Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ALIRAN NON ASWAJA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah aswaja

DOSEN PEMBIMBING : AHMAD RIFKI AZMI,S.Ag

Disusun oleh :

AMELLIYA VINATA (230101278)

FAKULTAS TAARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’SUNAN GIRI

BOJONEGORO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nysehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang " MEMAHAMI DAN
MENJELASKAN ALIRAN NON ASWAJA”

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan Makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam Makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah
hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Bojonegoro, 20 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................

I.I LATAR BELAKANG ......................................................................................................................

I..II RUMUSAN MASALAH ...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................

2.1 PENGERTIAN ALIRAN NON ASWAJA .....................................................................................

2.2 SEJARAH BERDIRINYA ALIRAN WAHABI ............................................................................

2.3 PEMIKIRAN DAN ALIRAN WAHABI .......................................................................................

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………

3.1 KESIMPULAN ...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................

\
BAB I PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini marak perkembangan gerakan "keagamaan" yang disebut sebagai gerakan
Salafi. Sering mereka mengklaim bahwa mereka hadir bermaksud menghidupkan kembali
ajaran ulama salaf untuk menyelamatkan umat dari amukan dan badai fitnah yang melanda
dunia Islam hari ini. Acapkali gerakan ini menegaskan bahwa kelompok yang selain mereka
tidak ada jaminan memberikan alternatif (baca: keselamatan). Tidak jarang juga mereka
mengklaim bahwa golongan yang selamat yang dinubuatkan oleh Nabi Saw adalah golongan
mereka.

Tentu saja, konsekuensi dari klaim ini adalah menafikan kelompok yang lain. Artinya bahwa
kelompok mereka yang benar selainnya adalah sesat (itsbat asy-syai yunafi maa adahu).
Kalau kita mau berkaca pada sejarah, gerakan Salafi ini sebenarnya bukan gerakan baru.
Mereka bermetamorfosis dari gerakan pemurnian ajaran Islam Wahabi yang dikerangka
konsep pemikiranyna oleh Ibn Taimiyah yang kemudian dibesarkan oleh muridnya
Muhammad bin Abdulwahab, menjadi gerakan Salafi. Metamorfosis ini jelas untuk
memperkenalkan ajaran usang dengan pendekatan dan nama baru yaitu Aliran Wahabbisme

I.II RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan aliran non aswaja ?

2. Bagaimana sejarah berdirinya wahabi?

3. Apa saja pemikiran dan ajaran-ajaran wahabi?


BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ALIRAN NON ASWAJA

Aliran Non-Aswaja merujuk pada aliran-aliran keagamaan Islam yang tidak mengikuti ajaran
Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA) yang dianut oleh NU (Nahdlatul Ulama). ASWAJA
merupakan aliran yang mengikuti ajaran Imam al-Asy'ari dan al-Maturidi dalam berakidah,
salah satu dari empat imam dalam fikih, dan salah satu dari dua imam dalam tasawuf. Aliran
Non-Aswaja, di antaranya, mencakup Wahhabiyyah.

Aliran non-Aswaja merujuk pada aliran atau kelompok-kelompok di dalam Islam yang tidak
mengikuti ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja). Aswaja sendiri mewakili tradisi
mayoritas umat Islam yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan pemahaman para
sahabatnya. Aliran non-Aswaja bisa mencakup berbagai pandangan dan interpretasi yang
berbeda dalam ajaran Islam, dan beberapa di antaranya mungkin memiliki keyakinan atau
praktek yang berbeda dari yang dipegang oleh mayoritas umat Islam.

aliran non-Aswaja dapat sangat bervariasi karena mencakup berbagai kelompok dan
pandangan di dalam Islam yang tidak termasuk dalam tradisi ajaran Ahlussunnah Wal
Jamaah. Beberapa aliran non-Aswaja mungkin melibatkan interpretasi ajaran agama yang
lebih liberal, mistis, atau memiliki pemahaman keagamaan yang berbeda dari mayoritas umat
Islam. Contoh aliran non-Aswaja termasuk Syi‟ah, Sufi, dan beberapa kelompok atau gerakan
Islam modern yang mengusung interpretasi atau pendekatan khusus terhadap ajaran Islam.
Penting untuk dicatat bahwa non-Aswaja bukanlah satu kelompok homogen, melainkan
termasuk berbagai aliran dengan perbedaan keyakinan dan praktik.

2.2 SEJARAH BERDIRINYA ALIRAN WAHABI

Wahabi adalah gerakan pembaharuan dan pemurnian Islam yang dipelopori oleh Muhammad
bin Abdul Wahab bin Sulaiman at-Tamimi (1115- 1206 H / 1703-1792 M) dari Najd,
Semenanjung Arabia. Istilah Wahabi telah dikenal semasa Ibn Abdul Wahab hidup, tapi
bukan atas inisiatif dirinya melainkan berasal dari lawan-lawannya. Ini berarti, istilah Wahabi
merupakan bagian dari rangkaian stigma terhadap gerakannya.

Menurut Hanafi (2003/198), Muhammad bin Abdul Wahab merupakan seorang ulama
pembaharuan dan ahli teologi agama Islam yang mengetuai gerakan salafiah. Wahabi
dianggap sebagai ultra-konservatif berbanding salafi. Ia dianggap sebagai gerakan
pembaharuan, bukan suatu mazhab. Beliau memperkenalkan semula undang-undang Syariah
di Semenanjung Arab. Beliau sangat dipengaruhi oleh Ahmad ibn Hanbal dan Ibn Taimiah.
Selama beberapa bulan beliau merenung dan mengadakan orientasi, untuk kemudian
mengajarkan paham-pahamnya.

Meskipun tidak sedikit orang yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya
sendiri, namun ia mendapat pengikut yang banyak. Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul
pada pertengahan abad 18 di Dir‟iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah
Najd. Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab
(1703- 1787). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul- Wahhab
dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak.1

Kaum Wahabi mengklaim sebagai muslim yang berkiblat pada ajaran Islam yang pure,
murni. Mereka sering juga menamakan diri sebagai muwahiddun, yang berarti pendukung
ajaran yang memurnikan keesaan Allah (tauhid). Tetapi, mereka juga menyatakan bahwa
mereka bukanlah sebuah mazhab atau kelompok aliran Islam baru, tetapi hanya mengikuti
seruan (dakwah) untuk mengimplementasikan ajaran Islam yang (paling) benar.

Menurut Hamid, muncul nya gerakan wahabi tidak bisa dipisahkan dari gerakan politik,
perilaku keagamaan, pemikiran dan social ekonomi umat islam. Mulanya Muhammad bin
Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh
Abdul Wahab bin Sulaiman adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya.

Tidak puas dengan itu ia pergi ke syiria untuk belajar sambil berdagang. Disana ia
menemukan buku-buku karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang sangat ia idolakan.
Akhirnya ia semakin jauh terpengaruh terhadap dua aliran reformis itu. Tak lama kemudian ia
pergi ke Basrah dan berguru pada Syeikh Muhammad al-majmuu‟iyah. Di kota ini ia
menghabiskan mencari ilmu selama empat tahun, sebelum akhirnya ia ditolak masyarakat
karena pandangannya dirasa meresahkan dan bertentangan dengan pandangan umum yang
berlaku di masyarakat setempat, kurnia. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahab diusir dari
tempat tersebut dan menuju ke subuah tempat yang bernama Najd. Di situlah Abdul Wahab
bertemu dengan Abdul Aziz Al Sa‟ud yang sedang memerintah Dir‟iyyah. Beliau pun
mendapat angin segar, karana Abdul Aziz Al Sa‟ud menaungi kehidupannya., bahkan

1
Ahmad ,hanafi.pengantar studi islam,cet.III,Jakarta : pustaka al-husna,1989
menjadi pelindung dan pentirnya. Nasir. Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah
menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya.

2.3 PEMIKIRAN DAN ALIRAN WAHABI

Panutan utama aliran Wahhabiyyah adalah Muhammad ibn Abdul Wahhab. Permulaan
munculnya Muhammad ibn Abdul Wahhab ini ialah di wilayah Timur sekitar tahun 1143 H.
Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan
daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdul Wahhab meninggal pada tahun 1206 H. Ia
banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap berlandaskan Al-Qur‟an dan Sunnah.

Ajarannya tersebut banyak ia ambil dari paham-paham Ibnu Taimiyah yang ia hidupkan
kembali. Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah seorang yang tidak diakui keilmuannya oleh
para ulama. Bahkan saudaranya sendiri, Sulaiman ibn Abdul Wahab, menulis dua buah kitab
sebagai bantahan terhadapnya karena Muhammad ibn Abdul Wahhab dinilainya telah
menyalahi apa yang telah disepakati oleh kaum muslimin, baik di daerahnya atau di daerah
lain. Bantahan pertama bernama Al-Sawaiq al-Ilahiyah dan yang kedua bernama Fashl al-
Khithab fi al-Radd „ala Muhammad ibn Abdal Wahhab.Ulama mazhab Hanbali ternama,
seorang mufti Mekkah di masanya, Syekh Muhammad ibn Humaid, tidak mencantumkan
nama Muhammad ibn Abdul Wahab dalam jajaran ulama mazhab Hanbali, padahal dalam
kitabnya yang bernama Al-Suhub al-Wabilah „ala Dharaih al-Hanabilah ia menyebutkan
sekitar 800 ulama, baik laki-laki maupun perempuan dari kalangan mazhab Hanbali.

Di antara ulama yang justru disebutkan dalam kitab Syekh Muhammad ibn Humaid tersebut
adalah ayahnya Muhammad bin Abdul Wahab, yakni Syekh Abdul Wahhab. Syekh
Muhammad ibn Humaid memuji keilmuan ayah Muhammad bin Abdul Wahhab dan
menyebutkan bahwa beliau semasa hidupnya sangat marah kepada Muhammad (anaknya)
tersebut dan mengingatkan orang-orang agar menjauh darinya. “Kalian akan melihat
kejahatan yang akan dilakukan oleh Muhammad,” kata ayahnya.

Syekh Muhammad ibn Humaid wafat sekitar 80 tahun setelah Muhammad ibn Abdul
Wahhab. Muhammad Ibn Abdul Wahhab telah membuat agama baru yang diajarkan kepada
pengikutnya. Pokok ajarannya ini adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan
meyakini bahwa Allah adalah benda yang duduk di atas „Arsy. Keyakinan ini adalah tasybih
atau menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya karena duduk adalah salah satu sifat
manusia.
Sebagian ulama merumuskan kesimpulan ajaran wahhabiyyah dalam empat pokok ajaran:
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya (tasybih dan tajsim); pembagian tauhid menjadi
tauhid al-Uluhiyyah, al-Rububiyyah dan al-Asma` wa ash-Shifat; tidak mengagungkan Nabi;
dan mengafirkan kaum muslimin (takfir al-muslimin).Sebagian ulama lain menyimpulkan
pokok-pokok ajaran Wahhabiyyah dalam “Tiga T”: Tasybih, Takfir, dan Tabdi‟ (menuduh
kaum muslimin sebagai ahli bidah).

1.Tasybih

Wahhabiyyah menisbatkan sifat duduk kepada Allah. Abdurrahman ibn al-Hasan Alu as
Syaikh dalam Fath al-Majid Sharah Kitab al-Tauhid, hal. 356,2 menyebutkan sebuah hadis
palsu yang menyatakan: “…Jika Tuhan Azza wa jalla duduk di atas kursi…”

1) Wahhabiyah tidak menyucikan Allah dari jisim dan anggota-anggota badan. Abdul Aziz
ibn Baz dalam kitab Tanbihat hammah „ala maa katabaha Syaikh Muhammad ibn Ali al-
Shabuni fi shifati Allah Azza wa Jalla, hal. 19, mengatakan,“Al-Shabuni menuturkan
penyucian Allah dari jisim, bola mata, daun telinga, lisan dan tenggorokan. Ini bukanlah
mazhab Ahlussunnah tetapi ini adalah perkataan ahli kalam yang tercela.”

2) Wahhabi menetapkan bentuk bagi Allah. Hammud ibn Abdillah at-Tuwayjiri dalam kitab
Aqidah Ahla al-Iman fi Khalqi Adam „ala Shurah al-Rahman menyatakan,“Setiap sesuatu
yang ada, yang tidak butuh pada selainnya, haruslah berupa gambar/bentuk. Tidak mungkin,
apabila ada sesuatu yang wujud, dan tidak butuh pada selainnya, yang tidak memiliki
bentuk.”

2. Takfir

1) Wahhabiyah menganggap tawasul sebagai perbuatan syirik yang dapat mengeluarkan


seseorang dari Islam dan menyebabkan orang yang bertawasul kekal di neraka jahanam. Abu
Bakr Jabir al Jazairi dalam kitab Aqidah al-Mu‟min, hal. 144, 3mengatakan,

“Sesungguhnya menyeru orang-orang saleh dan beristigasah dengan mereka, serta bertawasul
dengan keagungan mereka, selamanya tidak ada dalam agama Allah; bukan pula qurbah
(pendekatan diri kepada Allah); dan bukan amal saleh sehingga bisa dijadikan sarana
bertawasul. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan tersebut adalah kesyirikan dalam ibadah
2
Abdurrahman ibn al-Hasan Alu as Syaikh dalam Fath al-Majid Sharah Kitab al-Tauhid, hal.
356
3
Abu Bakr Jabir al Jazairi dalam kitab Aqidah al-Mu‟min, hal. 144
kepada Allah yang diharamkan. Pelakunya melenceng dari agama dan mengharuskan dia
abadi di neraka Jahannam.”

2) Wahhabi mengafirkan penduduk Mesir, Irak, Oman, Syam, Nejed, Hijaz, dan Yaman
karena berziarah dan bertawasul dengan orang-orang saleh di permakaman. Dalam kitab
Fath al-Majid Syarah Kitab al-Tauhid, hal. 191 dinyatakan:

“Sebagaimana telah berlaku pada penduduk Mesir dan lainnya, Tuhan mereka yang paling
agung adalah Ahmad al Badawi. Penduduk Irak dan sekitarnya seperti penduduk Oman
meyakini ketuhanan Abdul Qadir al-Jilani sebagaimana penduduk Mesir meyakini ketuhanan
al-Badawi. Yang lebih dahsyat dari ini: ibadahnya penduduk Syam terhadap Ibnu Arabi. Ibnu
Arabi adalah imamnya kelompok yang meyakini aqidah wahdah al-wujud. Hal-hal di atas
juga berlaku di Nejed sebelum adanya dakwah ini (wahhhabiyah).”

3) Wahhabiyah mengikuti jejak Muhammad bin Abdul Wahhab yang menilai taklid kepada
suatu mazhab sebagai perbuatan syirik dan menilainya sebagai alat pemecah belah persatuan
umat yang digunakan oleh musuh-musuh Islam. Shiddiq Hasan Khan dalam kitab al-Din al
Khalish, hal.196, mengatakan, "Bertaklid terhadap mazhab adalah termasuk kesyirikan.”

4) Wahhabiyah menganggap orang yang berzikir dengan bilangan-bilangan yang tidak


ditentukan oleh syariat sebagai pelaku kesyirikan. Husam al-Aqqad dalam kitab Halaqat
Mamnu‟ah, hal. 25, menyatakan,

“Di antara bidah juga dalam halakah ini, apabila seorang Syekh menentukan bilangan tertentu
terhadap orang yang berzikir, dia mengatakan kalimat tauhid seribu kali, misalnya, atau
shallallahu „alayhi wasallam sepuluh ribu kali atau lebih. Hal-hal ini tidak ada dalam syariat
kita. Ini termasuk bidah yang dibuat oleh orang-orang bodoh; mereka telah keluar dari zikir
yang dibenarkan oleh syariat pada zikir yang menyekutukan Allah ta‟ala”.

3.Tabdi‟

1) Wahhabiyah menilai sekian banyak amalan kaum muslimin di seluruh dunia Islam sebagai
bidah yang sesat dan menegaskan bahwa bidah akan mengantarkan kepada kekufuran. Shalih
al-Fauzan dalam kitab al-Tauhid, mengatakan.

“…Yang keempat, tentang penjelasan contoh-contoh bidah kontemporer, adalah perayaan


peringatan maulid Nabi. Perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal itu menyerupai amal
kaum Nasrani dalam kegiatan yang disebut perayaan lahirnya al-Masih (Natal). Termasuk
bidah juga dalam ibadah dan takarub, adalah membaca niat salat dengan suara keras, berzikir
secara berjamaah setelah salat, meminta untuk membaca al-Fatihah dalam beberapa
kesempatan setelah berdoa dan untuk orang mati. Termasuk bidah lagi adalah perayaan
peringatan-peringatan keagamaan seperti Isra‟ Mi‟raj, dan Hijrah Nabawiyah. Di antara
bidah juga adalah zikir-zikir sufi, mengkhususkan malam nishfu Syakban dengan salat dan
pada siang hari nishfu Syakban dengan puasa. Terakhir, kami bependapat sesungguhnya
bidah adalah pos yang bisa menghantarkan pada kekufuran.”

2) Wahhabiyahmenilai perkataan “Shodaqa Allah al-Azhim”, setiap selesai membaca Al-


Qur‟an, sebagai bidah yang sesat. Komisi fatwa Saudi Arabia dalam Majallah al-Buhuth al-
Islamiyah, edisi 45, hal. 94-96 menegaskan, “Perkataan “Shodaqa Allah al-Azhim” setelah
selesai membaca Al-Qur‟an adalah bidah.”

3) Wahhabiyahmembidahkan tasbih(alat zikir). Sulaiman ibn Sahman al-Najdi, dalam


beberapa risalah yang ia himpun yang berjudul al-Hidayah al-Sunniyyah,menyebutkan di
antara bidah yang tercela, “…dan di antaranya adalah menggunakan tasbih. Maka, kami
melarang untuk, secara terang-terangan, menggunakannya.”

4) Ali Hasan Ali Abdul Hamid dalam kitab al-Mawt: „Izzatuhu wa Ahkamuhu, hal. 42-45,
membuat daftar panjang tentang sekian banyak amalan kaum muslimin yang dinilainya
sebagai bidah sesat yang berkaitan dengan kematian.

“Di antara bidah adalah membaca [surat] Yasin untuk orang yang akan mati dan perkataan
mereka ketika menginformasikan salah seorang mereka yang meninggal dunia, “al-Fatihah
untuk ruh fulan”, dan talkin dengan perkataan mereka, “Yaa, Fulan, jika datang kepadamu
dua malaikat…”, dan mengkhususkan ziarah kubur pada dua hari raya dan membaca al-
Fatihah atau Yasin di atas perkuburan”.4

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Aliran Non-Aswaja merujuk pada aliran-aliran keagamaan Islam yang tidak mengikuti ajaran
Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA) yang dianut oleh NU (Nahdlatul Ulama). . Aliran non-
Aswaja bisa mencakup berbagai pandangan dan interpretasi yang berbeda dalam ajaran

4
https://zawaya.id/firkah-non-aswaja-wahhabiyyah/
Islam, dan beberapa di antaranya mungkin memiliki keyakinan atau praktek yang berbeda
dari yang dipegang oleh mayoritas umat Islam.

Istilah Wahabi telah dikenal semasa Ibn Abdul Wahab hidup, tapi bukan atas inisiatif dirinya
melainkan berasal dari lawan-lawannya. Ini berarti, istilah Wahabi merupakan bagian dari
rangkaian stigma terhadap gerakannya. . Wahabi dianggap sebagai ultra-konservatif
berbanding salafi. Ia dianggap sebagai gerakan pembaharuan, bukan suatu mazhab.

Sebagian ulama merumuskan kesimpulan ajaran wahhabiyyah dalam empat pokok ajaran:
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya (tasybih dan tajsim); pembagian tauhid menjadi
tauhid al-Uluhiyyah, al-Rububiyyah dan al-Asma` wa ash-Shifat; tidak mengagungkan Nabi;
dan mengafirkan kaum muslimin (takfir al-muslimin).Sebagian ulama lain menyimpulkan
pokok-pokok ajaran Wahhabiyyah dalam “Tiga T”: Tasybih, Takfir, dan Tabdi‟

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad ,hanafi.pengantar studi islam,cet.III,Jakarta : pustaka al-husna,1989


Abdurrahman ibn al-Hasan Alu as Syaikh dalam Fath al-Majid Sharah Kitab al-Tauhid, hal.
356
Abu Bakr Jabir al Jazairi dalam kitab Aqidah al-Mu‟min, hal. 144
https://zawaya.id/firkah-non-aswaja-wahhabiyyah/

Anda mungkin juga menyukai