Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

GERAKAN WAHABI

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu kalam


Dosen Pengampu; Drs. Kukuh Santoso, S.Pd.I, M .Pd.I

Disusun oleh kelompok :11

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
kami kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil tugas makalah ILMU
KALAM yangberjudul “ GERAKAN WAHABI ” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal agar pembaca dapat mudah memahami materi
yang kami sampaikan. Kami ucapkan banyak terimakasih kepada bapak KUKUH SANTOSO
S.Pd.i,MPd.i selaku pengampu mata kuliah Ilmu kalam Tak lupa juga kami ucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh pihak yang terkait yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
tugas ini.
Tak terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya baha masih banyak kekurangan baik
dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca agar kedepannya bisa memberikan makalah lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap semoga dengan terselesaikan makalah ini semoga bermanfaat dan
menambah ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Malang, 05 desember 2022

penul
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................

1.3 Tujuan ........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Gerakan Wahabi..................................................................................

2.2 I’tiqad Kaum Wahabi Yang bertentangan Dengan I’tiqad (keyakinan) Ahlussunnah
waljamaah ...............................................................................................................

2.3 Perbedaan antara (sunni) Awaja Dengan Wahabi.............................................

2.4 Perkembangan Ajaran Wahabi di Indonesia .....................................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR RUJUKAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gerakan Wahabi di motori oleh juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka gemar
menuduh golongan islam yang tidak sepaham dengan apa yang mereka tuduhkan. Seperti kafir,
musyrik, dan ahli bid’ah. Mereka enggan mengakui para ulama islam manapun kecuali
kelompok mereka ssendiri. Mereka mengatakan ajaran para ali itu masih tercampur oleh hindu
budha, tetapi para wali itu telah meng islamkan 90 persen penduduk di negri ini. Mampukah
wahabi terebut meng islamkan 10 persen sisanya tersebut, dan mempertahankan yang 90 persen
dari terkaman orang kafir. Justru mereka dengan mudah nya mengkafirkan orang orang yang
dengan nyata bertauhid kepada ALLAH SWT. Jika karena bukan rahmat allah yang
mentakdirkan para wali songo untuk berdakah di negri kita ini, tentu orang orang yang menjadi
wadah kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyambah berhala atau
masih kafir. Oleh karena itu kita tidak boleh percaya ketika mereka mengaku sebagai faham
yang hanya berpegang teguh kepada Al Quran Assunnah. Mereka beralih mengikuti keteladanan
kaum salaf dan mengaku sebagai golongan yang selamat dan ssebagai nya. Mereka telah
menorehkan catatan hitam dalam ejarah dengan membantai ribuan orang di makkah dan madinah
serta daerah lain di wilayah hijas (yang sekarang dinamakan arab Saudi)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah gerakan wahabi dan muktazilah?


2. Bagaimana itiqad (keyakinan) kaum wahabi yang bertentangan dengan itiqad ahlussunnah
waljamaah?
3. Bagaimana perbedaan antara (sunni) aswaja dengan wahabi?
4. Bagaimana perkembangan ajaran wahabi dan muktazilah di indonessia?
1.3 Tujuan penulisan

1. Mengetahui sejarah gerakan wahabi dan muktazilah.

2. Mengetahui itiqad kaum wahabi yang bertentangan dengan itiqad ahluunnah waljamaah.

3. Mengetahui perbedaan antara (sunni) aswaja dan wahabi.

4. Mengetahui perkembangan ajaran wahabi dan muktazilah diindonesia.


BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 . Sejarah Gerakan Wahabi


Wahabiyah di nisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir di
perkampungan Uyainah, Najad (kota terpencil di Saudi Arabia, pada 1111 H dan meninggal di
Daraiyyah pada 1206 H.

Semasa belajar di Madinah, para gurunya merasa khawatir padanya karena sering mengeluarkan
pernyataan-pernyataan ekstrem yang menghujat para ulama. Ia belajar di Makkah di bawah
bimbingan Muhammad Sulaiman Al-Kurdi, Abdul Wahab (Bapaknya) daan Sulaiman bin Abdul
Wahab (kakaknya). Kemudian merantau ke Bashrah dank e Baghdad. Di Baghdad ini ia
menikahi seorang wanita janda kaya. Setelah istrinya wafat, ia pindah ke Kurdistan, Hamdan,
dan Isfahan.

Saat kembali ke kampung halamannya, ia melihat masyarakat banyak melakukan


perbuatan di luar syariat islam. Contohnya, tawassul dengan pohon kurma yang besar,
mengultuskan kuburan para sahabat, keluarga Nabi saw, dan Rasulullah saw. Ia mendengar
kabar bahwa di Madinah terdapat orang-orang yang memohon pertolongan kepada orang yang
telah wafat (Muhammad saw) dan meminta selain kepada allah. Ia menilai tindakan tersebut
bertentangan dengan al-quran dan sunnah rasulullah saw.[1]
Karena itu, ia merasa terpanggil untuk mengembalikan mereka pada tauhid dan
mengajarkan bahwa meminta itu harus kepada Allah. Sebabnya, hanya allah yang maha kuasa
dan maha pencipta. Selain allah bersifat lemah.
Abdul Wahab menyeru kepada masyarakatnya untuk tetap berpegan teguh Pada al-quran
dan hadits dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-harinya. Namun, dakwah tauhid
yang di serunya itu menuai protes dari masyarakat setempat, sehingga ia harus pindah ke desa
sebelah utara Riyadh.
Dalam upaya memuluskan misinya, Muhammad bin Abdul Wahab bergabung dengan
keluarga kerajaan Muhammad bin Saud. Karena di dukung penguasa, lambat laun pemikiran dan
ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk
yang jauh dari Najad, seperti Amir Muhammad bin Ismail San’ani (1099-1186 H).
Menurut Ahmad Sarwat, Muhammad bin Abdul Wahab tidak menulis buku yang tebal
dan berjilid-jilid seperti para fuqaha atau filsuf muslim. Ia hanya menulis beberapa risalah atau
makalah pendek yang dikumpulkan menjadi “kitab at-tauhid” yang kini menjadi rujukan para
ulama. Di dalmnya terdapat larangan membuat bangunan di atas kuburan dan memasang
larangan lampu di dalamnya. Kaum wahabi juga melarang orang melakukan tindakan yang
menjerumuskan mereka pada syirik. Seperti melarang ber-tawassul dengan menggunakan nama
orang sholeh.[2]
Mereka tak segan-segan melakukan tindakan keras dalam menyebarkan pahamnya itu.
Ketika memasuki kota Tha’if pada 1924, kaum wahabi melakukan penjaharan dan menyeret para
qadi (hakim agama) yang menolak paham wahabiyah, dan bahkan membunuh mereka.[3]
Mereka juga meratakan kuburan rasulullah saw dan menghancurkan kuburan para sahabat serta
bangunan kuburan tokoh-tokoh sufi yang sering di kunjungi masyarakat.
Perbuatan yang tidak terpuji ini dilakukan setelah kerjaan Arab Saudi berdiri dan
mengambil paham Wahabiyah sebagai mahdzab resmi Negara.[4]. merka tidak hanya menolak
praktik dan ajaran sufi, bahkan menganggapnya sebagai bid’ah dan syirik. Memang ini
konsekuensi dari sikap teologis Muhammad bin Abdul Wahab yang tegas dengan prinsip tuhid
(pengesaan allah). Begitu juga dengan sikap taqlid[5] di kalangan umat islam, dianggapnya
sebagai penyebab kemunduran islam.
Sikap radikal dalam memurnikan ajaran islam Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh
sebagai peneliti islam di sebut gerakan pembaruan islam. Namun, dalam perkembangannya,
sikap kritis itu tidak menular kepada pengikutnya. Mereka malah menjadi fanatic dan terjebak
dalam taqlid kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Ajaran pemurnian akidah islam ini dikritik
oleh Sulaiman bin Abdul wahab kakak Muhammad bin Abdul Wahab dalam buku Al-Shawa’iq
Al-IIahiyah. Di ceritakan bahwa suatu waktu terjadi diskusi antara Muhammad bin Abdul
Wahab dengan kakaknya.
“berapakah rukun islam ?” Tanya Sulaiman.
Sang adik menjawab, “lima”.
“tetapi kamu menjadikannya enam?” serangnya.
“apa? Enam. Rukun islam itu lima!” tegas sang adik.
“ya, yang ke-enam itu kamu memfatwakan bahwa barang siapa yang mengikutimu
adalah mukmin dan yang tidak sesuai dengan fatwamu adalah kafir,”ujar Sulaiman
menjelaskan.
Para ulama sunni pun memberikan kritik terhadap aliran wahabiyah ini. Diantaranya
Abdullah bin Lathif Syafii menulis kitab tajrid syaiful al-jihad lil mudda’I al-ijtihad”,
afiffudin Abdullah bin dawud hanbali menulis kitab “as-awa’iq wa al-ruduud” Muhammad
bin abdurahman bin afalik hanbali menulis kitab “tahkamu al-muqalladin biman ad’I tajdidi
ad-diin”, ahmad bin ali bin luqbaani basri dan syaikh atha’ allah makki yang menulis kitab
“al-aarimul al-hindi fi unuqil najdi”, dan seorang ulama syi’ah bernama ayatollah ja’far
kasyif al-qittha juga memberikan kritik terhadap ajaran wahabiyah ini.
Aliran wahabiyah ini jika diruntut secara historis berasal dari pemikiran dan fatwa
yang di kembangkan oleh ibnu taimiyah dan ahmad bin hanbal. Dengan dukungan
pemerintah Arab Saudi, ajaran wahabiyah cepat menyebar dan menginspirasi lahirnya
gerakan pembaruan islam Indonesia yang di tandai berdirinya Muhammadiyah dan persatuan
islam[6]

B. I’tiqad Kaum Wahabi Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Ahlusunnah Wal Jama’ah

1. Mendo’a Dengan Bertawasul Syirik


Ulama-ulama Wahabi selalu memfatwakan bahwa mendo’a dengan tawassul adalah
syirik/haram. Hal ini tidak heran karena paham Wahabi itu adalah penerus yang fanatik dari
fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah.
Pendirian kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dalam soal “tawassul” sudah dibentangkan dalam
pasal yang terdahulu yang membicarakan fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah. Pada pasal itu telah
kami kemukakan dalil-dalil al Qur’an dan hadits-hadits yang bertalian dengan tawassul itu.
2. Istigatsah Syirik
Tersebut dalam kitab karangan ulama Wahabi, berjudul “At Hidayatus Saniyah wat Tuhfatul
Wahabiyah”. Pada pagina 66 yaitu:
“Barang siapa menjadikan malaikat, Nabi-Nabi, Ibnu Abbas, Ibnu Abi Thalib atau Mahjub
perantara antara mereka dengan Allah, karena mereka dekat dengan Allah, seperti yang
banyak diperbuat orang dihadapan raja-raja, maka orang itu kafir, musyrik, halal darahnya
dan hartanya, walaupun ia mengucapkan dua kalimah syahadat, walaupun ia sembahyang,
puasa dan menda’wakan dirinya muslim.”
Terang menurut buku Wahabi ini bahwa kaum Wahabi mengkafirkan sekalian orang islam
yang sudah membaca syahadat kalau orang Islam itu menjdikan Malaikat, Nabi-Nabi, Ibnu
Abbas, Ibnu Abi Thalib (maksudnya Saidina ‘Ali Kw.) atau Mahjub menjadi perantara
mereka dengan Allah.
Arti “menjadi perantara” yang dilarang itu – menurut paham Wahabi ialah ber-istigatsah
dengan mereka.
Tegasnya: “Siapa yang ber-istigatsah menjadi syrik”.
Apa yang dimaksud dengan istigatsah?
Contohnya ialah: seorang Muslim datang menziarahi kuburan (makam) Nabi di Madinah,
lantas disitu ia berkata menghadapkan pembicaraan kepada Nabi: “Hai Rasulullah hai
Habiballah, hai penghulu kami Muhammad Nabi akhir zaman, berilah kami syafaat engkau
diakhirat, mintakanlah kepada Tuhan supaya kami ini selamat dunia-akhirat”.
Inilah ucapan orang yang ber-istigatsah
Cara ini syirik menurut kaum Wahabi, karena terdapat beberapa unsur kemusyrikan, yaitu:
a. Memanggil dan mnghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati, sedang
orang itu sudah menjadi bangkai.
b. Meminta atau memohon pertolongan kepada orang mati, kepada makhluk, sedang yang
boleh dijadikan tempat memohon pertolongan itu hanyalah Allah saja.
c. Menjadikan Nabi ini sebagai perantara antara ia dengan Allah, padahal setiap orang
Islam boleh mendo’a langsung saja kepada Tuhan, sedangkan Tuhan itu dekat kepada
sekalian hamba-Nya.
Inilah unsur-unsur kemusyrikan dalam istigatsah itu dan karenanya orang itu menjadi
musyrik kalau mengerjakan ini.
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat:
a. Memanggil dan menghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati boleh saja,
tidak terlarang, dan bahkan dikerjakan oleh Nabi dan sahabat belum juga oleh ummat Islam
diseluruh dunia.
b. Nabi Muhammad Saw. walaupun beliau sudah mati, tetapi beliau hidup dalam kubur
dan mendengar sekalian salam orang dan sekalian permintaan orang sebagai keadaannya
sewaktu belum hidup didunia.
c. Minta tolong kepada makhluk, kepada lain Allah, kepada Nabi dan kepada manusia
boleh saja, tidak terlarang dalam agama.
Inilah perbedaan paham yang prinsipil antara Ahlusunnah wal Jama’ah dengan Wahabiyah.

3. Berpergian Ziarah Kubur Haram

Suatu ciri khusus dari paham Wahabi ialah mengharamkan pergi ziarah kubur. Kalau
dilakukan maka perjalanan itu dianggap ma’siyat yang wajib dilarang.
Kaum Ahlusunnah seluruhnya menfatwakan bahwa perjalanan ke Madinah untuk menziarahi
makam Nabi adalah perjalanan yang dituntut oleh syari’at islam. Sunnat-muakkad yang baik
sekali untuk dikerjakan.
Kaum Wahabi selanjutnya mengatakan bahwa tidak boleh mengqsar atau menjama’
sembahyang dalam perjalanan untuk ziarah itu, karena perjalanan itu adalah perjalanan
ma’siyat.
Tetapi fatwa ini pada waktu sekarang sudah tinggal diatas kertas saja. Kaum wahabi yang
berkuasa di Makkah sekarang tidak sanggup atau tidak berani melawan umat islam sedunia,
yang datang berbondong-bondong menziarahi makam Nabi ke Madinah tiap-tiap tahun atau
diluar musim-musim haji.

5. Qubbah Diatas Kubur Haram

Sejalan dengan fakta tidak boleh menziarahi makam-makam, kaum Wahabi berpendapat
bahwa membuat qubbah diatas makam perkuburan adalah haram dan karena itu semuanya
harus diruntuhi, kalau ada.
Hal ini dilaksanakan oleh mereka pada ketika memasuki Hijaz pada gelombang yang
pertama tahun 1803 M. dan pada gelombang kedua tahun 1924 M. Qubbah-qubbah makam
Siti Khadijah di Mu’ala Mekkah dan sahabat-sahabat lain, begitu juga qubbah Saidna
Hamzah dekat bukit Uhud begitu juga qubbah-qubbah di makam Baqi’i di Madinah
semuanya diruntuhi.
Bagi kaum Ahlussunnah wal jama’ah menganggap qubbah-qubbah pada makam-
makam itu tak apa-apa, bahkan hal itu baik sekali untuk dibangun sebagai tanda bagi ulama-
ulama dan auliya-auliya yang bermakam disitu, sehingga memudahkan bagi sekalian orang
yang hendak datang berziarah.
Di situlah perbedaan paham antara kaum Wahabi dengan Ahlussunnah wal Jama’ah.

6. Menghisap Rokok Haram Dan Syirik

Lasykar-lasykar Wahabi sebelum merebut Madinah dicangkoki dengan pengjaran agama


bahwa menghisap sigaret atau menghisap rokok adalah perbuatan syetan sedang orang-orang
yang menghisap rokok itu banyak di Makkah, menduduki kota Suci, karena itu kita harus
mengalahkan mereka. Inilah pangkalnya pengajian menghisap rokok syirik.
Bagi kaum Ahlussunnah wal Jama’ah menghisap rokok itu harus saja, hanya kalau membikin
mudarat bagi tubuh barulah hukumnya haram. Kalau tidaknya tidak apa-apa. Merokok sama
dengan makan buah-buahan saja, kalau mau ya boleh dan kalau tidak ya boleh juga. Jadi
termasuk mubah (harus).

7. Qubbah Maulid Nabi Diruntuhi

Lasykar-lasykar Wahabi setelah memasuki Mekkah lantas meruntuhkan qubbah


diatas tempat di mana Nabi dilahirkan, yaitu di Suq al Leil Makkah. Tempat itu kami lihat
hanya dipakai untuk menambatkan onta-onta.
Bangunan itu dianggap oleh dunia Islam sebagai bangunan sejarah, sebagai “tugu
kemerdekaan”, yang mana setiap orang haji yang datang ke Mekkah memerlukan datang
melihat-lihat tempat dimana Nabi dilahirkan itu.
Memang luka hati kita melihat, bahwa tempat yang mengandung sejarah kebesaran Islam itu
dijadikan tempat tambatan onta yang seolah-olah dihinakan saja.
Alasan peruntuhannya, kata mereka, karena gedung itu membawa orang kepada syirik,
dikhawatirkan orang Islam akan menyembah “gedung sejarah” itu, karena banyak yang
datang ke Mekkah memegang-megang dinding gedung itu dan bahkan ada yang
menciumnya, katanya. Semuanya itu adalah syirik kata ulama-ulama Wahabi.
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, atau katakanlah dunia Islam yang banyak, tidak berpaham
begitu. Mereka berpendapat bahwa makam Nabi-nabi, auliya-auliya, ulama-ulama dan orang-
orang mati syahid lebih baik dibuatkan qubbahnya, sehingga mudah diketahui oleh orang
yang hendak datang ziarah, sebagai keadaannya dengan “Qubbatul Khadra” (Kubah Hijau)
pada makam SaidinaMuhammad Saw. di kota Madinah.

8. Tauhid Rububiyah dan Tauhid Ushuliyah

Kaum Wahabi melarang orang-orang mengaji sifat Dua Puluh sedang hal ini
dianjurkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka menciptakan suatu pengajian
tauhid secara baru, yang tidak ada dari dulu, baik pada zaman Nabi Muhammad atau pada
zaman sahabat-sahabat beliau.
Pengajian baru itu apa yang dinamakan oleh mereka dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid
Uluhiyah.
Tauhid itu dua macam kata mereka, yaitu:
1) Tauhid Rububiyah, yaitu tauhidnya orang kafir, tauhidnya orang musyrik yang
menyembah berhala, atau dengan kata lain “Tauhidnya orang syirik.”.
2) Tauhid Uluhiyah, yaitu tauhidnya orang mu’min, tauhidnya orang Islam serupa iman
dan Islamnya kaum Wahabi.
Jadi kesimpulannya – kata mereka – ada orang yang mengakui ada Tuhan, tetapi menyembah
lain Tuhan. Ini namanya Tauhid Rububiyah, yaitu tauhidnya orang yang mempersekutukan
Tuhan.
Adapun tauhid Uluhiyah menurut mereka ialah tauhid sebenar-benarnya, yaitu me-Esakan
Tuhan, sehingga tak ada yang disembah selain Tuhan. Inilah tauhidnya orang mu’min sejati,
kata mereka.
Pengajian macam ini tak pernah ada sedari dulu, tidak pernah disebut oleh kaum
Ahlussunnah, begitu juga oleh kaum Mu’tazilah dan Syi’ah.

Perbedaan Antara (Sunni) Aswaja Dengan Wahabi


Mungkin orang-orang yang awam tidak begitu menyadari perbedaan besar antara akidah yang
dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala Wahabi. Sehingga sebagian diantarnya ada
yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa membedakannya dan akibatnya terjadi
kerancuan bahkan menimbulkan kesalah pahaman yang makin besar. Orang-orang semacam ini
hanya mengikuti saja pendapat sebagian orang tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam
pemahamnnya.
Lucunya lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah, namun apa yang ia sampaikan, justru
paham Wahabi. Ada pula wahabi wahabian alias pengikut taglid yang sebenarnya tidak banyak
paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia utarakan justru paham paham
Ahlususnnah wal jama`ah yang dia anggap itu ajaran wahabi.dan celakanya lagi ia ngotot
mempertahankannya degan mengatakan “ Inilah akidah wahabi yang benar”.
Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara Ahlusunnah wal Jam`ah
degan Wahabi, berikut ini penjelasan sebagian dari permasalahan itu.
1) Persoalan : Maha Suci Allah daripada bersifat duduk atau bersemayam
Pendapat Aswaja : Menganggap atau mengatakan bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas
arasy atau di atas kursi Adalah suatu hal yang keliru karna yang demikian itu adalah sifat
makhluk Allah bukan sipat Allah.
DALILNYA : Firman Allah Ta’ala: "Dia(Allah) tidak menyerupai sesuatu pun daripada
makhlukNya,baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang
menyerupaiNya"(Asyura ayat:11)
Pendapat Wahabi : Wahabi menyamakan Allah dengan manusia dan juga binatang.Mereka
berkata:“Allah duduk di atas kursi”[8]
2) Persoalan : Maha suci Allah daripada anggota dan jisim
Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala tidak sama dengan makhlukNya, Dia tidak mempunyai anggota
dan jisim sebagaimana Yang dimiliki oleh makhluk.
DALILNYA :. Firman Allah Ta’ala:_ ‫ليس كمثله شى‬
Maksudnya: "Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi
maupun dari semua segi, dan tidakada sesuatu pun yang menyerupaiNya".(Asyura ayat:11)
Pendapat Wahabi : Ibnu Baz berkata: “penafian jisim dan anggota bagi Allah adalah suatu yang
dicela”[9]
3) Persoalan : Maha suci Allah dari tempat
Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala wujud tanpa tempat, karena Dia yang menjadikan tempat yang
mempunyai batasan batasan,kadar tertentu dan bentuk sedangkan Allah tidak bisa disifatkan
sedemikian.
Dalilnya : Sabda Nabi: "Allah wujud pada azal(adaNya tanpa permulaan),dan belum wujud
sesuatu selainNya"H.R al-Bukhari,isnad sahih
Pendapat Wahabi : Ibnu Baz mengatakan bahwa zat Allah Ta’ala itu di atas arasy.[10]
4) Persoalan : tentang Abu jahal dan Abu lahab
Pendapat Aswaja : Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana di
jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman Allah.
Dalilnya : Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahab:Maksudnya: kelak dia akan masuk ke dalam
api yang menyala-nyala.(Al-Masad ayat: 3)
Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan serta
peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam umumnya yang mengucap dua
kalimah syahadah. ( yang dimaksudkan dengan orang Islam di sini ialah mereka yang
bertawassul dengan wali-wali dan para solihin dimana pengertian tawasul menurut wahabi
seperti menyembah berhala, batu, orang mati atau sejenisnya ).[11]
5) Persoalan : Madzab
Pendapat Aswaja : 4 madzab adalah generasi penerus akidah Ulama Salaf sebagaimana
penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat islam kearah yang benar menurut
sunnah Rasulullah.dan bukan syirik
Dalil : ijma kebanyakan ulama sepakat
Pendapat wahabi : “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.”[12]
Ada banyak sekali perbedaan antara keduanya..terutama memahami perkara Bid`ah walaupun
keduanya sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada uraian ini hanya sekedar bahan
renungan kita atas hujah hujah para Ulama Ahlsuunnah wal jama`ah dan Wahabi.[13]
D. Perkembangan Ajaran Wahabi di Indonesia
Di Indonesia ajaran Wahhabi dibawa orang-orang muslim negara lain yang menunaikan
ibadah haji di Mekkah, tercacat beberapa nama pembawa pengaruh Wahhbisme di Indonesia
diantaranya Haji Miskin dari Luhak Agam, Haji Piobang dari Luhak 50 kota, dan Haji Sumanik
dari Luhak Tanah Datar. Ketiga tokoh ini berasal dari kaum Paderi di Minangkabau menunaikan
haji tahun 1803. Gerakan reformasi yang dilakukan ajaran Wahhabi juga melalui cara-cara yang
cukup ekstrim dan radikal. Beberpa aktifitas yang dipandang berbau bi’ad, khurafat, dan sesuatu
yang tidak sejalan dengan ajaran Islam yang ada di dalam Nash, yakni Alqur’an dan As Sunnah
yang harus disikat habis.
Kuburan sabung ayam dan perjudian diserang oleh para pengikut Wahhabi. Tidak hanya
itu, selain memerangi pria-pria pemakai emas dan pemadat tembakau, surau-surau yang
mengembangkan tarekat dan memberi penghargaan yang lebih kepada para syeh dikecam keras.
Aksi-aksi tersebut banyak mendapat perlawalan dari masyarakat karena dianggap keras dan
mengarah ke Anarkisme. Sementara dibelahan Nusantara yang lain Wahhabi telah menjelma
semacam organisasi-organisasi beridiologi tertentu.
Wahhabisme mulai merasuk ke dalam tataran gerakan-gerakan massiv yang cukup
diperhitungkan terutama terbentuk dalam perhimpunan sosial seperti Serekat Islam (SI) dan
Muhammadiah yang menjadi masa baru gerakan di Indonesia yang terorganisir. Penguasa Arab
pernah mengudang kaum Islam Indonesia untuk menghadiri kongres di Mekkah yang diwaliki
oleh Cokroaminoto dari SI dan KH. Mas Mansyur dari Muhammadiah.
Ada beberapa organisasi yang menganut paham Wahhabisme di Indonesia antara lain :
Jami’at Khair (1901), Sarikat Islam (1912), Muhammadiyah (1912), Persatuan Islam / Persis,
Jami’iyyat Al Islah wal Irsyad Madrasah Salafiah di Indonesia dan lain – lain.[14]
B. ALIRAN MU`TAZILAH
1. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia
Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu
itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama
Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Tentang awal munculnya sekte ini banyak diperselisihkan oleh para ulama, namun
sebutan mu`tazilah itu lebih banyak ditujukan kepada dua tokoh kontroversial yang bernama
Washil Ibn Atha` dan Amr Bin Ubaid.
Keduanya adalah murid dari seorang Sayyidut tabi`in di wilayah Basrah yang bernama
Abu Hasan Al-Basri, kemunculan mu`tazilah ini bermula dari lontaran ketidak setujuan dari
Washil Ibn Atha` atas pendapat Hasan Basri yang mengatakan bahwa seorang muslim yang
melakukan kefasikan (dosa besar), maka di akhirat nanti akan disiksa lebih dahulu sesuai dengan
dosanya, kemudian akan dimasukkah jannah sebagai rahmat Allah atasnya,
Washil Ibn Atha` menyangkal pendapat tersebut. Sebaliknya dia mengatakan bahwa
kedudukan orang mukmin yang fasik tersebut tidak lagi mukmin dan tidak juga kafir.
Sehingga kedudukannya tidak dineraka dan tidak pula di surga. namun dia berada dalam
satu posisi antara iman dan kufur. Antara surga dan neraka (al-manzilah baina manzilatain).
Ketika Hasan al- Basri mendengar kebid`ahan mereka, maka dia mengusirnya dari
majelis, lalu Washil Ibn Atha` memisahkan diri kemudian diikuti oleh para sahabatnya yang
bernama Amr bin Ubaid. Maka pada saat itulah orang-orang menyebut mereka telah
memisahkan diri dari pendapat umat.
Sejak itulah pengikut mereka berdua disebut Mu`tazilah.
Peristiwa yang paling menggemparkan dalam sejarah perjalanan Mu`tazilah ini adalah peristiwa
Al-Quran ialah makhluk. Sebuah peristiwa yang telah menelan ribuan korban dan kaum
muslimin, yaitu mereka yang tidak setuju pada pendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk.
Mereka ( Ahlus Sunnah ) tetap bersikukuh pada pendapat mereka, bahwa Al-Quran
adalah kalamullah sebagaimana yang dipahami oleh para salaf. Termasuk ulama yang
mendapatkan ujian berat dari peristiwa Al-Quran makhluk ini adalah Imam Syafi`ie dan Imam
Ahmad.
2.Gerakan Kaum Mu`tazilah
Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-
muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan
abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-
Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.
Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang
pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-
kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll.
Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 h. DI Basrah dan di Bagdad,
khalifah-khalifah Islam yang tereang-terangan menganut aliran ini dan mendukunhnya adalah :

1.Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)
2.Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)
3.Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)
4.Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)
Diantara gembong-gembong ulama Mu`tazilah lainya adalah :
1.Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H)
2.Syarif Radhi (406 H)
3.Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
4.Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 )
5.Ibnu Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)
3.Paham Mu`tazilah
Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang
berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah
(lima dasar) yaitu Tauhid, Al- Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, jika
telah menganut semua nya, maka ia penganut paham Mu`tazilah. Berikut penjelasannya masing-
masing yaitu 1.Tauhid, memiliki arti “Penetapan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk” sebab
jika Al-Quran bukan makhluk, berarti terjadi sejumlah zat qadiim (menurut mereka Allah adalah
Qadiim, dan jika Al-Quran adalah Qadiim, berarti syirik/ tidak bertauhid).
2.Al-Adl, memiliki Arti “Pengingkaran terhadap taqdir” sebab seperti kata mereka bahwa Allah
tidak menciptakan keburukan dan tidak mentaqdirkan nya, apabila Allah menciptakan
keburukan, kemudian Dia menyiksa manusia karena keburukan yang diciptakannya, berarti Dia
berbuat zalim, sedang Allah adil dan tidak berbuat zalim.
3.Al- Wa`du Wal Wa`iid (terlaksananya ancaman), maksudnya adalah apabila Allah mengancam
sebagian hamba-Nya dengan siksaan, maka tidak boleh bagi Allah untuk tidak menyiksa-Nya
dan menyelisih ancaman-Nya, sebab Allah tidak menginginkan janji, artinya- menurut mereka
Allah tidak memaafkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan tidak mengampuni dosa-dosa
(selain syirik) bagi yang dikehendaki-Nya. Hal ini jelas bertentangan dengan Ahlus Sunnah
Waljama`ah.
4.Al-Manzilah Baina Manzilatain, Artinya orang yang berbuat dosa besar berarti keluar dari
iman tetapi tidak masuk kedalam kekufuran, akan tetapi ia berada dalam satu posisi antara dua
keadaan (tidak mukmin dan tidak juga kafir)
5.Amar Ma`ruf Nahi Munkar, yaitu bahwa mereka wajib memerintahkan golongan selain mereka
untuk melakukan apa yang mereka lakukan dan melarang golongan selain mereka apa yang
dilarang bagi mereka.
Beberapa I`tiqad kaum Mu`tazilah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah yaitu :

1.Mereka berpendapat bahwa baik buruknya sesuatu ditentukan oleh akaln dan bukan oleh
syari`at. Dengan demikian dalam pandangan mereka akal menduduki kedudukan yang lebih
tinggi dari pada syari`at.
2.Mereka mengatakan bahwa tidak memiliki sifat. Apa yang tercantum dalam Al- Quran dan
sunnah berupa asma dan sifat Allah merupakan sekedar nama yang tidak memiliki pengaruh
sedikitpun dari nama tersebut. Dengan demikian mereka menafikan adanya sifat-sifat tinggi dan
mulia bagi Allah.
3.Mereka berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Ahlus Sunnah berpendapat dan
bersepakat bahwa Al- Quran bukan makhluk.
4.Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar dari golongan mukmin, maka dia tidak disebut
lagi sebagai seorang mukmin, namun juga tidak disebut kafir. Ahlus sunnah berpendapat bahwa
seorang mukmin yang berbuat dosa besar , ia tetap sebagai mukmin yang berbuat kefasikan .
5.Mereka berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat nanti pada hari kiamat (ketika dalam
surga), karena hal itu akan menimbulkan pendapat, seolah-olah Allah berada dalam surga atau
Allah dapat dilihat. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa orang-orang beriman yang telah masuk
surga akan dapat melihat Allah sesuai dengan (Q.S. Al- Qiyamah : 22-23).
6.Mereka tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad mi`raj dengan ruh dan jasadnya.
7.Mereka berpendapat bahwa manusialah yang menjadikan pekerjaannya, dan Allah sama sekali
tidak ikut campur dalam perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
8.Mereka tidak meyakini adanya `Arsy dan Kursi”. Mereka mengatakan bahwa jika keduanya
benar-benar sebesar itu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, lalu diletakkan dimana
kedua benda tersebut. Mereka mengatakan kedua benda tersebut hanyalah sekedar
menggambarkan kebesaran dan keagungan Allah.
9. Mereka juga tidak mengakui adanya malaikat “Kiraman Katibin” atau malaikat Rajib dan
Atid. Mereka berpendapat bahwa ilmu Allah telah meliputi segalanya, sehingga tidak perlu lagi
adanya pembantu dari kalangan malaikat.
10.Mereka tidak meyakini adanya mizan, hisab, shirat, al- haudh dan syafa`at pada hari kiamat
kelak.
Aliran atau sekolah pemikiran yang menegaskan bahwa berasio dengan logika adalah azas yang
paling baik dalam melakukan sesuatu tindakan ataupun menyelesaikan masalah.
Dalam hubungannya dengan pemikiran Islam, rasiolisme merupakan aliran yang pertama
muncul sebagai respon terhadap kitab ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan penggunaan akal.
Aliran rasionalis ini seiring dihubungkan dengan Mu`tazilah yang dipelopori oleh Washil
Ibn Atha` Al- Gazzal (689-749 M) murid kepada Hasan Al- Basri (642-728 H). Hasan Al- Basri
adalah seorang tabiin dengan sering kali diberi julukan sebagai imam pada zamannya. Apbila
dihubungkan dengan istilah salaf dan berpegang dengan sunah, Hasan A- Basri adalah salah
seorang dari kalangan mereka.
4.Gagasan Rasionalisme/ Mu`tazilah.
Memberi keutamaan kepada akal dalam memahami ajaran Quran serta hadis. Kebebasan
akal terikat pada ajaran-ajaran mutlak Quran dan Sunah, yaitu ajaran yang termasuk dalam istilah
Qat`iy al-wurud dan Qat`iy al-dalalah.
Maksud Quran dan hadis difahami sesuai dengan pendapat akal.
“Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal
seperti yang terdapat dalam Quran dan Hadis”. Oleh Prof. Harun Nasution

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebaran ajaran wahabi halus tetapi perubahan itu terjadi dan banyak masyarakat
menilai ajaran mereka sangat kaku dan keras akhirnya banyak kecaman dari masyarakat.
Pendidri ajaran wahabi adalah Muhammad bin Abdul Wahid. Ajaran ini dibawa orang-orang
yang pulang dari beribadah haji. Organisasi wahabi yang moderen dan masih tetap bertahan
adalah muhammadiyah. Ajaran dari wahabi menilai kebiasaan masyarakat tradisional adalah
bid’ah’.
Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan berbuat
jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi oleh golongan-
golongan umat Islam lainnya.
Aliran kaum Mu`tazilah dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran Islam,
dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indonesia. Pandangan
demikian timbul karena kaum mu`tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya
mengakui kebenaran yang diperoleh rasio. Sebagai diketahui kaum Mu`tazilah tidak hanya
memakai argumen rasuonal, tetapi juga memakai ayat-ayat Al-Quran dan hadist untuk menahan
pendirian mereka.

B. Saran
Demikian yang dapat penulis sajikan, mungkin banyak kesalahan atau kekeliruan dalam
menulis karena ini semua jauh dari kesempurnaan penulis. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca agar penulis bisa memperbaiki makalah ini
menjadi lebih baik. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Sholihin, Ahmad. 2009. Aliran-Aliran Dalam Islam. Cet. 1, Bandung: Kawah Media.
Abbas, Siradjuddin. 2006. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah. Cet. XXXII, Jakarta: Pustaka
Tarbiyah.
http://id-id.facebook.com/notes/membongkar-kesesatan-wahabi/beda-sunni-dgn-syiah-dan-beda-
sunni-dgn-wahabi/374592852616576 diakses pada 28 Maret 2014 pukul 09:08 WIB
http://labanursongo.blogspot.com/2011/10/kata-pengantar-puji-syukur-kami.html diakses pada
28 Maret 2014 pukul 2:13 WIB

Anda mungkin juga menyukai