Anda di halaman 1dari 66

MODUL

Matematika Diskrit
(Aplikasi Kombinatorik)

Nur Fauziyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2011
versitas Muhammadiyah G
BAB I
FUNGI PEMBANGKIT
1.1 Fungsi Pembangkit

Dalam bab ini akan diperkenalkan suatu topik yang menarik dalam kombinatorik
yang disebut dengan fungsi pembangkit. Metode fungsi pembangkit ini berasal dari
karya De mavra (1720), kemudian dikembangkan oleh euler (1748) untuk memecahkan
masalah partisi. Selanjutnya pada abad ke-19 dikembangkan secara intensif oleh
Laplace sehubungan dengan teori Probabilitas. Sebelum membahas fungsi pembangkit
akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang beberapa deret penting yang menunjang
pembahasan selanjutnya.

1.1.1 Definisi
Deret tak hingga yang berbentuk ∑ disebut deret kuasa. Bila ada bilangan
positif r sedemikian hingga deret kuasa ini konvergen untuk setiap x dengan | | < r,
maka r disebut radius kekonvergenan. Adakalanya deret kuasa tidak konvergen untuk
semua nilai x (x 0) dan dikatakan deret tersebut divergen. Namun dalam
menyelesaikan permasalahan dalam kombinatorik tidak perlu memperhatikan
kekonvergenan tetapi yang lebih penting adalah koefisien dari .

1.1.2 Definisi
Deret taylor fungsi f(x) disekitar x = 0 mempunyai bentuk sebagai berikut:
f(x) = ∑ =

Berdasarkan formula tersebut maka setiap fungsi dapat ditentukan bentuk deretnya,
contoh:
a.
(0) =
(0) =
(0) = dan seterusnya sehingga,
=

b. dengan cara yang sama didapatkan

=∑

c. dengan cara yang sama didapat

∑( )

Matematika Diskrit Page 1


Dengan ( ) {

Contoh:
( )
( )
Namun jika t maka dapat pula menggunakan formula:
( )
Contoh:
( ) =10

( ) =

d.

∑( )

∑( )

Koefisien dari akan disederhanakan menjadi:


Untuk n
( )

( )

Untuk n = 0

( ) ( )

Matematika Diskrit Page 2


( ) ( )

Jadi =∑ ( )

1.1.3 Contoh
a. ∑ =∑
b. ( ) ∑ ∑
( )
c. Tentukanlah koefisien dari
Penyelesaian:

∑( )

∑( )

∑ ( )

Koefisien dari =( )

1.2 Definisi
Misal ( adalah barisan bilangan real. Fungsi pembangkit biasa
(FPB) dari ( adalah P(x) = ∑ . Fungsi pembangkit eksponensial (FPE) dari

( adalah P(x) = ∑ .

1.3 Contoh
a. Diberikan barisan

1) ( ( ), tentukan FPB dari ( .

2) ( , tentukan FPE dari ( .


Penyelesaian:
1) Misalkan FPB dari ( adalah P(x) maka,
P(x) = ∑
=

Matematika Diskrit Page 3


=

=∑ -1

= -1
2) Misalkan FPE dari ( adalah P(x) maka,

P(x) = ∑

=1

=
=∑

0 ;n  2
b. Diberikan barisan a n  , dengan a n  
n ;n  3
Tentukan :
1) FPB dari a n 
2) FPE dari a n 

Penyelesaian:
1) Misalkan P(x) adalah FPB dari a n  , maka

P(x) = a
n 0
n xn

= a0  a1 x  a2 x 2  a3 x 3  ...

= 0  0  0   nx n
n 3

=  nx
n 3
n

x
=  x  2x 2
(1  x) 2

2) Misalkan P(x) adalah FPE dari a n  , maka



xn
P(x) =  a n
n 0 n!
x2 x3
= a 0  a1 x  a 2  a3  ...
2! 3!

Matematika Diskrit Page 4



xn
= 0  0  0  n
n 3 n!
 n
x
=  n n!
n 3

= x(e x  1  x)

5
 x 
c. Diberikan P (x) =   , tentukanlah ( a n ) jika:
2 x
1) P(x) adalah FPB dari ( a n )
2) P(x) adalah FPE dari ( a n )

Penyelesaian:

1) Jika P(x) FPB dari ( a n ), maka P(x) = a
n 0
n xn ,
5
 x 
Karena P (x) =  
2 x
5
 x
5
 1 
   
2  1  (  1 x) 
 2 
=
 x    5  n  1 1 
5 n

=       x 
 2  n 0  n  2 

 4  n   1 n5
n
=    n5 x
n 0  n  2
 n  1   1n 5 n

=    x , maka
n 5  n  5  2n

0 ;n 5
 1 5
a n   n  1  (1) n 5 ; n  5 sehingga ( a n ) = (0, 0, 0, 0, 0, ,  6 , ...)
 n  5  2 n
5
2 2
 

xn
2) Jika P(x) FPE dari ( a n ), maka P(x) =  an
n 0 n!
,
5
 x 
Karena P(x) =  
2 x
5
 
5
 x 
x

=    1  ( 1 x) 
2  2 
 5  n  1 1 
5  n
 x
=       x 
 2  n 0  n  2 

Matematika Diskrit Page 5



 4  n   1n n5
=  
n 0  n
 n5 x
 2

 n  1   1n 5 n
=    x
n 5  n  5  2n

 n  1   1n5 x n
=    n! , maka
n 5  n  5  2n n!

0 ;n 5

a n   n  1  (1) n 5
 n  5  2 n .n! ; n5
 
1 5
sehingga ( a n ) = (0, 0, 0, 0, 0, 5
,  6 , ...)
2 .5! 2 .6!

d. Diberikan suatu P(x) = , tentukanlah , jika:

1) P(x) adalah FPB dari


2) P(x) adalah FPE dari

Penyelesaian:
1) Jika P(x) FPB dari maka P(x) = ∑
Karena P(x) =

= ∑ ( )

=∑ ( )

= ∑ ( )

Maka ={ (
( )

2) Jika P(x) FPE dari maka P(x) = ∑

Karena P(x) =

Matematika Diskrit Page 6


= ∑ ( )

=∑ ( )

= ∑ ( )

= ∑ ( )

Maka ={ (
( )

1.1.4 Operasi Fungsi Pembangkit


Penjumlahan, pengurangan dan perkalian dari dua atau lebih fungsi pembangkit
dapat dilakukan dengan cara seperti halnya menjumlahkan, mengurangkan dan
mengalikan dua atau lebih polinom (suku banyak).

 
Jika A(x) = a
n 0
nx
n
dan B(x) = b x
n 0
n
n
, maka:

1. A(x) + B(x) =  (a
n 0
n  bn ) x n

2. A(x) - B(x) =  (a
n 0
n  bn ) x n
 n
3. A(x) . B(x) =  a
n 0 k 0
k .bn  k x n , hal ini didapat dari:

A(x) = a0  a1 x  a2 x 2  a3 x 3  a4 x 4  ...
B(x) = b0  b1 x  b2 x 2  b3 x 3  b4 x 4  ...
A(x) . B(x) = a0 b0  (a0 b1  a1b0 ) x  (a0 b2  a1b1  a2 b0 ) x 2 +
(a0 b3  a1b2  a2 b1  a3b0 ) x 3  ...
 (a0 bn  a1bn1  a2bn2  ... ak bnk  ...  an1b1  an b0 ) x n + ...

 n
=  a .b x
n 0 k 0
k nk
n

1.1.5 Contoh
ex 1
Jika P(x) =  adalah FPB dari (a n ), maka tentukanlah a n .
1  3x 1  2 x
Penyelesaian:

Matematika Diskrit Page 7



Jika P(x) FPB dari ( a n ), maka P(x) = a
n 0
n xn ,
x
e 1
Karena P(x) = 
1  3x 1  2 x

xn  
=  . 3 n x n   2 n x n
n  0 n! n  0 n 0
 n
3nk n  n n
=  . x  2 x
n 0 k  0 k! n 0
 n
3nk
=  .(  2n )x n ,
n 0 k  0 k!
n
3nk
sehingga a n    2n ; n  0
k 0 k !

1.2 Fungsi Pembangkit Untuk Kombinasi

Misalkan kita akan mengambil 4 huruf dari tiga huruf a, b, dan c secara acak
(random). Syarat pengambilan huruf tersebut adalah huruf a terambil maksimal 2 (boleh
tidak terambil), huruf b terambil maksimal 3 (boleh tidak terambil) dan huruf c terambil
maksimal 1 (boleh tidak terambil). Ada berapa cara untuk mengambilnya? Tentunya ada
lima cara yaitu a, a, b, c ; a, a, b, b ; a, b, b, b ; b, b, b, c ; dan a, b, b, c.
Kita tinjau kembali syarat pengambilan dari a yaitu kemungkinannya adalah a
boleh tidak terambil, atau a terambil satu kali, atau a terambil dua kali. Jika kita
mengindikasikan a tidak terambil dengan ax0 dan a terambil satu kali dengan ax1

sedangkan a terambil dua kali dengan ax2 , maka akan didapat suatu fungsi

ax 0 1 2

 ax  ax . Untuk b tidak terambil juga diindikasikan dengan bx0 , b

terambil satu diindikasikan dengan bx1 , b terambil dua diindikasikan dengan bx2 ,

dan b terambil tiga diindikasikan dengan bx3 , maka akan didapat suatu fungsi

bx 0 1 2 3

 bx  bx  bx . Demikian juga untuk c tidak terambil diindikasikan

dengan cx  dan untuk c terambil satu diindikasikan dengan cx  , maka akan didapat
0 1


pula statu fungsi cx 0  cx 1 . 
Tiga fungsi yang didapat dikalikan sehingga diperoleh:

 ax  ax  ax
0 1 2
 bx 0
 bx  bx  bx
1 2 3
 cx
0
 cx 
1

 
 1  ax  a 2 x 2 1  bx  b 2 x 2  b 3 x 3 1  cx  

Matematika Diskrit Page 8


 1  (a  b  c) x  (a 2  b 2  ab  ac  bc) x 2  (ab 2  a 2 b  a 2 c  abc  b 2 c  b 3 ) x 3 +

(ab 2 c  ab3  a 2 b 2  b 3 c  a 2 bc) x 4  (a 2 b 2 c  a 2 b 3  ab3 c) x 5  a 2 b 3 cx 6

Karena kita akan mengambil 4 huruf maka perhatikan koefisien dari x 4 , setiap suku
dari koefisien tersebut menunjukkan cara kita mengambil sesuai dengan syarat yang
diberikan. Sehingga banyaknya suku dari setiap koefisien menunjukkan banyaknya cara
kita mengambil huruf. Jika nilai a, b dan c adalah 1 maka setiap koefisien dapat
menunjukkan banyaknya cara mengambil huruf. Sehingga fungsi tersebut menjadi:
1  3x  5x 2  6 x 3  5x 4  3x 5  x 6 atau
(1  x  x 2 )(1  x  x 2  x 3 )(1  x) disebut fungsi pembangkit dari permasalahan
dengan demikian fungsi pembangkit tidak tergantung dari banyaknya obyek yang
diambil, akan tetapi tergantung dari syaratnya. Beberap contoh permasalahan yang
terkait dengan kombinasi adalah:

1.2.1 Contoh
a. Tentukan banyaknya cara mengambil n huruf dari huruf-huruf pembentuk kata G R
E S I K, sedemikian hingga setiap vokal terambil.
Penyelesaian:
Syarat:
G  0, R  0, S  0, K  0, E  1, I  1

Fungsi pembangkit dari permasalahan tersebut adalah:


P(x) = (1  x  x 2  x 3  ...)4 ( x  x 2  x 3  ...)2
4 2
 1  2 1 
=   x  
1 x  1 x 
6
 1 
= x 2

1 x 

 6  n  1 n
=  
x 2
 x
n 0  n 

3  n 
=   n  2  x n

n2  

Matematika Diskrit Page 9


Jadi banyaknya cara mengambil n huruf adalah koefisien x n dalam P(x), yaitu:
 3  n 
  ; n  2
 n  2 
0 ;n 2

Fungsi pembangkit biasa (FPB) juga dapat digunakan untuk memecahkan


masalah pendistribusian (penempatan) obyek-obyek yang identik ke dalam sel-sel
(kotak-kotak) yang berbeda.

b. Tentukan banyaknya cara menempatkan n obyek yang identik ke dalam k kotak yang
berbeda sedemikian hingga :
1) tidak ada kotak yang kosong.
2) tiga kotak pertama masing-masing berisi sebanyak-banyaknya 50 obyek dan
kotak keempat berisi paling sedikit 20 obyek dan paling banyak 100 obyek.
Penyelesaian:
1) Fungsi pembangkit dari permasalahan tersebut adalah:


P (x) = x  x 2  x 3  ..... 
k

k
 1 
= xk  
1 x 

 k  n  1 n
= x k    x
n 0  n 

n 1 
=   n  k  x n

nk  
Banyaknya cara yang dimaksud adalah koefisien x n dalam P(x), yaitu:
 n  1 
  ; n  k
 n  k 
0 ;n k

2) Fungsi pembangkit dari permasalahan tersebut adalah:


P (x) = 1  x  x 2  x 3  ....  x 50  x
3 20

 x 21  ...  x100 (1  x  x 2  x 3  ...)k 4

Matematika Diskrit Page 10


3 k 4
 1  x 51  20  1  x 81  1 
=   x   
 1 x   1  x  1  x 
k

= x 1 x20
 51 3
1 x 
81

 1 

1 x 
 k  n  1 n
 

= x 20  3x 71  3x122  x173 (1  x 81 )  x
n 0  n 

 k  n  1 n
= ( x 20  3x 71  3x122  x173  x101  3x152  3x 203  x 254 )  x
n 0  n 

 k  n  21 n 
 k  n  72  n   k  n  102  n
=  
n  20 n  20

x - 3  
n  71 n  71
x -   x +
  n 101 n  101 

 k  n  123  n 
 k  n  153  n   k  n  174  n
3  
n 122  n  122
x +3  
n 152  n  152
x -   x -
  n 173  n  173 

 k  n  204  n   k  n  255  n
3  
n  203  n  203
x +  
n  254  n  254
x
 
Banyaknya cara yang dimaksud adalah koefisien x n dalam P(x) yaitu:

Matematika Diskrit Page 11


0 ; n  20

 k  n  21 ;21  n  70
 n  20 

 k  n  21  k  n  71
 n  20   3 n  70  ; 71  n  100
    
 k  n  21  k  n  71  k  n  102 
   3     ;101  n  121
 n  20   n  70   n  101 
 k  n  21
   k  n  71  k  n  102   k  n  123 
  3    3  ;122  n  151
 n  20   n  70   n  101   n  122 


 k  n  21  k  n  71  k  n  102   k  n  123   k  n  153 
 n  20   3 n  70    n  101   3 n  122   3 n  152  ;152  n  172
         
 k  n  21  k  n  71  k  n  102   k  n  123   k  n  153 
 n  20   3 n  70    n  101   3 n  122   3 n  152  
         
 k  n  174 
  ;173  n  202
 n  173 
 k  n  21
   k  n  71  k  n  102   k  n  123   k  n  153 
  3    3   3 
 n  20   n  70   n  101   n  122   n  152 

 k  n  174   3  k  n  203  ;203  n  253
 n  173   n  204 
    
 k  n  21  k  n  71  k  n  102   k  n  123   k  n  153 
   3      3   3  
  n  20   n  70   n  101   n  122   n  152 
 k  n  174   k  n  255 
   ; n  254
 n  173   n  254 

Fungsi pembangkit biasa (FPB) juga dapat digunakan untuk menentukan


banyaknya solusi bulat dari permasalahan linear tertentu dengan syarat tertentu.

c. Tentukan banyaknya solusi bulat dari persamaan linear berikut


x  y  z  80 ; x  3, 50  y  70, 0  z  25
Fungsi pembangkit dari permasalahan tersebut adalah:
P(x) = ( x 3  x 4  x 4  ...)(x 50  x 51  x 52  ...  x 70 )(1  x  x 2  ...  x 25 )

= x 3 (1  x  x 2  ...)x 50 (1  x  x 2  ...  x 20 )(1  x  x 2  ...  x 25 )

Matematika Diskrit Page 12


1 1  x 21 1  x 26
= x 53
1 x 1 x 1 x
1 3
= x 53 (1  x 21 )(1  x 26 )( )
1 x

 3  n  1 n
= ( x 53  x 74  x 79  x100 )   x
n 0  n 

 n  51  n   n  72  n   n  77  n   n  98  n
=    x   
n 53 n  53 
 x   
n  74 n  74 
 x   
n  79 n  79 
 x
n  0  n  100 

Jadi banyaknya solusi bulat yang dimaksud adalah koefisien x 80 dalam P(x), yaitu:
 n  51   n  72   n  77   80  51   80  72   80  77 
                
 n  53   n  74   n  79   80  53   80  74   80  79 
 29   8   3 
=        
 27   6  1 
= 406 – 28 – 3
= 375
Himpunan penyelesaiannya akan berbentuk bidang datar dan syarat-syaratnya menjadi
batas-batasnya.

Matematika Diskrit Page 13


1.3 Fungsi Pembangkit Untuk Permutasi

Contoh :

abc

acb

bac
a,b,c =6=3!
cab

bca

cba

aba

a,a,b aab 3!
3
2 !1!
baa

Ada tiga huruf yaitu a, b, dan c akan dibentuk menjadi kata sandi dengan syarat a  2, b
 1, c  1. Ada berapa cara untuk membuat kata sandi dengan panjang 4 ?.
Jawab :

Kata sandi yang dapat dibentuk adalah a, a, b, c= 4!


= 12 jika kata sandinya
2!1!
mempunyai panjang 3 :

a, a, b= 3!
=3
2!1!

a, a, c = 3!
=3 ada 12 cara
2!1!

a, b, c= 3!
=6
1!1!1!
Kita akan menggunakan FPB, karena FPB cocok digunakan untuk kombinasi maka kita
akan mencoba menggunakan FPE.

Matematika Diskrit Page 14


 (ax) 0 (ax)1 (ax) 2  (bx) 0 (bx)1  (cx) 0 (cx)1 
        
 0! 1! 2!  0! 1!  0! 1! 

 ax a 2 x 2  bx  cx 
 1   1  1  
 1! 2!  1!  1! 

 a2   a 2 b a 2 abc  3 a 2 bc 4
 1 + a  b  c x    ab  ac  bc  x 2     x  x
 2!   2! 2! 1!  2!

Perhatikan koefisien x4
4!
a2 b c   12
2!1!1!
x 1  1 1  1
 1 + 3    1  1  1 x 2     1 x 3  x 4
1!  2  2 2  2

x 7 x2 x3 1 x4 x x2 x3 x4
 1 + 3  2!. .  3!.2  4!. .  1 3  7  12  12
1! 2 2! 3! 2 4! 1! 2! 3! 4!
Contoh :
1. Tentukan banyaknya barisan biner n angka yang memuat angka nol sebanyak
ganjil dan angka 1 sebanyak genap?
Barisan biner adalah barisan yang terdiri dari angka nol atau satu, karena urutan
nfungsi yang cocok untuk permasalahan ini adalah FPE
 x x3 x5  x2 x4 
P(x) =     ....1    ....
 1! 3! 5!  2! 4! 

  x  x   x    x 
=   
 2  2 

=
4

1 2x
   2 x 
1 xn n x 
n
=   2 n    2 
4  n 0 n! n 0 n! 

xn
Jadi banyaknya barisan biner n angka yang dimaksud adalah koefesien
n!

dalam P(x) =
1 n
4

2   2
n

0; n genap
=

Matematika Diskrit Page 15


2 n 1 ; n ganjil
2. Misalkan S = himpunan semua barisan terner n angka jika sebuah barisan dipilih
secara acak atau random dari S. Berapa probabilitas terambilnya barisan yang
memuat angka nol dan memuat angka satu sebanyak ganjil.
Misalkan A = Himpunan barisan terner n angka yang memuat nol dan satu
sebanyak ganjil.
n A
A P(A) =
n S 

Fungsi pembangkit untuk mencari n(s) adalah


3
 x x2 x3 
P(x) = 1     ........
 1! 2! 3! 
~ e3 x
xn
=  3n
n 0 n!

xn
n(s) adalah koefesien dari yaitu 3n ; n  0
n!
Fungsi pembangkit untuk mencari n(A)
 x2 x3  x3 x5 x7  x2 
P(x) =  x    .... x     ....1  x   ....
 2! 3!  3! 5! 7!  2! 

  x  x  x

=  x  1   
 2 

=
1 3x
2

   x  2x  1 
1  ~ n xn ~
xn ~
xn 
=   3    2n  1
2  n 0 n! n 0 n! n 0 n! 

1  0 x0 ~
xn x0 ~
xn x0 ~
xn x0 
=  3   3n     20   2n  1 
2  0! n 1 n! 0! n 1 n! 0! n 1 n! 0! 

2

1 0
3  1  20  1  0  ; n=0

Jadi n(A) =

2

1 n
3  1  2n  ; n ≥1

Matematika Diskrit Page 16


0
0 ; n=0
3n
P(A) =
1 n
2

3  1  2n  ; n ≥1

3. Tentukan banyak cara menempatkan n obyek kedalam k kotak  tidak ada kotak
yang kosong :
a. Obyek berbeda dan kotak berbeda FPE
1
b. Obyek berbeda dan kotak identif FPE x
k!
c. Obyek identik dan kotak berbeda FPB
Penyelesaian :
a. Karena obyek berbeda dan kotak berbeda FPE dapat digunakan untuk
menyelesaikan masala ini fungsi pembangkitnya:

  a
k
a  b k  k
n
n
b k n Binomial
n 0

k
 x x2 x3 
P(x) =     ....
 1! 2! 3! 


=  x 1  k

Menggunakan teori binomial


= 1   x  k

   1 
k
k t x ( k t )
= k
t 0

  1   
k
t k k t  x
= k
t 0

  1  kk  (k  t ) n
k
t
~
xn
=
t 0 n 0 n!

   1  kk  (k  t ) n
~
t
k
xn
=
n 0 t 0 n!

xn
Banyak cara yang dimaksud adalah koefisien dalam P(x)
n!

Matematika Diskrit Page 17


  1   (k  t )
k
t k
k
n
; n ≥ 0 dan n ≥ k
t 0

Yaitu
0 ;n<k

b. Karena kotak identik maka banyaknya cara yang dimaksud adalah


1 k t k 
   1  k  t  ; n  0 dan n  k
n
S k , n    k! t 0  
t
 ;n  k
 0
S (k,n) dikenal sebagai bilangan stirling kedua
Misal: s (2,3)
1
Banyak cara : 63
2!
k1 k2

01 0 203

02 01 0 3 3

03 01 0 2
-------------- sama karena kontak identik
01 0 2 03

c. Menggunakan FPB


px   x  x 2  x 3  ...... k

 x k 1  x  x 2  x 3  ......
k

k
 1 
 xk  
1 x 

 k  n  1 n  k
   x
n 0  n 

 n 1 n
   x
nk  n  k 

Matematika Diskrit Page 18


Banyaknya cara yang dimaksud adalah koefesien x n dalam p(x)
 n 1
  ;n  k
n  k 
Yaitu =
0 ;n < k
Misal n=3, k=2
 2
Banyak cara =    2
1
k1 k2

01 0 2 03 =2

01 0 203

02 01 0 3 sama karena obyek identik

d. Obyek identik dan kotak identik


(menggunakan partisi) ?

Matematika Diskrit Page 19


Latihan Bab I
1. Tentukanlah FPB dari barisan:
a. (0, 0, 0, 1, 1, 1, …)
b. (0, 0,
c. (
d. (1, -1,
e. (0, 1, 0, 1, 0, 1, …)
f. (2, 0, ,
2. Tulis FPE dari barisan berikut:
a. (3, 3, 3, 3, …)
b. (3, 1, 3, 1, 3, 1, …)
c. (0, 1, 0, 1, 0, 1, …)
d.
3. P( ) adalah FPB dari barisan ( , tentukanlah , jika:
a. P( ) = 1 +
b. P( ) =

c. P( ) =
d. P( ) = 2 +
e. P(
f. P(
4. Tulis barisan ( yang mempunyai FPE sebagai berikut:
a. P(
b. P(
c. P(
5. Misalkan P( adalah FPB dari barisan ( tentukanlah .
6. Cari dengan FPB P( , dimana P( = (1 + 10 + …)
7. Berikut ini adalah FPB dari barisan ( tentukanlah .
a. ( )
b.
c.

d.
8. Tulis fungsi pembangkit biasa dari barisan , dengan
.
9. Tentukanlah bentuk sederhana FPB dari barisan (

Matematika Diskrit Page 20


a. c. =
b. =n+2 d.
10. Carilah barisan ( dengan FPE G(x), dimana:
a. G(x) = c. G(x) =
b. G(x) = d. G(x) =

Matematika Diskrit Page 21


BAB II
RELASI REKURSIF (RECURRENCE RELATIONS)

2.1 Definisi dan Contoh Relasi Rekursif


Relasi rekursif dari sebuah barisan ( merupakan sebuah rumus yang menyatakan
ke dalam satu atau lebih suku-suku sebelumnya dari barisan tersebut, untuk suatu
bilangan bulat nonnegatif .

Contoh 2.1.1

Pada barisan fibonacci ( , dapat ditulis relasi rekursifnya


adalah , = Dalam relasi rekursif tersebut
terdapat dua bagian yaitu yang dinamakan dengan syarat awal
(boundary conditions) , sedangkan = disebut bagian rekursif (a
rule or recurrence part).

Contoh 2.1.2

Relasi rekursif dari banyaknya daerah yang terbagi oleh garis lurus dengan syarat
setiap pasang garis berpotongan dan tidak ada tiga garis yang berpotongan pada satu
titik. Misalnya banyaknya daerah yang dimaksud. Ilustrasi dari permasalahan
tersebut adalah:

5
x
4 3
● 6
1 2 4 y
3
1 2 ●
1 7
2

Jika tidak ada garis lurus maka ada 1 daerah, sehingga . Selanjutnya untuk
, garis ke akan berpotongan dengan setiap -1 garis sebelumnya pada titik yang
berbeda. Dengan demikian garis ke n akan terbagi menjadi segmen garis. Setiap
segmen garis akan membagi daerah yang sebelumnya menjadi 2 bagian, sehingga akan

Matematika Diskrit Page 22


terbentuk daerah baru. Dengan demikian bagian rekursif dari permasalahan tersebut
adalah Contohnya untuk 2 ke = 3, garis ke 3 akan berpotongan
dengan 2 garis sebelumnya di titik dan sehingga garis ke 3 akan terbagi menjadi 3
segmen garis. Setiap segmen garis membagi daerah sebelumnya (2, 3 dan 4) menjadi 2
bagian, sehingga terbentuk 3 daerah baru yaitu 5, 6 dan 7. Jadi relasi rekursif dari
permasalahan tersebut adalah (

Contoh 2.1.3

Permasalahan berikutnya adalah derangement (pengacakan), yaitu banyaknya permutasi


dari n obyek dengan syarat tidak ada obyek yang menempati tempatnya semula. Jika
obyeknya ada 1 maka banyaknya derangementnya ada 0, jika obyeknya ada 2 maka
derangementnya ada 1, jika obyeknya ada 3 maka derangementnya ada 2, dan jika
obyeknya ada 4 maka derangementnya ada 9. Untuk menentukan relasi rekursifnya akan
dibahas pada bagian khusus bab berikutnya. Secara manual dapat di tentukan
derangement mulai dari 1 obyek sampai 4 obyek, yaitu:
1
1, 2 2, 1
2, 3, 1
1, 2, 3
3, 1, 2

1, 2, 3, 4 2143
2341
2413
3142
3421
3412
4123
4321
4312

Matematika Diskrit Page 23


Relasi rekursif dari permasalahan tersebut adalah
.

Contoh 2.1.4
Contoh permasalahan lainnya adalah relasi rekursif dari banyaknya barisan biner
n digit dengan syarat tidak ada angka 1 yang saling berdekatan. Misalkan adalah
banyaknya barisan yang dimaksud, dan berikut adalah ilustrasi untuk = 1, = 2,
= 3, dan = 4.
=1 =2 =3 =4
0 00 000 0000
1 10 100 1000
01 010 0100
001 0010
101 1010
0001
1001
0101
Jelas dan untuk susunan barisan biner dengan digit adalah:
a. Menambahkan 0 pada akhir barisan digit
b. Menambahkan 01 pada akhir barisan digit
Dengan demikian relasi rekursif sari permasalahan tersebut adalah ,
( Relasi rekursif tersebut dapat pula dituliskan menjadi
, ( . Relasi rekursif tersebut sama dengan relasi
rekursif tetapi dengan syarat awal yang berbeda.

2.2 Relasi Rekursif Linier Derajat

Bentuk Umum dari relasi rekursif linear berderajat adalah:

an  h1 nan1  h2 nan2  ................  hk nank  f n

Matematika Diskrit Page 24


Dimana adalah fungsi dalam dan . Jika
maka relasi rekursif tersebut dinamakan relasi rekursif homogen. Jika maka
relasi rekursif tersebut dinamakan relasi rekursif nonhomogen (inhomogeneous).
Dengan demikian relasi rekursif homogen bentuk ummnya adalah

Jika adalah sebuah konstanta maka relasi tersebut dinamakan


relasi rekursif linear homogen dengan koefisien konstanta. Berikut adalah contoh-
contoh relasi rekursif:
a. Relasi rekursif pada barisan fibonacci , =
disebut relasi rekursif linear homogen berderajat dua dengan koefisien konstanta.
b. , adalah relasi rekursif linear
nonhomogen berderajat dua dengan koefisien konstanta. Non homogen karena
.
c. + adalah relasi rekursif
nonlinear.
d. adalah relasi rekursif linear nonhomogen
berderajat satu dengan koefisien nonkonstanta.

2.3 Relasi Rekursif Linier dengan Koefisien Konstanta derajat

Bentuk umum dari relasi rekursif linear dengan koefisien konstanta derajat adalah

an  c1an1  c2 an2  ........ ck a nk  f n , ck  0

Dimana adalah sebuah konstanta.

Prinsip superposisi
Jika g 1 n  , solusi dari

an  c1an1  an2  ........ ck ank  f1 n.........1

Dan g 2 n  , solusi dari

an  c1a n1  an2  ........ ck ank  f 2 n .........2


 
Maka c1 g1 n   c 2 g 2 n  juga solusi dari

Matematika Diskrit Page 25


 
an  c1an1  an2  ........ ck ank  c1 f1 n  c2 f 2 n ..........3
Bukti:
Karena g 1 n  , solusi dari (1) maka

g1 n   c1 g1 n  1  c2 g1 n  2  ........ ck g1 n  k   f1 n .........4

Karena g 2 n  , solusi dari (2) maka

g 2 n   c1 g 2 n  1  c2 g 2 n  2  ........ ck g 2 n  k   f 2 n .........5
 
Misal: an  c1 g1 n   c2 g 2 n  , maka

 
  
  

 c1 g 1 n   c 2 g 2 n   c1  c1 g 1 n  1  c 2 g 2 n  1  c 2  c1 g 1 n  2   c 2 g 2 n  2   ......

 

 c k c1 g1 n  k   c 2 g 2 n  k 
 

 c1 g1 n   c1 g1 n  1  c 2 g1 n  2   .......  c k g1 n  k  
c 2 g 2 n   c1 g 2 n  2   c 2 g 2 n  2   .....  c k g1 n  k 
 
 c1 f 1 n   c 2 f 2 n 

 
Ini berarti c1 g1 n   c 2 g 2 n  solusi dari (3)
Hal ini identik dengan
 
Jika f1 n   0 dan f 2 n   0 maka c1 f1 n   c 2 f 2 n   0 , akibatnya:

Jika g 1 n  dan g 2 n  solusi dari an  c1an1  an2  ........ ck ank  0


 
Maka c1 g1 n   c 2 g 2 n  solusi dari an  c1an1  an2  ........ ck ank  0

2.4 Menyelesaikan Relasi Rekursif dengan Metode Akar Karakteristik


2.4.1 Relasi Rekursif Linear Homogen Koefisien Konstanta
Jika diberikan relasi rekursif linear homogen berderajat dengan koefisien konstanta
berikut ini:

dengan 
syarat awal a0  p0 ; a1  p1 ; ak 1  pk 1 

Matematika Diskrit Page 26


langkah-langkah menyelesaikan relasi rekursif tersebut adalah:
a. Memisalkan an  x n ; x  0 maka dari bagian rekursif didapat

b. Kedua ruas dibagi x n  k (boleh dilakukan karena x n  k tidak mungkin nol karena x 
0) sehingga diperoleh:

x k  c1 x k 1  ......... ck  0

Persamaan ini disebut persamaan karakteristik dari bagian rekursif. Pada umumnya
persamaan karakteristik tersebut mempunyai akar dan misalkan akar-akar tersebut
adalah x1 , x2, x3 ,..........., xk

1. Jika semua akar-akar tersebut berbeda atau x1 , x2, x3 ,..........., xk berbeda

Karena x1 , x2, x3 ,..........., xk akar dari persamaan karakteristik, sedangkan

persamaan karakteristik diperoleh dari bagian rekursif dengan menganti an  x n


n n n n
maka x1 , x 2 , x3 ,..........., x k adalah akar-akar atau solusi dari bagian
rekursif tersebut.
Akibat dari prinsip superposisi maka:
  
an  c1 x1  c2 x2  .......... ck xk
n n n
adalah solusi dari bagian rekursif. Secara
  
umum an  c1 x1  c2 x2  .......... ck xk
n n n
merupakan solusinya tidak berhingga
  
karena c1 , c2 , ............., ck sembarang konstanta. Selanjutnya akan dicari
  
c1 , c2 , ............., ck dengan memanfaatkan syarat awal
  
a0  p0 c1  c2  .......... ck  p0
  
a1  p1 c1 x1  c2 x2  .......... ck xk  p1
  
a2  p2 c1 x1  c2 x2  .......... ck xk  p2
2 2 2

. .
. .
. .

Matematika Diskrit Page 27


  
k 1 k 1 k 1
a k 1  p k 1 c1 x1  c2 x2  .......... ck xk  pk 1
  
Ada sebanyak persamaan dengan variabel c1 , c2 , ............., ck , sehingga
dengan menggunakan matriks sistem persamaan linear tersebut dapat diselesaikan.
̂
̂
̂

[ ] [̂] [ ]

Karena x1 , x2, x3 ,..........., xk berbeda, maka determinan matriks koefisien tersebut

tidak nol sehingga matriks tersebut mempunyai invers


Didapat:
......
  
c  A P   .....  c1  .........,c 2  .........,........,c k  ......
1

......
  
Selanjutnya nilai c1 , c2 , ............., ck substitusikan ke diperoleh solusi tunggal

dari relasi rekursif.

2. Misalkan x1 akar-akar dari persamaan karakteristik rangkap r; r  k , maka solusi

umum dari bagian rekursif yamg melibatkan x1 mempunyai bentuk:


   
an  c1 x1  c2 nx1  c3 n 2 x1  ......... cr n r 1 xr
n n n n

Ini belum cukup karena hanya untuk x1 dan akar lain belum.
Contoh 2.4.1
Selesaikanlah relasi rekursif berikut ini
,
Penyelesaian:
Relasi rekursif tersebut merupakan relasi rekursif linear homogen berderajat dua
dengan koefisien konstanta. Dengan demikian relasi rekursif tersebut dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode akar karakteristik.

Matematika Diskrit Page 28


Misal , maka dari bagian rekursif tersebut diperoleh:

Kedua ruas dibagi dengan , diperoleh:

Akar-akar dari persamaan karakteristik tersebut adalah:


sehingga solusi dari bagian rekursif adalah
Dengan melibatkan syarat awal diperoleh:
maka
maka
Dari dua persamaan tersebut diperoleh nilai dan
Jadi solusi umum dari relasi rekursif tersebut adalah

Contoh 2.4.2
Selesaikan Relasi Rekursif dari barisan Fibonacci berikut ini.
Fn  Fn 1  Fn  2 ;n  2
F0  F1  1
Penyelesaian:
Relasi rekursif tersebut merupakan relasi rekursif linear homogen berderajat dua
dengan koefisien konstanta. Dengan demikian relasi rekursif tersebut dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode akar karakteristik.
Misal , maka dari bagian rekursif tersebut diperoleh:

Kedua ruas dibagi dengan , diperoleh:

Akar-akar dari persamaan karakteristik tersebut adalah:


√ √
sehingga solusi dari bagian rekursif adalah
√ √

Dengan melibatkan syarat awal diperoleh:


maka
√ √
maka

Matematika Diskrit Page 29


Dari dua persamaan tersebut diperoleh nilai dan
√ √

√ √
Jadi solusi umum dari relasi rekursif tersebut adalah
√ √

Soal Latihan
1. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
a.
b.
c.
3. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
a.
b.
4. Diberikan bagian rekursif , Selesaikanlah relasi rekursif jika
syarat awalnya adalah
a.
b.
c.
5. Diberikan dan memenuhi ,
tentukanlah

Matematika Diskrit Page 30


2.4.2 Relasi Rekursif Linear Nonhomogen Koefisien Konstanta
Bentuk umum dari relasi rekursif linear nonhomogen dengan koefisien konstanta
adalah dengan syarat awal. Untuk menyelesaikan
relasi rekursif tersebut dasarnya sama dengan langkah-langkah penyelesaian pada relasi
rekursif linear homogen dengan koefisien konstanta. Kita akan menentukan
penyelesaian dari bagian rekursif dan menggunakan syarat awal untuk menyelesaikan
sistem persamaannya.
Berdasarkan prinsip superposisi bahwa jika adalah solusi umum dari
bagian rekursif homogen , dan jika adalah solusi
particular dari , maka adalah solusi
dari .

Contoh 2.4.3
Selesaikan relasi rekursif berikut
Penyelesaian:
Akan diselesaikan terlebih dahulu relasi rekursif homogen

Misal , maka dari bagian rekursif tersebut diperoleh:

Kedua ruas dibagi dengan , diperoleh:

Akar-akar dari persamaan karakteristik tersebut adalah:


sehingga solusi dari bagian rekursif homogen adalah
Untuk menentukan solusi particular digunakan polynomial umum berderajat dua yaitu
bentuk umumnya:
, sehingga didapat

Matematika Diskrit Page 31


Dari sistem persamaan linear tersebut didapat dan , sehingga solusi
particular adalah .
Sehingga solusi umum dari bagian rekursif adalah
Dengan melibatkan syarat awal diperoleh:
maka , diperoleh .
Jadi solusi umum dari relasi rekursif tersebut adalah

Contoh 2.4.4
Selesaikanlah relasi rekursif

Penyelesaian:
Akan diselesaikan terlebih dahulu relasi rekursif homogen

Misal , maka dari bagian rekursif tersebut diperoleh:

Kedua ruas dibagi dengan , diperoleh:

Akar-akar dari persamaan karakteristik tersebut adalah:


sehingga solusi dari bagian rekursif homogen adalah
Untuk menentukan solusi particular digunakan polynomial umum berderajat satu yaitu
bentuk umumnya;
, sehingga didapat

, namun hal ini tidak mungkin karena A adalah konstanta sedangkan bukan
konstanta, maka akan dicoba menggunakan polynomial derajat dua, yaitu
, sehingga didapat:

Dari sistem persamaan linear tersebut didapat dan , sehingga solusi

particular adalah .

Matematika Diskrit Page 32


Sehingga solusi umum dari bagian rekursif adalah

Dengan melibatkan syarat awal diperoleh:


maka .

Jadi solusi umum dari relasi rekursif tersebut adalah

Contoh 2.4.5
Selesaikanlah relasi rekursif

Penyelesaian:
Akan diselesaikan terlebih dahulu relasi rekursif homogen

Misal , maka dari bagian rekursif tersebut diperoleh:

Kedua ruas dibagi dengan , diperoleh:

Akar-akar dari persamaan karakteristik tersebut adalah:


sehingga solusi dari bagian rekursif homogen adalah
Untuk menentukan solusi particular digunakan bentuk;
, sehingga didapat

sehingga didapat:
C , sehingga solusi particular adalah .

Sehingga solusi umum dari relasi rekursif adalah

Contoh 2.4.6
Selesaikanlah relasi rekursif

Penyelesaian:
Seperti pada contoh 2.4.3 bahwa solusi dari relasi rekursif
adalah +

Matematika Diskrit Page 33


Selanjutnya akan ditemukan solusi dari relasi rekursif
Untuk menentukan solusinya digunakan bentuk;
, sehingga didapat

sehingga didapat:
C , sehingga solusi particular adalah .

Sehingga solusi umum dari relasi rekursif adalah +

Soal Latihan
1. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
a.
b.
c.
3. Selesaikan relasi rekursif berikut ini.
a.
b.
4. Jika solusi dari relasi rekursif adalah ,
maka tentukanlah dan
5. Jika solusi dari relasi rekursif adalah
, maka tentukanlah dan
6. Gunakan relasi rekursif untuk menghitung penjumlahan berikut.
a.

Matematika Diskrit Page 34


b.
c.
d.

2.5 Menyelesaikan Relasi Rekursif dengan Fungsi Pembangkit


2.5.1 Relasi Rekursif Linear Homogen Koefisien Konstanta
Contoh 2.5.1

penyelesaian:
Untuk menyelesaikan relasi rekursif tersebut akan digunakan fungsi pembangkit biasa
dengan langkah penyelesaian sebagai berikut:
Misalkan FPB dari barisan tersebut adalah , maka

px    a n x n
n 0

Kedua ruas bagian rekursif dikali dengan x n

Ambil  untuk n  2

∑ ∑ ∑

∑ ∑

∑ ∑

∑ ∑

Matematika Diskrit Page 35


∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Sehingga adalah koefisien dalam ,



yaitu {
∑ ∑

atau dengan cara mempartisi pecahan

∑ ∑

Sehingga adalah koefisien dalam ,

2.5.2 Relasi Rekursif Linear Homogen Koefisien Nonkonstanta


Contoh 2.5.2

Untuk menyelesaikan relasi rekursif tersebut akan digunakan fungsi pembangkit


eksponensial dengan langkah penyelesaian sebagai berikut:
Misalkan FPE dari barisan tersebut adalah , maka
 xn
px    a n
n 0 n!
xn
Kedua ruas bagian rekursif dikali dengan
n!

Ambil  untuk n  1

Matematika Diskrit Page 36


∑ ∑

∑ ∑

Sehingga adalah koefisien dalam ,

2.5.3 Relasi Rekursif Linear Nonhomogen Koefisien Konstanta


Contoh 2.5.3
an  5an1  3n ; n 1
penyelesaian:
Untuk menyelesaikan relasi rekursif tersebut akan digunakan fungsi pembangkit biasa
dengan langkah penyelesaian sebagai berikut:
misalkan FPB dari barisan tersebut adalah p(x)

px    a n x n
n 0

Kedua ruas bagian rekursif dikali dengan x n


an x n  (5an1  3n ) x n ; n 1

Ambil  untuk n  1
 


n 1
a n x n   (5a n1  3n ) x n
n 1

  


n 0
a n x n  a0 x 0  5 a n 1 x n   3 n x n
n 1 n 1

Matematika Diskrit Page 37


 
p x   1  5 x  a n 1 x n 1   3 x   1
n

n 1 n 0

p x   1  5 xp  x  
1
1
1  3x
px   5 xp  x  
1
1  3x

1  5 x  px   1
1  3x
px  
1 1
1  3x 1  5 x
 
p( x)   3 n x n . 5 n x n
n 0 n 0

 n

    3k 5 nk  x n
n 0  k 0 
Jadi solusi r.r adalah
n
an   3k 5 nk ;n  0
k 0

Atau
3 5

px  
1 2  2

1  3x 1  5 x  1  3x 1  5 x
1  n n 5  n n
 3 x  2 
2 n 0 n 0
5 x

1 n 1 1 n 1
an   3  5 ;n  0
2 2

1 n 1
2

5  3 n 1  ;n  0

2.5.4 Relasi Rekursif Linear Nonhomogen Koefisien Nonkonstanta


Contoh 2.5.4
Dn  n Dn 1   1 ;n 1
n

D0  1
Penyelesaian :
penyelesaian:

Matematika Diskrit Page 38


Untuk menyelesaikan relasi rekursif tersebut akan digunakan fungsi pembangkit
eksponensial dengan langkah penyelesaian sebagai berikut:
Misalkan FPE dari barisan tersebut adalah maka

xn
p  x    Dn
n 0 n!

xn
Kalikan kedua ruas bagian rekursif dengan kemudian diambil sigma untuk n  1
n!
xn xn n
  1
n x
Dn  n Dn 1
n! n! n!
 
n
xn  n
   1
x n x

n 1
Dn  n Dn 1
n! n 1 n! n 1 n!

xn x0 
x n 1  n
   1
n x
D
n 0
n
n!
 D0
0!
x n
n 1
Dn 1
nn  1! n 0 n!
1

px   1  x px   e  x  1
px   x px   e  x  1
1  x  px   e  x
ex
px  
1 x

px   e  x
1
1 x
 
xn
   1 x
n n
.
n 0 n! n 0

  n
   
 1 k
 n
 x
n 0  k 0 k! 

  n!
n
 1k xn
n 0

k 0 k! n!
n
 1k
Jadi, solusi r.r adalah a n  n! 
k 0 k!
;n  0

Contoh 2.5.4
a n  n a n 1  n! ;n 1
a0  2
penyelesaian:

Matematika Diskrit Page 39


Untuk menyelesaikan relasi rekursif tersebut akan digunakan fungsi pembangkit
eksponensial dengan langkah penyelesaian sebagai berikut:
Misalkan FPE dari barisan tersebut adalah maka
Penyelesaian :
Misal p  x  adalah FPE dari an , maka :

xn
px    a n
n 0 n!

xn
Kalikan kedua ruas r.r dengan , diperoleh:
n!
xn xn xn
an  n a n 1  n!
n! n! n!

Ambil  untuk n  1
  
xn xn xn
n 1
an   n a n 1
n! n 1
  n!
n! n 1 n!
  
xn xn xn

n 0
an
n!
 a0   n a n 1
n! n 1
  xn
nn  1! n 1

px   2  x px  
1
 x0
1 x
1  x  px   1  1
1 x
2 x 1
px  
1 x 1 x
2
 1 
 2 - x  
1 x 

 2  x   n x n 1
n 0

 2  x   n  1 x n
n  1
 
 2  n  1 x   n  1 x n 1
n

n  -1 n  1


xn  xn
2  n! n  1   nn!
n 0 n! n 0 n!

Matematika Diskrit Page 40


an  2n!n  1  nn! ;n  0 a0 = 2
a1 = 3
a3 = 8

Soal Latihan
Selesaikanlah relasi rekursif berikut ini dengan fungsi pembangkit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Matematika Diskrit Page 41


DERANGEMENT / PENGACAKAN

- D0 = 1
a D1 = 0
a,b D2 = 1
a,b,c b,c,a D3 = 2
c,a,b :
:
1,2,3,.....,n Dn = ? kita akan cari model
matematikanya untuk n  2
1 , 2 , 3 , . . . . . . . , n-1 , n
Obyek n ………………
Jika n diletakkan pada posisi 1
Posisi 1 2 ……………… n-1 n
Ada dua kasus untuk 1
Kasus I
Obyek n ……………… 1
Posisi 1 2 ……………… n-1 n

Angka 1 ada di posisi n maka yang diderangementkan ada n-2 obyek sehingga Dn-2

Kasus II
Obyek n ………………
Posisi 1 2 ……………… n-1 n

Angka 1 tidak di posisi n maka yang diderangementkan ada n-1 obyek sehingga Dn-1

Karena kemungkinan posisi n sebanyak (n-1) maka banyak derangement n obyek adalah

Dn  n  1Dn 2  Dn 1  ;n  2
D0  1, D1  0

Matematika Diskrit Page 42


Dn  n  1Dn  2  Dn 1 

 n  1 Dn 1  n  1 Dn 2
 n Dn 1  Dn 1  n  1 Dn 2

Dn  n Dn1  Dn1  n  1 Dn2 

an maka a n 1

an  an1 ; n  2..........
Karena,
a1  D1  D0  1
Maka dari (*) didapat
a 2   a1   1  1
a 3   a 2  1
a 4  a3  1

a n   1 ; n  1
n

Permasalahan, Mencari banyaknya Derangemen


Dn  nDn 1   1 ; n  1
n

Dn  nDn 1   1 ; n  1
n

Relasi Rekursif dari Dn adalah

Dn  nDn 1   1
n

; n  1 . . . disebut model matematika dari


D0  1
permasalahan
Model matematik ini dapat kita cari penyelesaiannya yaitu dengan cara seperti kemarin
dengan fungsi pembangkit eksponensial

Dn  n!
n
 1K ;n  0
k 0 k!

Matematika Diskrit Page 43


Relasi Rekursif Yang Melibatkan “Konvolusi”

Permasalahan:
Mencari banyaknya cara mengalikan n bilangan dengan syarat setiap mengalikan hanya
melibatkan dua bilangan yang berdekatan
 k0  0
x1  x1  k1  1
x1 , x 2  x1 x2   k2  1
x1 , x 2 , x3  x1 x2  x3 
x1 x2 x3   k3  2
x1 x 2 x3 x 4  x1 x 2  x3 x4 
x1 x 2  x3  x4 
x1 x2 x3 x4 
x1 x2 x3  x4 
x1 x2 x3  x4   k4  5
x1 x 2 .... x n  k n  ......?

Kita akan mencari model matematikanya:


Untuk n  2
Perkalian terakhir yang dilakukan pasti melibatkan dua sub.
Missal
Sub I Sub II
x1 x2 ..... xr  xr 1 xr  2 ..... xn  ; 1  r  n - 1
1444442444443 1444444424444443
ada r bilangan ada n - r bilangan

kr k nr

k r k nr

k r k n r adalah banyaknya cara mengalikan n bilangan dengan syarat yang diberikan 


perkalian terakhir melibatkan dua sub, sub I sebanyak r bil dari sub II sebanyak n-r
bilangan.

Matematika Diskrit Page 44


k1 k n 1  adalah banyaknya cara mengalikan n bilangan dengan syarat yang diberikan
k2 k n2  perkalian terakhir melibatkan dua sub, sub I memuat x1 dan sub II memuat
k3 k n 3 x 2 x3 ..... x n

k n 1 k1

 k1 k n 1  k 2 k n 2  k 3 k n 3  ....  k n 1 k1  k n ; n2
n 1
 kk
r 1
r nr  kn ; n2

Banyaknya cara mengalikan n bilangan dengan syarat yang diberikan.

Jika k0 = 0 , maka
n 1 n
k n   k r k nr   k r k nr  k 0 k n  k n k 0
r 1 r 0

n
k n   k r k nr ; n2
r 0

k o  0, k 1  1
 Model matematik dari permasalahan mencari k n

Misalkan px   k n xn
n  0

Bagian rekursif dikali x n dan diambil  mulai n  2


  n

k
n2
n x n   k r k n r x n
n  2 r 0

  n 1 n

 k n x n  k 0 x 0  k1 x1   k r k nr x n   k r k nr
n 0 n 0 r 0 n 0 r 0

 
px   0  x   k n x n  k n x n  k 0 k 0  k1 k 0 
n 0 n 0

px   x  px  px   0  0

 px2  px  x  0
1  1  4x
px  
2

Matematika Diskrit Page 45


k n adalah koefisien x n dalam p(x). untuk mendapatkan koefisisen x n dalam p(x),
terlebih dahulu kita ekspansikan bentuk
  1 
1  4 x  1  4 x     n2  4 x n  1    2n n1 2 x n

1
n 2
2
n 0   n 1 n

Dari teorema binomial kita dapatkan:


1  2n  2 
k n   , n  1 di sebut bilangan catalan
n  n  1 

 
2  2n  2  n 
1  1     x 
 n 1 n  n  1  
px  
2

1  2n  2  n
    x
n 1 n  n  1 

1  2n  2 
Jadi k n   , n  1
n  n  1 

Matematika Diskrit Page 46


SISTEM RELASI REKURSIF

an = Banyaknya barisan biner n-angka yang memuat”0” genap  ”1” genap


bn = Banyaknya barisan biner n-angka yang memuat”0” genap  ”1” ganjil
cn = Banyaknya barisan biner n-angka yang memuat”0” ganjil  ”1” genap
dn = Banyaknya barisan biner n-angka yang memuat”0” ganjil  ”1” ganjil

Ilustrasi dari Permasalahan

”0” ganjil  ”1” genap +”0”


”0” genap  ”1” genap (n-1) angka
n-angka ”0” genap  ”1” ganjil + “1”
(n-1) angka

 Setiap barisan biner n angka yang memuat “0” sebanyak genap dan “1” sebanyak
“genap” dapat diperoleh dari barisan n-1 angka yang memuat ”0” ganjil  ”1” genap
dengan menyisipkan “0” atau Barisan biner n-1 angka yang memuat ”0” genap 
”1” ganjil dengan menyisipkan satu digit “1”. Padahal banyaknya barisan biner n-1
angka yang memuat “0” sebanyak ganjil dan “1” sebanyak genap adalah c n 1 dan
banyaknya barisan biner n-1 anggka yang memuat “0” genap dan “1” ganjil adalah
bn 1

Misalkan : P = c n 1 dan Q = bn 1 , P  Q   jadi saling lepas.


 a n  bn1  cn1 ; n  1

”0” ganjil  ”1” ganjil +”0” ; d n 1


”0” genap  ”1” ganjil (n-1) angka
”0” genap  ”1” ganjil +”1”; a n 1
(n-1) angka

Matematika Diskrit Page 47


Dengan argument yang sama dengan di atas, diperoleh:
bn  a n1  d n1 ; n  1

”0” genap  ”1” ganjil +”0” ; a n 1


”0” ganjil  ”1” genap (n-1) angka
”0” ganjil  ”1” ganjil +”1”; d n 1
(n-1) angka
Dengan argument yang sama, diperoleh:
cn  a n1  d n1 ; n  1

”0” genap  ”1” ganjil +”0” ; bn 1


”0” ganjil  ”1” ganjil (n-1) angka
”0” ganjil  ”1” genap +”1”; c n 1
(n-1) angka
Dengan argument yang sama, diperoleh:
d n  bn1  cn1 ; n  1

Dengan demikian diperoleh system relasi rekursif sebagai berikut:


a n  bn1  cn1 ; n  1

bn  a n1  d n1 ; n  1

cn  a n1  d n1 ; n  1

d n  bn1  cn1 ; n  1

Dengan syarat awal : a0  1, b 0  c0  d 0  0


Penyelesaian system relasi rekursif dengan fungsi pembangkit

Matematika Diskrit Page 48


Misalkan A(x), B(x), C(x) dan D(x) berturut-turut adalah fungsi pembangkit
biasa dari a n , b n , c n , d n . Diperoleh:

A x   a0  a1 x  a 2 x 2  a3 x 3  . . . . . . . . . .
 a 0  b0  c0 x  b1  c1 x 2  b2  c2 x 3  . . . . . . . .
  
 a 0  x b0  b1 x  b2 x 2  . . . . .  x c0  c1 x  c2 x 2  . . . . . 
 1  x Bx   x C  x 

B x   b0  b1 x  b2 x 2  b3 x 3  . . . . .
 b 0  a 0  d 0 x  a1  d1 x 2  a 2  d 2 x 3  . . . . . .
 b 0  X a 0  a1 x  a 2 x 2  . . . .   X d 0  d1 x  d 2 x 2  . . . . 
 0  X AX   X D X 
 X AX   X D X 

C  X   c0  c1 x  c 2 x 2  c3 x 3  . . . . . .
 c 0  a 0  d 0 x  a1  d1 x 2  a 2  d 2 x 3  . . . . .
 c 0  X a 0  a1 x  a 2 x 2  . . . . .   X d 0  d1 x  d 2 x 2  . . . . .
 0  X AX   X DX 
 X AX   X DX 

D X   d 0  d1 x  d 2 x 2  . . . . .
 d 0  b0  c0 x  b1  c1 x 2  b2  c 2 x 3  . . . . .
  
 d 0  X b0  b1 x  d 2 x 2  .......  X c0  c1 x  c 2 x 2  . . . . . 
 0  X BX   X CX 

Dengan demikian kita punya system persamaan:


A X   1  X B X   X CX . . . . . . . . .1
B X   X AX   X DX . . . . . . . . . . . .. 2
C  X   X AX   X DX  . . . . . . . . . . . .3
D X   X BX   X CX . . . . . . . .. . .. . .4
 Dari (2) dan (3)
B(X)= C(X) . . . . . . . .(5)

 Dari (1) dan (5)

Matematika Diskrit Page 49


A X   1  X BX   X BX 
 1  2X BX .. . . . . (6)

 Dari (4) dan (5)


D X   X BX   X BX 
 2X BX . . . . . . . . .7 

 Dari (6) dan (7)


A X   D X   1  4 X BX 
X AX   X DX   X  4 X 2 B X 
BX   X  4 X 2 B X 
1  4 X B X 
2
X

BX 
X

1 - 4X 2
CX 
X

1 - 4X 2

A X   1  2 X BX 
2X 2 1 4X 2  2X 2 1 2X 2
1  
1 4X 2 1 4X 2 1 4X 2

D X   2 X BX 
X
 2X
1 - 4X 2
2X 2

1 4X 2
Selanjutnya kita cari koefisien x n dalam A(X), B(X), C(X) dan D(X)

Matematika Diskrit Page 50


1  2x 2
A X  
1  4x 2
1 2x 2
 
1 - 4x 2 1  4 x 2
1 1  1 1 
  
 2  2  x 2  2 
1  2x 1  2 x  1  2x 1  2x 
 
 
  
1 
   2  x n   2 n x n  x   2  x n  x  2 n x n
1 n 1 1 n

2 n 0 2 n 0 2 n 0 2 n 0
1    
   2n x n  1  2 n x n  1   2n x n1  1  2 n x n1
2 n 0 2 n 0 2 n 0 2 n 0


1 

2 n 0
 2  n
 2 n
x n

1 

2 n 1

 2n1  2 n1 x n 

1 ;n=0

an 

2 2  2.2 n2   2  2 n2   2


n2 n2 n2
 2 n 2 ; n 1
atau

1 ;n=0

an  0 ; n ganjil

2 n1 ; n genap

1 1
B X  
x
 4  4
1  4x 2
1  2x 1  2x
1  

   2 n x n    2 x n 
n

4  n 0 n 0 
Jadi, bn  koefisien x n dalam BX   2   2 ,
1 n 1
n0
n

4 4

Matematika Diskrit Page 51


0 ; jika n genap

bn 

2 n 1 ; jika n ganjil

Karena C(X) = B(X) maka c n  bn


 1 1 
2   
D X  
2x  2 2 
x 
1  4x 2  1  2x 1  2x 
 
 
1  

 x  2 n x n    2 x n 
1 n

 2 n 0 2 n 0 
1  n 1 n 1 
 2 x    2  x n
n 1

2 n 1 2 n 1

0 ; n = 0 atau n ganjil

dn 

2 n 1 ; n  0 dan n genap

Matematika Diskrit Page 52


PRINSIP INKLUSI EKSLUSI

S A B
Kumpulan anggota S yang punya sifat a2 yaitu B

Kumpulan anggota s yang punya sifat a1 yaitu A

Misal : S  N , N(a1) adalah banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 yaitu A


N a1   A ,  
'
N a1 adalah banyaknya anggota S yang tidak mempunyai sifat a1
N a 2   B
N a1 a 2   A  B , N a1 a 2  adalah banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 dan
a2
 
N  a1 a 2   A  B 
 

 A  B  
, N  a1 a2  adalah banyaknya anggota S yang tidak
 
 S  A B mempunyai sifat a1 atau a 2
 N  A B

Kita libatkan semua anggota A dan B (included)

A B  A  B  A B
 Na 1   N a 2   N a1 a 2   ada yang mengatakan ini prinsip

 
Jadi N  a1 a2   N  N a1   N a2   N a1a2 
 
Prinsip inklusi eksklusi

Matematika Diskrit Page 53


A B

a2
a1

N (a1’ a2’ a3’) = N - │ A  B  C │

a3

A B C  A  B  C  A B  AC  B C  A B C
 Na 1   N a 2   N a3   N a1 a 2   N a1 a3   N a 2 a3   N a1 a 2 a3 

  
N  a1 a 2 a3   N  N a1   N a 2   N a3   N a1 a 2   N a1 a3   N a 2 a3   N a1 a 2 a3 
 
 N -  Nai    N ai a j    N ai a j a k 

 mengkover kombinasi
 3
 N ada satu suku yaitu kombinasi dan   karena 0 sifat
0
 3
  N ai  ada 3 suku yaitu  1  , tiap suku satu sifat
 
 3
  N a a  ada 2 suku yaitu
i j   , karena tiap suku ada dua sifat sehingga
 2
kombinasi dua-dua dari 3 sifat
 3
  N ai a j a k  ada satu suku yaitu   =1
 3
Tidak bias menggunakan diagram ven karena ada 4 himpunan untuk empat sifat,
yaitu a1 , a 2 , a 3 , a 4 maka:
Banyaknya anggota S yang tidak mempunyai sifat a1 , a 2 , a 3 , a 4 adalah:

Matematika Diskrit Page 54


   
N  a1 a 2 a3 a 4   N  N a1   N a 2   N a3   N a 4   N a1 a 2   N a1 a3   N a1 a 4  
 
N a 2 a3   N a 2 a 4   N a3 a 4   N a1 a 2 a3   N a1 a 2 a 4   N a 2 a3 a 4  
Na 1 a3 a 4   N a1 a 2 a3 a 4 
 N -  Nai    N ai a j    N ai a j a k   N a1 a 2 a3 a 4 
 4  4  4  4
    i  j   i  j  k  
0 1  2  3

Secara umum:
Jika ada r sifat, yaitu a1 , a 2 , a 3 ,. . . , a r , maka banyaknya anggota S yang tidak
mempunyai sifat a1 , a 2 , a 3 ,. . . , a r .

 N a a   N a a a   . . . . . . .
   
N  a1 a 2 a3 . . . . . .a r   N -  Nai   
  i j i j k

r  4  4 r
   r sk    r suku i  j  suku i  j  k   suku
0 1  2  3

 - 1  N a 
, ai2 .. . . . ., a i t  . . . . . . .  - 1 N a1 a 2 a3 a 4 . . . a n 
t r
i1

r
  suku
t

Inilah bentuk umum prinsip inklusi dan eksklusi

Jika x diambil dari S maka kemungkinan x =


1) X tidak memiliki sifat yang ada
2) X memiliki paling sedikit satu sifat missal p sifat  p  1

 Untuk kasus 1
   
Dalam menentukan N  a1 a2 a3 . . . . .a r  x dihitung berapa kali? Satu kali yaitu pada N
 
atau pada saat menghitung N dan untuk  yang lain dihitung 0 kali benar untuk ruas
kanan.
 Untuk kasus 2
       
Dalam menentukan N  a1 a2 a3 . . . . .a r  x tidak dihitung karena N  a1 a2 a3 . . . . .a r 
   
adalah banyaknya anggota S yang tidak memiliki sifat a1 , a 2 , a 3 ,. . . , a r , sedangkan x

Matematika Diskrit Page 55


pada kasus ke 2 memiliki sifat P, p  1 jadi tidak terhitung untuk menentukan
   
N  a1 a2 a3 . . . . .a r 
 
Benarkah untuk ruas kanan ?
Di buku hal 61-62
Soal:
1. Tentukan banyaknya bilangan bulat dari 1 sampai 10.000 yang tidak habis dibagi 4,
6, 7 atau 10.
Penyelesaian:

S = {1, 2, 3, …, 10000}
N = 10000
a1 : sifat habis dibagi 4
a2 : sifat habis dibagi 6
a3 : sifat habis dibagi 7
a4 : sifat habis dibagi 10

N(a1) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1


= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4
=⌊ ⌋
=2500
N(a2) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a2
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 6
=⌊ ⌋
= 1666
N(a3) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a3
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 7
=⌊ ⌋
= 1428
N(a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a4
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 10
=⌊ ⌋
= 1000
N(a1 a2) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a2
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4 dan 6
=⌊ ⌋
= 833
N(a1 a3) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a3
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4 dan 7
=⌊ ⌋
= 357

N(a1 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a4


= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4 dan 10
=⌊ ⌋
= 500
N(a2 a3) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a2 a3
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 6 dan 7

Matematika Diskrit Page 56


=⌊ ⌋
= 238
N(a2 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a2 a4
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 6 dan 10
=⌊ ⌋
= 333

N(a3 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a3 a4


= banyaknya anggota S yang habis dibagi 7 dan 10
=⌊ ⌋
= 142
N(a1 a2 a3) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a2 a3
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4, 6 dan 7
=⌊ ⌋
= 119
N(a1 a2 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a2 a4
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4, 6 dan 10
=⌊ ⌋
= 166
N(a1 a3 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a3 a4
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4, 7 dan 10
=⌊ ⌋
= 71
N(a2 a3 a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a2 a3 a4
= banyaknya anggota S yang habis dibagi 6 , 7 dan 10
=⌊ ⌋
= 47

N(a1 a2 a3a4) = banyaknya anggota S yang mempunyai sifat a1 a2 a3a4


= banyaknya anggota S yang habis dibagi 4, 6 , 7dan 10
=⌊ ⌋
= 23

   
N  a1 a2 a3 a4   N  N a1   N a2   N a3   N a4   N a1a2   N a1a3   N a1a4  
 
N a2 a3   N a2 a4   N a3a4   N a1a2 a3   N a1a2 a4   N a2 a3a4  
Na1a3a4   N a1a2 a3a4 
= 10000 – 2500 – 1666 – 1428 – 1000 + 833 + 357 + 500 + 238 +
333 + 142 – 119 – 71 – 166 – 47 + 23
= 10000 – 6594 + 2403 – 403 + 23
= 5429
Jadi banyaknya bilangan bulat mulai 1 sampai 10000 yang tidak habis dibagi 4, 6, 7
atau 10 adalah 5429.

Matematika Diskrit Page 57


2. Tentukan banyaknya permutasi dari {1, 2, 3, 4, 5, 6} sedemikian hingga pola-pola
“124” dan “35” tidak muncul.
3. Sebuh kata sandi dengan panjang 9 dibentuk dari angka-angka 0, 1 dan 2 sedemikian
hingga tiap angka muncul tiga kali dan tiga angka berurutan dalam kata sandi
tersebut tidak boleh sama. Ada berapa kata sandi yang dapat dibentuk?
4. Untuk suatu bilangan cacah n, banyaknya solusi bulat dari persamaan
{ } ( ) gunakan prinsip inklusi eksklusi
untuk menentukan banyaknya solusi bulat dari setiap persamaan berikut:
a. { }
b. { }
c.

d. { }

Matematika Diskrit Page 58


5. BANYAKNYA OBYEK YANG MEMILIKI TEMPAT M SIFAT OBSERVASI

A B
.c
.b ..a .l
.d .m a2

.g
.e .j
.h
.f .i
.k .r
a1 .o .g
.n
.p

a3
C

l m  Banyaknya anggota S yang memiliki tepat m sifat


l 0  Banyaknya anggota S yang memiliki tepat 0 sifat
= {q,r}=2
l1  Banyaknya anggota S yang memiliki tepat 1 sifat
= {b,c,d,l,m,n,o,p}=8
l 2  {a,e,f,I,j,k}=6
l3  {g,h}=2
l4  0

s t  Banyaknya anggota S yang memiliki sifat ai1 ai2 ,. . . . . .a i t



=  N ai1 ai2 ,. . . . . ., a i t 
r
  suku
t 
 
s1   N ai1  N a1   N a2   N a3   8  8  10  26

 3
  suku
1
 
s 2   N ai1 ai2  N a1a2   N a1a3   N a1a2   3  4  15  12

 3
  suku
 2

Matematika Diskrit Page 59


 
s3   N ai1 ai2 ai3  N a1a2 a3   2

Secara umum:
p m  p
r m
l m    1   S m  p
p 0  p 
Formula ini digunakan untuk menghitung banyaknya anggota S yang memiliki tepat m
sifat.
Contoh: m = 1, r=3

2
1  p 
l1    1  S1 p
p

p 0  p 
0 1  2  3
=  1   S1    S 2    S 3
 0 1  2
= 1.26 – 2. 12 +3.2 = 8

1
2  p
l2    1   S 2 p
p

p 0  p 
0  2  3
=  1   S 2    S 3
0 1
= 1. 12 – 3. 2 = 6

0
3  p
l3    1   S 3 p
p

p 0  p 
0  3
=  1   S 3
0
= 1.2
=2

Jika m = 0, maka formula menjadi:


p  p
r
l 0    1   S p
p 0  p
= S 0  S1  S 2  S 3  . . . . . .  - 1 S P  . . . . . .  - 1 S r
P r

Jika S 0  N , maka:

l 0  N  ai    N ai a j    N ai a j a k   . . . . . . .  - 1  N a 


ai2 ,. . . . . ., a i p . . . . . 
p
i1

 1r N a1a2 ,.......ar 

Matematika Diskrit Page 60


BANYAKNYA OBYEK YANG MEMILIKI SIFAT GENAP DAN GANJIL

.c
.b ..d .e
.a .f a2

.g
.i .j
.h
.k .r
a1 .o .p .q
.n .
.l .m

a3

OBSERVASI LANGSUNG
 l0  l 2  3  4  7 (yang
mempunyai sifat sebanyak genap)
 l1  l3  9  2  11 (yang

mempunyai sifat sebanyak ganjil)

Dicoba dimasukkan ke formula:


1
 2t st 
 3


i 0
a 2i  
2
s 0  
t 0 

1
s0  s0  2s1  4s 2  8s3 
2
 18  18  27  7  9   43  3  4  82 
1
2
 14
1
2
7

Matematika Diskrit Page 61


1
 2t st 
 3

 a 2i 
i 0

2
s 0  
t 0 

1
18  18  46  40  16 
2
 22
1
2
 11

Matematika Diskrit Page 62


TEOREMA 3.4.1

1 r

 a 2i   s 0    2 st 
t

i 0 2 t 0 
Dan
1
 2t st 
 r


i 0
a 2 i 1 
2 s 0  t 0 

Bukti:

Misalkan E x    l m x m adalah fungsi pembangkit biasa dari lm , maka diperoleh:
m 0

E X   l0  l1 x  l 2 x 2  l3 x 3  ........ lr x n karena ( l m  0, untuk m  r )

  2    3  3 
 s 0  s1  x  1  s 2  x 2    x  1  s3  x 2    x 2    x  1  ....... 
 1   1  2 
 r r r 1  r   r 
s r  x r    x r 1    x r  2  ......   1   x   1r  
 1  2  r  1  r 
= s0  s1 x  1  s 2 x  1  .......... s r x  1
2 r

r
E  X    st x  1
t

t 0

Supaya berbentuk  2t , maka x diganti -1


maka:
r
E  1   st  2
t

t 0

E(1) = s 0
r
E 1  E  1  s0   st  2 dan
t

t 0
r
E 1  E  1  s0   st  2
t

t 0
Karena
E X   l0  l1 x  l 2 x 2  l3 x 3  ........ lr x n
Maka;
E 1  l0  l1  l 2  l3  l 4 ........
E  1  l0  l1  l 2  l3  l 4  ........
Sehingga

Matematika Diskrit Page 63


E 1  E  1  2l 0  l 2  l 4  ...........
r 
s0   st  2  2 l 2i
t

t 0 i 0

1 r

l  s0    2 st 
t
2i 
2
i 0 t 0 
Dan
E 1  E  1  2l1  l3  l5  ...........
r 
s0   st  2  2 l 2i 1
t
. . . . .. terbukti
t 0 i 0

1
 2t st 
 r

 l2i 1 
i 0

2
s 0  
t 0 

Matematika Diskrit Page 64


Daftar Pustaka

Grimaldi, R., 1998, Discrete and Combinatorial Mathematics. An Applied Introduction,


4th eds, ISBN 0201199122 , Addison-Wesley Longman

Liu, C.L., 1995, Elements of Discrete Mathematics, Mc Graw 2. Hill (edisi terjemahan)

Matematika Diskrit Page 65

Anda mungkin juga menyukai