Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SELAYANG PANDANG AHLUSUNNAH WALJAMA’AH

(Pengertian, sumber pokok dan prinsip-prinsip ajaran ahlusunnah waljama’ah)

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

Aswaja/ Ke- NU an

Dosen Pengampu:

Choirul Anam M.Pd.I

Disusun Oleh:

Jamillatul Rosita (NIM: 2021390101369)

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG BANYUWANGI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,


hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua berupa iman dan kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Rasululah SAW,
yang kita nanti-nantikan syafa’at nya kelak diakhirat.

Makalah dengan judul Selayang Pandang Ahlusunnah Wa Al-jama’ah


ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Aswaja. Makalah ini diusahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan referensi artikel yang sudah
termuat pada jurnal dan buku. Ucapan terimakasih kepada beliau Bapak Choirul
Anam.,M.Pd.I yang telah memberikan arahan dan bimbingan, sehingga penulis
bisa menyusun makalah ini dengan baik dan tepat.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada


kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini mungkin dari segi
penyusunan bahasa maupun segi lainnya penulis memohon maaf.

Banyuwangi, 30 Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlusunnah Waljama’ah................................................. 3


B. Sumber Pokok Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah............................... 4
C. Prinsip-prinsip Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah............................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ahlussunnah Waljama’ah merupakan ajaran yang diajarkan oleh nabi
Muhammad kepada para sahabatnya. Pada saat nabi Muhammad SAW masih
hidup umat Islam belum terpecah karena masih ada Nabi, jadi segala persoalan
yang muncul selalu ditanyakan langsung kepada Nabi. Setelah Nabi wafat,
mulailah Islam terbagi-bagi dalam beberapa kelompok, seperti: khawarij, syiah,
mu’tazilah dan masih banyak lagi. Karena perbedaan pendapat seperti itu Nabi
Muhammad saw sudah mengungkapkannya dalam sebuah hadis, yang artinya:
Diriwayatkan dari Abu Dawud, Imam Tirmidzi, dan Ibn Majah dari Abu
Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “Telah terpecah umat
yahudi menjadi 71 golongan, umat Nashrani benar-benar terpecah menjadi 72
golongan, dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk
neraka kecuali satu golongan. “Para sahabat bertanya: Siapakah mereka wahai
Rasulullah? Nabi Menjawab: Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalanku
dan para sahabatku. (Anwar, 2018: 1)
Dalam tinjauan historis, kemunculan aswaja lebih identik sebagai bagian atau
faksi dari sebuah firqah. Pada awalnya Istilah aswaja digunakan oleh Abu Hasan
Al-Asy’ari untuk orang Islam yang akidahnya lebih berdasarkan sunnah Rasul
ketimbang akal. Namun dalam perjalanannya, aswaja tidak hanya digunakan
untuk menyebut firqah tapi juga sering dikaitkan dengan madzhab dalam fiqih.
Jadi, pada masa awal munculnya dan pada masa pertengahan dari munculnya
aswaja lebih dikenal sebagai sebuah firqah, aliran, madzhab, sekte, ideologi dan
sejenisnya. Dengan kata lain, aswaja lebih dikenal sebagai doktrin keagamaan.
Namun pada era kontemporer, khususnya di Indonesia aswaja tidak hanya
digunakan untuk menyebut firqah atau madzhab tertentu tapi aswaja juga
dijadikan sebagai manhaj fikr atau metode dalam berpikir. Bahkan tidak hanya
sebagai metode berpikir, aswaja juga dijadikan sebagai manhaj al-taghayyur al-
ijtima’i dan manhajul harakah (metode gerakan). (Fadeli, 2012: 31)
Dengan demikian maka aswaja bukan hanya sebagai doktrin ajaran tapi juga
merupakan salah satu trand mark pemikiran keagamaan yang dianut oleh
mayoritas umat Islam dari dulu sampai sekarang. Secara subtantif, aswaja
merupakan kristalisasi dari ajaran Rasulullah SAW. Aswaja bukanlah ajaran baru,
bukan juga kelompok baru dan bukan juga arus pemikiran baru. Ia sudah ada
sejak masa Rasulullah. Oleh karena itu, Aswaja sebagai ajaran dan kelompok
adalah Islam dan umat Islam itu sendiri. Sedangkan aswaja sebagai metode
bepikir dan sebagai metode gerakan sudah dipraktekkan oleh Rasulullah, sahabat-
sahabatnya dan ulama-ulama pewaris terbaiknya. (Arifin, 2019: 246)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ahlusunnah waljama’ah?


2. Apa saja sumber pokok dalam ajaran ahlusunnah waljama’ah?
3. Sebutkan prinsip-prinsip dalam ajaran ahlusunnah waljama’ah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang pengertian ahlusunnah waljama’ah.
4. Untuk mengetahui terkait sumber pokok dalam ajaran ahlusunnah
waljama’ah.
2. Untuk mendeskripsikan mengenai prinsip-prinsip dalam ajaran
ahlusunnah waljama’ah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah


Aswaja merupakan singkatan popular dari istilah Ahlussunnah wal jama‟ah.
Pengertian dan penjabaran dari istilah aswaja ini sangat beragam. Tidak ada
definisi mutlak khusus tentang aswaja, baik dari tinjauan bahasa-semantik,
maupun istilah. Dari aspek bahasa, Ahlussunnah Wal Jamaah terdiri dari 3 kata
yakni; ahlu, as-sunnah, dan al-jama‟ah. Mengenai asal katanya, sebagian besar
ulama hampir sepakat, namun ulama berbeda pendapat mengenai arti dan makna
dari 3 kata tersebut. (Arifin, 2019: 242-243)
Pertama, kata ahlu. Menurut Sa‟di Abu Jaib, pengarang Al-Qamus Al-Fiqhi
Lughatan Wa Istilahan, sebagaimana dikutip dalam buku Khazanah Aswaja Kata
ahlu mempunyai beberapa arti, diantaranya adalah keluarga, pengikut dan
penduduk. Kata ahlu juga bisa bermakna pemeluk. Makna yang terakhir ini, jika
dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran
atau pengikut madzhab (ashab al-madzhab). (Navis, 2016: 10)
Kedua, as-sunnah. Secara bahasa bermakna “at-thariqah”(jalan/metode,
pandangan hidup). Dari makna ini sunnah diartikan sebagai at-thariqah wa
lau ghaira mardhiyah (jalan, cara, atau perilaku walaupun tidak diridhai). Makna
lain dari as-sunnah adalah “as-sirah”(perilaku) yang terpuji. Kata as-sunnah ini
kemudian dikhususkan dan diikatkan hanya pada tata cara hidup Rasulullah atau
ketentuan- ketentuan yang ditetapkan oleh Rasulullah. Dalam definisi yang
lain sunnah juga diartikan petunjuk yang telah ditempuh oleh Rasullah dan
para sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, aqidah, perkataan, perbuatan
maupun ketetapan. Dengan makna ini, maka kata as-sunnah jika digabungkan
dengan kata ahlun, keduanya akan bermakna pengikut jalan Nabi ada juga yang
menambahkan pengikut jalan para Shahabat dan tabi’in. (Santoso, 2012:168)
Ketiga, al-Jamaah. Kata ini mempunyai arti mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian lain atau mengumpulkan yang bercerai berai.
Dalam bahasa Arab Kata Al-jama’ah berasal dari kata ijtima’ yang Artinya adalah

3
perkumpulan lawan dari kata tafarruq (perceraian) dan lawan dari kata furqah
(perpecahan). Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang
yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat Makna lain dari jamaah adalah
kaum yang bersepakat dalam suatu masalah, atau orang-orang yang memelihara
kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan. Dari tiga kata yang
membentuk istilah aswaja di atas, nampaknya kata al-jamaah merupakan kata
yang paling banyak mempunyai arti dan definisi. (Santoso, 2012:168)

B. Sumber Pokok Ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah


Seperti halnya apa yang kita ketahui bahwa NU menganut ajaran Ahlusunnah
waljama’ah, dimana ajaran Ahlusunnah waljama’ah merupakan ajaran yang
menganut dengan empat sumber hukum, antara lain: Alqur’an, Al- hadist/ As-
sunnah, ijma’ dan qiyas.
1. Al- qur’an
Dari empat sumber yang telah disebutkan diatas, Al-qur’an sudah jelas
merupakan sumber utama dalam pengambilan hukum islam. Dapat ditinjau
dari segi pengertian bahwa Al-Qur`an adalah wahyu Ilahi (kalâmullah) yang
berbahasa arab, diturunkan secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai mukjizat, disampaikan kepada kita
sebagai umatnya secara mutawatir, yang telah tertulis dalam mushaf Usmani
dan telah dihafalkan secara baik oleh Islam sejak masa Nabi Muhammad saw.
Hidup sampai akhir zaman, dimulai dengan surah Al-fatihah dan diakhiri
dengan surah An-nas. Merupakan ibadah bagi yang membacanya, dan kafir
bagi yang mengingkarinya. (Hadna, 2017: 6)
Secara formal NU berpedoman kepada Al-Qur`an, hadis, ijmâ’ dan qiyâs.
Namun, NU memiliki cara pandang yang khas dalam memandang,
memahami, dan mengamalkan Al-Qur`an. Dalam garis-garis besar NU
(khiṭṭah nahḍiyyah) telah ditegaskan:
Pertama, Al-Qur`an dan sunnah merupakan sumber dari segala sumber
ajaran Islam, harus dipelajari dan dipahami melalui jalur-jalur dan saluran-

4
saluran yang dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, yaitu melalui
Khulafâ` ar-Râsyidûn sebagai tokoh paling dekat dengan Rasulullah, para
sahabat pada umumnya, dan beberapa generasi sesudahnya.
Kedua, Al-Qur`an dan sunnah yang sangat luhur disampaikan secara
berangsur-angsur harus dipahami:
a. Menurut metode yang dapat dipertanggungjawabkan kekuatannya,
diukur dengan prinsip-prinsip ajaran Islam sendiri dan dengan logika
yang benar.
b. Dengan bekal perbendaharaan ilmu yang cukup jumlah dan jenisnya.
c. Dengan landasan mental (akhlak) dan niat semata-mata mencari
kebenaran yang diridhai oleh Allah.
d. Bagi yang tidak memiliki kemampuan, syarat dan sarananya, tersedia
satu-satunya cara memahami dan mengamalkan ajaran AlQur`an dan
sunnah, yaitu dengan mengikuti pendapat hasil daya pikir tokoh-tokoh
agama yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya.
Dari sini, NU menyadari bahwa tidak semua umat Islam memiliki
kapabilitas dalam memahami dan menyimpulkan hukum suatu masalah
langsung dari Al-Qur`an. Oleh sebab itu, NU menawarkan sistem yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam memahami ajaran agama. Pertama, bagi yang
memenuhi syarat untuk ijtihâd dapat melakukan istinbâṭ al-aḣkâm langsung
dari Al-Qur`an dan hadis.

2. Al- hadist/ As-sunnah


Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah ٍSAW.
Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an,
maka As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an.
Al- hadist/ As-sunnah yaitu perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah),
ketetapan (taqririyah) nabi Muhammad saw. Pengertian Al- hadist/ As-
sunnah secara luas berarti tidak hanya yang disandarkan kepada nabi
Muhammad saw., tetapi termasuk yang disandarkan kepada sahabat dan
tabi’in. dengan demikian, hadist menurut pengertian ini, mencangkup segala

5
berita yang marfu’ (disandarkan kepada nabi Muhammad saw), yang mauquf
( disandarkan kepada sahabat) dan yang maqtu’ (disandarkan kepada tabi’in).
(Hadna, 2017: 108)

3. Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi
Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah
wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para
Mujtahid. Kemudian ijma’ ada 2 macam :
a. Ijma’ Bayani (‫اني‬QQQ‫اع البي‬QQQ‫ ) االجم‬ialah apabila semua Mujtahid
mengeluarkan pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan
yang menunjukan kesepakatannya.
b. Ijma’ Sukuti (‫كوتي‬QQQ‫اع الس‬QQQ‫ )االجم‬ialah apabila sebagian Mujtahid
mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang
diamnya menunjukan setuju, bukan karena takut atau malu. Dalam
ijma’ sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk diikuti, karena
setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 59 yang artinya
“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil
Amri di antara kamu”. Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila
terjadi suatu masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
Saw. Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah
sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh umat Islam.

4. Qiyas
Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu
berasal dari kata Qasa maka, Qiyas artinya menyamakan hukum sesuatu
kasus yan tidak disebutkan dalam nash al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
sesuatu yang hukumnya telah disebutkan dalam nash secara tegas, karena ada
persamaan illat.

6
Contoh penggunaan qiyas, misalnya gandum, seperti disebutkan dalam
suatu hadits sebagai yang pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras
(tidak tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al-hukmu, atau hukum
gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan
pokok. Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya,
sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan
zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena
beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok.
Disinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syariat Islam.
Sebagaimana madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil
Al-Qur’an dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah
wal Jama’ah mempergunakan Ijma’ dan Qiyas kalau tidak mendapatkan dalil
nash yang shareh (jelas) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

C. Prinsip-prinsip Ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah


Berikut ini adalah prinsip-prinsip ahlusunnah waljama’ah yang meliputi
dalam berbagai bidang, yaitu: bidang aqidah, bidah fiqih, bidang tasawuf/ akhlaq,
dan bidang sosial- politik.
1. Bidang aqidah
Aqidah (‫ )َاْلَع ِقْي َد ُة‬menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata
al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan),
dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan
menurut istilah (terminologi) aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang
tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Nahdlatul Ulama’ beraqidah Islam menurut faham ahlusunnah
waljamaa’ah dalam bidang aqidah mengikuti faham Imam Abu Hasan Al-
Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al- Maturidi. Dalam bidang aqidah, pilar-
pilar yang menjadi penyangga aqidah ahlusunnah waljama’ah diantaranya:
Pertama adalah aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkaitan dengan ihwal
eksistensi Allah SWT.

7
Kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah
menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul sebagai utusannya. Dalam
doktrin ini umat manusia harus meyakini bahwa Muhammad SAW adalah
utusan Allah SWT. Yang membawa risalah (wahyu) untuk umat seluruh
alam.
Ketiga Adalah al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan
dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia mendapatkan
imbalan sesuai amalan dan perbuatannya.
Jadi, dalam menjalani kehidupan atau mengahadapi persoalan-persoalan,
orang NU tidak boleh hanya bergantung kepada kekuasaan Allah (pasrah)
atau sebaliknya hanya mengandalkan kemampuan akal (teori atau ilmu
pengetahuan) keduanya harus seimbang secara bersamaan.

2. Bidang fiqih
Fiqih berasal dari bahasa arab yaitu faqiha-yafqohu-faqihun yang artinya
mengetahui, memahami sesuatu. Senada dengan arti fiqih menurut Mahmud
Yunus yaitu "mengerti, memahami, pintar". (Yunus, 2010:321)
Sedangkan secara istilah, fiqih adalah sekelompok hukum syari’at yang
berpautan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash al-Qur’an
dan as-Sunnah, bila ada nash dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang berhubungan
dengan amal perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain,
bila tidak ada nash dari al-Qur’an dan as-Sunnah. (Yahya dan Fatturachman,
1983:15)
Fiqih merupakan cabang ilmu yang bersifat ilmiah, logis dan memiliki
obyek dan kaidah tertentu. Ketika mengkaji tentang Islam aspek yang
didalamnya tidak lepas mengenai pembicaraan tentang hukum (peraturan)
yang ada pada Islam itu sendiri, aspek hukum didalam Islam biasa disebut
dengan hukum fiqih yang mempunyai konsep dasar dan hukumnya telah
ditetapkan oleh Allah SWT, yang kemudian terdapat didalam Al-qur’an dan
As-sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang

8
telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum
Islam.
Periode keemasan ijtihad dalam hukum Islam terjadi pada abad kedua
sampai pertengahan abad keempat hijriyah. Pada masa ini muncul empat imam
besar yang nama nya amat terkenal dikalangan kaum muslimin yaitu Abu
Hanifah (w. 150 H/ 768 M), Malik bin Anas (w. 179 H/ 795 M), Muhammad
bin Idris asy-Syafi’I (w 204 H/ 820 M), dan Ahmad bin Hanbal (w 240 H/ 855
M). Madzhab mereka kemudian dikenal dengan sebutan madzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’I, Hambali. Mereka terkenal sebagai mujtahid besar dibidang
hukum Islam.
Jadi, dalam memegangi hukum fiqih, NU tidak boleh "HANYA"
berpegang/berlandaskan pada pendapat-pendapat yang ada, tetapi juga harus
memperhatikan dan mengetahui perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan.

3. Bidang tasawuf/ akhlaq


Aspek tasawuf adalah aspek yang berkaitan upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT, memantapkan keimanan, mengkhusyukkan ibadah dan
memperbaiki akhlak. Untuk ajaran tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah sendiri
mengikuti Imam Abul Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali.
Junaidi Al Baghdadi merupakan salah satu ulama Sufi yang terkenal
dengan sebutan penghulu ulama akhirat. Lahir di Nahuwan tahun dan wafat
di Irak sekitar tahun 279 Hijriyah atau tahun 91 Masehi. Beliau adalah salah
satu tokoh sufi yang menguasai hadits dan fiqih serta dikenal sebagai tokoh
kritis. Ia dibesarkan dalam dunia tasawuf, dan merupakan seorang perumus
sufisme yang Ortodoks. Imam al-Junaid bin Muhammad al-Baghdadi
menjelaskan “Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan
menghidupkan dirimu dengan-Nya”. Tasawuf adalah engkau semata-mata
bersama Allah SWT tanpa keterikatan apapun. Pernyataan diatas menandakan
bahwa ada proses batin dan perilaku yang harus dilatih bersama keterlibatan
di dalam urusan sehari-hari yang bersifat duniawi.

9
Imam Al Ghazali lahir di wajah pada tahun 450 Hijriyah atau 1058
Masehi dan wafat di sana pada tahun 505 Hijriyah atau 1111 Masehi. Beliau
memperoleh gelar Hujjatul Islam sebab mampu dan merupakan tokoh utama
yang menyatukan sufisme dengan syariat. Beliau juga perumus tasawuf dan
membersihkannya dari unsur yang tidak Islami dan mengabdikannya kepada
paham sunni atau Ahlussunnah Wal Jamaah serta tasawufnya telah
memperoleh restu dari ijma' atau kesepakatan para ulama.
Jalan untuk mencapai proses tersbut sangatlah panjang, yang disebut
dengan al-maqamat. Adapun macam-macam dari al-maqamat itu sendiri
yaitu:
a. Maqam taubat, yaitu meninggalkan dan tidak mengulangi lagi suatu
perbuatan dosa yang pernah dilakukan, demi menjunjung tinggi
ajaran-ajaran Allah dan menghindari murkanya.
b. Maqam Wara’, yaitu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu
guna menjunjung tinggi perintah Allah atau meninggalkan sesuatu
yang bersifat subhat.
c. Maqam Zuhud, yaitu lepasnya pandangan kedunian atau usaha
memperolehnya dari orang yang sebetulnya mampu memperolehnya.
d. Maqam Sabar, yaitu ketabahan karena dorongan agama dalam
menghadapi atau melawan hawa nafsu.
e. Maqam Fakir, yaitu perasaan tenang dan tabah di kala miskin harta
dan mengutamakan kepentingan orang lain di kala kaya.
f. Maqam Syukur, yaitu pengakuan atas nikmat yang telah diberikan
oleh Allah swt.
g. Maqam Khauf, yaitu rasa ketakutan dalam menghadapi siksa dan
azab Allah.
h. Maqam Raja’, yaitu rasa gembira karena mengetahui adanya
kemurahan dzat yang Maha Kuasa.
i. Maqam Tawakal, yaitu pasrah dan bergantung kepada Allah dalam
kondisi apapun.

10
j. Maqam Ridha, yaitu sikap tenang dan tabah tatkala menerima
musibah sebagaimana di saat menerima nikmat.
Prinsip dasar dari aspek tasawuf adalah adanya keseimbangan
kepentingan ukhrawi dan selalu mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan
spiritual yang bertujuan untuk memperoleh hakekat dan kesempurnaan hidup
manusia. Akan tetapi tidak boleh meninggalkan garis-garis syariat yang telah
ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jalan sufi yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para pewarisnya adalah jalan yang
tetap serta teguh memegang perintah-perintah Allah. Karena itu umat Islam
tidak dapat menerima jalan sufi yang melepaskan diri dari kewajiban syariat,
seperti perilaku tasawuf yang dilakukan oleh al-Hallaj (al-Hulul) dengan
pernyataannya “ana al-Haq”, Ibnu Araby (al-Ittihad, manunggaling kawula
gusti).
Jadi, dalam menjalankan ibadah, warga NU juga harus menggabungkan
antara hakikat dan syari’at. Aturan-aturan fiqih (syarat dan rukun) tetap harus
dipenuhi, namun disisi lain penghayatan terhadap isi, makna, hakikat, tetap
harus diperhatikan. Dengan demikian, dalam bertasawuf tidak boleh
melipakan urusan umat dan keluarga.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahlussunnah Waljama’ah merupakan ajaran yang diajarkan oleh nabi
Muhammad kepada para sahabatnya. Kata ahlu mempunyai beberapa arti,
diantaranya adalah keluarga, pengikut dan penduduk. Kata As-sunnah juga
diartikan petunjuk yang telah ditempuh oleh Rasulllah dan para sahabatnya
baik berkenaan dengan ilmu, aqidah, perkataan, perbuatan maupun
ketetapan. Kata Al-Jamaah mempunyai arti mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian lain atau mengumpulkan yang bercerai
berai. Maka jika digabungkan dengan ketiganya akan bermakna para
pengikut yang berada dijalan Nabi dan para Shahabat dan tabi‟in
Seperti halnya apa yang kita ketahui bahwa NU menganut ajaran
Ahlusunnah waljama’ah, dimana ajaran Ahlusunnah waljama’ah merupakan
ajaran yang menganut dengan empat sumber hukum, antara lain: Alqur’an,
Al- hadist/ As-sunnah, ijma’ dan qiyas.
Faham ahlusunnah waljamaa’ah dalam bidang aqidah mengikuti faham Imam
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al- Maturidi. Dalam bidang
fiqih mengikuti faham 4 madzab, yaitu: madzhab Hanafi, madzhab Maliki,
madzhab Syafi’I, madzhab Hambali. Sedangkan dalam bidang tasawuf
mengikuti faham Imam Abul Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al
Ghazali.

B. Saran
Semoga kita warga NU selalu istiqomah dalam menjalankan amaliyah-
amaliyah tanpa keluar dari syariat maupun hakikat ajaran ahlusunnah
waljama’ah yang sebenarnya, tetapi dalam menjalankan suatu hal warga NU
harus memperhatikan serta mempertimbangkan dari segala aspek terutama
yang sudah termaktub dalam sumber hukum islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Soleh. 2018. Penanaman Ajaran Ahlussunnah Wa Al-Jamaah Ala


Nahdlotul Ulama Pada Organisasi Prisma Desa Bojong Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga. (Skripsi, IAIN Purwokerto): Banyumas.
Diakses dari (http://repository.iainpurwokerto.ac.id/4503/1/) Jum’at, 24
Desember 2021.

Arifin, Siful & Achmad Saiful. 2019. Urgensi Mata Kuliah Aswaja Di Perguruan
Tinggi Islam: Jurnal Kariman, 7(2), 242-243.

Navis, Abdurrahman dkk. 2016. Khazanah Aswaja, Memahami, Mengamalkan


Dan Mendakwah Ahlusunnah Waljama’ah. Surabaya: Aswaja NU Center
PWNU Jawa Timur.

Santoso, Nursayid & Kristeva. 2012. Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran
Aswaja. Yogyakarta: LKSD.

Siradj, Said Aqil. 2018. Aswaja Sebuah Kritik Historis. Jakarta: Pustaka
Cendekia.

Fadeli, Soeleiman. 2012. Antologi Buku NU. Surabaya: Khalista.

Pratomo, Hilmy. 2019. Kedudukan Al-Qur`an Perspektif Nahdlatul Ulama Dan


Aplikasinya Dalam Bahṡul Masâ`il NU: Fakultas Syariah dan Hukum
UNSIQ Jawa Tengah, 5(2), 205-215.

Yahya, Mukhtar Dan Fatchurrahman. 1983. Dasar Pembinaan Hukum Fiqih


Islam. Bandung: Jaya Pustaka.

Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus wa


Dzurriyyah.

Hadna, Musthofa. 2017. Ayo Mengkaji Al- qur’an Dan Al-hadist untuk MA Kelas
X. Semarang: PT Gelora Aksara Pratama.

13
14

Anda mungkin juga menyukai