Anda di halaman 1dari 18

PAPER

PENGANTAR DETERMINAN DAN MENGHITUNG


DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS

Disusun Oleh:
Muawwaly Afadia Khoirin Nisak
Fitroh Ariansyah
Dina Muthoharoh
Rahma Putri Aulani
Lutfiana
Afiatul Mufariroh
MATEMATIKA 2016 B

PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP PGRI PASURUAN
KOTA PASURUAN
TAHUN 2018
PAPER
PENGANTAR DETERMINAN DAN MENGHITUNG
DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS
Disusun Oleh:
Muawwaly Afadia Khoirin Nisak (16184202038)
Fitroh Ariansyah (16184202040)
Dina Muthoharoh (16184202051)
Rahma Putri Aulani (16184202047)
Lutfiana (16184202048)
Afiatul Mufariroh (15184202067)

PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP PGRI PASURUAN
KOTA PASURUAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, paper yang berjudul “Pengantar Determinan dan Menghitung
Determinan dengan Reduksi Baris” dapat terselesaikan sesuai dengan rencana.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita
Muhammad S.A.W. yang telah membimbing dari jalan kegelapan menuju jalan
yang terang benderang.
Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aljabar
Linear Elementer. Paper ini memaparkan fungsi dari suatu variabel matriks dengan
nilai real yang mengasosiasikan suatu bilangan real f(x) dengan suatu matriks
bujursangkar X.
Dalam penyelesaian paper, didapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu diucapkan terima kasih kepada :
a) Ibu Ani Afifah, S.Si., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Aljabar
Linear Elementer,
b) Para responden yang telah bersedia untuk membantu kami mendapatkan data
yang dibutuhkan, serta
c) Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu penulisan paper kami.
Paper ini sangat jauh dari kata sempurna dan perlu banyak perbaikan. Oleh
karena itu diharapkan atas saran dan kritiknya. Atas saran dan kritiknya diucapkan
terima kasih.

Pasuruan, 18 Oktober 2018

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv

ISI................................................................................................................... 1

A. Fungsi Determinan.................................................................................. 1
1. Definisi Determinan........................................................................... 4
2. Notasi dan Istilah............................................................................... 7
B. Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris..................................... 8
1. Teorema Dasar................................................................................... 8
2. Matriks Segitiga................................................................................. 8
3. Operasi Baris Elementer.................................................................... 10
4. Matriks Elementer............................................................................. 11
5. Matriks dengan Baris atau Kolom yang Proporsional....................... 12
6. Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14
ISI

A. Fungsi Determinan
Sebagaimana dinyatakan pada bagian pendahuluan bab ini, suatu
“determinan” adalah suatu fungsi khusus yang mengasosiasikan suatu bilangan real
dengan suatu matriks bujursangkar. Pada subbab ini kita akan mendefinisikan
fungsi ini dan akan menerapkannya untuk matriks-matriks 2 × 2 dan 3 × 3.

Menurut teorema 1.4.5 pada bab sebelumnya, matriks 2 × 2


𝑎 𝑏
𝐴=[ ]
𝑐 𝑑
dapat dibalik jika 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0. Pernyataan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 begitu sering muncul dalam
matematika sehingga mendapat sebutan determinan (determinant) dari matriks 𝐴
dan dinyatakan sebagai det(𝐴). Dengan notasi ini rumus untuk 𝐴−1 yang diberikan
pada teorema 1.4.5 adalah
1 𝑑 −𝑏
𝐴−1 = [ ]
det(𝐴) −𝑐 𝑎

Salah satu tujuan dalam bab ini adalah untuk memperoleh analog dari rumus ini
untuk matriks bujursangkar dengan ordo yang lebih tinggi. Untuk itu kita perlu
memperluas konsep determinan untuk matriks bujursangkar dengan berbagai ordo.
Untuk melakukan ini kita membutuhkan beberapa hasil awal dari permutasi.

Definisi

Permutasi dari himpunan bilangan bulat atau integer {1, 2, … , 𝑛} adalah


susunan integer-integer ini menurut suatu aturan tanpa adanya penghilangan
atau pengulangan.

Contoh 1. Permutasi dari Tiga Integer


Untuk himpunan integer {1, 2, 3} terdapat 6 permutasi yang berbeda, yaitu

(1, 2, 3)(2, 1, 3)(3, 1, 2)

(1, 3, 2)(2, 3, 1)(3, 2, 1)

Satu metode yang paling mudah untuk menyusun daftar permutasi secara
sistematis adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Metode ini diilustrasikan pada contoh berikut.

Contoh 2. Permutasi dari Empat Integer


Buatlah daftar semua permutasi dari himpunan integer {1, 2, 3, 4}.
Gambar 1.
Penyelesaian.

Perhatikan Gambar 1. Keempat titik yang bertanda 1,2,3,4 pada bagian diatas
gambar mewakili semua pilihan yang mungkin sebagai bilangan pertama dalam
permutasi. Ketiga cabang yang muncul dari titik-titik tersebut mewakili pilihan-
pilihan yang mungkin untuk posisi kedua dalam permutasi. Jadi, jika permutasi
dimulai dengan (2, –, –, –), tiga kemungkinan untuk tiga posisi kedua adalah 1,3,
dan 4. Kedua cabang yang muncul dari setiap titik pada posisi kedua mewakili
pilihan-pilihan yang mungkin untuk posisi ketiga. Jadi, jika permutasi dimulai
dengan (2, 3, –, –), dua pilihan yang mungkin untuk posisi ketiga adalah 1 dan 4.
Akhirnya, satu cabang yang muncul dari tiap titik pada posisi ketiga mewakili satu-
satunya pilihan untuk posisi keempat. Jadi, jika permutasi dimulai dengan (2, 3, 4,
–), maka satu-satunya pilihan untuk posisi keempat adalah 1. Permutasi-permutasi
yang berbeda kini dapat disusun dengan menelusuri semua jalur yang mungkin pada
“pohon” tersebut mulai dari posisi pertama hingga posisi terakhir. Melalui cara ini
kita memperoleh daftar berikut.
(1, 2, 3, 4) (2, 1, 3, 4) (3, 1, 2, 4) (4, 1, 2, 3)
(1, 2, 4, 3) (2, 1, 4, 3) (3, 1, 4, 2) (4, 1, 3, 2)
(1, 3, 2, 4) (2, 3, 1, 4) (3, 2, 1, 4) (4, 2, 1, 3)
(1, 3, 4, 2) (2, 3, 4, 1) (3, 2, 4, 1) (4, 2, 2, 1)
(1, 4, 2, 3) (2, 4, 1, 3) (3, 4, 1, 2) (4, 3, 1, 2)
(1, 4, 3, 2) (2, 4, 3, 1) (3, 4, 2, 1) (4, 3, 2, 1)

Dari contoh ini kita lihat bahwa terdapat 24 permutasi untuk {1, 2, 3, 4}.
Hasil ini sebenarnya dapat diantisipasi tanpa perlu menyusun daftar permutasinya
dengan menggunakan argumentasi berikut. Karena posisi pertama dapat diisi
dengan empat cara dan kemudian posisi kedua dengan tiga cara, maka terdapat 4 ∙
3 cara untuk mengisi dua posisi pertama. Kemudian karena posisi ketiga dapat diisi
dengan 2 cara, maka terdapat 4 ∙ 3 ∙ 2 cara untuk mengisi tiga posisi pertama.
Akhirnya karena posisi terkhir hanya bisa diisi dengan 1 cara, maka terdapat 4 ∙ 3 ∙
2 ∙ 1 = 24 cara untuk mengisi seluruh empat posisi. Secara umum, himpunan
{1,2, . . . , 𝑛} akan memiliki 𝑛(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) . . . 2 ∙ 1 = 𝑛! permutasi yang
berbeda.

Kita akan menyatakan permutasi umum dari himpunan {1,2, . . . , 𝑛} sebagai


(𝑗1, 𝑗2, . . . , 𝑗𝑛 ). Disini 𝑗1adalah integer petama dari permutasi, 𝑗2 adalah integer
kedua, dan seterusnya. Suatu inversi (inversion) atau pembalikan dikatakan terjadi
dalam suatu permutasi (𝑗1 , 𝑗2 , . . . , 𝑗𝑛 ) jika integer yang lebih besar mendahului yang
lebih kecil. Jumlah total inversi yang terjadi dalam permutasi dapat diperoleh
sebagai berikut: (1) tentukan banyaknya integer yang lebih kecil dari 𝑗1 dan yang
mengikuti 𝑗1dalam permutasi; (2) tentukan banyaknya integer yang lebih kecil dari
𝑗2 dan yang mengikuti 𝑗2 dalam permutasi. Lanjutkan proses perhitungan ini untuk
𝑗3 , . . . , 𝑗𝑛−1 . Jumlah dari bilangan-bilangan ini akan merupakan total banyaknya
inversi ini dalam permutasi tersebut.

Contoh 3. Menghitung Inversi


Tentukan banyaknya inversi pada permutasi-permutasi berikut:
(a) (6,1,3,4,5,2) (b) (2,4,1,3) (c) (1,2,3,4)
Penyelesaian.

(a) Banyaknya inversi adalah 5 + 0 + 1 + 1 + 1 = 8.


(b) Banyaknya inversi adalah 1 + 2 + 0 = 3.
(c) Tidak ada inversi dalam permutasi ini.

Definisi

Suatu permutasi dikatakan genap (even) jika total banyaknya inversi adalah
integer genap dan dikatakan ganjil (odd) jika total banyaknya inversi adalah
integer ganjil.

Contoh 4. Mengklasifikasikan Permutasi


Tabel berikut ini mengklasifikasikan berbagai permutasi dari (1, 2, 3)
sebagai genap atau ganjil.

Permutasi Banyaknya Inversi Klasifikasi

(1, 2, 3) 0 Genap

(1, 3, 2) 1 Ganjil

(2, 1, 3) 1 Ganjil
(2, 3, 1) 2 Genap

(3, 1, 2) 2 Genap

(3, 2, 1) 3 Ganjil

1. Definisi Determinan
Suatu hasilkali elementer (elementary product) dari suatu matriks 𝐴, 𝑛 × 𝑛,
adalah hasilkali dari 𝑛 entri dari 𝐴, yang tidak satupun berasal dari baris atau kolom
yang sama.

Contoh 5. Hasilkali Elementer


Buatlah daftar semua hasilkali elementer dari matriks-matriks
𝑎11 𝑎12
a) [𝑎 𝑎22 ]
21

𝑎11 𝑎12 𝑎13


b) [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Penyelesaian a).

Karena setiap hasilkali elementer memiliki dua faktor dan karena setiap faktor
berasal dari baris yang berbeda, maka hasilkali elementer dapat ditulis dalam
bentuk

𝑎1 -𝑎2 -

dimana titik-titik kosong menunjukkan nomor kolom. Karena tidak ada dua faktor
dalam hasilkali tersebut yang berasal dari kolom yang sama, maka nomor kolom
haruslah 12 atau 21. Jadi hasilkali elementer hanyalah 𝑎11 𝑎22 dan 𝑎12 𝑎21.

Penyelesaian b).

Karena setiap hasilkali elementer memiliki tiga faktor, yang masing-masing berasal
dari baris yang berbeda, hasilkali elementernya dapat ditulis dalam bentuk

𝑎1 -𝑎2 -𝑎3 -

Karena tidak ada dua faktor dalam hasilkali tersebut yang berasal dari kolom yang
sama, maka nomor kolom tidak mengalami pengulangan; sebagai konsekuensinya,
maka nomor-nomor tersebut harus membentuk permutasi himpunan {1, 2, 3}.
Permutasi 3! = 6 ini menghasilkan daftar hasilkali elementer berikut.

𝑎11 𝑎22 𝑎33 𝑎12 𝑎21 𝑎33 𝑎13 𝑎21 𝑎32

𝑎11 𝑎23 𝑎32 𝑎12 𝑎23 𝑎31 𝑎13 𝑎22 𝑎31


Seperti yang ditunjukkan pada contoh ini, suatu matriks 𝐴, 𝑛 × 𝑛, memiliki
𝑛! hasilkali elementer. Hasilkali elementer tersebut adalah hasilkali berbentuk
𝑎1𝑗 1 𝑎2𝑗 2 . . . 𝑎𝑛𝑗 𝑛 , dimana (𝑗1 , 𝑗2 , . . . , 𝑗𝑛 ) adalah permutasi dari himpunan
{1, 2, … , 𝑛}. Sementara itu hasilkali elementer bertanda dari 𝑨 (signed
elementary product from 𝐴) adalah hasil kali elementer 𝑎1𝑗 1 𝑎2𝑗 2 . . . 𝑎𝑛𝑗 𝑛 dikalikan
dengan +1 atau –1. Kita menggunakan tanda + jika (𝑗1 , 𝑗2 , … , 𝑗𝑛 ) adalah permutasi
genap dan tanda – jika (𝑗1 , 𝑗2 , . . . , 𝑗𝑛 ) adalah permutasi ganjil.

Contoh 6. Hasilkali Elementer Bertanda


Buatlah daftar semua hasilkali elementer dari matriks-matriks
𝑎11 𝑎12
a) [𝑎 𝑎22 ]
21

𝑎11 𝑎12 𝑎13


b) [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33
Penyelesaian.

a)
Hasilkali Permutasi Genap atau Hasilkali Elementer
Elementer yang Berkaitan Ganjil Bertanda

𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟐𝟐 (1,2) Genap 𝑎11 𝑎22

𝒂𝟏𝟐 𝒂𝟐𝟏 (2,1) Ganjil −𝑎12 𝑎21

b)
Permutasi Hasilkali Elementer
Hasilkali Genap atau
yang Bertanda
Elementer Ganjil
Berkaitan
𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟐𝟐 𝒂𝟑𝟑 (1,2,3) Genap 𝑎11 𝑎22 𝑎33

𝒂𝟏𝟏 𝒂𝟐𝟑 𝒂𝟑𝟐 (1,3,2) Ganjil −𝑎11 𝑎23 𝑎32

𝒂𝟏𝟐 𝒂𝟐𝟏 𝒂𝟑𝟑 (2,1,3) Ganjil −𝑎12 𝑎21 𝑎33

𝒂𝟏𝟐 𝒂𝟐𝟑 𝒂𝟑𝟏 (2,3,1) Genap 𝑎12 𝑎23 𝑎31

𝒂𝟏𝟑 𝒂𝟐𝟏 𝒂𝟑𝟐 (3,1,2) Genap 𝑎13 𝑎21 𝑎32

𝒂𝟏𝟑 𝒂𝟐𝟐 𝒂𝟑𝟏 (3,2,1) Ganjil −𝑎13 𝑎22 𝑎31

Kini kita akan mendefinisikan fungsi determinan


Definisi

Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks bujusangkar. Fungsi determinan


(determinant function) dinotasikan dengan det dan kita mendefinisikan det(𝐴)
sebagai jumlah dari semua hasilkali elementer bertanda dari 𝐴. Angka det(𝐴)
disebut determinan dari 𝑨 (determinant of 𝐴).

Contoh 7. Determinan dari Matriks 𝟐 × 𝟐 dan 𝟑 × 𝟑


Mengacu pada contoh 6, diperoleh
𝑎11 𝑎12
(a) det [𝑎 𝑎22 ] = 𝑎11 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21
21
𝑎11 𝑎12 𝑎13
(b) det [𝑎21 𝑎22 𝑎23 ] = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32
𝑎31 𝑎32 𝑎33

− 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32

Agar tidak perlu mengingat pernyataan yang terlalu rumit ini, anda
dianjurkan untuk menggunakan alat bantu daya ingat, sebagaimana diberikan pada
gambar 2. Rumus pada contoh 7 bagian (a) diperoleh dari gambar 2.𝑎 dengan cara
mengalikan entri-entri dengan arah panah kekanan dan mengurangkannya dengan
hasil perkalian dengan menyalin kembali kolom pertama dan kedua sebagaimana
yang diperlihatkan pada gambar 2.𝑏. Selanjutnya determinan dihitung dengan
menjumlahkan hasilkali-hasilkali pada panah yang mengarah ke kanan dan
mengurangkannya dengan hasilkali-hasilkali pada panah yang mengarah ke kiri.
𝑎11 𝑎12
[𝑎 𝑎22 ] (a) Determinan dari matriks 2 × 2
21

𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎11 𝑎12


𝑎
[ 21 𝑎22 𝑎23 ] 𝑎21 𝑎22 (b) Determinan dari matriks 3 × 3
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32
Gambar 2.
Contoh 8. Menghitung Determinan
Hitunglah Determinan dari
1 2 3
3 1
𝐴=[ ] dan 𝐵 = [−4 5 6]
4 −2
7 −8 9
Penyelesaian.

Dengan menggunakan metode pada gambar 2.𝑎 kita memperoleh

det(𝐴) = (3)(−2) − (1)(4) = −10


Dengan menggunakan metode pada gambar 2.𝑏 kita memperoleh

det(𝐵) = (45) + (84) + (96) − (105) − (−48) − (−72) = 240


1 2 3 1 2
[−4 5 6] −4 5
7 −8 9 7 −8
Peringatan. Perlu ditekankan bahwa metode yang ditunjukkan pada Gambar 2
tidak dapat digunakan untuk menghitung determinan dari matriks 4 × 4 atau
matriks yang lebih besar.

2. Notasi dan Istilah


Kami akan menutup subbab ini dengan memberikan beberapa komentar
mengenai istilah dan notasi. Pertama simbol |𝐴| adalah notasi alternatif untuk
det(𝐴). Sebagai contoh, determinan dari suatu matriks 3 × 3 dapat ditulis sebagai
𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎
det[ 21 𝑎22 𝑎23 ] atau 𝑎
| 21 𝑎22 𝑎23 |
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32 𝑎33
Determinan dari matriks 𝐴 pada contoh 8 dengan menggunakan notasi kedua dapat
ditulis sebagai
3 1
| | = −10
4 −2
Pada hakekatnya, determinan dari suatu matariks adalah suatu bilangan.
Namun demikian, seringkali istilah tersebut “disalahgunakan”dan istilah
“determinan” mengacu pada matriks yang determinannya dihitung. Jadi, kita
mungkin menyebut
3 1
| |
4 −2
sebagai suatu determinan 2 × 2 dan menyebut 3 sebagai entri pada baris pertama
dan kolom pertama pada determinan.

Akhirnya, kita mencatat bahwa determinan dari 𝐴 seringkali ditulis secara


simbolis sebagai

det(𝐴) = ∑ ±𝑎1𝑗 1 𝑎2𝑗 2 . . . 𝑎𝑛𝑗 𝑛 …………(1)

dimana Ʃ menunjukkan bahwa suku-suku harus dijumlahkan untuk semua


permutasi (𝑗1 , 𝑗2 , . . . , 𝑗𝑛 ) dan tanda + atau – dipilih untuk setiap suku tergantung
pada apakah permutasinya genap atau ganjil. Notasi ini berguna jika definisi dari
suatu determinan perlu ditekankan.
B. Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris
Pada subbab ini akan ditunjukkan bahwa determinan dari matriks bujur
sangkar dapat dihitung dengan mereduksi matriks tersebut menjadi bentuk eselon
baris. Metode ini penting karena kita tidak perlu melakukan perhitungan yang
Panjang sebagaimana jika kita menerapkan definisi determinan secara langsung.
1. Teorema Dasar
Sebagaimana telah dibahas pada akhir subbab sebelumnya, definisi
determinan berguna untuk membuktikan teorema mengenai determinan, tetapi
definisi ini tidak memberikan cara yang praktis untuk perhitungannya, khususnya
bagi determinan dari matriks-matriks dengan ukuran yang lebih besar dari 3×3.
Oleh karena itu, kita akan mulai dengan teorema dasar yang akan mengarahkan kita
kepada prodesur yang lebih efisien untuk menghitung determinan dari matriks
dengan ordo n.

Teorema1

Misalkan A adalah suatu matriks bujursangkar.

(a) Jika A memiliki satu baris atau satu kolom bilangan nol, maka det(A) = 0
(b) det(A) = det(AT).

Bukti (a). Karena setiap hasil kali elementer bertanda dari A memiliki satu faktor
dari setiap baris dan satu faktor dari tiap kolom, maka setiap hasil kali elementer
bertanda akan memiliki satu faktor dari satu baris nol atau satu faktor dari satu
kolom nol. Pada kasus-kasus seperti ini, setiap hasil kali elementer bertanda adalah
nol, dan det(A) yang merupakan jumlah dari semua hasil kali elementer bertanda
adalah nol.

Bukti (b). Mengingat bahwa suatu hasil kali elementer memiliki satu faktor dari
tiap baris dan tiap kolom, maka jelaslah bahwa A dan AT memiliki himpunan hasil
kali elementer yang tepat sama. Dengan bantuan beberapa teorema permutasi, yang
akan membawa kita jauh menyimpang jika dibahas, dapat ditunjukkan bahwa
sesungguhnya A dan AT memiliki himpunan hasil kali elementer bertanda yang
sama. Sehingga det(A) = det(AT).

CATATAN. Karena teorema 1.b, maka hampir setiap teorema mengenai


determinan yang mengandung kata “baris” dalam pernyataannya, juga akan benar
jika kata “kolom” digantikan dengan “baris”. Untuk membuktikan pernyataan
kolom, kita hanya perlu mentranspos matriks yang dipertanyakan untuk mengubah
pernyataan kolom menjadi pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil
bersesuaian yang telah diketahui untuk baris-baris.

2. Matriks Segitiga
Teorema berikut mempermudah perhitungan determinan suatu matriks
segitiga, berapapun ukurannya.
Teorema 2

Jika A adalah matriks segitiga n × n (segitiga atas, segiga bawah, atau


diagonal) maka det(A) adalah hasil kali dari entri-entri pada diagonal utama
matriks tersebut; yaitu𝑑𝑒𝑡(𝐴) = 𝑎11 𝑎22 … 𝑎𝑛𝑛

Untuk menyederhanakan notasi, kami akan membuktikan hasil untuk


matriks segitiga bawah 4 × 4.
𝑎11 0 0 0
𝑎21 𝑎22 0 0
[𝑎31 𝑎32 𝑎33 0 ]
𝑎41 𝑎42 𝑎43 𝑎44

Argumentasi untuk matriks 𝑛 × 𝑛 adalah sama. Bukti untuk matriks segitiga atas
dapat diperoleh dengan menerapkan Teorema 1.b dan mengamati bahwa transpos
dari matriks segitiga atas adalah matriks segitiga bawah dengan entri-entri diagonal
yang sama.

Bukti dari Teorema 2. (Kasus segitiga bawah 4 × 4). Satu-satunya hasilkali


elementer dari A yang bisa berupa bilangan taknol 𝑎11 𝑎22 𝑎33 𝑎44. Untuk
membuktikan kebenarannya, perhatikan suatu hasil kali elementer yang khas
𝑎1𝑗 𝑎2𝑗 𝑎3𝑗 𝑎4𝑗 . Karena 𝑎12 = 𝑎13 = 𝑎14 = 0, untuk mendapatkan hasil kali
1 2 3 4
elementer yang taknol, maka haruslah 𝑗1 = 1. Jika 𝑗1 = 1, maka haruslah 𝑗2 ≠ 1,
karena tidak ada dua faktor yang berasal dari kolom yang sama. Selanjutnya, karena
𝑎23 = 𝑎24 = 0, untuk mendapatkan hasilkali taknol, maka haruslah 𝑗2 = 2. Dengan
cara yang sama, kita memperoleh 𝑗3 = 3 dan 𝑗4 = 4. Karena 𝑎11 𝑎22 𝑎33 𝑎44 dikalikan
dengan +1, untuk membentuk hasilkali elementer bertanda maka kita memperoleh

det(A) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 𝑎44

Contoh 1. Determinan dari Matriks Segitiga Atas


2 7 −3 8 3
0 −3 7 5 1
0 0 6 7 6 = (2)(−3)(6)(9)(4) = −1296
0 0 0 9 8
[0 0 0 0 4]
3. Operasi Baris Elementer
Teorema berikut menunjukkan bagaimana operasi baris elementer terhadap
suatu matriks mempengaruhi nilai determinannya.

Teorema 3

Misal A adalah suatu matriks 𝑛 × 𝑛.

(a) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika satu baris atau satu kolom
dari A dikalikan dengan suatu skala k, maka det(𝐵) = 𝑘 det(𝐴)
(b) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika satu baris atau satu kolom
dari A dipertukarkan, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐵) = − det(𝐴)
(c) Jika B adalah matriks yang diperoleh ketika kelipatan dari satu baris A
ditambahkan ke baris lainnya atau ketika kelipatan dari satu kolom
ditambahkan ke kolom yang lain, maka 𝑑𝑒𝑡(𝐵) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴)

Bukti dari teorema ini dapat diperoleh dengan menggunakana Rumus (1)
dari subbab A untuk menghitung determinan-determinan yang terlibat dan
kemudian membuktikan kesetaraannya. Bukti dari teorema diatas akan
digambarkan oleh penerapan teorema untuk determinan 3 × 3 berikut ini.

Contoh 2. Teorema 3 Diterapkan untuk Determinan 3 × 3

Hubungan Operasi
𝑘𝑎𝟏𝟏 𝑘𝑎𝟏𝟐 𝑘𝑎𝟏𝟑 𝑎𝟏𝟏 𝑎𝟏𝟐 𝑎𝟏𝟑 Baris pertama
| 𝑎21 𝑎22 𝑎23 | = 𝑘 |𝑎21 𝑎22 𝑎23 | dari A
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32 𝑎33
dikalikan
𝐝𝐞𝐭(𝑩) = 𝒌 𝐝𝐞𝐭(𝑨) dengan k.
𝑎𝟐𝟏 𝑎𝟐𝟐 𝑎𝟐𝟑 𝑎𝟏𝟏 𝑎𝟏𝟐 𝑎𝟏𝟑 Baris pertama
|𝑎11 𝑎12 𝑎13 | = − |𝑎21 𝑎22 𝑎23 | dan kedua
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32 𝑎33
dari A
𝐝𝐞𝐭(𝑩) = −𝐝𝐞𝐭(𝑨) dipertukarkan.

Suatu
𝑎𝟏𝟏 + 𝑘𝑎𝟐𝟏 𝑎𝟏𝟐 + 𝑘𝑎𝟐𝟐 𝑎𝟏𝟑 + 𝑘𝑎𝟐𝟑 𝑎𝟏𝟏 𝑎𝟏𝟐 𝑎𝟏𝟑 kelipatan dari
| 𝑎21 𝑎22 𝑎23 | = |𝑎21 𝑎22 𝑎23 | baris kedua
𝑎31 𝑎32 𝑎33 𝑎31 𝑎32 𝑎33 dari A
ditambahkan
𝐝𝐞𝐭(𝑩) = 𝐝𝐞𝐭(𝑨)
ke baris
pertama.
Kami akan membuktikan persamaan pada baris terakhir tabel tersebut. Dengan
bantuan Contoh 7 pada subbab A kita memperoleh

det(𝐵) = (𝑎𝟏𝟏 + 𝑘𝑎𝟐𝟏 )𝑎22 𝑎33 + (𝑎𝟏𝟐 + 𝑘𝑎𝟐𝟐 ) 𝑎23 𝑎31 + (𝑎𝟏𝟑 + 𝑘𝑎𝟐𝟑 ) −

𝑎31 𝑎22 (𝑎𝟏𝟑 + 𝑘𝑎𝟐𝟑 ) − 𝑎33 𝑎21 (𝑎𝟏𝟐 + 𝑘𝑎𝟐𝟐 ) − 𝑎32 𝑎23 (𝑎𝟏𝟏 + 𝑘𝑎𝟐𝟏 )

= det(𝐴) + 𝑘(𝑎21 𝑎22 𝑎33 + 𝑎22 𝑎23 𝑎31 + 𝑎23 𝑎21 𝑎32 − 𝑎31 𝑎22 𝑎23 −

𝑎33 𝑎21 𝑎22 − 𝑎32 𝑎23 𝑎21

= det(𝐴) + 0 = det(𝐴)
CATATAN. Sebagaimana digambarkan dengan persamaan pertama pada Contoh
Teorema 3 bagian (a) membuat kita bisa mengeluarkan “faktor bersama” dari baris
(atau kolom) manapun hingga melewati tanda determinan.

4. Matriks Elementer
Ingatlah bahwa suatu matriks elementer diperoleh dengan melakukan suatu
operasi baris elementer tunggal pada suatu matriks identitas. Jadi, jika kita misalkan
pada Teorema 3, 𝐴 = 𝐼 n (sehingga kita memiliki det(A) = det(In) = 1), maka
matriks B adalah suatu matriks elementer, dan teorema ini akan memberikan hasil
berikut mengenai determinan dari matriks-matriks elementer.

Teorema 4

Misalkan E adalah suatu matriks elementer 𝑛 × 𝑛.

(a) Jika E adalah hasil perkalian suatu baris dari 𝐼 n dengan k , maka
det(E) = k.
(b) Jika E adalah hasil pertukaran suatu baris dari 𝐼 n’ , maka det(E) = –1
(c) Jika E adalah penjumlahan kelipatan satu baris dari 𝐼 n ke baris bilangan
lainnya, maka det(E) = 1.

Contoh 3. Determinan dari Matriks Elementer


Determinan dari matriks elementer berikut ini, yang dihitung dengan inspeksi,
mengilustrasikan Teorema 4.
1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 7
0 3 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
[0 0 1 0] = 3, [0 0 1 0] = −1, [0 0 1 0] = 1
0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1

Baris kedua dari Baris pertama 7 kali baris


𝑰𝟒 dikalikan dan terakhir dari terakhir dari 𝑰𝟒
dengan 3 𝑰𝟒 dipertukarkan ditambahkan ke
baris pertama
5. Matriks dengan Baris atau Kolom yang Proporsional
Jika suatu matriks bujursangkar A memiliki dua baris yang proporsional, maka
suatu baris bilangan nol dapat dibentuk dengan cara menjumlahkan kelipatan yang
sesuai dari salah satu baris ke baris lainnya. Hal yang sama berlaku untuk kolom.
Tetapi menjumlahkan kelipatan dari satu baris ke baris lainnya atau dari satu kolom
ke kolom lainnya juga tidak akan mengubah determinan, maka sesuai dengan
Teorema 1.a, kita pasti memiliki det(A) = 0. Ini membuktikan teorema berikut.

Teorema 5
Jika A adalah suatu matriks bujursangkar dengan dua baris atau dua kolom
yang proporsional, maka det(A) = 0

Contoh 4. Membentuk Baris Nol


Perhitungan berikut menggambarkan cara membentuk satu baris bilangan
nol jika terdapat dua baris yang proporsional:
1 3 −2 4 1 3 −2 4
2 6 −4 8 0 0 0 0
|3 9 1 5 | = |3 9 1 5| = 0
1 1 4 8 1 1 4 8
Baris kedua merupakan 2 kali baris pertama, sehingga kita menambahkan –2
kali baris pertama ke baris kedua untuk membentuk satu baris nol.
Masing-masing dari matriks berikut memiliki dua baris atau kolom yang
proporsional; jadi, masing-masing memiliki determinan nol.

1 −2 7 3 −1 4 −5
−1 4 6 −2 5 2
[ ], [−4 8 5], [5 8 1 4]
−2 8
2 −4 3 −9 3 −12 15
6. Menghitung Determinan dengan Reduksi Baris
Kini kami akan memberikan metode untuk menghitung determinan yang
melibatkan perhitungan yang lebih sedikit dibanding dengan jika kita menerapkan
definisi determinan secara langsung. Gagasan dari metode ini adalah dengan
mereduksi matriks yang diberikan menjadi bentuk segitiga atas melalui operasi
baris elementer, kemudian menghitung determinan dari matriks segitiga atas (suatu
perhitungan yang mudah), kemudian menghubungkan determinan tersebut dengan
matriks aslinya. Berikut ini adalah contohnya.

Contoh 5. Reduksi Baris untuk Menghitung Determinan


Hitunglah det(A) dimana
0 1 5
𝐴 = [3 −6 9]
2 6 1
Penyelesaian.

Kita akan mereduksi A menjadi bentuk eselon baris (yaitu segitiga atas) dan
menerapkan Teorema 3:
0 1 5 3 −6 9 Baris pertama dan kedua
det(𝐴) = [3 −6 9] = [0 1 5] dari A dipertukarkan
2 6 1 2 6 1
1 −2 3 Suatu faktor bersama
= −3 [0 1 5] yaitu 3 dari baris pertama
2 6 1 dikeluarkan melewati
1 −2 3 tanda determinan
–2 kali baris pertama di
= −3 [0 1 5] tambahkan ke baris ketiga
0 10 −5
1 −2 3
= −3 [0 1 5 ] –10 kali baris kedua di
0 0 −55 tambahkan ke baris ketiga

1 −2 3 Suatu faktor bersama


= (−3)(−55) [0 1 5] yaitu –55 di baris terakhir
0 0 1 dikeluarkan melewati
tanda determinan
= (−3)(−55)(1) = 165

Contoh 6. Operasi Kolom untuk Menghitung Determinan


Hitunglah determinan dari
1 0 0 3
2 7 0 6
𝐴 = [0 6 3 0]
7 3 1 −5
Penyelesaian.

Determinan ini dapat dihitung sebagaimana cara diatas dengan menggunakan


operasi baris elementer untuk mereduksi A menjadi bentuk eselon baris, tetapi kita
juga dapat mengubah A menjadi bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan
cara menambahkan –3 kali kolom pertama ke kolom keempat untuk memperoleh
1 0 0 0
2 7 0 0
det(𝐴) = [0 (1)(7)(3)(−26) = −546
6 3 0 ]=
7 3 1 −26
DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard dan Chris Rorres. 2004. Aljabar Linear ElementerJilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai