelipatan konstan yaitu 2 dan 2i, secara berturut-


turut, akan diperoleh sepasang solusi bernilai riel yaitu

u(t) = eλt cos(μt) dan v(t) = eλt sin(μt).

Perhatikan bahwa u dan v secara berturut-turut merupakan bagian riel dan


bagian imajiner dari y1.

Sekarang dengan menggunakan definisi determinan Wronskian,


diperoleh determinan Wronskian dari u dan v ádalah W(u, v) = μ e2λt. Pembaca
diminta untuk membuktikan hal ini.

Selanjutnya, jika μ ≠ 0, maka {u, v} ádalah himpunan solusi yang


fundamental. Perhatikan bahwa μ tidak pernah bernilai 0, karena jika μ = 0, maka
akar-akar persamaan karakteristik ádalah bilangan riel dan bukan bilangan kompleks.
Jadi, solusi persamaan differensial (3.6.1) ádalah

y(t) = c1 eλt cos(μt) + c2 eλt sin(μt), dengan c1 dan c2 adalah konstanta.

d2y dy
Contoh 3.6.1 Carilah solusi umum persamaan differensial +2 + 2y = 0
dt 2
dt

Jawab : Dengan mengasumsikan solusi persamaan differensial ádalah y(t)= ert


dan mensubstitusikan ke persamaan differensial, diperoleh persamaan karakteristik

r2 + r + 1 = 0.

Diperoleh akar-akar persamaan karakteristik di atas ádalah

1 3 1 3
r1 = – +i atau r2 = – –i .
2 2 2 2

67
1 3
Jadi, λ = – , dan μ = . Dengan demikian solusi umum persamaan
2 2
differensial di atas ádalah

y(t) = c1e-t/2cos( 3 t/2) + c2 e-t/2sin( 3 t/2).

d2y
Contoh 3.6.2 Carilah solusi umum persamaan differensial + 25y = 0
dt 2

Jawab : Dengan mengasumsikan solusi persamaan differensial ádalah y(t)= ert


dan mensubstitusikan ke persamaan differensial, diperoleh persamaan karakteristik

r2 + 25 = 0.

Diperoleh akar-akar persamaan karakteristik di atas ádalah

r1 = 5i atau r2 = –5i.

Jadi, λ = 0, dan μ = 5. Dengan demikian solusi umum persamaan differensial


di atas ádalah

y(t) = c1cos(5t) + c2 sin(5t).

Latihan 3.4

Untuk soal 1 – 10, carilah solusi umum dari persamaan differensial berikut

d2y dy d2y dy
1) –2 + 2y = 0, 2) –2 + 6y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
3) +2 – 8y = 0, 4) +2 + 2y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y
5) +6 + 13y = 0, 6) 4 + 9y = 0,
dt 2
dt dt 2

d2y dy d2y dy
7) +2 + 1,25y = 0, 8) 9 +9 – 4y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

68
d2y dy d2y dy
9) + + 1,25y = 0, 10) +4 + 6,25y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

Untuk soal no 11 – 16, carilah solusi masalah nilai awal berikut. Gunakan
Maple untuk menggambar grafik solusi dan deskripsikan perilaku solusi untuk t →
∞.

d2y dy
11) + 4y = 0, y(0) = 0, (0) = 1.
dt 2 dt

d2y dy dy
12) +4 + 5y = 0, y(0) = 1, (0) = 1.
dt 2
dt dt

d2y dy dy
13) –2 + 5y = 0, y(π/2) = 1, (π/2) = 1.
dt 2
dt dt

d2y dy
14) + y = 0, y(π/3) = 2, (π/3) = –1.
dt 2 dt

d2y dy dy
15) + + 1,25y = 0, y(0) = 3, (0) = 1.
dt 2
dt dt

d2y dy dy
16) +2 + 2y = 0, y(π/4) = 2, (π/4) = –2.
dt 2
dt dt

d2y dy dy
17) Perhatikan masalah nilai awal 3 – + 2y = 0, y(0) = 2, (0)
dt 2
dt dt

= 0.

(i) Carilah solusi y dari masalah nilai awal di atas.

(ii) Tentukan nilai t terkecil sehingga | y(t) | = 10.

d2y dy dy
18) Perhatikan masalah nilai awal 5 +2 + 7y = 0, y(0) = 2, (0) = 1.
dt 2
dt dt

(i) Carilah solusi y dari masalah nilai awal di atas.

(ii) Tentukan nilai T terkecil sehingga | y(t) |  0,1 untuk semua t > T.

69
d2y dy dy
19) Perhatikan masalah nilai awal +2 + 6y = 0, y(0) = 2, (0) = α 
dt 2
dt dt

0.

(i) Carilah solusi y dari masalah nilai awal di atas.

(ii) Carilah α sehingga y = 0 jika t = 1.

(iii) Carilah, sebagai fungsi α, nilai positif terkecil dari t sehingga y = 0.

(iv) Tentukan nilai limit dari ekspresi yang diperoleh dari (iii) saat α → ∞.
d2y dy dy
20) Perhatikan masalah nilai awal + 2α + (α2+1)y = 0, y(0) = 1, (0)
dt 2
dt dt

=0.

(i) Carilah solusi y dari masalah nilai awal di atas.

(ii) Untuk α = 1, carilah T terkecil sehingga | y(t) | < 0,1 untuk t > T.

1 1
(iii) Ulangi soal (ii) untuk α = , , dan 2.
4 2

(iv) Dengan menggunakan hasil (ii) dan (iii), gambarlah T terhadap α dan

deskripsikan hubungan antara T dan α.

3.5 Metode Reduksi Order


Pada bagian ini akan dipelajari metode untuk mencari solusi kedua dari
persamaan differensial order kedua jika solusi pertamanya diketahui. Ingat kembali
bahwa solusi umum persamaan differensial order kedua merupakan kombinasi
linier dari dua solusi yang bebas linier. Metode ini dapat diterapkan untuk
persamaan differensial dengan koefisien yang bukan konstan.

Perhatikan persamaan differensial order kedua berikut

d2y dy
a2(t) + a1(t) + a0(t)y = 0. (3.5.1)
dt 2
dt

70
Misalkan fungsi f ádalah solusi tak trivial dari persamaan differensial di
atas. Untuk menemukan solusi kedua, digunakan transformasi

y(t) = f(t) v(t), (3.5.2)

dengan f ádalah solusi persamaan (3.5.1) yang diketahui dan v ádalah fungsi
t yang akan dicari.

Ide transformasi di atas ádalah jika y ádalah solusi, maka cy juga solusi dengan
c ádalah konstan. Di sini c kelipatan solusi yang berupa konstanta diganti dengan
f(t).

Dengan menurunkan persamaan (3.5.2) diperoleh

dy dv df
= f(t) + v(t), (3.5.3)
dt dt dt

d2y d 2v df dv d2 f
= f(t) + 2 + v(t). (3.5.4)
dt 2 dt 2 dt dt dt 2

Dengan mensubstitusi persamaan (3.5.2), (3.5.3), dan (3.5.4) ke persamaan


(3.5.1), diperoleh

d 2v df dv d2 f dv df
a2(t) [f(t) + 2 + v(t)] + a1(t)[ f(t) + v(t)] + a0(t) f(t) v(t)
dt 2
dt dt dt 2
dt dt

=0

atau

d 2v df dv d2 f df
a2(t) f(t) + [2 a 2 (t) +a 1 (t) f(t)] + [a 2 (t) + a1(t) +a0(t) f(t)] v(t)
dt 2
dt dt dt 2
dt

= 0.

Karena f adalah solusi persamaan (3.5.1), maka koefisien v pada persamaan


di atas adalah nol dan persamaan di atas direduksi menjadi

d 2v df dv
a2(t) f(t) + [2 a2(t) +a1(t) f(t)] = 0.
dt 2
dt dt

71
dv
Dengan memisalkan w(t) = , persamaan di atas menjadi
dt

dw df
a2(t) f(t) + [2 a2(t) +a1(t) f(t)]w(t) = 0. (3.5.5)
dt dt

Persamaan (3.5.5) adalah persamaan differensial linier order pertama


dengan variabel bergantungnya adalah w. Jadi, kita telah mereduksi persamaan
differensial order kedua (3.5.1) menjadi persamaan differensial order pertama
(3.5.5). Oleh karena itu metode yang digunakan disebut metode reduksi order.

Persamaan (3.5.5) dapat diselesaikan dengan metode variabel terpisah.


Dengan mengasumsikan a2(t) ≠ 0, diperoleh

dw  f ' (t ) a1 (t ) 
= – 2   dt.
w  f (t ) a2 (t ) 

Dengan mengintegralkan, diperoleh

a1 (t )
ln | w | = – ln(f(t))2 – a2 (t )
dt + ln c,

atau

 a (t ) 
c exp   1 dt 
w(t) =  a2 (t )  . (3.5.6)
( f (t ))2

Persamaan (3.5.6) adalah solusi umum persamaan differensial (3.5.5).

dv
Selanjutnya dengan memilih c = 1, dan mengingat bahwa w(t) = , kita
dt
mengintegralkan sekali lagi persamaan (3.5.6) sehingga menghasilkan

 a (t ) 
exp   1 dt 
v(t) =  a2 (t )  .
 ( f (t )) 2
dt

72
Dengan demikian, kita sudah menemukan v(t) yang diinginkan. Akhirnya,
dari persamaan (3.5.2) diperoleh

 a (t ) 
exp   1 dt 
y(t) = f(t)  a2 (t )  . (3.5.7)
 ( f (t )) 2
dt

Perhatikan bahwa fungsi y di atas adalah solusi persamaan differensial


semula (3.5.1).

Untuk menyingkat notasi, maka ruas kanan persamaan (3.5.7)


disimbolkan dengan g. Sekarang akan ditunjukkan bahwa solusi g yang baru
dengan solusi f yang diketahui adalah bebas linier dengan menggunakan determinan
Wronskian sebagai berikut.

f (t ) g (t ) f (t ) f (t )v (t )
W(f, g)(t) = f ' (t ) g ' (t )
= f ' (t ) f ' (t )v (t )  f (t )v ' (t )

 a (t ) 
= ( f(t))2 v’(t) = exp   1 dt  ≠ 0.
 a2 (t ) 

Jadi, kombinasi linier c1f + c2g adalah solusi umum persamaan differensial (3.5.1).

Contoh 3.5.1 Diketahui bahwa y1(t) = t adalah solusi persamaan differensial

d2y dy
(t2 + 1) – 2t + 2y = 0. (3.5.8)
dt 2
dt

Carilah solusi kedua yang bebas linier dengan solusi yang diberikan.

Jawab : Pengujian y1(t) = t adalah solusi persamaan differensial (3.5.8)


diserahkan kepada pembaca. Selanjutnya dilakukan pemisalan y(t) = t v(t). Dengan

dy dv d2y dv
menurunkan persamaan tersebut diperoleh = v(t) + t dan =2 +t
dt dt dt 2
dt

d 2v
.
dt 2

73
dy d2y
Dengan mensubstitusi ekspresi y(t), , dan ke persamaan (3.5.8) diperoleh
dt dt 2

dv d 2v dv
(t2 + 1) (2 +t 2 ) – 2t (v(t) + t ) + 2 t v(t) = 0,
dt dt dt

atau

d 2v dv
(t2 + 1) t +2 = 0.
dt 2
dt

dv
Dengan memisalkan w(t) = , diperoleh persamaan differensial order pertama
dt

dw
(t2 + 1) t + 2w = 0.
dt

Dengan metode pemisahan variabel diperoleh

dw 2dt
=– .
w t (t 2  1)

Dengan menggunakan pecahan bagian diperoleh

dw  2 2t 
=    2  dt.
w  t t  1

Integralkan terhadap t dan menyederhanakan diperoleh

c(t 2  1)
w(t) = .
t2

dv
Pilih c = 1, ingat bahwa w(t) = , dan integralkan terhadap t
dt
menghasilkan

1
v(t) = t – .
t

Dengan menggunakan transformasi y(t) = t v(t) diperoleh y(t) = t2 – 1.

74
Fungsi ini adalah solusi kedua yang dicari. Jadi, solusi umum persamaan
differensial (3.5.8) adalah

y(t) = c1t + c2(t2 – 1).

Contoh 3.5.2 Diketahui y1(t) = e-2t adalah solusi persamaan differensial

d2y dy
+4 + 4y = 0. (3.5.9)
dt 2
dt

Carilah solusi kedua dari persamaan differensial di atas.

Jawab : Misalkan y(t) = e-2tv(t). Dengan menurunkan diperoleh

dy dv d2y 2
-2t d v dv
= e-2t – 2e-2tv(t), dan = e – 4 e-2t + 4e-2tv(t).
dt dt dt 2
dt 2
dt

dy d2y
Dengan mensubstitusi ekspresi y(t), , dan ke persamaan
dt dt 2

d 2v dv dv
differensial (3.5.9) diperoleh e-2t – 4 e-2t + 4e-2tv(t) + 4(e-2t – 2e-2tv(t)) +
dt 2
dt dt

4 e-2tv(t) = 0,

d 2v
atau = 0. Pada contoh ini untuk mencari v, tidak perlu dilakukan
dt 2

dv
pemisalan w(t) = . Dengan mengintegralkan dua kali terhadap t, diperoleh v(t)
dt
= c1t + c2. Dengan demikian solusi umum persamaan differensial (3.5.9) adalah y(t)
= e-2tv(t) = c1te-2t + c2e-2t, dengan solusi kedua adalah y2(t) = te-2t.

Latihan 3.5.

75
Gunakan metode reduksi order untuk mencari solusi kedua dari persamaan
differensial berikut dengan y1 adalah solusi dari persamaan differensial yang
diketahui.

d2y dy
1) t2 – 4t + 6y = 0, t > 0, y1(t) = t2,
dt 2
dt

d2y dy
2) t2 + 2t – 2y = 0, t > 0, y1(t) = t,
dt 2
dt

d2y dy
3) t2 + 3t + y = 0, t > 0, y1(t) = t-1,
dt 2
dt

d2y dy
4) t2 – t(t + 2) + (t + 2)y = 0, t > 0, y1(t) = t,
dt 2
dt

d2y dy
5) x2 – + 4 x3y = 0, x > 0, y1(x) = sin x2,
dx 2
dx

d2y dy
6) (x – 1) –x + y = 0, x > 1, y1(x) = ex,
dx 2
dx

d2y
7) x2 – (x – 0,1875)y = 0, x > 0, y1(x) = x1/4 e 2 x
,
dx 2

2d2y dy
8) x +x + (x2 – 0,25)y = 0, x > 0, y1(x) = x-1/2 sin x,
dx 2
dx

d2y dy
9) x2 – 4x + 4y = 0, y1(x) = x,
dx 2
dx

d2y dy
10) (x + 1)2 – 3(x +1) + 3y = 0, y1(x) = x + 1,
dx 2
dx

d2y dy
11) (x2 – 1) – 2x + 2y = 0, y1(x) = x,
dx 2
dx

d2y dy
12) (x2 – x + 1) – (x2 + x) + (x + 1)y = 0, y1(x) = x,
dx 2
dx

d2y dy
13) (2x + 1) – 4(x + 1) + 4y = 0, y1(x) = e2x.
dx 2
dx

3.6 Akar-akar Kembar dari Persamaan Karakteristik

76
Ingat kembali bahwa kita mengasumsikan solusi persamaan differensial linier
homogen order kedua dengan koefisien konstan

d2y dy
a +b + cy = 0, dengan a, b, c ádalah bilangan riel, (3.6.1)
dt 2
dt

adalah fungsi eksponen y(t) = ert. Dengan mensubstitusi fungsi eksponen ke


persamaan differensial (3.6.1) akan diperoleh persamaan karakteristik

ar2 + br + c = 0. (3.6.2)

Kita telah membahas akar-akar persamaan karakteristik untuk kasus


diskriminan positif dan diskriminan negatif. Sekarang kita akan membahas kasus
terakhir yaitu kasus diskriminan adalah nol. Oleh karena itu diperoleh akar-akar
persamaan kuadrat (3.6.2) adalah akar-akar riel yang kembar yaitu r1 = r2 = r = –

b
. Dengan demikian kita akan memperoleh satu solusi persamaan differensial
2a
(3.6.1) yaitu

b
y1(t) = ert = e  2a
t
.

Hal ini berarti kita harus mencari solusi kedua dari persamaan diferencial
(3.6.1). Dalam hal ini dapat digunakan metode reduksi order yang telah dibahas
pada bab 3.5. Untuk menemukan solusi kedua, pembaca diminta untuk mengerjakan
lembar kerja berikut ini.

Lembar kerja 3.6.1

Diberikan persamaan differensial berikut

d2y dy
a +b + cy = 0, dengan a, b, c ádalah bilangan riel,
dt 2
dt

b
dan solusi y1(t) = e  2a
t
.

77
Untuk menemukan solusi kedua dari persamaan differensial di atas,
kerjakanlah langkah-langkah berikut ini.

b
1. Misalkan y(t) = e  2a
t
v(t).

dy d2y
2. Carilah dan .
dt dt 2
dy d2y
3. Substitusikan ekspresi y, , dan ke persamaan
dt dt 2

d 2v
differensial di atas dan sederhanakanlah sehingga diperoleh = 0.
dt 2
4. Integralkan terhadap t sebanyak 2 kali dan gunakan no. 1
untuk memperoleh solusi umum persamaan differensial di atas adalah
b b
y(t) = c1 e  2a
t
+ c2t e  2a
t
.

5. Jadi diperoleh solusi pertama dan kedua dari persamaan


b
differensial di atas secara berturut-turut adalah y1(t) = e  2a
t
dan y2(t) = t

b

e 2a
t
. Dengan menggunakan determinan Wronskian tunjukkan bahwa kedua

solusi tersebut bebas linier.

Selanjutnya perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Contoh 3.6.1 Carilah solusi umum persamaan differensial

d2y dy
–8 + 16y = 0.
dt 2
dt

Jawab : Dengan mengasumsikan solusinya ádalah y(t) = ert dan


mensubstitusikan ke persamaan differensial diperoleh persamaan karakteristik

r2 – 8r + 16 = 0.

Akar-akar persamaan karakteristik ádalah r1 = r2 = 4.

78
Jadi solusi persamaan differensial di atas ádalah y(t) = c1e4t + c2 te4t.

Contoh 3.6.2 Carilah solusi umum persamaan differensial

d2y dy
4 +4 + y = 0.
dt 2
dt

Jawab : Dengan mengasumsikan solusinya ádalah y(t) = ert dan


mensubstitusikan ke persamaan differensial diperoleh persamaan karakteristik

4r2 + 4r + 1 = 0.

1
Akar-akar persamaan karakteristik ádalah r1 = r2 = – .
2

Jadi solusi persamaan differensial di atas ádalah y(t) = c1 e  2 t + c2 t e  2 t .


1 1

Latihan 3.6.

Untuk soal no 1 – 10 carilah solusi umum dari persamaan differensial


berikut

d2y dy d2y dy
1) –2 + y = 0, 2) 9 2 + 6 + y = 0,
dt 2
dt dt dt

d2y dy d2y dy
3) 4 –4 – 3y = 0, 4) 4 + 12 + 9y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
5) –2 + 10y = 0, 6) –6 + 9y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

79
d2y dy d2y dy
7) 4 + 17 + 4y = 0, 8) 16 + 24 + 9y = 0,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
9) 25 – 20 + 4y = 0, 10) 2 +2 + y = 0.
dt 2
dt dt 2
dt

Untuk soal no 11 – 14, carilah solusi masalah nilai awal berikut. Gambarlah
grafik solusinya dan jelaskan perilaku solusi saat t membesar.

d2y dy dy
11) 9 – 12 + 4y = 0, y(0) = 2, (0) = – 1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
12) –6 + 9y = 0, y(0) = 0, (0) = 2,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
13) 9 +6 + 82y = 0, y(0) = –1, (0) = 2,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
14) +4 + 4y = 0, y(-1) = 2, (–1) = 1.
dt 2
dt dt

d2y dy dy
15) Perhatikan masalah nilai awal 4 + 12 + 9y = 0, y(0) = 1, (0) = –
dt 2
dt dt

4,
(i) Carilah solusi masalah nilai awal dan gambar grafiknya
untuk 0  t  5.
(ii) Tentukan dimana solusi mencapai nilai nol.
(iii) Tentukan koordinat titik minimum (t0 , y0).
dy
(iv)Ubahlah kondisi awal kedua menjadi (0) = β dan tentukan solusi
dt
masalah nilai awal sebagai fungsi dari β. Kemudian carilah nilai kritis β
yang memisahkan solusi yang selalu positif dari solusi yang akhirnya
bernilai negatif.
d2y dy dy
16) Perhatikan masalah nilai awal – + 0,25y = 0, y(0) = 2, (0) = β.
dt 2
dt dt

Carilah solusi masalah nilai awal sebagai fungsi dari β dan kemudian
tentukan nilai kritis dari β yang memisahkan solusi dari solusi yang terus
membesar dengan solusi yang terus mengecil.

80
d2y dy dy
17) Perhatikan masalah nilai awal 4 +4 + y = 0, y(0) = 1, (0) = 2.
dt 2
dt dt

(i) Carilah solusi masalah nilai awal dan gambarlah grafik solusi.
(ii) Tentukan koordinat titik maksimum (tm, ym).
dy
(iii) Ubahlah kondisi awal kedua menjadi (0) = β > 0 dan tentukan solusi
dt
masalah nilai awal sebagai fungsi dari β.
(iv)Nyatakan koordinat titik maksimum (tm, ym) dalam β. Jelaskan
ketergantungan tm dan ym pada β saat β membesar.
d2y dy dy
18) Perhatikan masalah nilai awal 9 + 12 + 4y = 0, y(0) = α>0, (0) =
dt 2
dt dt

–1.
(i) Carilah solusi masalah nilai awal.
(ii) Carilah nilai kritis dari α yang memisahkan solusi dari solusi yang menjadi
negative dengan solusi yang selalu positif.

Proyek 3.6.1. Proyek ini bertujuan untuk menyatakan cara lain untuk mencari
solusi kedua ketika persamaan karakteristik memiliki akar-akar kembar.

d2y dy
1) (i) Perhatikan persamaan differensial + 2a + a2y = 0, Tunjukkan
dt 2
dt

bahwa akar-akar persamaan karakteristik adalah r1 = r2 = –a,


sehingga satu

solusi dari persamaan differensial adalah y1(t) = e-at.

(ii) Gunakan rumus Abel untuk menunjukkan bahwa Wronski dari sebarang dua

dy2 dy1
solusi dari persamaan differensial adalah W(t) = y1(t) – y2(t) =
dt dt

c1e-2at, dengan c1 adalah suatu konstanta.

81
(iii) Misalkan y1(t) = e-at dan gunakan hasil dari (ii) untuk memperoleh suatu
persamaan differensial yang dipenuhi oleh y2(t). Dengan menyelesaikan
persamaan ini, tunjukkan bahwa y2(t) = t e-at.
2) Misalkan r1 dan r2 adalah akar-akar persamaan ar2 + br + c = 0 dan r1 ≠ r2, maka

r1t r2 t d2y dy
e dan e adalah solusi-solusi dari persamaan differensial a 2 + b +
dt dt

e r2 t  e r1t
cy = 0. Tunjukkan bahwa φ(t ; r1, r2) = juga solusi dari persamaan
r2  r1

differensial tersebut untuk r1 ≠ r2. Sekarang pikirkan bahwa r1 tetap dan


gunakan aturan L’Hospital untuk menghitung limit φ(t ; r1, r2) saat r2 → r1,
dengan demikian akan diperoleh solus kedua dalam kasus akar-akar yang sama.
3) (i) Jika ar2 + br + c = 0 mempunyai akar-akar yang sama r1, tunjukkan bahwa
d 2 rt d
L[ert] = a (e ) + b (e rt ) + cert = a( r – r1)2 ert. (*)
dt 2
dt

Karena ruas kanan persamaan (*) adalah nol jika r = r1, diperoleh bahwa

r1t d2y dy
e adalah solusi dari L[y] = a +b + cy = 0.
dt 2
dt

(ii) Turunkan persamaan (*) terhadap r dan pertukarkan turunan terhadap r


dengan turunan terhadap t, jadi tunjukkan bahwa

   rt 
L[ert ] = L  e  = L[tert] = atert(r – r1)2 + 2aert(r – r1) (**)
r  r 

Karena ruas kanan persamaan (**) adalah nol jika r = r1, simpulkan bahwa

t e r1t juga solusi dari L[y] = 0.

3.7 Rangkuman
Untuk mencari solusi umum dari persamaan differensial

82
d2y dy
+ p(t) + q(t)y = 0, α < t < β,
dt 2
dt

pertama-tama kita harus mencari dua fungsi y1 dan y2 yang memenuhi


persamaan differensial di α < t < β. Kemudian kita harus menjamin bahwa ada
sebuah titik di interval dimana Wronskian W dari y1 dan y2 tak nol. Berdasarkan
kondisi ini y1 dan y2 membentuk himpunan solusi fundamental (atau y1 dan y2 bebas
linier ) dan solusi umumnya adalah

y = c1y1(t) + c2y2(t)

dengan c1 dan c2 adalah konstanta sebarang.

Selanjutnya diperhatikan persamaan differensial linier homogen


order kedua dengan koefisien konstan

d2y dy
a +b + cy = 0, a, b, c bilangan riel.
dt 2
dt

Diasumsikan solusi persamaan differensial di atas adalah fungsi eksponen


y(t) = ert.

Dengan mensubstitusi fungsi eksponen tersebut ke persamaan differensial


akan diperoleh persamaan karakteristik berupa persamaan kuadrat dalam r,

ar2 + br + c = 0.

Akan diperhatikan 3 kasus berdasarkan nilai diskriminan D = b2 – 4ac


yaitu

1. jika D > 0, maka persamaan kuadrat akan mempunyai


dua akar riel berbeda. Misalkan r1 dan r2. Jadi solusi umum persamaan
differensial di atas adalah
y(t) = c1 e r1t + c2 e r2 t , dengan c1 dan c2 adalah konstanta sebarang.

83
2. jika D = 0, maka persamaan kuadrat akan mempunyai
dua akar riel kembar. Misalkan r1 = r2 = r. Jadi solusi umum persamaan
differensial di atas adalah
y(t) = c1 e rt + c2 t e rt , dengan c1 dan c2 adalah konstanta sebarang.

3. jika D < 0, maka persamaan kuadrat akan mempunyai


dua akar kompleks yang sekawan. Misalkan r1 = α + i μ dan r2 = α – i μ . Jadi
solusi umum persamaan differensial di atas adalah
y(t) = et (c1 cos(μt) + c2 sin(μt)), dengan c1 dan c2 adalah konstanta
sebarang.

BAB IV

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER

ORDER KEDUA TAK HOMOGEN

4.1 Persamaan Differensial Tak Homogen

Pada bab ini kita akan membahas persamaan differensial tak


homogen

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = g(t), (4.1.1)
dt 2
dt

84
Dengan p, q, dan g adalah fungsi-fungsi kontinu yang diberikan pada suatu
interval buka I.

Persamaan

d2y dy
L[y] = + p(t) + q(t)y = 0, (4.1.2)
dt 2
dt

dimana g(t) = 0 dan p dan q sama seperti di persamaan (4.1.1) disebut


persamaan homogen yang berkorespondensi dengan persamaan (4.1.1). Dua hasil
berikut mendeskripsikan struktur solusi persamaan tak homogen (4.1.1) dan
memberikan dasar untuk mengkonstruksi solusi umumnya.

Teorema 4.1.1 Jika Y1 dan Y2 adalah dua solusi dari persamaan tak homogen
(4.1.1), maka selisih Y1 – Y2 adalah solusi dari persamaan homogen yang
berkorespondensi (4.1.2). Di samping itu, jika y1 dan y2 adalah himpunan solusi
fundamental dari persamaan (4.1.2), maka

Y1 – Y2 = c1y1 + c2y2, (4.1.3)

dengan c1 dan c2 adalah konstanta-konstanta tertentu.

Bukti : Untuk membuktikan hasil ini, perhatikan bahwa Y1 dan Y2 memenuhi


persamaan

L[Y1](t) = g(t), L[Y2](t) = g(t). (4.1.4)

Dengan mengurangkan persamaan kedua dari persamaan pertama, diperoleh

L[Y1](t) – L[Y2](t) = g(t) – g(t) = 0. (4.1.5)

Akan tetapi,

L[Y1] – L[Y2] = L[Y1 – Y2],

sehingga persamaan (4.1.5) menjadi

L[Y1 – Y2](t) = 0. (4.1.6)

85
Persamaan (4.1.6) menyatakan bahwa Y1 – Y2 adalah solusi persamaan (4.1.2).

Akhirnya karena semua solusi persamaan (4.1.2) dapat dinyatakan sebagai


kombinasi linier dari himpunan solusi fundamental berdasarkan Teorema 3.2.4,
diperoleh bahwa solusi Y1 – Y2 dapat dituliskan sebagai Y1 – Y2 = c1y1 + c2y2. Oleh
karena itu persamaan (4.1.3) berlaku dan bukti sudah selesai.

Teorema 4.1.2 Solusi umum dari persamaan tak homogen (4.1.1) dapat
dituliskan dalam bentuk

y = φ(t) = c1y1(t) + c2y2(t) + Y(t), (4.1.7)

dimana y1 dan y2 adalah himpunan solusi fundamental dari persamaan


homogen yang berkorespondensi (4.1.2), c1 dan c2 adalah konstanta-konstanta
sebarang, dan Y adalah suatu solusi khusus dari persamaan tak homogen (4.1.1).

Bukti : Bukti Teorema 4.1.2 diperoleh langsung dari teorema sebelumnya.


Perhatikan bahwa (4.1.3) berlaku jika kita menyatakan Y1 dengan solusi sebarang φ
dari persamaan (4.1.1) dan Y2 dengan solusi khusus Y. Oleh karena itu berdasarkan
persamaan (4.1.3) kita memperoleh

φ(t) – Y(t) = c1y1(t) + c2y2(t), (4.1.8)

yang ekuivalen dengan persamaan (4.1.7). Karena φ adalah solusi sebarang


dari persamaan (4.1.1), ekspresi di ruas kanan persamaan (4.1.7) memuat semua
solusi persamaan (4.1.1). Jadi merupakan solusi umum dari persamaan (4.1.1).

Perhatikan bahwa Teorema 4.1.2 menyatakan bahwa untuk


menyelesaikan persamaan tak homogen (4.1.1), kita harus mengerjakan tiga hal :

(i) carilah solusi umum c1y1(t) + c2y2(t) dari persamaan homogen yang
berkorespondensi. Solusi ini biasanya disebut solusi komplementer dan
dinyatakan dengan yc(t).

86
(ii) carilah solusi tertentu Y(t) dari persamaan tak homogen. Solusi ini sering
disebut dengan solusi khusus / partikulir.
(iii) Tambahkan kedua fungsi yang diperoleh di langkah (i) dan (ii).

Kita sudah membahas bagaimana menemukan yc(t), setidaknya jika


persamaan homogen (4.1.2) mempunyai koefisien konstan. Oleh karena itu di sisa
bab ini, kita akan fokus untuk menemukan solusi partikulir Y(t) dari persamaan tak
homogen (4.1.1). Ada dua metode yang akan kita diskusikan. Metode tersebut secara
berturut-turut disebut metode koefisien tak tentu dan metode variasi parameter.

4.2 Metode Koefisien Tak Tentu

Contoh 4.2.1 Carilah solusi partikulir dari

d2y dy
–3 – 4y = 3e2t. (4.2.1)
dt 2
dt

d 2Y dY
Jawab : Kita mencari fungsi Y sedemikian sehingga kombinasi –3
dt 2
dt

– 4Y sama dengan 3e2t. Karena penurunan fungsi eksponen tetap fungsi eksponen,
cara yang paling masuk akal untuk memperoleh hasil yang diinginkan adalah dengan
mengasumsikan bahwa Y(t) adalah suatu kelipatan e2t, yaitu Y(t) = Ae2t, dengan A

2
dY 2t d Y
harus ditemukan. Untuk mencari A, kita menghitung = 2 Ae , = 4 Ae2t, dan
dt dt 2

dy d2y
mensubstitusi ke y, , dan di persamaan (4.2.1). Kita memperoleh
dt dt 2

( 4A – 6A – 4A ) e2t = 3e2t.

87
1
Oleh karena itu – 6Ae2t harus sama dengan 3e2t, jadi A = – 2 . Jadi, solusi
partikulir

1
Y(t) = – 2 e2t. (4.2.2)

Contoh 4.2.2 Carilah solusi partikulir dari

d2y dy
–3 – 4y = 2 sin(t). (4.2.3)
dt 2
dt

Jawab : Berdasarkan contoh 4.2.1, pertama-tama kita asumsikan bahwa

Y(t) = A sin(t), dengan A adalah konstanta yang akan ditentukan. Dengan


mensubsti- tusi ke persamaan (4.2.3) dan menyederhanakan suku-sukunya, kita
memperoleh

–5A sin(t) – 3A cos(t) = 2 sin(t),

atau

( 2 + 5A) sin(t) + 3A cos(t) = 0. (4.2.4)

Kita ingin persamaan (4.2.4) berlaku untuk semua t. Jadi, persamaan tersebut
harus berlaku untuk dua titik tertentu, seperti untuk t = 0 dan t = π/2. Di titik-titik ini
per- samaan (4.2.4) secara berturut-turut tereduksi menjadi 3A = 0 dan 2 + 5A = 0.
Hal ini menimbulkan kontradiksi yang berarti tidak ada konstanta A yang membuat
persa- maan (4.2.4) benar untuk t = 0 dan t = π/2. Jadi kita menyimpulkan bahwa
asumsi kita tentang Y(t) tidak tepat. Munculnya suku cosinus pada persamaan (4.2.4)
menya- rankan bahwa kita perlu memodifikasi asumsi semula dengan melibatkan
suku cosinus di Y(t), yaitu

Y(t) = Asin(t) + Bcos(t),

dengan A dan B harus ditentukan. Maka

88
dY d 2Y
= Acos(t) – Bsin(t), = –Asin(t) – Bcos(t).
dt dt 2

dy d2y
Dengan mensubstitusi ekspresi ini ke y, , dan di persamaan (4.2.3)
dt dt 2
dan mengumpulkan suku-suku, kita memperoleh

(–A + 3B – 4A) sin(t) + (–B – 3A – 4B) cos(t) = 2 sin(t). (4.2.5)

Untuk memenuhi persamaan (4.2.5), kita harus memasangkan koefisien sin(t)


dan cos(t) pada masing-masing ruas persamaan. Jadi A dan B harus memenuhi
persamaan

–5A + 3B = 2, – 3A – 5B = 0.

5 3
Oleh karena itu A = – 17 dan B = 17 . Jadi, solusi partikulir persamaan
(4.2.3) adalah

5 3
Y(t) = – 17 sin(t) + 17 cos(t).

Metode yang diilustrasikan pada contoh-contoh di atas dapat juga


digunakan jika ruas kanan dari persamaan adalah polynomial. Jadi untuk mencari
suatu solusi partikulir dari

d2y dy
–3 – 4y = 4t2 – 1, (4.2.6)
dt 2
dt

kita biasanya mengasumsikan bahwa Y(t) adalah polynomial dengan derajad


yang sama dengan suku tak homogen, yaitu, Y(t) = At2 + Bt + C.

Kita merangkum kesimpulan sampai saat ini :

(i) jika suku tak homogen g(t) di persamaan (4.1.1) adalah fungsi eksponen eat,
maka asumsikan bahwa Y(t) sebanding dengan fungsi eksponen yang sama.

89
(ii) jika g(t) adalah sin (βt) atau cos(βt), maka asumsikan bahwa Y(t) adalah
kombinasi linier dari sin (βt) dan cos(βt),
(iii) jika g(t) adalah polinomial, maka asumsikan bahwa Y(t) adalah polinomial
dengan derajad yang sama.
Prinsip yang sama dapat diperluas untuk kasus dimana g(t) adalah hasil kali
dari sebarang dua atau ketiga tipe fungsi di atas, seperti diilustrasikan dalam contoh
berikut.

Contoh 4.2.3 Carilah solusi partikulir dari

d2y dy
–3 – 4y = – 8etcos(2t). (4.2.7)
dt 2
dt

Jawab : Dalam kasus ini kita mengasumsikan bahwa Y(t) adalah hasil kali et
dengan kombinasi linier dari cos(2t) dan sin(2t), yaitu,

Y(t) = A etcos(2t) + B etsin(2t).

Kita peroleh

dY
= ( A + 2B) etcos(2t) + ( –2A + B ) etsin(2t),
dt

dan

d 2Y
= ( –3A + 4B) etcos(2t) + ( –4A – 3B ) etsin(2t).
dt 2

dY d 2Y
Dengan mensubstitusi Y(t), , dan ke persamaan (4.2.7) dan
dt dt 2
menyamakan koefisien-koefisien, kita memperoleh bahwa A dan B harus memenuhi

10 A + 2B = 8, 2A – 10B = 0.

90
10 2
Oleh karena itu A = 13 dan B = 13 . Jadi, solusi partikulir dari persamaan
10 2
(4.2.7) adalah Y(t) = 13 etcos(2t) + 13 etsin(2t).

Sekarang misalkan g(t) adalah hasil penjumlahan 2 suku,

g(t) = g1(t) + g2(t), dan misalkan Y1 dan Y2 secara berturut-turut adalah solusi-
solusi persamaan

d2y dy
a +b + cy = g1(t), (4.2.8)
dt 2
dt

dan

d2y dy
a +b + cy = g2(t). (4.2.9)
dt 2
dt

Maka Y1 + Y2 adalah solusi dari persamaan

d2y dy
a +b + cy = g(t). (4.2.10)
dt 2
dt

Untuk membuktikan pernyataan ini, substitusikan Y1 + Y2 ke y di persamaan


(4.2.10) dan gunakan persamaan (4.2.8) dan (4.2.9).

Kesimpulan serupa juga berlaku jika g(t) adalah hasil penjumlahan


dari sejumlah hingga suku. Kegunaan praktis dari hasil ini adalah untuk suatu
persamaan yang fungsi tak homogennya g(t) dapat dinyatakan sebagai hasil
penjumlahan, pembaca dapat memperhatikan beberapa persamaan yang lebih
sederhana dan kemudian menjumlahkan semua hasil bersama-sama. Contoh berikut
mengilus-trasikan prosedur ini.

Contoh 4.2.4 Carilah solusi partikulir dari

91
d2y dy
–3 – 4y = 3e2t + 2 sin(t) – 8etcos(2t). (4.2.11)
dt 2
dt

Jawab : Dengan memisahkan ruas kanan persamaan (4.2.11), kita


memperoleh tiga persamaan

d2y dy
–3 – 4y = 3e2t ,
dt 2
dt

d2y dy
–3 – 4y = 2 sin(t),
dt 2
dt

d2y dy
–3 – 4y = – 8etcos(2t).
dt 2
dt

Solusi dari ketiga persamaan ini telah diperoleh secara berturut-turut pada
Contoh 4.2.1, 4.2.2, dan 4.2.3. Oleh karena itu solusi partikulir dari persamaan
(4.2.11) adalah hasil penjumlahan solusi-solusi yang telah diperoleh, yaitu

1 5 3 10 2
Y(t) = – 2 e2t – 17 sin(t) + 17 cos(t) + 13 etcos(2t) + 13 etsin(2t).

Prosedur yang diilustrasikan oleh contoh-contoh di atas


memungkinkan kita untuk menyelesaikan sejumlah besar masalah dengan cara yang
cukup efisien. Akan tetapi ada satu kesulitan yang kadang-kadang muncul. Contoh
berikut meng- ilustrasikan bagaimana munculnya kesulitan tersebut.

Contoh 4.2.5 Carilah solusi partikulir dari

d2y dy
–3 – 4y = 2e-t . (4.2.12)
dt 2
dt

Jawab : Seperti Contoh 4.2.1, kita mengasumsikan bahwa Y(t) = Ae-t.


Diperoleh

92
dY d 2Y dY d 2Y
= – Ae-t , dan = Ae-t
. Dengan mensubstitusi Y(t), , dan
dt dt 2 dt dt 2
ke persaman (4.2.12) diperoleh

( A + 3A – 4 A) e-t = 2e-t . (4.2.13)

Karena ruas kiri persamaan (4.2.13) ádalah nol, berarti tidak ada nilai A yang
meme-nuhi persamaan ini. Oleh karena itu tidak ada solusi partikulir dari persamaan
(4.2.13) dalam bentuk yang diasumsikan. Alasan untuk hasil yang mungkin tidak
diharapkan ini menjadi jelas jika kita menyelesaikan persamaan homogen

d2y dy
–3 – 4y = 0, (4.2.14)
dt 2
dt

yang berkorespondensi dengan persamaan (4.2.12). Suatu himpunan solusi


funda- mental dari persamaan (4.2.14) ádalah y1(t) = e-t dan y2(t) = e4t. Jadi solusi
partikulir yang diasumsikan dari persamaan (4.2.12) sebenarnya ádalah solusi
persamaan homogen (4.2.14). Konsekuensinya y1(t) = e-t tidak dapat menjadi solusi
persamaan tak homogen (4.2.12). Oleh karena itu untuk mencari solusi persamaan
(4.2.12) kita harus memperhatikan fungsi dalam bentuk yang lain.

Sampai saat ini, kita mempunyai beberapa alternatif. Salah satunya


ádalah

menyelesaikan persamaan ini dengan cara yang lain ( lihat soal no. 27 dan
tugas proyek 4.2.2 ) dan kemudian menggunakan hasilnya untuk mengarahkan asumsi
kita jika situasi ini muncul lagi di kemudian hari. Kemungkinan yang lain ádalah
mencari persamaan yang lebih sederhana dimana kesulitan ini muncul dan mengguna-
kan solusinya untuk menyarankan bagaimana kita dapat menyelesaikan persamaan
(4.2.12). Memperhatikan pendekatan yang terakhir, kita mencari suatu persamaan
order pertama yang analog dengan persamaan (4.2.12). Salah satu kemungkinan
ádalah

dy
+ y = 2e-t. (4.2.15)
dt

93
Jika kita mencoba mencari solusi partikulir dari persamaan (4.2.15) yang
berbentuk

dy
Ae-t, kita akan gagal karena e-t adalah solusi persamaan homogen + y = 0.
dt
Akan tetapi berdasarkan sub bab 2.4, kita sudah mengetahui cara mencari solusi
persamaan (4.2.15) yaitu dengan mencari faktor integral μ(t) = et. Dengan mengalikan
persamaan (4.2.15) dengan faktor integral dan mengintegralkan kedua ruas, kita
memperoleh solusi

y(t) = 2t e-t + c e-t. (4.2.16)

Suku kedua dari ruas kanan persamaan (4.2.16) adalah solusi umum

dy
persamaan homogen + y = 0, tetapi suku pertama adalah solusi dari persamaan
dt
tak homogen (4.2.15). Perhatikan bahwa suku pertama tersebut memuat faktor
eksponen e-t dikali- kan dengan faktor t. Ini adalah petunjuk yang kita cari.

Sekarang kita kembali ke persamaan (4.2.12) dan mengasumsikan


solusi partikulir yang berbentuk Y(t) = Ate-t. Maka

dY d 2Y
= Ae-t – Ate-t , = – 2 Ae-t + Ate-t. (4.2.17)
dt dt 2

dY d 2Y
Dengan mensubstitusi Y(t), , dan ke persaman (4.2.12) diperoleh
dt dt 2

( –2A – 3A) e-t + ( A + 3A – 4 A) te-t = 2e-t .

2
Oleh karena itu –5A= 2, sehingga A = – 5 . Jadi solusi partikulir dari
persamaan (4.2.12) ádalah

2
Y(t) = – 5 te-t. (4.2.18)

94
Hasil contoh 4.2.5 menyarankan suatu modifikasi dari prinsip yang
dinyatakan sebelumnya : jika bentuk yang diasumsikan dari solusi partikulir sama
dengan ( terjadi duplikasi ) solusi dari persamaan homogen yang berkorespondensi,
maka rubahlah solusi partikulir yang diasumsikan dengan mengalikannya dengan t.
Kadangkala modifikasi ini tidak cukup untuk menghapus semua duplikasi dengan
solusi persamaan homogen. Dalam kasus ini kita perlu untuk mengalikan t untuk
kedua kalinya. Untuk persamaan order kedua, tidak perlu untuk melanjutkan proses
ini lebih lanjut.

Rangkuman. Sekarang kita merangkum langkah-langkah yang terlibat dalam


pencarian solusi masalah nilai awal yang terdiri atas persamaan differensial tak
homogen yang berbentuk

d2y dy
a +b + cy = g(t) (4.2.19)
dt 2
dt

di mana koefisien-koefisien a, b, dan c adalah konstanta-konstanta, bersama-


sama dengan himpunan nilai awal yang diberikan.

1. carilah solusi umum dari persamaan homogen yang berkorespondensi ( dengan


menggunakan persamaan karakteristik ).
2. fungsi g(t) dalam persamaan (4.2.19) haruslah anggota fungsi yang dibahas di sub
bab ini yaitu fungsi yang hanya melibatkan fungsi eksponen, fungsi sinus, fungsi
cosinus, fungsi polinomial, atau hasil penjumlahan atau hasil perkalian dari
fungsi- fungsi demikian. Jika hal ini tidak dipenuhi, gunakan metode variasi para-
meter ( dibahas pada sub bab berikut ).
3. Jika g(t) = g1(t) + … + gn(t), yaitu, jika g(t) adalah hasil penjumlahan n suku maka
bentuklah n submasalah, masing- masing hanya memuat salah satu dari suku-suku
g1(t), … , gn(t). Submasalah ke i terdiri atas persamaan
d2y dy
a +b + cy = gi(t),
dt 2
dt

95
dengan i mulai dari 1 sampai dengan n.

4. untuk submasalah ke i asumsikan solusi partikulir Yi(t) terdiri atas fungsi


eksponen, fungsi sinus, fungsi cosinus, fungsi polynomial yang tepat atau kombi-
nasinya. Jika ada sebarang fungsi yang sama di bentuk yang diasumsikan dari
Yi(t) dengan solusi persamaan homogen (ditemukan di langkah 1), maka kalikan
Yi(t) dengan t, atau (jika perlu) dengan t2, sehingga menghilangkan fungsi yang
sama. Lihat tabel 4.2.1.
5. carilah solusi partikulir Yi(t) untuk masing-masing submasalah. Maka hasil
penjumlahan Y1(t) + Y2(t) + … + Yn(t) adalah solusi partikulir persamaan tak
homogen (4.2.19).
6. bentuk hasil penjumlahan dari solusi umum persamaan homogen (langkah 1)
dengan solusi partikulir persamaan tak homogen (langkah 5). Ini adalah solusi
umum persamaan tak homogen.
7. gunakan nilai awal untuk menentukan nilai konstanta sebarang yang ada di solusi
umum.

Untuk beberapa soal keseluruhan prosedur ini mudah untuk dikerjakan


dengan tangan, tetapi dalam banyak kasus dibutuhkan aljabar komputer. Setelah
pembaca memahami bagaimana metode bekerja, suatu sistem aljabar computer akan
sangat menolong dalam mengeksekusi detailnya.

d2y dy
Tabel 4.2.1 Solusi partikulir dari a +b + cy = gi(t)
dt 2
dt

gi(t) Yi(t)

Pn(t) = antn + an-1tn-1 + … ts(Antn + An-1tn-1 + … + A0)


+ a0

96
Pn(t)eat ts(Antn + An-1tn-1 + … + A0) eat

 sin(  t ) ts [(Antn + An-1tn-1 + … + A0)



Pn(t)eat cos(  t ) eatcos(βt)

+ (Bntn + Bn-1tn-1 + … + B0)


eatsin(βt)]

Catatan : Disini s adalah bilangan bulat tak negatif yang terkecil di antara 0,
1, dan 2 yang menjamin bahwa tidak ada suku di Yi(t) yang merupakan solusi
persamaan homogen yang berkorespondensi. Ekuivalen untuk tiga kasus, s adalah
banyaknya nol sebagai akar persamaan karakteristik, a adalah akar persamaan karak-
teristik, dan a + iβ adalah akar persamaan karakteristik, secara berturut-turut.

Latihan 4.2

Untuk masing-masing soal no. 1 – 12 carilah solusi umum dari persamaan


differensial yang diberikan.

d2y dy d2y dy
1) –2 – 3y = 3e2t, 2) +2 + 5y = 3 sin(2t),
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
3) –2 – 3y = –3te-t, 4) +2 = 3 + 4 sin(2t),
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
5) +9 = t2e3t + 6, 6) +2 + y = 2e-t,
dt 2
dt dt 2
dt

97
d2y dy d2y
7) 2 +3 + y = t2 + 3 sin(t), 8) + y = 3 sin(2t) + t cos(2t),
dt 2
dt dt 2

d 2u d 2u
9) 2
+ 02 u = cos(ωt), ω2 ≠ 02 , 10) 2
+ 02 u = cos(ω0t),
dt dt

d2y dy
11) + + 4y = 2 sinh(t), ( Petunjuk : sinh(t) = (et – e-t)/2 ),
dt 2
dt

d2y dy
12) – – 2y = cosh(2t), ( Petunjuk : cosh(t) = (et + e-t)/2 ).
dt 2
dt

Untuk masing-masing soal no. 13 – 18 carilah solusi masalah nilai awal


berikut.

d2y dy dy
13) + – 2y = 2t, y(0) = 0, (0) = 1,
dt 2
dt dt

d2y dy
14) + 4y = t2 + 3et , y(0) = 0, (0) = 2,
dt 2
dt

d2y dy dy
15) –2 + y = tet + 4 , y(0) = 1, (0) = 1,
dt 2
dt dt

d2y dy dy
16) –2 – 3y = 3te2t , y(0) = 1, (0) = 0,
dt 2
dt dt

d2y dy
17) + 4y = 3 sin(2t), y(0) = 2, (0) = –1 ,
dt 2
dt

d2y dy dy
18) +2 + 5y = 4e-tcos(2t), y(0) = 1, (0) = 0.
dt 2
dt dt

Untuk masing-masing soal no. 19 – 26,

(i) tentukan bentuk yang tepat untuk Y(t) jika metode koefisien tak tentu
digunakan.
(ii) gunakan komputer aljabar misalnya Maple untuk menemukan solusi partikulir
dari persamaan yang diberikan.

98
d2y dy
19) +3 = 2t4 + t2e-3t + sin(3t),
dt 2
dt

d2y
20) + y = t (1 + sin(t)),
dt 2

d2y dy
21) –5 + 6y = etcos(2t) + e2t(3t + 4) sin(t) ,
dt 2
dt

d2y dy
22) +2 + 2y = 3e-t + 2e-tcos(t) + 4e-tt2sin(t),
dt 2
dt

d2y dy
23) –4 + 4y = 2t2 + 4te2t + t sin(2t),
dt 2
dt

d2y
24) 2
+ 4y = t2sin(2t) + (6t + 7) cos(2t) ,
dt

d2y dy
25) +3 + 2y = et(t2 + 1) sin(2t) + 3e-tcos(t) + 4et,
dt 2
dt

d2y dy
26) +2 + 5y = 3te-tcos(2t) – 2te-tcos(t).
dt 2
dt

27) Perhatikan persamaan

d2y dy
–3 – 4y = 2e-t (*)
dt 2
dt

dari contoh 4.2.5. Ingat bahwa y1(t) = e-t dan y2(t) = e4t adalah solusi-solusi
persamaan homogen yang berkorespondensi. Dengan mengadaptasi metode
reduksi order carilah solusi persamaan tak homogen yang berbentuk Y(t) =
v(t)y1(t) = v(t)e-t, dimana v(t) harus ditentukan.

dY d 2Y
(i) Substitusi Y(t), , ke persamaan (*) dan tunjukkan v(t) harus
dt dt 2

d 2v dv
memenuhi –5 = 2.
dt 2
dt

99
dv dw
(ii) Misalkan w(t) = dan tunjukkan bahwa w(t) harus memenuhi – 5w =
dt dt
2. Selesaikan persamaan ini untuk w(t).
(iii) Integralkan w(t) untuk menemukan v(t) dan kemudian tunjukkan bahwa
2 -t 1
Y(t) = – te + c1e4t + c2e-t.
5 5

Suku pertama di ruas kanan adalah solusi partikulir yang diinginkan


dari persamaan tak homogen. Perhatikan bahwa solusi tersebut merupakan hasil
kali t dan e-t.

N
d2y
28) Tentukan solusi umum dari
dt 2
+ λ2y = a
m 1
m sin( mt ), dengan λ >

0, dan

λ ≠ m π untuk m = 1, … , N.

29) Dalam banyak masalah fisika suku tak homogen mungkin dinyatakan dengan
rumus yang berbeda dalam periode waktu yang berbeda. Sebagai contoh, tentukan
solusi y = φ(t) dari

d2y  t, 0  t ,
+y=   t
dt 2  e , t 

dy
yang memenuhi nilai awal y(0) = 0 dan (0) = 1. Asumsikan bahwa y dan
dt

dy
juga kontinu di t = π. Plot suku tak homogen dan solusi sebagai fungsi dari
dt
waktu.

Petunjuk : Pertama-tama selesaikan masalah nilai awal untuk t  π, kemudian


selesaikan untuk t > π, tentukan konstanta pada solusi yang terakhir dari syarat
kekontinuan di t = π.

30) Ikuti instruksi soal no. 29 untuk menyelesaikan persamaan differensial

100
d2y dy 1, 0  t   / 2,
+2 + 5y = 
dt 2
dt 0, t  /2

dy
dengan nilai awal y(0) = 0 dan (0) = 0.
dt

Untuk masing-masing soal no. 31) – 35) carilah solusi komplementer dari
persamaan homogen yang berkorespondensi dengan persamaan tak homogen di
bawah ini. Setelah itu carilah bentuk yang tepat dari solusi partikulirnya dengan
menggunakan metode koefisien tak tentu. Koefisiennya tidak perlu dicari.

d2y dy
31) –6 + 8y = x3 + x + e-2x,
dx 2
dx

d2y
32) 2
+ 9y = e3x + e-3x + e3xsin(3x),
dx

d2y dy
33) +4 + 5y = e-2x(1 + cos(x)),
dx 2
dx

d2y dy
34) –6 + 9y = x4ex + x3e2x + x2e3x,
dx 2
dx

d2y dy
35) +6 + 13y = xe-3xsin(2x) + x2e-2xsin(3x).
dx 2
dx

Untuk masing-masing soal no 36) – 49) carilah solusi dari masalah nilai awal
berikut.

d2y dy dy
36) –4 + 3y = 9x2 + 4, y(0) = 6, (0) = 8,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
37) +5 + 4y = 16x + 20ex, y(0) = 0, (0) = 3,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
38) –8 + 15y = 9xe2x , y(0) = 5, (0) = 10,
dx 2
dx dx

101
d2y dy dy
39) +7 + 10y = 4xe-3x , y(0) = 0, (0) = –1 ,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
40) +8 + 16y = 8e-2x , y(0) = 2, (0) = 0,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
41) +6 + 9y = 27e-6x , y(0) = –2, (0) = 0,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
42) + 4 + 13y = 18e-2x , y(0) = 0, (0) = 4,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
43) – 10 + 29y = 8e5x , y(0) = 0, (0) = 8,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
44) –4 + 13y = 8 sin(3x), y(0) = 1, (0) = 2,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
45) – – 6y = 8e2x – 5e3x , y(0) = 3, (0) = 5,
dx 2
dx dx

d2y dy dy
46) –2 + y = 2xe2x + 6ex, y(0) = 1, (0) = 0,
dx 2
dx dx

d2y dy
47) – y = 3x2ex , y(0) = 1, (0) = 2,
dx 2 dx

d2y dy
48) + y = 3x2 – 4 sin(x), y(0) = 0, (0) = 1,
dx 2
dx

d2y dy
49) + 4y = 8 sin(2x), y(0) = 6, (0) = 8.
dx 2 dx

Tugas Proyek 4.2.1 Perilaku solusi saat t → ∞.

Tugas proyek ini bertujuan untuk memperhatikan perilaku solusi persamaan


differensial saat t → ∞.

102
1) Jika a, b, dan c adalah konstanta-konstanta positif, tunjukkan bahwa semua
solusi

d2y dy
a +b + cy = 0 menuju nol saat t → ∞.
dt 2
dt

2) (i) Jika a > 0 dan c > 0, tetapi b = 0, tunjukkan bahwa hasil no. 1) tidak
benar,

tetapi semua solusi terbatas saat t → ∞.

(ii) Jika a > 0 dan b > 0, tetapi c = 0, tunjukkan bahwa hasil no. 1) tidak
benar,

tetapi semua solusi mendekati suatu konstanta yang bergantung pada


nilai awal

dy
saat t → ∞. Tentukan konstanta ini untuk nilai awal y(0) = y0 dan
dt
(0) = y0’.

3) Tunjukkan bahwa y = sin(t) adalah solusi

d2y dy
+ ( k sin2(t) ) + (1 – k cos(t) sin(t) ) y = 0
dt 2
dt

untuk sebarang nilai dari konstanta k. Jika 0 < k < 2, tunjukkan bahwa

1 – k cos(t) sin(t) > 0 dan k sin2(t)  0.

Jadi perhatikan bahwa meskipun koefisien-koefisien dari persamaan


differensial

dy
dengan koefisien variabel tak negatif ( dan koefisien adalah nol hanya
dt
di

titik-titik t = 0, π, 2π, … ), persamaan differensial mempunyai solusi yang tidak


mendekati nol saat t → ∞. Bandingkan situasi ini dengan hasil soal no. 1). Jadi

103
kita mengamati suatu situasi di persamaan differensial yaitu persamaan yang
tampaknya sangat mirip dapat mempunyai sifat yang cukup berbeda.

Sekarang perhatikan persamaan differensial

d2y dy
a +b + cy = g(t), (*)
dt 2
dt

dengan a, b, dan c positif.

4) Jika Y1(t) dan Y2(t) adalah solusi-solusi persamaan (*), tunjukkan bahwa

Y1(t) – Y2(t) → 0 saat t → ∞. Apakah hasil ini benar jika b = 0 ?

5) Jika g(t) = d suatu konstanta, tunjukkan bahwa setiap solusi persamaan (*)

d
mendekati saat t → ∞. Apa yang terjadi jika c = 0 ? Bagaimana jika b juga nol
c

Tugas Proyek 4.2.2 Metode Operator

Tugas proyek ini bertujuan untuk membahas prosedur alternatif untuk


menyele-saikan persamaan differensial tak homogen

d2y dy
+b + cy = ( D2 + bD + c )y = g(t), (*)
dt 2
dt

dengan b dan c adalah konstanta dan D menunjukkan penurunan terhadap t. Jadi

d d2
D= dan D2 = . Misalkan r1 dan r2 adalah pembuat nol polinomial
dt dt 2
karakteristik dari persamaan homogen yang berkorespondensi. Akar-akar ini dapat
riel dan berbeda, riel dan sama, atau bilangan kompleks yang sekawan.

1) Periksa kebenaran bahwa persamaan (*) dapat dituliskan dalam bentuk yang
difaktorkan ( D – r1 ) (D – r2 )y = g(t), dengan r1 + r2 = –b, dan r1 . r2 = c.

104
2) Misalkan u = (D – r2 )y. Kemudian tunjukkan bahwa solusi persamaan (*) dapat
ditemukan dengan menyelesaikan dua persamaan order pertama berikut

( D – r1 ) u = g(t), (D – r2 )y = u(t).

Untuk masing-masing soal no. 3) – 6) gunakan metode yang di atas untuk


menyele- saikan persamaan differensial yang diberikan.

d2y dy d2y dy
3) –3 – 4y = 3e2t , 4) 2 +3 + y = t2 + 3 sin(t),
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
5) + 2 + y = 2e-t , 6) + 2 = 3 + sin(t).
dt 2
dt dt 2
dt

4.3 Metode Variasi Parameter

Contoh 4.3.1 Carilah solusi partikulir dari

d2y
+ 4y = 3 cosec (t). (4.3.1)
dt 2

Jawab : Perhatikan bahwa soal ini tidak cocok jika dikerjakan dengan metode
koefisien tak tentu karena suku tak homogen g(t) = 3 cosec (t) melibatkan hasil bagi

( bukan hasil penjumlahan atau hasil kali ) dari sin(t) atau cos(t). Oleh karena
itu kita memerlukan pendekatan yang berbeda. Perhatikan juga bahwa persamaan
homogen yang berkorespondensi dengan persamaan (4.3.1) ádalah

105
d2y
+ 4y = 0, (4.3.2)
dt 2

dan bahwa solusi umum dari persamaan (4.3.2) ádalah

yc(t) = c1 cos(2t) + c2 sin(2t). (4.3.3)

Ide dasar dari metode variasi parameter adalah mengganti konstanta c1 dan c2
di persamaan (4.3.3) secara berturut-turut dengan fungsi-fungsi u1(t) dan u2(t), dan
kemudian menentukan fungsi-fungsi ini sehingga ekspresi yang dihasilkan

y(t) = u1(t) cos(2t) + u2(t) sin(2t) (4.3.4)

merupakan solusi persamaan tak homogen (4.3.1).

Untuk menentukan u1 dan u2, kita mensubstitusi y dari persamaan


(4.3.4) ke persamaan (4.3.1). Akan tetapi, tanpa melakukan substitusi tersebut, kita
dapat mengantisipasi bahwa hasilnya akan berupa satu persamaan yang memuat suatu
kombinasi dari u1 dan u2 dan dua turunan pertama mereka. Karena hanya ada satu
persamaan dan dua fungsi yang tidak diketahui, kita dapat mengharapkan bahwa ada
banyak pilihan yang mungkin dari u1 dan u2 yang akan memenuhi keperluan kita.
Cara lainnya ádalah kita menambahkan syarat kedua dari pemilihan kita sendiri,
sehingga memperoleh dua persamaan untuk dua fungsi yang tidak diketahui u1 dan u2.
Kita akan segera menunjukkan ( mengikuti Lagrange ) bahwa ádalah mungkin untuk
memilih syarat kedua ini dengan cara yang membuat perhitungan menjadi lebih
efisien.

Sekarang kita kembali ke persamaan (4.3.4). Kita menurunkan


persamaan tersebut dan menyusun kembali suku-sukunya sehingga diperoleh

dy du1 (t ) du 2 (t )
= –2 u1(t) sin(2t) + 2 u2(t) cos(2t) + cos(2t) + sin(2t).
dt dt dt
(4.3.5)

106
Ingatlah kemungkinan memilih syarat kedua tentang u1 dan u2. Kita
mensyaratkan hasil penjumlahan dua suku terakhir pada ruas kanan persamaan (4.3.5)
ádalah nol, yaitu kita mensyaratkan

du1 (t ) du 2 (t )
cos(2t) + sin(2t) = 0. (4.3.6)
dt dt

Maka berdasarkan persamaan (4.3.5) diperoleh

dy
= –2 u1(t) sin(2t) + 2 u2(t) cos(2t). (4.3.7)
dt

Meskipun hasil dari syarat (4.3.6) belum terlihat jelas, setidaknya syarat

dy
tersebut telah menyederhanakan ekspresi untuk . Selanjutnya dengan
dt
menurunkan persamaan (4.3.7) diperoleh bahwa

d2y du (t ) du (t )
2
= –4 u1(t) cos(2t) – 4u2(t)sin(2t) – 2 1 sin(2t) + 2 2 cos(2t).
dt dt dt
(4.3.8)

Kemudian dengan mensubstitusi persamaan (4.3.4) dan (4.3.8) ke persamaan


(4.3.1) secara berturut-turut, kita memperoleh bahwa u1 dan u2 harus memenuhi

du1 (t ) du (t )
–2 sin(2t) + 2 2 cos(2t) = 3 cosec (t). (4.3.9)
dt dt

Meringkaskan hasil kita sampai saat ini, kita ingin memilih u1 dan
u2 sehingga memenuhi persamaan (4.3.6) dan (4.3.9). Persamaan-persamaan ini dapat
dipandang sebagai sepasang persamaan linier aljabar dengan dua besaran yang belum

du1 (t ) du 2 (t )
diketahui dan . Persamaan-persamaan (4.3.6) dan (4.3.9) dapat
dt dt
disele- saikan dengan berbagai cara, contohnya, dengan menyatakan persamaan
(4.3.6) untuk

107
du 2 (t )
, kita memperoleh
dt

du 2 (t ) du1 (t ) cos( 2t )
= – . (4.3.10)
dt dt sin( 2t )

Kemudian dengan mensubstitusi persamaan (4.3.10) ke persamaan (4.3.9) dan


menyederhanakan, kita memperoleh

du1 (t ) 3 cos ec(2t ) sin( 2t )


= – = – 3 cos(t). (4.3.11)
dt 2

du1 (t )
Selanjutnya dengan mensubstitusi kembali ke persamaan (4.3.10) dan
dt
meng-gunakan rumus sudut ganda, kita memperoleh

du 2 (t ) 3 cos(t ) cos(2t ) 3(1  2 sin 2 t ) 3


= = = 2 cosec(t) – 3 sin(t).
dt sin( 2t ) 2 sin(t )

(4.3.12)

du1 (t ) du 2 (t )
Setelah memperoleh dan , selanjutnya kita mengintegralkan
dt dt
sehingga memperoleh u1(t) dan u2(t). Hasilnya hádala

u1(t) = –3 sin(t) + c1 (4.3.13)

dan

3
u2(t) = 2 ln | cosec(t) – cot(t) | + 3 cos(t) + c2. (4.3.14)

Dengan mensubstitusi persamaan (4.3.13) dan (4.3.14) ke persamaan (4.3.4),


diperoleh

3
y(t) = –3 sin(t) cos(2t) + 2 ln | cosec(t) – cot(t) | sin(2t) + 3 cos(t) sin(2t) +

c1 cos(2t) + c2 sin(2t).

108
Akhirnya dengan menggunakan rumus sudut ganda sekali lagi, kita
memperoleh

3
y(t) = 3 sin(t) + 2 ln | cosec(t) – cot(t) | sin(2t) + c1 cos(2t) + c2 sin(2t).
(4.3.15)

Suku-suku di persamaan (4.3.15) yang melibatkan konstanta-konstanta


sebarang c1 dan c2 adalah solusi umum dari persamaan homogen yang
berkorespondensi. Sedangkan suku-suku lainnya adalah solusi partikulir dari
persamaan tak homogen (4.3.1). Jadi persamaan (4.3.15) adalah solusi umum
persamaan (4.3.1).

Pada contoh di atas, metode variasi parameter bekerja dengan baik


untuk menentukan solusi partikulir dan oleh karena itu memperoleh solusi umum
persamaan (4.3.1). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah metode ini dapat diterapkan
secara efektif ke persamaan sebarang. Oleh karena itu kita memperhatikan

d2y dy
+ p(t) + q(t)y = g(t), (4.3.16)
dt 2
dt

dimana p, q, dan g adalah fungsi-fungsi kontinu yang diberikan. Sebagai titik


awal, kita mengasumsikan bahwa kita mengetahui solusi umum

yc(t) = c1 y1(t) + c2 y2(t) (4.3.17)

dari persamaan homogen yang berkorespondensi

d2y dy
+ p(t) + q(t)y = 0. (4.3.18)
dt 2
dt

Ini adalah asumsi utama karena sejauh ini kita telah menunjukkan bagaimana
menyelesaikan persamaan (4.3.18) hanya jika persamaan tersebut mempunyai
koefisien-koefisien konstan. Jika persamaan (4.3.18) mempunyai koefisien yang

109
bergantung pada t, maka biasanya metode deret kuasa harus digunakan untuk
memperoleh yc(t).

Seperti diilustrasikan pada contoh 4.3.1, ide penting dalam metode


variasi parameter adalah mengganti konstanta-konstanta c1 dan c2 pada persamaan
(4.3.17) secara berturut-turut dengan fungsi-fungsi u1(t) dan u2(t) sehingga
diperoleh

y(t) = u1(t) y1(t) + u2(t) y2(t). (4.3.19)

Kemudian kita mencoba menemukan u1(t) dan u2(t) sehingga ekspresi di


persamaan (4.3.19) merupakan solusi persamaan tak homogen (4.3.16) daripada
solusi persamaan homogen (4.3.18). Jadi, kita menurunkan persamaan (4.3.19)
sehingga memperoleh

dy du1 (t ) dy1 (t ) du 2 (t ) dy 2 (t )
= y1(t) + u1(t) + y2(t) + u2(t) .
dt dt dt dt dt
(4.3.20)

Seperti pada contoh 4.3.1, sekarang kita menetapkan suku-suku yang

du1 (t ) du 2 (t )
melibatkan dan di persamaan (4.3.20) sama dengan nol, yaitu, kita
dt dt
mensyaratkan bahwa

du1 (t ) du 2 (t )
y1(t) + y2(t) = 0. (4.3.21)
dt dt

Maka berdasarkan persamaan (4.3.20) kita memperoleh

dy dy1 (t ) dy 2 (t )
= u1(t) + u2(t) . (4.3.22)
dt dt dt

Selanjutnya dengan menurunkan sekali lagi kita memperoleh

110
d2y du1 (t ) dy1 (t ) d 2 y1 (t ) du 2 (t ) dy 2 (t )
2
= + u 1 (t) + + u2(t)
dt dt dt dt 2
dt dt

d 2 y 2 (t )
. (4.3.23)
dt 2

Sekarang kita mensubstitusi secara berturut-turut persamaan (4.3.19), (4.3.22),


dan (4.3.23) ke persamaan (4.3.16). Setelah menyusun kembali suku-suku pada
persamaan yang dihasilkan, kita memperoleh bahwa

d 2 y1 dy1 d 2 y2 dy
u1(t) [ + p(t) + q(t)y1] + u2(t) [ + p(t) 2 + q(t)y2] +
dt 2
dt dt 2
dt

du1 (t ) dy1 (t )
+ du 2 (t ) dy 2 (t ) = g(t). (4.3.24)
dt dt dt dt

Masing-masing ekspresi dalam kurung siku dalam persamaan (4.3.24) adalah


nol karena y1 dan y2 keduanya adalah solusi persamaan homogen (4.3.18). Oleh
karena itu persamaan (4.3.24) tereduksi menjadi

du1 (t ) dy1 (t )
+ du 2 (t ) dy 2 (t ) = g(t). (4.3.25)
dt dt dt dt

Persamaan-persamaan (4.3.21) dan (4.3.25) membentuk sistem dua persamaan

du1 (t ) du 2 (t )
linier aljabar dengan turunan dan sebagai fungsi-fungsi yang belum
dt dt
diketahui. Persamaan-persamaan tersebut berkorespondensi dengan persamaan (4.3.6)
dan (4.3.9) di contoh 4.3.1.

Dengan menyelesaikan persamaan-persamaan (4.3.21) dan (4.3.25) kita


memperoleh

du1 (t ) y 2 (t ) g (t ) du 2 (t ) y1 (t ) g (t )
= – , = , (4.3.26)
dt W ( y1 , y 2 )(t ) dt W ( y1 , y 2 )(t )

111
dengan W(y1, y2) adalah Wronskian y1 dan y2. Perhatikan bahwa pembagian
dengan W dapat dilakukan karena y1dan y2 adalah himpunan solusi fundamental dan
karena itu Wronskian mereka tidak nol. Dengan mengintegralkan persamaan (4.3.26)
kita memperoleh fungsi-fungsi u1(t) dan u2(t) yang diinginkan, yaitu,

y 2 (t ) g (t ) y1 (t ) g (t )
u1(t) = – W(y , y 1 2 )(t )
dt + c1, u2(t) = W(y 1 , y 2 )(t )
dt +

c2. (4.3.27)

Jika integral-integral di persamaan (4.3.27) dapat dihitung dan dinyatakan


dalam fungsi-fungsi elementer, maka kita mensubstitusi hasil-hasil pengintegralan ke
persamaan (4.3.19). Oleh karena itu kita memperoleh solusi umum dari persamaan
(4.3.16). Lebih umum, solusi selalu dapat dinyatakan dalam integral seperti
dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 4.3.1 Jika fungsi-fungsi p, q, dan g kontinu pada suatu interval buka
I, dan jika fungsi y1 dan y2 adalah himpunan fundamental dari solusi persamaan
homogen (4.3.18) yang berkorespondensi dengan persamaan tak homogen (4.3.16)

d2y dy
+ p(t) + q(t)y = g(t),
dt 2
dt

maka solusi partikulir dari persamaan (4.3.16) hádala

t t
y 2 (s) g ( s) y1 ( s ) g ( s )
Y(t) = –y1(t) t W ( y1 , y 2 )(s) ds + y2(t) W(y , y
t0 1 2 )( s )
ds , (4.3.28)
0

dimana t0 adalah sebarang titik di I yang dipilih secara tepat. Solusi umum
adalah

y = c1y1(t) + c2y2(t) + Y(t). (4.3.29)

112
Dengan memperhatikan persamaan (4.3.28) dan mengulang proses
bagaimana kita memperoleh persamaan tersebut, kita dapat melihat bahwa ada dua
kesulitan utama dalam penggunaan metode variasi parameter. Seperti telah kita
sebutkan di awal, kesulitan pertama ádalah menentukan y1(t) dan y2(t), suatu
himpunan fundamental dari solusi, jika koeffisien-koefisien tidak constan. Kesulitan
lain yang mungkin muncul terletak pada penghitungan integral yang muncul di
persamaan (4.3.28). Hal ini bergantung sepenuhnya pada fungsi-fungsi y1(t), y2(t),
dan g. Dalam penggunaan persamaan (4.3.28) pastikan bahwa persamaan differensial
tepat berbentuk persamaan (4.3.16). Jika tidak, suku tak homogen g(t) tidak akan
diidentifikasi dengan benar.

Suatu keuntungan utama dari metode variasi parameter ádalah


persamaan (4.3.28) memberikan suatu ekspresi untuk solusi partikulir Y(t) dinyatakan
dalam sebarang fungsi g(t).

Latihan 4.3

Untuk masing-masing soal no. 1) – 4) gunakan metode variasi parameter


untuk menemukan solusi partikulir dari persamaan differensial yang diberikan.
Kemudian cek jawaban yang diperoleh dengan menggunakan metode koefisien tak
tentu.

d2y dy d2y dy
1) –5 + 6y = 2et , 2) – – 2y = 2e-t ,
dt 2
dt dt 2
dt

d2y dy d2y dy
3) +2 + y = 3e-t , 4) 4 –4 + y = 16et/2 .
dt 2
dt dt 2
dt

Untuk masing-masing soal no. 5) – 12) carilah solusi umum persamaan


differensial yang diberikan. Dalam soal no. 11) dan 12), g adalah fungsi kontinu
sebarang.

113
d2y d2y
5) + y = tan(t), 0 < t < π/2, 6) + 9y = 9 sec2(3t) , 0 < t <
dt 2 dt 2

π/6,

d2y dy d2y
7) +4 + 4y = t-2 e-2t , t > 0, 8) + 4y = 3 cosec(2t) , 0 < t < π/2,
dt 2
dt dt 2

d2y d2y dy et
9) 4 + y = 2 sec(t/2), – π < t < π, 10) – 2 + y = ,
dt 2 dt 2 dt 1 t2

d2y dy d2y
11) –5 + 6y = g(t) , 12) + 4y = g(t).
dt 2
dt dt 2

Untuk masing-masing soal no. 13) – 27) periksa kebenaran bahwa fungsi-
fungsi y1 dan y2 yang diberikan memenuhi persamaan homogen yang
berkorespondensi, kemudian cari solusi partikulir persamaan tak homogen yang
diberikan. Dalam soal no. 19) dan 20), g adalah fungsi kontinu sebarang.

d2y
13) t2 – 2y = 3t2 – 1, t > 0 , y1(t) = t2, y2(t) = t-1,
dt 2

d2y dy
14) t2 – t(t + 2) + (t + 2)y = 2t3 , t > 0 , y1(t) = t, y2(t) = t et,
dt 2
dt

d2y dy
15) t – (t + 1) + y = t2et, t > 0 , y1(t) = 1 + t, y2(t) = et,
dt 2
dt

d2y dy
16) ( 1 – t ) +t – y = 2(t – 1)2e-t , 0 < t < 1, y1(t) = et, y2(t) = t,
dt 2
dt

d2y
2 dy
17) x – 3x + 4y = x2 ln(x), x > 0 , y1(x) = x2, y2(x) = x2ln(x) ,
dx 2
dx

d2y dy
18) x2 +x + (x2 – 0,25)y = 3x3/2 sin(x), x > 0 , y1(x) = x-1/2sin(x),
dx 2
dx

y2(x) = x-1/2 cos(x) ,

114
d2y dy
19) ( 1 – x) +x – y = g(x), 0 < x < 1 , y1(x) = ex, y2(x) = x ,
dx 2
dx

d2y dy
20) x2 +x + (x2 – 0,25)y = g(x), x > 0, y1(x) = x-1/2sin(x), y2(x) = x-1/2 cos(x).
dx 2
dx

d2y dy
21) x2 –6x + 10y = 3x4 + 6x3, y1(x) = x-2, y2(x) = x5.
dx 2
dx

d2y dy
22) (x + 1)2 – 2(x + 1) + 2y = 1, y1(x) = x + 1, y2(x) = (x + 1)2.
dx 2
dx

d2y dy
23) (x2 + 2x) – 2(x + 1) + 2y = (x + 2)2, y1(x) = x- + 1, y2(x) = x2.
dx 2
dx

d2y dy
24) x2 – x( x + 2) + (x + 2)y = x3, y1(x) = x-, y2(x) = xex.
dx 2
dx

d2y dy
25) x(x – 2) – (x2 – 2) + 2(x – 1)y = 3x2(x – 2)2 ex, y1(x) = ex , y2(x) = x2.
dx 2
dx

d2y dy 1
26) (x + 1)(2x + 1) + 2x – 2y = (2x + 1)2, y1(x) = x, y2(x) = .
dx 2
dx x 1

d2y dy
27) sin2(x) – 2sin(x)cos(x) + (cos2(x) + 1)y = sin3(x), y1(x) = sin(x),
dx 2
dx

y2(x) = x sin(x),

Untuk masing-masing soal no. 28) – 45), carilah solusi umum dari persamaan
differensial berikut.

d2y d2y
28) + y = cot(x), 29) + y = tan2(x),
dx 2 dx 2

d2y d2y
30) + y = sec(x), 31) + y = sec3(x),
dx 2 dx 2

115
d2y d2y
32) 2
+ 4y = sec2(2x), 33) + y = tan(x)sec(x),
dx dx 2

d2y dy d2y dy
34) +4 + 5y = e-2xsec(x), 35) –2 + 5y = extan(x),
dx 2
dx dx 2
dx

d2y dy e 3 x d2y dy
36) + 6 + 9y = , 37) –2 + y = xexln(x), x >
dx 2 dx x3 dx 2
dx

0,

d2y d2y
38) + y = sec(x)cosec(x), 39) + y = tan3(x),
dx 2 dx 2

d2y dy 1 d2y dy 1
40) +3 + 2y = , 41) +3 + 2y = ,
dx 2
dx 1 ex dx 2
dx 1  e2x

d2y 1 d2y dy
42) +y= , 43) –2 + y = exsin-1(x),
dx 2 1  sin( x) dx 2
dx

d2y dy ex d2y dy


44) + 3 + 2y = , 45) –2 + y = x ln(x), x > 0.
dx 2 dx x dx 2
dx

Tugas Proyek 4.3.1 Metode Reduksi Order

Tugas proyek ini bertujuan untuk menerapkan metode reduksi


order pada persamaan differensial tak homogen.

1) Metode reduksi order dapat juga diterapkan untuk persamaan tak homogen
d2y dy
+ p(t) + q(t)y = g(t), (*)
dt 2
dt

asalkan satu solusi y1 dari persamaan homogen yang berkorespondensi diketahui.


Misalkan y = v(t)y1(t) dan tunjukkan bahwa y memenuhi persamaan (*) jika v
adalah solusi

116
d 2v dy dv
y1(t) + [ 2 1 + p(t)y1(t)] = g(t). (**)
dt 2
dt dt

dv
Persamaan (**) adalah persamaan linier order pertama dalam . Selesaikan
dt
persamaan ini, integralkan hasilnya, dan kemudian kalikan dengan y1(t) untuk
mengarahkan ke solusi umum persamaan (*).

Untuk masing-masing soal no. 2) – no. 5) gunakan metode yang dibahas di no.
1) untuk menyelesaikan persamaan differensial yang diberikan.

d2y dy
2) t2 – 2t + 2y = 4t2 , t > 0 , y1(t) = t,
dt 2
dt

d2y dy
3) t2 + 7t + 5y = t , t > 0 , y1(t) = t-1,
dt 2
dt

d2y dy
4) t – (t + 1) + y = t2e2t, t > 0 , y1(t) = 1 + t,
dt 2
dt

d2y dy
5) ( 1 – t) + t – y = 2(t – 1)e-t , 0 < t < 1 , y1(t) = et.
dt 2
dt

117
BAB V

Persamaan Differensial Linier Order ke-n

5.1 Persamaan Differensial Linier Homogen dengan Koefisien Konstan

Pada bab ini akan dipelajari persamaan differensial linier homogen dengan
koefisien konstan order ke-n

dny d n 1 y dy
an + a n-1 n 1
+ … + a1 + a0y = 0,
dt n
dt dt

dengan an, an-1, …, a1, a0 merupakan bilangan riel.

Sama seperti persamaan differensial order kedua yang sudah kita pelajari, kita
mengasumsikan solusinya adalah fungsi eksponen y = ert. Dengan mensubstitusikan
ke persamaan differensial di atas diperoleh persamaan karakteristik

anrn + an-1 rn-1 + … + a1r + a0 = 0.

Tampak bahwa persamaan karakteristik berupa polinomial berderajad n.


Sedangkan pada bab sebelumnya persamaan karakteristik berupa persamaan kuadrat.
Oleh karena itu mencari akar-akar persamaan karakteristik yang berupa polinomial
menjadi lebih rumit. Ingat bahwa polinomial berderajad n mempunyai n akar.
Perhatikan contoh berikut

Contoh 5.1.1 Carilah akar-akar polinomial r4 – 16 = 0.

Jawab : Dengan memfaktorkan diperoleh r4 – 16 = 0.

Atau (r2 – 4)( r2 + 4) = 0,

(r + 2)(r – 2)( r2 + 4) = 0.

Jadi akar-akarnya adalah r1 = 2, r2 = –2, r3 = 2i, r4 = –2i.

118
Tampak bahwa akar-akar suatu polinomial dapat terdiri atas akar-akar riel
dan juga akar-akar kompleks. Untuk lebih memahami jenis akar-akar polinomial,
kerjakanlah latihan berikut ini.

Latihan 5.1.1 Untuk masing-masing soal no. 1 – 10, carilah akar-akar


polynomial berikut.

1) r3 – r2 – r + 1 = 0, 2) r3 – 2r2 – 2r + 1 = 0,

3) r4 – 5r2 + 4 = 0, 4) r4 – 1 = 0,

5) r4 + 1 = 0, 6) r4 – 2r2 + 1 = 0,

7) r4 + r3 – r2 – r = 0, 8) 4r4 + 3r2 – 1 = 0,

9) r4 + r = 0, 10) r5 + 3r3 – 4r = 0.

Berdasarkan latihan di atas, tampak bahwa jenis-jenis akar


polinomial dapat berupa akar riel berbeda, akar riel berulang, sebagian akar
merupakan akar riel (dapat berbeda atau berulang) sedangkan sebagian lainnya
berupa akar komplek yang sekawan ( dapat berulang), atau akar-akarnya berupa akar
kompleks yang sekawan ( dapat berulang). Solusi persamaan differensialnya serupa
dengan pembahasan pada bab sebelumnya. Perhatikan tabel berikut.

Akar-akar Solusi Umum

Semua akar riel dan berbeda r1t r2 t rn t


y(t) = c1 e + c2 e + … + cn e .

r = r1, r2, … , rn.

Semua akar riel dan berulang y(t) = (c1 + c2t + … + cn-1tn-2 + cntn-1)
(n kali) e mt .

r = m, m, … , m.

Semua akarnya nol dan y(t) = c1 + c2t + … + cn-1tn-2 + cntn-1.


berulang

(n kali)

119
r = 0, 0, ... , 0.

Semua akar berupa pasangan y(t) = c1cos(β1t) + c2sin(β1t) +


kompleks (imajiner murni) yang
c3cos(β2t) + c4sin(β2t) + ... +
sekawan
cn-1 cos(βkt) + cnsin(βkt).
r =  β1i,  β2i, …,  βki,
dengan n = 2k

Semua akar berupa pasangan y(t) = e 1t (c1cos(β1t) + c2sin(β1t)) +


kompleks sekawan yang berbeda
e 2 t (c3cos(β2t) + c4sin(β2t)) + … +
r = α1  β1i, α2  β2i, …, αk
 βki, dengan n = 2k e k t (cn-1 cos(βkt) + cnsin(βkt)) .
Semua akar berupa pasangan y(t) = eαt(c1cos(βt) + c2sin(βt)) +
kompleks sekawan yang berulang
t eαt(c3cos(βt) + c4sin(βt)) + … +
( k kali)
tn-1 eαt(cn-1 cos(βt) + cnsin(βt)) .
r = α  βi, dengan n = 2k

Latihan 5.1.2 Untuk masing-masing soal no. 1 – 10 berikut tulislah solusi


umum yang berkorespondensi dengan akar-akar polinomial yang diberikan.

1) r1 = 1, r2 = 1, r3 = –1, 2) r1 = –2, r2 = –2, r3 = –2,

3) r1 = 1, r2 = 2, r3 = –1, 4) r1 = 0, r2 = 0, r3 = 3,

5) r1 = 2, r2 = 1, r3 = –1, r4 = –2, 6) r1 = 0, r2 = 3, r3 = 3, r4 = –1,

7) r1 = 1, r2 = –1, r3 = –i, r4 = i, 8) r1 = i, r2 = –i, r3 = i, r4 = –i,

9) r1 = –1 + 2i, r2 = –1 – 2i , r3 = –1 + 2i, r4 = –1 – 2i ,

10) r1 = i, r2 = –i, r3 = i, r4 = –i, r5 = i, r6 = –i, r7 = 0, r8 = 0.

Selanjutnya perhatikan contoh-contoh berikut.

120
Contoh 5.1.2 Carilah solusi umum dari

d4y d3y d2y dy


+ – 7 – + 6y = 0. (5.1.1)
dt 4
dt 3
dt 2
dt

Juga carilah solusi yang memenuhi nilai awal

dy d2y d3y
y(0) = 1, (0) = 0, (0) = – 2, (0) = –1. (5.1.2)
dt dt 2 dt 3

Jawab: Dengan mengasumsikan bahwa solusi persamaan differensial adalah


y = ert, kita harus menentukan nilai r. Substitusikan y dan turunannya ke persamaan
(5.1.1) diperoleh persamaan karakteristik

r4 + r3 – 7r2 – r + 6 = 0. (5.1.3)

Akar-akar persamaan ini adalah r1 = 1, r2 = –1, r3 = 2, dan r4 = –3. Oleh


karena itu solusi umum persamaan (5.1.1) adalah

y = c1et + c2e-t + c3e2t + c4e-3t. (5.1.4)

Selanjutnya dengan mensubstitusi nilai awal (5.1.2), diperoleh bahwa c1, c2,
c3, c4 harus memenuhi sistem persamaan

c1 + c2 + c3 + c4 = 1,

c1 – c2 + 2c3 – 3c4 = 0,

c1 + c2 + 4c3 + 9c4 = –2, (5.1.5)

c1 – c2 + 8c3 – 27c4 = –1.

Dengan menyelesaikan sistem persamaan di atas diperoleh

11 5 2 1
c1 = 8 , c2 = 12 , c3 = – 3 , c4 = – 3 .

Oleh karena itu solusi masalah nilai awal adalah

11 5 2 1
y= 8 et + 12 e-t – 3 e2t – 3 e-3t. (5.1.6)

121
Contoh 5.1.3 Carilah solusi umum dari

d4y
– y = 0. (5.1.7)
dt 4

Juga carilah solusi yang memenuhi nilai awal

7 dy d2y 5 d3y
y(0) = 2 , (0) = –4 , (0) = 2 , (0) = –2.
dt dt 2 dt 3
(5.1.8)

Jawab : Dengan mengasumsikan solusinya adalah y = ert dan


mensubstitusikan ke persamaan (5.1.7) diperoleh persamaan karakteristik

r4 – 1 = ( r2 – 1 )( r2 + 1 ) = 0.

Oleh karena itu akar-akarnya adalah r = 1, –1, i, – i, dan solusi umum


persamaan (5.1.7) adalah

y = c1et + c2e-t + c3 cos(t) + c4 sin(t).

Jika kita menerapkan nilai awal (5.1.8), kita memperoleh

1
c1 = 0, c2 = 3, c3 = 2 , c4 = –1.

Jadi solusi masalah nilai awal yang diberikan adalah

1
y = 3e-t + 2 cos(t) – sin(t).

Contoh 5.1.4 Carilah solusi umum dari

d4y d2y
+ 2 + y = 0. (5.1.9)
dt 4 dt 2

122
Jawab : Persamaan karakteristik dari persamaan differensial adalah

r4 + 2r2 + 1 = ( r2 + 1 )( r2 + 1 ) = 0.

Akar-akar persamaan karakteristik adalah r = i, i, –i, –i, dan solusi umum


persamaan (5.9) adalah

y = c1 cos(t) + c2 sin(t) + c3 t cos(t) + c4 t sin(t).

Dalam menentukan akar-akar persamaan karakteristik, mungkin


diperlukan untuk menghitung akar pangkat ketiga, akar pangkat keempat, atau
bahkan akar pengkat lebih tinggi dari suatu bilangan ( mungkin bilangan
kompleks). Hal ini biasanya dapat dikerjakan dengan menggunakan rumus Euler

eit = cos(t) + i sin(t). Hal ini diilustrasikan dalam contoh berikut.

d4y
Contoh 5.1.5 Carilah solusi umum dari + y = 0. (5.1.10)
dt 4

Jawab : Persamaan karakteristik dari persamaan differensial adalah

r4 + 1 = 0.

Untuk menyelesaikan persamaan ini, kita harus menghitung akar pangkat ke


empat dari –1. Sekarang dengan memikirkan –1 sebagai bilangan kompleks –1 +
0i. Bilangan tersebut mempunyai besar 1 dan sudut polar π. Jadi,

–1 = cos(π) + i sin(π) = eiπ.

Selanjutnya sudut ditentukan hanya untuk kelipatan 2π. Jadi,

–1 = cos(π + 2mπ) + i sin(π + 2mπ) = ei(π+2mπ),

dengan m adalah nol atau sebarang bilangan bulat positif atau negatif. Jadi,

(–1)1/4 = ei(π/4+mπ/2) = cos  4  m2  + i sin  4  m2  .


Keempat akar pangkat keempat dari –1 diperoleh dengan mensubstitusi

123
m = 0, 1, 2, dan 3. Diperoleh

1 i 1 i 1 i 1 i
, , , .
2 2 2 2

Dapat dicek bahwa untuk sebarang nilai lain dari m, kita memperoleh salah

1 i
satu dari keempat akar di atas. Sebagai contoh jika m = 4, diperoleh akar .
2

Jadi solusi umum persamaan (5.10) adalah

y = et / 2 c cos(
1
t
2

)  c2 sin( t2 ) + et / 2 c cos(
3
t
2

)  c4 sin( t2 ) .

(5.1.11)

Latihan 5.1.3

Untuk masing-masing soal no. 1 – 18 carilah solusi umum dari persamaan


differensial yang diberikan.

d3y d2y dy d3y d2y dy


1) – – + y = 0, 2) – 3 +3 –
dt 3
dt 2
dt dt 3
dt 2
dt

y = 0,

d3y d2y dy d4y d3y d2y


3) 2 – 4 –2 + 4y = 0, 4) – 4 + 4
dt 3
dt 2
dt dt 4 dt 3 dt 2
=0,

d6y d4y d2y


5) + y = 0, 6) –5 +
dt 6 dt 4 dt 2
4y = 0,

d6y d4y d2y d6y d2y


7) – 3 + 3 – y = 0, 8) – = 0,
dt 6 dt 4 dt 2 dt 6 dt 2

124
d5y d4y d3y d2y dy d4y dy
9) – 3 + 3 – 3 +2 = 0, 10) –8 =
dt 5
dt 4
dt 3
dt 2
dt dt 4
dt

0,

d8y d4y d4y d2y


11) + 8 + 16y = 0, 12) + 2
dt 8 dt 4 dt 4 dt 2
+ y = 0,

d3y d2y dy d3y d2y dy


13) – 5 +3 + y = 0, 14) + 5 +6 + 2y = 0,
dt 3
dt 2
dt dt 3
dt 2
dt

d3y d2y dy d4y d3y d2y dy


15) 18 3 + 21 + 14 + 4y = 0, 16) – 7 3 + 6 2 + 30 –
dt dt 2
dt dt 4
dt dt dt

36y = 0,

d4y d3y d2y dy


17) 12 + 31 + 75 + 37 + 5y = 0,
dt 4
dt 3
dt 2
dt

d4y d3y d2y dy


18) + 6 + 17 + 22 + 14y = 0.
dt 4
dt 3
dt 2
dt

Untuk masing-masing soal no. 19 – 26 carilah solusi masalah nilai awal.


Plot grafiknya dan bagaimana perilaku solusi saat t → ∞.

d3y dy dy d2y
19) + = 0, y(0) = 0, (0) = 1, (0) = 2,
dt 3 dt dt dt 2

d4y dy d2y d3y


20) + y = 0, y(0) = 0, (0) = 0, (0) = –1, (0) = 0,
dt 4 dt dt 2 dt 3

d4y d3y d2y dy d2y d3y


21) –4 3 +4 = 0, y(1) = –1, (1) = 2, (1) = 0, (1) =
dt 4 dt dt 2 dt dt 2 dt 3
0,

d3y d2y dy dy d2y


22) – + – y = 0, y(0) = 2, (0) = –1 , (0) = –2 ,
dt 3 dt 2 dt dt dt 2

125
d4y d3y d2y dy dy d2y
23) 2 – – 9 + 4 + 4y = 0, y(0) = –2, (0) = 0, (0) =
dt 4 dt 3 dt 2 dt dt dt 2
–2 ,

d3y
(0) = 0,
dt 3

d3y dy dy d2y
24) 4 + + 5y = 0, y(0) = 2, (0) = 1, (0) = –1 ,
dt 3 dt dt dt 2

d3y d 2 y dy dy d2y
25) 6 + 5 + = 0, y(0) = –2 , (0) = 2, (0) = 0 ,
dt 3 dt 2 dt dt dt 2

d4y d3y d2y dy dy d2y


26) + 6 3 + 17 + 22 + 14y = 0, y(0) = 1, (0) = –2 ,
dt 4 dt dt 2 dt dt dt 2
(0) = 0,

d3y
(0) = 3.
dt 3

d4y
27) Tunjukkan bahwa solusi umum – y = 0 dapat dituliskan sebagai
dt 4

y = c1 cos(t) + c2 sin(t) + c3 cosh(t) + c4 sinh(t).

dy d2y
Tentukan solusi yang memenuhi y(0) = 0, (0) = 0, (0) = 1,
dt dt 2

d3y
(0) = 1. Mengapa lebih cocok untuk menggunakan solusi cosh(t) dan
dt 3

sinh(t) daripada et dan e-t ?

d4y
28) Perhatikan persamaan – y = 0.
dt 4

126
(i) Gunakan rumus Abel untuk menemukan Wronskian himpunan
solusi

fundamental dari persamaan yang diberikan.

(ii) Tentukan Wronskian dari solusi et, e-t, cos(t), dan sin(t),

(iii) Tentukan Wronskian dari solusi cosh(t), sinh(t), cos(t), dan sin(t).

5.2 Persamaan differensial linier tak homogen dengan koefisien konstan.

Metode koefisien tak tentu

Suatu solusi partikulir Y persamaan differensial linier order ke-n


tak homogen dengan koefisien-koefisien konstan

dny d n 1 y dy
L[y] = an + a n-1 n 1
+ … + a1 + a0y = g(t) (5.2.1)
dt n
dt dt

dapat diperoleh dengan metode koefisien tak tentu, asalkan g(t) mempunyai
bentuk yang tepat. Meskipun metode koefisien tak tentu tidak seumum metode variasi
parameter yang akan dibahas pada subbab berikut, biasanya metode ini lebih mudah
digunakan bila dapat diterapkan.

Sama seperti persamaan linier order kedua, jika operator


differensial linier L dengan koefisien konstan diterapkan pada polinomial Amtm + Am-
1tm-1 + ... + A0, suatu fungsi eksponensial eαt, fungsi sinus sin(βt), fungsi cosinus
cos(βt) hasilnya secara berturut-turut ádalah suatu polinomial, fungsi eksponensial,
suatu kombinasi linier dari fungsi sinus dan cosinus. Oleh karena itu, jika g(t) adalah
hasil penjum- lahan polinomial, ekponensial, sinus, dan cosinus atau hasil kali fungsi-

127
fungsi demikian, kita dapat mengharapkan bahwa adalah mungkin untuk menemukan
Y(t) dengan memilih suatu kombinasi yang tepat dari polinomial, eksponensial, dan
seterusnya, dikalikan dengan sejumlah koefisien tak tentu. Kemudian konstanta-
konstanta ditentukan dengan mensubstitusi ekspresi yang diasumsikan ke persamaan
(5.2.1).

Perbedaan utama dalm menggunakan metode ini untuk persamaan


differensial order lebih tinggi adalah fakta bahwa akar-akar persamaan polinimial
karakteristik dapat mempunyai multisiplitas lebih dari 2. Akibatnya suku-suku yang
diasumsikan untuk solusi bagian tak homogen perlu dikalikan dengan pangkat yang
lebih tinggi dari t untuk membuat suku-suku tersebut berbeda dengan suku-suku di
solusi persamaan homogen yang berkorespondensi. Contoh-contoh berikut
mengilustrasikan hal ini. Dalam contoh-contoh ini kita sudah banyak menghilangkan
langkah-langkah proses aljabar, karena tujuan utama kita adalah menunjukkan bagai-
mana memperoleh bentuk yang tepat dari solusi yang diasumsikan.

Contoh 5.2.1 Carilah solusi umum dari

d3y d2y dy
– 3 +3 – y = 4et. (5.2.2)
dt 3
dt 2
dt

Jawab : Polinomial karakteristik untuk persamaan tak homogen yang


berkorespondensi dengan persamaan (5.2.2) adalah

r3 – 3r2 + 3r – 1 = ( r – 1 )3.

Jadi solusi umum dari persamaan homogen adalah

yc(t) = c1et + c2tet + c3t2et.

Untuk menemukan solusi partikulir Y(t) dari persamaan differensial (5.2.2),


kita mulai dengan mengasumsikan bahwa Y(t) = Aet. Akan tetapi, karena et, tet, t2et
semuanya adalah solusi persamaan homogen, kita harus mengalikan pilihan awal
dengan t3. Jadi asumsi akhir kita adalah Y(t) = t3et, dimana A adalah koefisien tak

128
tentu. Untuk menemukan nilai yang tepat untuk A, kita mendifferensialkan Y(t) tiga
kali, mensubstitusi ke y dan turunannya di persamaan differensial (5.2.2), mengum-
pulkan suku-suku sejenis dalam persamaan yang dihasilkan. Dengan cara ini, kita
memperoleh

6Aet = 4et.

2
Jadi, A = 3 dan solusi partikulir adalah

2
Y(t) = 3 t3et.

Jadi solusi umum dari persamaan differensial (5.2.2) adalah hasil penjumlahan
yc(t) dan Y(t), yaitu,

2
y(t) = c1et + c2tet + c3t2et + 3 t3et.

Contoh 5.2.2 Carilah solusi partikulir dari persamaan differensial

d4y d2y
+ 2 + y = 3 sin(t) – 5cos(t).
dt 4 dt 2

Jawab: Pertama-tama kita menyelesaikan persamaan homogen. Persamaan


karakteristik adalah r4 + 2r2 + 1 = 0 atau (r2 + 1)2 = 0, dan akar-akarnya adalah r1 = i,
r2 = i, r3 = –i, dan r4 = –i. Jadi,

yc(t) = c1cos(t) + c2sin(t) + c2 tcos(t) + c4 tsin(t).

Asumsi awal kita untuk solusi partikulir adalah Y(t) = Asin(t) + Bcos(t), tetapi
kita perlu mengalikan pilihan ini dengan t2 untuk membuatnya berbeda dengan semua
solusi persamaan homogen. Jadi asumsi final kita adalah

Y(t) = At2sin(t) + Bt2cos(t).

129
Selanjutnya kita mendifferensialkan Y(t) sebanyak empat kali, mensubstitusi
ke persamaan differensial di atas, dan mengumpulkan suku-suku sejenis, akhirnya
diperoleh

–8Asin(t) – 8Bcos(t) = 3sin(t) – 5Bcos(t).

3 5
Jadi, A = – 8 ,B= 8 , dan solusi partikulir dari persamaan differensial di
atas adalah

3 5
Y(t) = – 8 sin(t) + 8 cos(t).

Jika g(t) merupakan hasil penjumlahan beberapa suku, dalam


prakteknya lebih mudah untuk menghitung secara terpisah solusi partikulir yang
berkores-pondensi dengan masing-masing suku di g(t). Seperti pada persamaan
differensial order kedua, solusi partikulir dari problem lengkap adalah hasil
penjumlahan solusi- solusi partikulir dari problem komponen individu. Hal ini
diilustrasikan dalam contoh berikut.

d3y dy
Contoh 5.2.3 Carilah solusi partikulir dari – 4 = t + 3 cos(t) + e-2t.
dt 3
dt

Jawab : Pertama-tama kita menyelesaikan persamaan homogen. Persamaan


karakteristik adalah r3 – 4r = 0, dan akar-akarnya adalah r1 = 0, r2 = 2, r3 = –2. Jadi,

yc(t) = c1 + c2e2t + c3e-2t.

Kita dapat menulis solusi partikulir dari persamaan differensial di atas sebagai
hasil penjumlahan solusi-solusi partikulir persamaan-persamaan differensial

d3y dy d3y dy d3y dy


– 4 = t, – 4 = 3 cos(t), – 4 = e-2t.
dt 3
dt dt 3
dt dt 3
dt

Pilihan kita mula-mula untuk solusi partikulir Y1(t) dari persamaan differensial
pertama ádalah A0 t + A1, tetapi konstanta ádalah solusi persamaan homogen, jadi kita
mengalikan dengan t. Diperoleh
130
Y1(t) = A0 t2 + A1t.

Untuk persamaan differensial kedua kita memilih

Y2(t) = B cos(t) + C sin(t),

dan tidak perlu untuk memodifikasi pilihan awal karena cos(t) dan sin(t)
bukan solusi persamaan homogen. Akhirnya untuk persamaan differensial ketiga,
karena e-2t adalah solusi persamaan homogen, kita mengasumsikan bahwa

Y3(t) = Ete-2t.

Konstanta-konstanta akan ditentukan dengan mensubstitusi ke persamaan


1 3 1
differensial, diperoleh A0 = – 8 , A1 = 0, B = 0, C = – 5 ,E= 8 . Oleh karena itu
solusi partikulir dari persamaan differensial di atas adalah

1 3 1
Y(t) = – 8 t2 – 5 sin(t) + 8 te-2t.

Perlu diingat bahwa banyaknya proses aljabar yang diperlukan


untuk menghitung koefisien mungkin cukup besar untuk persamaan differensial
berorder tinggi. Khususnya jika suku tak homogen cukup rumit. Suatu sistem
komputer aljabar dapat sangat menolong dalam menghitung proses aljabar ini.

Metode koefisien tak tentu dapat digunakan jika dimungkinkan


untuk menduga bentuk yang tepat untuk Y(t). Akan tetapi hal ini biasanya tidak
mungkin untuk persamaan differensial yang tidak memiliki koefisien konstan atau
untuk suku tak homogen selain tipe yang sudah dibahas. Untuk masalah yang lebih
rumit kita dapat menggunakan metode variasi parameter yang akan dibahas pada sub
bab berikut.

Latihan 5.2.1

Untuk masing-masing soal no. 1 – 8 tentukan solusi umum dari persamaan


differensial yang diberikan.

131
d3y d2y dy d4y
1) – – + y = 2e-t + 3, 2) – y = 3t + cos(t),
dt 3
dt 2
dt dt 4

d3y d2y dy d3y dy


3) + + + y = e-t + 4t, 4) – + y = 2
dt 3
dt 2
dt dt 3 dt

sin(t),

d4y d2y d4y d2y


5) – 4 = t2 + et, 6) + 2 +y=3+
dt 4 dt 2 dt 4 dt 2
cos(2t),

d6y d3y d4y d3y


7) + = t, 8) + = sin(2t).
dt 6 dt 3 dt 4 dt 3

Untuk masing-masing soal no. 9 – 12 tentukan solusi masalah nilai awal yang
diberikan. Kemudian gambar grafik solusinya.

d3y dy dy d2y
9) +4 = t, y(0) = 0, (0) = 0, (0) = 1,
dt 3
dt dt dt 2

d4y d2y dy d2y d3y


10) + 2 + y = 3t + 4, y(0) = 0, (0) = 0, (0) = 0, (0)
dt 4 dt 2 dt dt 2 dt 3
= 0,

d3y d2y dy dy 1 d2y 1


11) – 3 +2 = et + t, y(0) = 1, (0) = – , (0) = – ,
dt 3
dt 2
dt dt 4 dt 2
4

d4y d3y d2y dy dy


12) + 2 + +8 – 12 y = 12 sin(t) – e-t, y(0) = 3, (0) = 0,
dt 4
dt 3
dt 2
dt dt

d2y d3y
(0) = –1, (0) = 2.
dt 2 dt 3

Untuk masing-masing soal no. 13 – 27 tentukan bentuk yang tepat dari Y(t)
jika metode koefisien tak tentu digunakan. Tidak perlu menghitung koefisien tak
tentunya.

132
d3y d2y dy d3y dy
13) – 2 + = 2et + t3, 14) – = te-t + 2 cos(t),
dt 3
dt 2
dt dt 3
dt

d4y d2y d4y d2y


15) – 2 + y = et + sin(t), 16) + 4 = sin(2t) + tet +
dt 4 dt 2 dt 4 dt 2
4,

d4y d3y d2y dy


17) – – + = t2 + 4 + tsin(t),
dt 4
dt 3
dt 2
dt

d4y d3y d2y


18) 4
+ 2 3
+ 2 2
= 3et + 2 te-t + e-tsin(t).
dt dt dt

d3y d2y dy
19) –3 2 +2 = t2et + 3te2t + 5t2,
dt 3
dt dt

d3y d2y dy
20) – 6 + 12 – 8y = te2t + t2e3t,
dt 3
dt 2
dt

d4y d3y d2y dy  3 


21) + 3 + 4 +3 + y = t2e-t + 3t-t/2cos  2 t  ,
dt 4
dt 3
dt 2
dt  

d4y
22) 4
– 16y = t2sin(2t) + t4e2t,
dt

d6y d5y d4y


23) 6
+ 2 5
+ 5 4
= t3 + t2e-t + e-tsin(2t),
dt dt dt

d4y d2y
24) 4
+ 2 2
+ y = t2cos(t),
dt dt

d4y
25) + 16y = t e 2t
sin( 2 t ) + e 2t
cos( 2 t ) ,
dt 4

d4y d2y
26) + 3 – 4y = cos2(t) – cosh(t),
dt 4 dt 2

d4y d2y
27) + 10 + 9y = sin(t)sin(2t).
dt 4 dt 2

133
Carilah solusi umum dari persamaan diferencial berikut

d3y d2y dy
28) + 4 + – 6y = –18t2 + 1,
dt 3
dt 2
dt

d3y d2y dy
29) + 2 –3 – 10y = 8te-2t ,
dt 3
dt 2
dt

d3y d2y dy
30) + +3 – 5y = 5sin(2t) + 10t2 + 3t + 7,
dt 3
dt 2
dt

d3y d2y dy
31) 4 – 4 –5 + 3y = 3t3 – 8t,
dt 3
dt 2
dt

d3y d2y
32) – 3 + 4y = 4et – 18e-t,
dt 3 dt 2

d3y d2y dy
33) – 2 – + 2y = 9e2t – 8e3t,
dt 3
dt 2
dt

d3y dy
34) + = 2t2 + 4 sin(t),
dt 3
dt

d3y d2y dy
35) – 6 + 11 – 6y = tet – 4e2t + 6e4t,
dt 3
dt 2
dt

d3y d2y dy
36) – 4 +5 – 2y = 3t2et – 7et,
dt 3
dt 2
dt

d4y d3y d2y


37) – 3 + 2 = 3e-t + 6e2t – 6t,
dt 4 dt 3 dt 2

d4y d3y d2y


38) 4
+ 2 3
– 3 2
= 18t2+ 16tet + 4e3t – 9,
dt dt dt

d4y d3y d2y dy


39) – 5 + 7 –5 + 6y = 5 sin(t) – 12sin(2t).
dt 4
dt 3
dt 2
dt

Selesaikanlah masalah nilai awal berikut

134
d3y d2y dy t t 33 dy d2y
40) – 4 + + 6y = 3te + 2e – sin(t), y(0) = , (0) = 0,
dt 3 dt 2 dt 40 dt dt 2
(0) = 0,

d3y d2y dy 2 2t dy d2y


41) – 6 + 9 – 4y = 8t + 3 – 6e , y(0) = 1, (0) = 7, (0) =
dt 3 dt 2 dt dt dt 2
10.

42) Perhatikan persamaan differensial linier tak homogen order ke-n

dny d n 1 y dy
an + a n-1 n 1
+ … + a1 + a0y = g(t), (i)
dt n
dt dt

dengan a0, a1, … , an adalah konstanta-konstanta.

Periksa kebenaran bahwa jika g(t) berbentuk

eαt(bmtm + ... + b0),

maka substitusi y = eαtu(t) mereduksi bentuk (i) ke bentuk

d nu d n 1u du
kn + k n-1 n 1
+ … + k1 + k0u = bmtm + ... + b0, (ii)
dt n
dt dt

dengan k0, k1, ... , kn adalah konstanta-konstanta.

Tentukan k0 dan kn dinyatakan dalam a dan α. Jadi persoalan menentukan


solusi partikulir dari persamaan differensial semula direduksi menjadi persoalan
yang lebih sederhana untuk menentukan solusi partikulir dari persamaan dengan
koefisien konstan dan polinomial untuk suku tak homogen.

Tugas Proyek 5.2.1 Metode Anihilator (Penghapus)

Dalam problem 1 – 3 kita memperhatikan cara lain untuk menentukan bentuk


yang tepat dari Y(t) untuk menggunakan metode koefisien tak tentu. Prosedurnya
berdasarkan pengamatan bahwa suku-suku eksponensial, polynomial, sinusoidal, ( atau

135
hasil penjum- lahan dan perkalian dari suku-suku demikian ) dapat dipandang sebagai
solusi dari persamaan differensial linier homogen tertentu dengan koefisien konstan.

d
Merupakan kebiasaan untuk menggunakan simbol D untuk . Maka, sebagai contoh, e-
dt
t
adalah solusi dari (D + 1)y = 0. Operator differensial dikatakan menghapuskan atau
menjadi penghapus dari e-t. Dengan cara yang sama, D2 + 4 adalah penghapus dari sin(2t)
atau cos(2t), (D – 3)2 = D2 – 6D + 9 adalah penghapus untuk e3t atau t e3t dan seterusnya.

1) Tunjukkan bahwa operator differensial linier dengan koefisien konstan memenuhi


sifat komutatif. Yaitu, tunjukkan bahwa
(D – a)( D – b)f = ( D – b) (D – a)f

Untuk sebarang fungsi f yang dapat diturunkan 2 kali dan sebarang konstanta
a dan b.

Hasil ini dapat diperumum untuk sebarang sejumlah faktor hingga.

2) Perhatikan persoalan menemukan bentuk solusi partikulir dari Y(t) dari


(D – 2)3(D + 1)Y = 3e2t – te-t, (i)

dimana ruas kiri dari persamaan ditulis dalam bentuk yang berkorespondensi
dengan faktorisasi polinomial karakteristik.

(a) Tunjukkan bahwa D – 2 dan (D + 1)2 secara berturut-turut ádalah penghapus


suku-suku pada ruas kanan persamaan (i) dan bahwa operador kombinasi
(D – 2)(D + 1)2 menghapuskan kedua suku pada ruas kanan persamaan (i) secara
bersamaan.
(b) Terapkan operator (D – 2)(D + 1)2 pada persamaan (i) dan gunakan hasil soal 1)
untuk memperoleh
(D – 2)4(D + 1)3Y = 0. (ii)

Jadi Y hádala solusi persamaan homogen (ii). Dengan menyelesaikan


persamaan (ii) tunjukkan bahwa

Y(t) = c1e2t + c2 te2t + c3t2e2t + c4t3e2t + c5e-t + c6te-t + c7t2e-t, (iii)

136
dengan c1, ... , c7 adalah konstanta-konstanta yang harus ditentukan.

(c) Perhatikan bahwa e2t, te2t, t2e2t, dan e-t adalah solusi-solusi persamaan homogen
yang berkorespondensi dengan (i). Oleh karena itu suku-suku ini tidak beguna
dalam menyelesaikan persamaan tak homogen. Jadi, pilih c1, c2, c3, dan c5 sama
dengan nol pada persamaan (iii) sehingga
Y(t) = c4t3e2t + c6te-t + c7t2e-t. (iv)

Ini adalah bentuk solusi partikulir Y dari persamaan (i). Nilai-nilai c4, c6,
dan c7 dapat diperoleh dengan mensubstitusi persamaan (iv) ke persamaan
differensial (i).

Rangkuman Misalkan

L(D)y = g(t), (v)

L(D) ádalah operator linier dengan koefisien constan, dan g(t) ádalah hasil
penjum-lahan atau hasil kali eksponensial, polinomial, atau suku-suku sinusoidal.
Untuk menemukan bentuk solusi partikulir dari persamaan (v), dapat dilakukan
langkah- langkah sebagai berikut :

(a) carilah operator differensial linier H(D) dengan koefisien konstan yang meng-
hapus g(t), yaitu, operator sedemikian sehingga H(D) g(t) = 0.
(b) Terapkan H(D) pada persamaan (v) diperoleh
H(D) L(D)y = 0, (vi)

yang merupakan persamaan homogen yang berorder lebih tinggi.

(c) Selesaikan persamaan (vi)


(d) Hilangkan dari persamaan yang diperoleh dari langkah (c ) suku-suku yang juga
muncul di solusi L(D)y = 0. Suku-suku sisanya merupakan bentuk yang tepat dari
solusi partikulir persamaan (v)
3) Gunakan metode penghapus untuk menemukan bentuk solusi partikulir Y(t) untuk
masing-masing persamaan 13 – 18. Tidak perlu menghitung koefisien-koefisien.

137
5.3 Persamaan differensial linier tak homogen dengan koefisien konstan.

Metode Variasi Parameter

Metode variasi parameter untuk menentukan solusi partikulir dari


persamaan differensial linier order ke-n tak homogen

dny d n 1 y dy
L[y] = + p 1 (t) n 1
+ … + pn-1(t) + pn(t)y = g(t) (5.3.1)
dt n
dt dt

adalah perluasan langsung dari metode untuk persamaan differensial order


kedua. Seperti sebelumnya, untuk menggunakan metode variasi parameter, pertama-
tama perlu untuk menyelesaikan persamaan differensial homogen yang
berkorespondensi. Secara umum hal ini mungkin sukar kecuali jika koefisiennya
adalah konstan. Akan tetapi, metode varias parameter tetap lebih umum daripada
metode koefisien tak tentu yaitu metode ini menarakan ke suatu ekspresi untuk solusi
partikulir untuk sebarang fungsi kontinu g, sedangkan metode koefisien tak tentu
dibatasi pada suatu kelas terbatas dari fungsi g.

Anggap bahwa kita mempunyai suatu himpunan fundamental


solusi y1, y2, …, yn dari persamaan homogen. Maka solusi umum dari persamaan
homogen hádala

yc(t) = c1y1(t) + c2y2(t) + ... + cnyn(t). (5.3.2)

Metode variasi parameter untuk menentukan suatu solusi partikulir dari


persamaan (5.3.1) terletak pada kemungkinan untuk menentukan n fungsi u1, u2, ... ,
un sedemi- kian sehingga Y(t) berbentuk

Y(t) = u1 (t)y1(t) + u2 (t)y2(t) + ... + un(t)yn(t). (5.3.3)

Karena kita mempunyai n fungsi yang harus ditentukan. Kita harus


menentukan n kondisi. Jelas bahwa salah satu kondisi adalah Y memenuhi persamaan
(5.3.1). n - 1 kondisi lainnya dipilih sehingga membuat perhitungan sesederhana
mungkin. Karena kita tidak dapat mengharapkan penyederhanaan dalam menentukan
Y jika kita harus menyelesaikan persamaan differensial order tinggi untuk u1, ... , un,

138
adalah wajar untuk menambahkan kondisi-kondisi yang mengarahkan ke turunan
lebih tinggi dari u1, u2, ... , un. Dari persamaan (5.3.3) diperoleh

dY dy dy dy du du2 dun
= (u1 1 + u2 2 + … + un n ) + ( 1 y1 + y2 + … + yn),
dt dt dt dt dt dt dt
(5.3.4)

dimana kita telah menghilangkan variabel bebas t dari masing-masing fungsi


di persamaan (5.3.4). Jadi, kondisi pertama yang harus kita tambahkan hádala

dy1 dy dy
u1 + u2 2 + … + un n = 0. (5.3.5)
dt dt dt

Dengan melanjutkan proses ini dengan cara yang sama melalui n – 1 turunan
dari Y memberikan

d mY d m y1 d m y2 d m yn
= u1 + u2 + … + un , m = 0, 1, 2, …, n – 1 (5.3.6)
dt m dt m dt m dt m

dan n – 1 kondisi berikut pada fungsi-fungsi u1, u2, ... , un.,

du1 d m 1 y1 m 1
y2 + … + dun d m 1 yn = 0, m = 1, 2, … , n –
+ du2 d
dt dt m 1 dt dt m 1 dt dt m 1

1. (5.3.7)

Turunan ke-n dari Y ádalah

d nY d n y1 d n yn du1 d n 1 y1 dun d n 1 yn
= (u 1 + … + u n ) + ( + … + ).
dt n dt n dt n dt dt n 1 dt dt n 1
(5.3.8)

Akhirnya kita menambahkan kondisi bahwa Y harus merupakan solusi


persamaan (5.3.1). Dengan mensubstitusi turunan-turunan Y dari persamaan (5.3.6)
dan (5.3.8), mengumpulkan suku-suku sejenis, dan menggunakan fakta bahwa L[yi] =
0, i = 1, 2, … , n, kita memperoleh

139
du1 d n 1 y1 n 1 n 1
+ du2 d y2 + … + dun d yn = g. (5.3.9)
dt dt n 1 dt dt n 1 dt dt n 1

Persamaan (5.3.9) bersama-sama dengan n – 1 persamaan (5.3.7) memberikan

du1 du2
n persamaan aljabar linier tak homogen secara bersama-sama untuk , , …,
dt dt

dun
.
dt

du1 du dun
y1 + y2 2 + … + yn = 0,
dt dt dt

dy1 du1
+ dy2 du2 + … + dyn dun = 0,
dt dt dt dt dt dt

d 2 y1 du1 d 2 y2 du2 d 2 yn dun


+ + … + = 0, (5.3.10)
dt 2 dt dt 2 dt dt 2 dt

d n 1 y1 du1 + d n 1 y2 du2 + … + d n 1 yn dun = g.


dt n 1 dt dt n 1 dt dt n 1 dt

Sistem (5.3.10) merupakan sistem aljabar linier untuk besaran-besaran yang

du1 du2 du
tidak diketahui , , …, n . Dengan menyelesaikan sistem ini dan
dt dt dt
kemudian mengintegralkan ekspresi yang dihasilkan, akan diperoleh koefisien-
koefisien u1, u2, ... , un. Suatu syarat cukup untuk eksistensi solusi dari sistem
persamaan (5.3.10) adalah determinan koefisien adalah tak nol untuk masing-masing
nilai t. Akan tetapi, determinan dari koefisien secara tepat merupakan W(y1, y2, ... ,
yn), dan determinan tersebut tidak nol untuk setiap nilai t karena y1, y2, ... , yn
merupakan himpunan fundamental dari solusi-solusi persamaan homogen. Oleh

du1 du2 du
karena itu adalah mungkin untuk menentukan , , …, n . Dengan
dt dt dt

140
menggunakan aturan Cramer, kita dapat menuliskan solusi dari sistem persamaan
(5.3.10) dalam bentuk

dum g (t )Wm (t )
(t) = , m = 1, 2, 3, … , n. (5.3.11)
dt W (t )

Disini W(t) = W(y1, y2, ... , yn)(t) dan Wm ádalah determinan yang diperoleh
dari W dengan mengganti kolom ke m dengan kolom (0, 0, … , 0, 1). Dengan notasi
ini suatu solusi partikulir dari persamaan (5.3.1) diberikan oleh

n t
g ( s )Wm ( s )
Y(t) =  ym (t )
m 1
 W (s)
ds , (5.3.12)
t0

dengan t0 adalah sebarang.

Meskipun prosedur di atas dapat dikerjakan, penghitungan aljabar


yang terlibat dalam menentukan Y(t) dari persamaan (5.3.12) menjadi lebih rumit jika
n bertambah. Dalam kasus-kasus tertentu perhitungan dapat disederhanakan dengan
menggunakan identitas Abel


W(t) = W(y1, y2, ... , yn)(t) = c exp   p1 (t ) dt .
Konstanta c dapat ditentukan dengan menghitung W pada suatu titik yang
sesuai.

Contoh 5.3.1 Diberikan bahwa y1(t) = et, y2(t) = tet, dan y3(t) = e-t adalah
solusi-solusi persamaan homogen yang berkorespondensi dengan

d3y d2y dy
– – + y = g(t), (5.3.13)
dt 3
dt 2
dt

tentukan solusi partikulir dari persamaan (5.3.13) dinyatakan dalam integral.

Jawab : Pertama-tama kita menggunakan persamaan (5.3.12) diperoleh

141
et tet e t
W(t) = W(et, tet, e-t)(t) = e
t
(t  1)e t  et .
et (t  2)et et

Dengan memfaktorkan et dari dua kolom pertama dan e-t dari kolom ketiga
diperoleh

1 t 1
W(t) = e t 1 t 1 1 .
1 t2 1

Maka dengan mengurangkan baris pertama dari baris kedua dan baris ketiga
diperoleh

1 t 1
W(t) = e t 0 1 2 .
0 2 0

Akhirnya dengan menghitung determinan terakhir berdasarkan minor yang


berhubungan dengan kolom pertama, kita memperoleh bahwa

W(t) = 4et.

Selanjutnya

0 tet e t
W1(t) = 0 (t  1)et  e t .
1 (t  2)et e t

Dengan menggunakan minor yang berhubungan dengan kolom pertama, kita


memperoleh

te t e t
W1(t) = = –2t – 1.
(t  1)e t  et

Dengan cara yang sama, diperoleh

et 0 et
et e t
W2(t) = et 0  e t = – = 2,
et  et
et 1 et

142
dan

et tet 0
et te t
W3(t) = e
t
(t  1)e t
0 = t = e2t.
e (t  1)e t
et (t  2)et 1

Dengan mensubstitusikan hasil-hasil ini ke persamaan (5.3.12) diperoleh

t t t
g ( s )(1  2 s ) g ( s )(2) g ( s )e 2 s
t
Y(t) = e 
t0
4e t
ds + t et 
t0
4 e t
ds + e-t 
t0
4e t
ds

t
1
[ e
ts
= (1  2(t  s ))  e  ( t  s ) ] g ( s )ds .
4 t0

Latihan 5.3.1

Untuk masing-masing soal no. 1 – 6 gunakan metode variasi parameter untuk


menen- tukan solusi umum dari persamaan differensial yang diberikan.

d3y dy d3y dy
1) + = tan(t), 0 < t < π, 2) – = t,
dt 3
dt dt 3
dt

d3y d2y dy d3y dy


3) – 2 – + 2y = e4t, 4) + = sec(t), –π/2 < t < π/2,
dt 3
dt 2
dt dt 3
dt

d3y d2y dy d4y d2y


5) – + – y = e-tsin(t), 6) +2 + y = sin(t).
dt 3
dt 2
dt dt 4 dt 2

Untuk masing-masing soal no 7 – 8 carilah solusi umum dari persamaan


differensial yang diberikan. Nyatakan jawabanmu dalam satu atau lebih integral.

d3y d2y dy
7) – + – y = sec(t), –π/2 < t < π/2,
dt 3
dt 2
dt

143
d3y dy
8) – = cosec(t), 0 < t < π.
dt 3
dt

Untuk masing-masing soal no 9 – 12 carilah solusi masalah nilai awal yang


diberikan. Kemudian gambar grafik solusinya.

d3y dy dy d2y
9) + = sec(t), y(0) = 2, (0) = 1, (0) = –2,
dt 3
dt dt dt 2

d4y d2y dy d2y d3y


10) + 2 + y = sin(t), y(0) = 2, (0) = 0, (0) = –1,
dt 4 dt 2 dt dt 2 dt 3
(0) = 1,

d3y d2y dy dy d2y


11) – + – y = sec(t), y(0) = 2, (0) = –1, (0) = 1,
dt 3 dt 2 dt dt dt 2

d3y dy dy d2y
12) – = cosec(t), y(π/2) = 2, ( π/2) = 1, ( π/2) = –1.
dt 3
dt dt dt 2

13) Diberikan x, x2,dan 1/x ádalah solusi-solusi persamaan homogen yang berkores-

d3y 2
2 d y dy
pondensi dengan x3 + x – 2x + 2y = 2x4, x > 0,
dx 3
dx 2
dx

tentukan solusi partikulir.

14) Tentukan suatu rumus yang melibatkan integral untuk solusi partikulir dari
persamaan differensial

d3y d2y dy
– + – y = g(t).
dt 3
dt 2
dt

15) Tentukan suatu rumus yang melibatkan integral untuk solusi partikulir dari

persamaan differensial

d4y
– y = g(t).
dt 4

144
Petunjuk : fungsi-fungsi sin(t), cos(t), sinh(t), cosh(t) membentuk
himpunan fundamental dari solusi dari persamaan differensial homogen.

16) Tentukan suatu rumus yang melibatkan integral untuk solusi partikulir
dari persamaan differensial

d3y d2y dy
– 3 +3 – y = g(t).
dt 3
dt 2
dt

Jika g(t) = t-2et, tentukan Y(t).

17) Tentukan suatu rumus yang melibatkan integral untuk solusi partikulir dari

d3y 2
2 d y dy
persamaan differensial x3 – 3x + 6x – 6y = g(x), x > 0,
dx 3
dx 2
dx

Petunjuk : Periksalah bahwa x, x2, dan x3 adalah solusi-solusi persamaan

homogen.

145

Anda mungkin juga menyukai