Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Muhammad bin Abdul Wahab Tokoh Pembaharuan di Saudi Arabia

(Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah PPMHI)

Dosen Pengampu:

Erik Sabti Rahmawati,MA

Disusun Oleh:

Nia Kumalasari (200201110019)

Abdul Halim (200201110131)

Jihan Naufal Syahda (200201110148)

Yasmin ‘Azzah Tsabitah(200201110165)

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG
KATA PENGANTAR

Puja nan pujian rasa syukur penulis panjatkan atas hadirat Allah SWT telah atas
terlimpahnya rahmat kasih sayng, hidayah, dan inayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga-Nya, Sahabat-sahabat-Nya.
Selaku ummat kita sangat membutuhkan syafaat nya di hari akhir nanti. Penulis bersyukur
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Pencatatan dan Perjanjian Perkawinan
Dalam Fiqh dan UndangUndang” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, dengan harapan dapat
menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi penulis dan pembaca. Penulis
menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Erik Sabti Rahmawati,MA selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata
Islam di Indonesia atas pemberian bimbingan juga arahan untuk terselesaikannya tugas
makalah ini.
2. Orang tua termasuk teman teman semua yang sudah memberikan Do’a juga
dukungannya untuk itu sehingga tugas ini akhirnya diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwasannnya pada tulisan makalah ini tentu masih ada banyak
soal kekurangan. Oleh sebabnya, saran serta kritik yang kedepannya membangun dari pembaca
sekalian begitu diharap oleh penulis sebagai bahan evaluasi misi perbaikan penulisan untuk
selanjutnya.

Malang, 11 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A.Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah .................................................................................................. 1

C.Tujuan Pembahasan................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A.Biografi Muhammad bin Abdul Wahab................................................................. 2

B.Pokok-Pokok Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab ....................................... 4

C.Gerakan Pembaharuan Wahabiyah ........................................................................ 8

D.Pengaruh Aliran Wahabiyah di Indonesia ............................................................. 11

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 13

A.Kesimpulan ............................................................................................................ 13

B.Saran ....................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

ii
iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepercayaan fanatik bahwa hanya ada kebenaran tunggal akan menjadi bencana bagi
kehidupan beragama.Hal inilah gambaran umum dari sekte wahabi.Sejarah gerakan ini
dipenuhi dengan pertumpahan darah umat islam. Banyak sekali tragedi-tragedi kemanusiaan,
kekerasan dan bahkan pembunuhan yang mewarnai perjalanan dan pengembangan gerakan
wahabi. Walaupun begitu tidak jarang Tuhan dijadikan alat legeitimasi untuk melangsungkan
misi gerakan wahabi.Wahabi adalah gerakan pembaharuan dan pemurnian Islam yang
dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman at-Tamimi (1115-1206 H / 1703-
1792 M) dari Najd, Semenanjung Arabia. Istilah Wahabi telah dikenal semasa Ibn Abdul
Wahab hidup, tapi bukan atas inisiatif dirinya melainkan berasal dari lawan-lawannya. Ini
berarti, istilah Wahabi merupakan bagian dari rangkaian stigma terhadap gerakannya.

Kaum Wahabi mengklaim sebagai muslim yang berkiblat pada ajaran Islam yang pure,
murni. Mereka sering juga menamakan diri sebagai muwahiddun, yang berarti pendukung
ajaran yang memurnikan keesaan Allah (tauhid). Tetapi, mereka juga menyatakan bahwa
mereka bukanlah sebuah mazhab atau kelompok aliran Islam baru, tetapi hanya mengikuti
seruan (dakwah) untuk mengimplementasikan ajaran Islam yang (paling) benar.Tujuan awal
aliran Wahabi adalah mengembalikan umat kepada ajaran Islam yang murni seperti yang
termuat dalam Alquran dan sunah. Karenanya, tauhid merupakan tema pokok dalam doktrin
Wahabi. John L Esposito menegemukakan bahwa Abdul Wahhab memandang tauhid sebagai
agama Islam itu sendiri.

Dengan semangat puritannya, Abdul Wahhab hendak membebaskan Islam dari semua
perusakan yang diyakininya telah menggerogoti Islam seperti tasawuf, tawasul, rasionalisme,
ajaran Syiah dan berbagai praktik inovasi bidah. Wahabisme memperlihatkan kebencian yang
luar biasa terhadap semua bentuk intelektualisme, mistisisme, dan sektarianisme.‘Abd al-
Wahhab sendiri gemar membuat daftar panjang keyakinan dan perbuatan yang dinilainya
munafik, yang bila diyakini atau diamalkan akan segera mengantarkan seorang muslim
berstatus kafir. Seperti demikianlah gambaran sejarah wahabi. Maka dari itu dalam makalah
ini akan dibrikan pembahasan mengenai Muhammad bin Abdul Wahab secara lebih sistematis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Muhammad bin Abdul Wahab?
2. Bagaimana pokok pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab?
3. Bagaimana gerakan pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab?
4. Bagaimana pengaruh aliran wahabiyah di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui biografi Muhammad bin Abdul Wahab
2. Mengetahui pokok pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab?
3. Mengetahui gerakan pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab?
4. Mengetahui pengaruh aliran wahabiyah di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad bin Abdul Wahab

Muhammad bin Abdul Wahab lahir di Uyainah, Najed, Arab Saudi 1115 H/1703 M dan
meninggal di Daryah 1201 H / 1787 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad
bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid al-Tamimi.
Beliau menghafal al-Qur’an ketika berumur sepuluh tahun.1
Ayahnya adalah qadhi di kota tersebut. Sejak kecil, Muhammad Abd Wahab memiliki
minat yang sangat besar terhadap buku-buku tafsir, hadis dan prinsip-prinsip keimanan
(akidah). Dia mempelajari fikih mazhab Hanbali dari ayahnya yang merupakan salah seorang
ulama mazhab Hanbali. Sejak perkembangan usianya yang masih remaja, ia memandang
kegiatan-kegiatan ibadah keagamaan penduduk kota Najed sebagai hal yang menyimpang.
Usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan ritus-ritusnya, dia melanjutkan
perjalanannya ke Madinah di mana syekh Muhammad menentang praktik kaum Muslim yang
bertawassul kepada Rasulullah saw yang terletak bersebelahan dengan makam suci beliau.
Kemudian beliau kembali ke Najed selanjutnya menuju Basrah.2
Muhammad bin Abdul Wahab bermukim beberapa lama di Basrah dan mulai
menentang praktik keagamaan yang dilakukan penduduk setempat. Akan tetapi, penduduk
Basrah mengusirnya dari kota mereka. Terpaksa beliau melanjutkan perjalanannya menuju
kota Zubair, selanjutnya ke Damaskus. Namun karena dia tidak mempunyai biaya yang cukup,
akhirnya balik haluan ke kota Ahsa. Dari sana dia memutuskan pergi ke Huraymalah salah satu
kota di wilayah Najed.3
Pada tahun 1139 H, ayahnya, Abdul Wahab telah dipindahkan dari kota Uyainah ke
kota Huraymalah. Syekh Muhammad menemui ayahnya dan mempelajari isi buku-buku dari
ayahnya. Dia berencana mulai berdakwah dengan menyampaikan penolakan terhadap
keimanan penduduk Najed. Karena alasan ini, muncul ketidaksetujuan serta argumentasi dan
perdebatan yang panas antara anak dan ayah. Dalam persoalan yang sama, pertengkaran serius
dan keras meledak antara dia dan penduduk Najed. Kejadian ini berlansung selama beberapa
tahun sampai ayahnya Abdul Wahab meninggal pada tahun 1153 H.4 Karena itu Muhammad
bin Abd Wahab tergolong lebih ekstrim daripada ayahnya karena penolakannya bersifat
langsung tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari penolakan tersebut.
Setelah ayahnya wafat, Muhammad Abd Wahab mulai berdakwah menyampaikan
keyakinan agamanya serta menolak praktik keagamaan para penduduk. Sekelompok orang
Huraymalah mengikutinya dan kegiatan dakwahnya mendapatkan popularitas dan terkenal.
Kemudian dia berangkat dari Huraymalah menuju kota Uyainah. Pada masa itu, Usman bin
Hamid adalah Kepala daerah kota Uyainah. Usman menerima Muhammad bin Abd Wahab dan
menghormatinya serta membuat keputusan untuk membantunya. Sebaliknya Muhammad bin
Abd Wahab juga mengungkapkan harapan agar seluruh penduduk kota Najed akan patuh
kepada Usman bin Ahmad. Berita tentang seruan dan kegiatan Muhammad Abdul Wahab
sampai kepada penguasa kota Ahsa. Akhirnya penguasa tersebut menulis sepucuk surat kepada

1
Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, juz 5, cet. IX, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 160.
2
Subhani, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & ajarannya, cet I, (Jakarta : Citra, 2007), h. 11.
3
Subhani, op, cit, h. 12.
4
Subhani, op, cit.

2
Usman. Konsekuensi dari surat itu adalah bahwa, Usman menyampaikan perintah agar
Muhammad bin Abdul Wahab membubarkan aktivitas dakwahnya. Muhammad bin Abd
Wahab dalam balasannya menjawab bahwa “jika engkau menolong saya, maka engkau akan
menjadi pemimpin seluruh wilayah Najed”. Akan tetapi, Usman menghindar darinya serta
mengusirnya keluar dari Uyainah.5
Pada tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Uyainah, Muhammad bin Abd
Wahab berangkat menuju kota al-Dar’iyyah, salah satu kota yang termasyhur di wilayah Najed.
Saat itu Muhammad bin Mas’ud (datuk dari keluarga Saud) adalah penguasa kota Dariyyah.
Dia pergi menemui Muhammad dan memuliakan serta bersikap sangat baik kepadanya.
Muhammad bin Abd Wahab juga memberi janji kekuasaan serta dominasi kepadanya atas
seluruh kota di wilayah Najed. Dengan jalan inilah hubungan antara Muhammad bin Abd
Wahab dengan Saud terjadi.6
Jadi sebenarnya, pada mulanya dakwah beliau mendapat sambutan baik bahkan
dukungan dari pemerintah setempat, tetapi karena bimbang lunturnya pengaruh politik, para
pemimpin lainnya kurang menyenangi. Akhirnya beliau terpaksa berhijrah dari tempat
kelahirannya Uyainah menuju ke Dar’iyyah. Akhirnya tegaklah hukum Islam dan bebaslah
dunia yang diperintah oleh mereka dari segala amalan bid’ah, syirik dan khurafat. 7
Bila diamati perjalanan hidup Muhammad bin Abdul Wahab dari kota yang satu ke kota
yang lain, ternyata beliau cukup pemberani melawan berbagai tantangan baik internal keluarga
maupun lainnya. Dan tentu saja apa yang dilakukan oleh beliau punya makna tersendiri apalagi
dengan melihat kondisi masyarakat yang dikunjunginya boleh dikata banyak melakukan
penyimpangan-penyimpangan akidah. Maka tidaklah bersalah jika muncul suatu gagasan atau
keinginan beliau untuk meluruskan dan mengembalikan penyimpangan tersebut kepada ajaran
yang murni.
Sebenarnya pendidikan beliau, dimulai di Madinah yakni berguru pada ustadz
Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sindi. Muhammad bin Abdul Wahab adalah
pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Arab Saudi
hingga saat ini. Dia dan pengikutnya lebih senang menamakan kelompoknya dengan al-
Muwahhidun (pendukung tauhid). Namun orang-orang Eropa dan lawan-lawan politiknya
menisbatkan nama Wahabi untuk menjuluki gerakan yang dipimpinnya.8 Namun mereka juga
menyebut diri mereka sebagai pengikut Mazhab Hanbali atau ahl al-Salaf.9
Muhammad bin Abdul Wahab dapat digolongkan sebagai ulama yang produktif. Hal
ini dapat dilihat dari jumlah kitab yang dikarangnya yang mencapai puluhan judul. Kitab-
kitabnya itu antara lain “Kitab al-Tauhid” yang isinya antara lain ajaran tentang
pemberantasan “bid’ah dan khurafat” yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajakan untuk
kembali kepada tauhid yang murni. Kitab-kitab lainnya adalah Tafsir Surah alFatiha,
Muhktasar Sahih al-Bukhari, Mukhtasar Sirah al-Nabawiyah, Nasihah alMudlimin bi Ahadis
Khatam al-Nabiyin, Usul al-Imam, Kitan al-kabair, Kasyf alSubhat, Salasa al-Usul, Adab al-

5
Subhani, op, cit, h.13.
6
Subhani, op, cit.
7
al-Wahab, Majmu’ Rasail Shaykh al-Islam Muhammad Bin Abd al-Wahab, diterjemahkan oleh Baharuddin
Ayudin dengan judul Kumpulan Risalah Shaykh al-Islam Muhammad Bin Abd al-Wahab, cet. I, (Malaysia :
Cahaya Pantai (M) SDN Bhd, 1993), h. 26.
8
Muhammad dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang berpengaruh pada Abad 20, cet I Jakarta : Gema Insani Press, 1427
H/2006 M), h. 241-242.
9
Dewan Ensiklopedi Islam, op, cit, h. 156.

3
Masi ila al-salah, Ahadis al-Fitah, Mukhtasar Zad alMa’ad, dan al-Masail al-Lati Khalafa
fiha Rasulullah ahl al-Jahiliyah.10
B. Pokok-Pokok Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab

Setelah memahami sosok Muhammad bin Abdul Wahab dalam pembahasan


sebelumnya, sekarang tibalah kita pada pola atau Pokok Pikiran dan gerakan yang lahir dari
sang pendiri Wahabi tersebut. Berikut adalah pokok Pokok Pikiran Muhammad bin Abdul
Wahab dan juga gerakan yang lahir dari pemikirannya.

Sebagai pembaru Islam, di antara pemikiran penting Muhammad bin Abdul Wahab
yang paling besar pengaruhnya bagi kebangkitan Islam ialah di bidang ilmu kalam. Arti dari
ilmu kalam adalah ilmu tentang kata-kata Tuhan (firman). Dalam pengertian ini, maka ilmu
kalam ialah bagian dari ilmu teologi atau ilmu ushuluddin. Hal ini seperti dijelaskan oleh Tash
Kubra Zadah, yang dikutip oleh Dr. Tsuroya Kiswati berikut:

“Cabang kelima dari ilmu-ilmu syariat ialah ilmu ushuluddin yang juga disebut timu
kalam, yakni ilmu yang mampu membuktikan kebenaran akidah agama (Islam), dan
menghilangkan keraguan dengan mengajukan argumentasi. Adapun hal-hal yang dibahas oleh
ilmu kalam ialah Dzat Allah Swt. dan sifat-sifat-Nya. Demikian makna ilmu kalam menurut
para mutaqaddimin (orang-orang terdahulu), dan dikatakan pula bahwa soal-soal yang
dibahas ilmu kalum ialah soal wujud (Than) sebagaimana Dia ada (maujud).”11

Senada dengan pandangan tersebut, Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai
berikut:

"Ilmu yang mengandung argumentasi rasional untuk membela akidah akidah imaniyah, dan
mengandung penolakan terhadap pendapat golongan ahli bid'ah yang dalam akidah akidahnya
menyimpang dari madzhab saiaf dan Ahlussunnah wal Jama'ah.”12

Dari definisi ilmu kalam tersebut, dapat ditarik suatu benang. merah bahwa ilmu kalam
ialah pembelaan terhadap bid'ah atau ajaran- ajaran yang menyimpang dari madzhab salaf dan
Ahlussunnah wal Jama'ah. Oleh karenanya, tujuan dari ilmu kalam ialah menjaga akidah dari
bid'ah. Hal ini seperti diungkapkan Imam al-Ghazali bahwa tujuan ilmu kalam ialah untuk
menjaga akidah Ahlussunnah dari bisikan Ahlulbid'ah yang menyesatkan.

Setelah memahami pengertian dan tujuan ilmu kalam, sekarang kita kembali pada topik
utama kita, yaitu pemikiran kalam Muhammad bin Abdul Wahab yang juga memiliki satu
tujuan mulia, yaitu pemurni an Islam. Sebagai pengikut Ibnu Taimiyah, ia mengemukakan
bahwa Islam, sebagaimana telah dipraktikkan olh penganutnya, telah banyak menyimpang dari
sesuatu yang diwariskan oleh Nabi Muhammad Saw, dan Al-Qur’an.13

Muhammad bin Abdul Wahab bertekad untuk membersihkan segala penyimpangan


yang dilakukan oleh umat lalam pada masanya. Kemudian, ia bertekad untuk mengembalikan
umat Islam pada ajaran Islam awal, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Inilah inti dari gerakan

10
Dewan Ensiklopedi Islam, op, cit.
11
Tsuroya Kiswati, Al-Juwaini; Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 4-5.
12
Ibid., hlm 5.
13
Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm 5.

4
pembaruan Islam yang dipeloporinya sehingga melahirkan sebuah kelompok gerakan bernama
Wahabi. Impiannya untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran Jalam awal pun tercapai
ketika Muhammad bin Sa'ad, menantu dan pimpinan suku di Arabia Tengah, bergabung
dengannya. Mereka lalu membentuk suatu koalisi antara agama dan kekuasaan sehingga
terbentuk suatu gerakan yang tujuannya ialah menentang dan menghancurkan segala
pemahaman dan kehidupan keagamaan yang dianggap menyimpang dari Islam.

Muhammad bin Abdul Wahab ialah pengikut Ibnu Taimiyah yang juga menganut
Madzhab Hambali. la mengklaim bahwa beberapa keyakinan kaum muslim, seperti meyakini
syafaat (perantaraan) dan beberapa praktik mereka, seperti memohon bantuan para nabi dan
wali bertentangan dengan akidah tauhid yang benar. Pandangan inilah kemudian yang memicu
kontroversi di kalangan umat muslim pada masa itu.14

Kerangka pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab berangkat dari pemahaman


ketauhidan kepada Allah Swt. Menurut Yudian Wahyudi,15 tauhid dalam pandangan
Muhammad bin Abdul Wahab ialah pengabdian (ibadah) hanya kepada Allah Swt dengan cara
yang benar-benar mengesakan-Nya. Menurut Muhammad bin Abdul Wahab, setidaknya ada
tiga macam tauhid kepada Allah Swt., yaitu sebagai berikut:

a. Tauhid rububiyah, yaitu tauhid yang berhubungan dengan penge- saan Allah Swt.
sebagai Dzat Yang Maha Pencipta segala sesuatu yang terlepas dari segala macam
pengaruh dan sebab.
b. Tauhid asma wa sifat, yaitu tauhid yang berhubungan dengan pengesaan nama dan sifat-
sifat Allah Swt. yang berbeda dengan segenap makhluk-Nya.
c. Tauhid ilahiah, yaitu tauhid yang berhubungan dengan pengesaan Allah Swt. sebagai
Tuhan yang wajib disembah

Masih mengutip dari tulisan Yodian Wahyudi,16 Pokok Pikiran Muhammad bin Abdul
Wahab tentang tauhid dapat dirinci ke dalam beberapa poin berikut:

a. Dzat yang wajib disembah. Poin pertama pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab ialah
tentang kewajiban menyembah Allah Swt. semata. Menurut Muhammad bin Abdul
Wahab, Dzat yang boleh disembah hanyalah Allah Swt. Konsekuensi dari pemikiran
ini, apabila ada orang yang menyembah kepada selain-Nya maka ia telah menjadi
musyrike. Karena telah menjadi musyrik maka menurut Muhammad bin Abdul Wahab,
orang itu boleh dibunuh.
b. Meminta pertolongan kepada wali dan orang shalih. Pemikiran kedua Muhammad bin
Abdul Wahab tentang tauhid berkaitan dengan fenomena maraknya kaum muslimin
yang meminta pertolongan lewat perantara wali. Muhammad bin Abdul Wahab
beranggapan bahwa mayoritas umat Islam sudah tidak lagi menganut tauhid yang
murni, karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada Allah Swt., melainkan
kepada para wali dan orang shalih. Maka, Muhammad bin Abdul Wahab menghukumi
mereka sebagai orang musyrik.

14
Murtadha Muthahhari, Mengenal Ilmu Kalam; Cara Menembus Kebuntuan Berpikir (Jakarta: Pustaka Zahra,
2002), hlm 39.
15
Yudian Wahyudi, Gerakan Wahabi di Indonesia (Yogyakar4ta: Nawesea Press, 2009), hlm 5.
16
Ibid, hlm 7-8.

5
c. Contoh perbuatan musyrik. Dalam pandangan Muhammad bin Abdul Wahab, ada
beberapa contoh konkret yang termasuk perbuatan musyrik, antara lain ialah
memberikan dan menye burkan gelar dan sebutan kehormatan kepada nabi, wali, atau
malaikat, terutama dalam shalat, misalnya, kata sayyidina, habibuna, atau syafi'una.
Dengan demikian, Muhammad bin Abdul Wahab melarang pelabelan tersebut.
d. Tentang kekufuran, Pokok Pikiran Muhammad bin Abdul Wahab berikutnya tentang
tauhid ialah menggolongkan orang-orang yang tidak bersandar kepada al-Qur'an dan
hadits sebagai orang kafir. Ia menyatakan bahwa memperoleh dan menetapkan ilmu
yang tidak didasarkan kepada al-Qur'an dan hadits merupakan bentuk kekufuran.
e. Bentuk kekufuran lainnya menurut Muhammad bin Abdul Wahab ialah menafsirkan
ayat-ayat al-Qur'an dengan takwil.
f. Pandangan Muhammad bin Abdul Wahab yang mengantarkannya sebagai salah satu
pembaru lalam ialah pernyataannya tentang ijtihad. Menurutnya, pintu ijtihad selalu
terbuka dan wajib dilaksanakan oleh orang yang mampu melakukannya.

Demikianlah beberapa pokok pikiran Muhammad bin Abdul Wahab dalam bidang
kalam. Terlihat jelas bahwa pengaruh Ibnu Taimiyah di dalam pemikiran tersebut sangatlah
kuat. Seperti pernah dibahas, Ibnu Taimiyah ialah seorang pemikir bebas. Maka, tidak heran
apabila Muhammad bin Abdul Wahab juga mengikuti alur pemikiran idolanya tersebut.
Bahkan, ia berpandangan bahwa manusia bebas berpikir tentang batas-batas yang telah
ditetapkan oleh al-Qur'an dan hadits. Lebih jauh, ia kemudian memerangi segala bid'ah, dan
mengarahkan orang agar beribadah dan berdoa hanya kepada Allah. Swt., bukan kepada para
wali, syekh, atau kuburan.

Menurut Wahabi, tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad Saw, telah diselubungi
khurafat dan paham kesufian. Masjid- masjid banyak ditinggalkan kerena orang lebih
cenderung meng- hiasi diri dengan zimat, penangkal penyakit, dan tasbih. Mereka belajar pada
seorang fakir atau darwis serta memuja mereka sebagai orang-orang suci dan sebagai perantara
mencapai Tuhan. Dalam keyakinan mereka, Tuhan terlalu jauh untuk dicapai manusia melalui
pemujaan langsung, maka tidak hanya pada guru yang masih hidup, kepada yang sudah matipun
mereka memohon perantara. Sebagian umat telah meninggalkan akhlak yang di- ajarkan
Alquran bahkan banyak yang sudah tidak menghiraukan lagi. Kota Makkah dan Madinah telah
menjadi tempat yang penuh dengan penyimpangan akidah, sementara ibadah haji sudah
menjadi amalan yang dilecehkan dan ringan.

Menurut Muhammad Ibn Abd. Wahab, kebiasaan-kebiasaan itu mengandung syirik atau
politeisme yang harus diberantas Semua itu adalah bid'ah (sesuatu yang asing) yang dibawa
orang luar masuk ke dalam Islam. Bid'ah itu mesti dibuang dan orang harus kembali kepada
tauhid Islam yang sebenarnya. Bid'ah masuk sesudah zaman salaf (sesudah zaman Nabi
Muhammad Saw para sahabat, imam-imam dan ulama-ulama besar). Tauhid Islam yang murni,
terdapat pertama-tama pada Nabi Muhammad Saw, para sahabat, imam-imam dan ulama-ulama
besar. Mereka disebut salaf dalam Islam. Untuk memurnikan Islam semua bid'ah harus dibuang

Ada dua inti ajaran Wahabi. Pertama, kembali kepada ajaran yang asli, maksudnya
adalah ajaran Islam yang dianut dan di- praktikkan oleh Nabi Muhammad Saw, sahabat dan
para tabi'in. Kedua, prinsip yang berhubungan dengan tauhid.

6
Pada dua inti ajaran tersebut Muhammad Ibnu Abdul Wahab memusatkan pemikirannya
pada masalah tauhid. ia berpendapat sebagai berikut :17

a. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah dan orang yang menyembah selain
Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
b. Orang Islam yang meminta pertolongan kepada syaikh, wali atau kekuatan gaib, telah
menjadi musyrik dan bukan lagi penganut paham tauhid yang murni.
c. Menyebut nama nabi, syaikh atau malaikat sebagai perantara dalam doa adalah syirik.
d. Meminta syafaat selain Kepada Allah, syirik.
e. Bernazar kepada selain Allah syirik.
f. Memperoleh pengetahuan selain dari Alquran, Hadis dan Qiyas merupakan kekufuran.
g. Tidak percaya kepada Qada dan Qadar Tuhan merupakan kekufuran.
h. Menafsirkan Alquran dengan takwil atau interpretasi bebas adalah kufur.

Muhammad bin Abdul Wahab juga berkeyakinan bahwa yang menyebabkan kalam
hancur ialah akidah yang rusak. Salah satu contoh akidah yang rusak ialah meminta sesuatu
tidak langsung kepada Allah Swt, tetapi kepada para wali. Muhammad bin Abdul Wahab lantas
memberikan solusi untuk memperbaiki akidah yang rusak tersebut, yaitu dengan kembali
kepada Islam pada zaman awal, yang suci dan bersih. Ia berkeyakinan bahwa jika akidah umat
Islam sudah bersih, yaitu seperti akidah para pendahulunya yang menjunjung tinggi kalimat laa
ilaaha illallaah (yang berarti tidak menganggap hal- hal lain sebagai Tuhan selain Allah Swt,
tidak takut mati, atau tidak takut miskin di jalan yang benar) niscaya kaum mualim dapat meraih
kembali kemuliaan dan kehormatan yang pernah diraih oleh para pendahulu mereka.18
Pemikiran inilah yang kemudian melandasi perjuangan gerakan Wahabi dalam memberantas
dan menghancurkan segala bid'ah dalam tubuh Islam, baik dengan jalan kekerasan maupun
dakwah. Berikut ialah prinsip dasar ajaran Muhammad bin Abdul Wahab yang didasarkan atan
ajaran Ibnu Taimiyah dan Madzhab Hambali:19

a. ketuhanan yang tunggal dan mutlak.


b. kembali kepada ajaran Islam sejati, sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an dan hadits.
c. tidak dapat dipisahkannya kepercayaan dari tindakan, sepertishalat dan pemberian amal.
d. percaya bahwa al-Qur'an itu bukan ciptaan manusia.
e. kepercayaan nyata terhadap al-Qur'an dan hadits.
f. percaya pada takdir.
g. mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar.

Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab tersebut, kemudian memiliki


pengaruh yang sangat kuat pada gerakan pembaruan Islam periode modern. Adapun bentuk-
bentuk pengaruh tersebut ialah adanya anggapan bahwa hanya al-Qur'an dan hadits sebagai
sumber asli dari ajaran-ajaran Islam, sementara pendapat ulama tidak termasuk atau bukan
merupakan sumber, adanya larangan taklid kepada ulama, dan berprinsip bahwa pintu ijtihad
tidak tertutup, melainkan tetap terbuka.

C. Gerakan Pembaharuan Wahabiyyah

17
Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), hlm 24-25.
18
Husain Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam (Bandung: RemajaRosdakarya, 1995), hlm 270.
19
Suwitno dan Fauzan, Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan (Bandung: Angkasa, 2003), hlm 267-268.

7
1. Latar Belakang Gerakan
Dimulai pada abad ke-13 M, bertepatan masa pemerintahan Utsmani,Islam mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang, diantaranya dalam bidang pendidikan,politik maupun
ekkonomi.20 Kemunduran ini benar-benar drastis sebab terjadi secara signifikan. Hal ini
kemudian memunculkan gejala-gejala kejahiliyahan seperti pada masa pra-islam. Dari sisi
pemerintahannya, penguasa seakan tidak menjalankan amanah sebagai khalifah dan bersikap
sewenang wenang untuk meminta upeti rakyat. dengan menganggap bahwa korupsi adalah hal
yang biasa. Sering juga terjadi perebutan kekuasaan diantara para kabilah. Kemudian dari sisi
pendidikan, sekolah-sekolah serta lembaga pendidikan mulai dikesampingkan, semangat
menuntut ilmu keagamaanpun juga sudah surut. Akhirnya tersebarlah kebodohan dan kefakiran
di negeri Arab.21
Dengan bergelimang kebodohan itu muncul tradisi yang mengenaskan seperti
berkerumun mengitari tukang sulap, dukun dan para darwisy yakni kelompok yang mengaku
wali dan dekat dengan Allah,hal ini dijadikan profesi yang laris, kemudian kaum Muslimin pun
menunaikan haji ke makam makam para wali, mereka menuju kesana bukan kepada Allah.
Oleh karena itu industri jimat,amulet-amulet serta jampi-jampi memang begitu laris. Pada
waktu itu manusia mengandalkan khurafat dan sihir.Dengan begini mereka dikatakan kembali
seperti zaman jahiliyyah, mengkultuskan orang, mengeramatkan kuburan, berdoa dan meminta
di kuburan,penggunaan jimat dan melakukan praktek keagamaan yang tidak jelas
sumbernya.Apalagi juga dibarengi dengan kurangnya semangat untuk menutut ilmu sehingga
berjalannya waktu nilai-nilai keislaman itu mengalami pemunduran.
Sebagai respon atas situasi ini,pada abad ke-13 dan awal abad ke-14 tersebut mulai
muncul gerakan pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Ibn Taimiyyah. Dilakukan di
Damaskus, beliau yang pertama kali menyerukan kepada umat Muslim di seluruh dunia agar
kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya karna beliau beranggapan bahwa praktek
keagamaan umat muslim sudah banyak di pengaruhi oleh tradisi yang bertentangan dengan
ajaran Islam.22 Kemudian pemikiran Ibn Taimiyyah teraktualisasikan dalam bentuk gerakan
pada awal abad ke 18 M di Arab Saudi melalui gerakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab.23
Beliau yang lugas serta bersemangat menyerukan agar kembali kepada ajaran Islam yang
sesungguhnya.
Gerakan ini memiliki ajaran untuk memurnikan ajaran Islam(gerakan muwahidun)
yang kemudian terkenal dengan nama gerakan wahabi. Muhammad Abdul Wahhab berdakwah
melalui taklim, penulisan brosur, buku-buku kecil juga nasehat-nasehat. Dalam dakwahnya dia
mengajak umat Islam untuk menumpas kemungkuran dan menghancurkan kubah-kubah
kuburan, serta mencegah semua saran yang mengantarkan pada kemusyrikan. Dia selalu
menekankan agar umat Islam melakukan ibadah sepenuhnya hanya kepada Allah Yang Maha
Esa.Muhammad bin Abdul Wahab memulai gerakannya di Basrah,tetapi beliau kemudian

20
“Swito, Frengki. Peran ibnu taimiyah dalam pemurnian aqidah islamiyah. (2011)..pdf,” t.t.
21
Ridho Putra, “Konsep Negara Ideal Ali Abdul Raziq Dan Relevansinya Dengan Pancasila,” Indonesian Journal
of Islamic Theology and Philosophy 1, no. 1 (14 September 2019): 45–62,
https://doi.org/10.24042/ijitp.v1i1.4096.
22
“Nashir, Haedar. Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam 4. Muhammadiyah Online 5 (2008)
23
Finsa Adhi Pratama dan Ira Trisnawati, “PEMIKIRAN TAJDID SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
DALAM KITAB AL-USHUL ATS-TSALATSAH,” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam 7, no. 2 (31 Desember 2021): 94,
https://doi.org/10.31332/zjpi.v7i2.3104.

8
terusir oleh masyarakat karena dianggap sesat.24 Selanjutnya beliau pergi dan pada tahun 1747
bertemu Muhammad bin Saud,seorang keturunan Yahudi dan pemimpin Diriyah. Muhammad
bin Saud mendukung gerakan ini dengan membangun koalisi bersama Muhammad bin Abdul
Wahab untuk mencapai kepentingan politiknya sendiri. Muhammad bin Abdul Wahab
diharapkan tidak mengganggunya untuk mengumpulkan upeti dari penduduk Diriyah.Berkat
dukungan aktif tersebut,ajaran Wahabi dapat berkembang pesat.

2.Fase-Fase Gerakan
a.Fase Pertama
Koalisi Muhammad bin Abdul Wahab dengan Muhammad Sa’ud membuahkan
keberhasilan. Dengan penuh semangat,Muhammad bin Saud berhasil mendirikan negara Saudi
di bawah bimbingan keagamaan Muhammad bin Abdul Wahab.bimbingan keagamaan . Pada
1788, negara Saudi menguasai seluruh dataran tinggi tengah dan dikenal sebagai Najd. Pada
awal abad ke-19, kekuasaannya meluas ke sebagian besar Semenanjung Arab, termasuk
Makkah dan Madinah.Pada akhir abad ke-18, kelompok wahabi berhasil menguasai Arab
Tengah dan Teluk Persia.Tepatnya di tahun 1802 M, kelompok ini menyerang Karbala dan
menghancurkan kuburan Husain yang merupakan kiblat golongan Syi’ah. Selanjutnya pada
tahun 1803 berhasil menduduki Makkah, disana kubah-kubah dihancurkan. Madinah juga turut
dikuasai pada tahun 1804. 25Mereka melakukan perusakan pada hiasan-hiasan dinding di
kuburan Nabi Muhammad SAW. Tentu saja perbuatan ini menimbulkan kemarahan bagi kaum
yang menyukai seni dan budaya Islam disana.Memperluas kekuasaannya lagi,pada tahun 1805
berhasil menakhlukkan Syiria dan Irak.Bagi golongan Wahabi,siapa saja yang tidak ikut
wahabi maka dianggap sesat,kafir dan halal darah dan hartanya untuk dirampas.Oleh sebab itu
golongan ini senantiasa melancarkan perang di dalam dan di luar wilayah Najd.
Dengan wilayahnya yang sudah semakin luas ini berakibat pada timbulnya
kekhawatiran Turki Utsmani di Istanbul. Popularitas dan kesuksesan penguasa Al-Saud
menimbulkan kecurigaan Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman, yang ketika itu menjadi
kekuatan dominan di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Akhirnya pada tahun 1818, Ottoman mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah barat
Arabia. Pasukan itu dipersenjatai artileri modern.
Kemudian Sultan Mahmud II memerintahkan Muhammad Ali yang merupakan gubernur Mesir
untuk mematahkan gerakan Wahabi.26
Sebagai tindak lanjutnya,pada tahun 1813 Muhammad Ali mengirimkan suatu
ekspedisi di bawah pimpinan putranya namun usaha ini gagal. Kemudian baru beberapa tahun
kemudian diberangatkanlah ekspedisi kedua dan Muhammad Ali turut serta di dalam ekspedisi
tersebut. Usaha ini pun membuahkan hasil dengan dapat direbutnya kembali Makkah dan
Madinah. Ternyata Ekspansi untuk menumpas gerakan Wahhabi belum berhenti, Thusun
bergerak menuju arah utara Najd hingga sampai kota Ras, setelah itu dia menuju Dir’iyah pusat
dari gerakan Wahhabi.

24
“Nashir, Haedar. Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam 4. Muhammadiyah Online 5 (2008)
25
Abu Haif, “PERKEMBANGAN ISLAM DI ARAB SAUDI (STUDI SEJARAH ISLAM MODERN),” no. 1 (2015).
26
Nurdin, M. Amin., Satu islam, banyak jalan: corak-corak pemikiran modern dalam Islam (Hipius, 2018).

9
Abdurrahman sempat mengajukan perundingan damai, namun usaha tersebut gagal.
Kegagalan tersebut membuat Bani Saud kembali untuk berperang. Maka Muhammad Ali
mengirimkan kembali ekspedisi militernya yang kedua pada tahun 1816 M, dipimpin oleh
anaknya, Ibrahim Pasya. Pasukan Ibrahim Pasya dapat mengepung Dir’iyah pada tahun 1818
M, pengepungan ini berlangsung lama mulai bulan April sampai September 1818 M, dan
berakhir dengan menyerahnya pangeran Abdullah ibn Saud. Dari Dir’iyah pangeran Abdullah
dikirim ke Istanbul untuk dihukum pancung. Sehingga mengakhiri konflik antara gerakan
Wahhabi dan pemerintah Turki Utsmani. Selanjutnya, selama abad ke-19 bani Sa’ud bertahan
sebagai sebuah kesultanan kesukuan kecil di wilayah pinggiran Arabia. Dengan demikian maka
berakhirlah gerakan wahabi di Jazirah Arab.27

b.Fase Kedua
Pada tahun 1824, keluarga Al-Saud telah mendapatkan kembali kendali politik di Arab
tengah.Abdurrahman, kemudian memindahkan ibu kotanya ke Riyadh, sekitar 32 kilometer
dari selatan Diriyah. Negara Saudi Kedua pun terbentuk.28
Di bawah kendali Abdurrahman bin Faishal , Negara Saudi Kedua menikmati masa damai,
kemakmuran, perdagangan dan pertanian yang berkembang pesat.

Akan tetapi, pada 1865 kesejahteraan itu hancur di masa kepemimpinan putra Faisal,
Abdulrahman saat diserbu tentara Ottoman yang ingin memperluas wilayah ke Semenanjung
Arab.Bersamaan dengan itu, keluarga Al-Rashid dari Hail dan disokong Ottoman melakukan
upaya menggulingkan Negara Saudi. Abdulrahman pun terpaksa mengakhiri perjuangan pada
1891. Dia mencari perlindungan di Arab timur yang dikenal sebagai Rub' Al-Khali, atau
'Empty Quarter.29

c.Fase Ketiga
Dari Rub' Al-Khali, Abdulrahman dan keluarga melakukan perjalanan ke Kuwait, dan
tinggal hingga 190230.Abdurrahman memiliki anak yang masih kecil bernama Abdul Aziz.Dia
banyak belajar dari ayahnya.Akhirnya dia pun tumbuh menjadi sosok yang tangguh dan
memiliki sifat kepemimpinan secara alamiah. Dengan demikian Abdul aziz yang masih muda
bertekad untuk mendapatkan kembali tahta dari keluarga Al-Rasyid, yang telah mengambil alih
Riyadh. Pada tahun 1902, Abdul aziz bin Abdurrohman bn Faisal, dengan hanya 40
pengikutnya, melakukan pawai malam ke Riyadh untuk merebut kembali pangkalan militer
kota, yang dikenal sebagai Benteng Masmak. Peristiwa legendaris ini menandai awal
terbentuknya negara Saudi modern.
Ia mendirikan Riyadh sebagai markas besarnya, Kemudian diperluas lagi Abdul aziz merebut

27
“Agustono, Ihwan. Dinamika Politik Islam Semenanjung Arab 1800-1930 M dan Pengaruh Berdirinya
Kerajaan Arab Saudi Modern terhadap Praktik Keagamaan. Maraji Jurnal Ilmu Keislaman 3, no. 1 (2016) 80-
105.
28
Panji Haryadi, “Peran Muhammad bin Salman terhadap Perubahan Pilar Kenegaraan Arab Saudi,” Jurnal
ICMES 2, no. 1 (29 Juni 2018): 25–47, https://doi.org/10.35748/jurnalicmes.v2i1.16.
29
Umamah, Nur., Peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz
di Arab Saudi, 2011.
30
Zakiyah Salsabila, “HUKUM KELUARGA DI ARAB SAUDI,” 2009.

10
semua Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah pada 1924 hingga 1925. Dalam prosesnya, ia
menyatukan suku-suku yang berselisih sehingga dapat menjadi satu negara.Wilayah hijaz telah
kembali dalam kekuasaan dinasti Saud.
Pada tanggal 23 September 1932, Abdul aziz mendeklarasikan Kerajaan Arab Saudi, sebuah
negara Islam dengan bahasa Arab sebagai bahasa nasionalnya dan Al-Qur'an sebagai
konstitusinya.Maka dari itu hingga sekarang paham wahabi masih cukup kuat disana.31

D. Pengaruh Aliran Wahabiyah di Indonesia

Wahabi pada sejarahnya di Indonesia dikenal dengan Kaum Padri walaupun akhirnya
gerakan ini kandas dan ditumpaskan oleh penjajah meski sudah di hanguskan oleh penjajah
namun ide besarnya terus berkembang, mendaging, menjalar ke darah rakyat, menjelma dalam
kancah pendidikan dan dakwah Thawalib di Sumatra Barat, al-Irsyad di Suamatra dan Jawa.

Gerakan ini masuk di Indonesia sekitar tahun 1802 bersamaan dengan pulangnya Haji
Miskin dan para koleganya dari menunaikan ibadah haji dan sementara bermukim, pulang ke
Minagkabau orang-orang inilah yang dikenal dengan julukan “harimau nan salapan”. Haji
Miskin dengan mazhab wahabinya telah memberikan tekanan dan gerakan reform umat Islam
di Indonesia dan pada akhirnya mendirikan perguruan di Bonjol dan yang ditunjuk sebagai
ketuanya Malim Basa dan kemudian dikenal dengan julukan Tuanku Imam Bonjol.32

Sebaliknya, pemerintah kolonial Belgia mendukung pergerakan kaum adat untuk


menggerakkan gerakan Paderi yang dipimpin oleh Gubernur Jendral Indenburg untuk
mengancam setiap warga Nusantara. Namun saat itu rakyat belum siap untuk dimobilisasi
karena politik pengkristenan yang mendasarkan pada keyakinan bahwa rakyat Nusantara harus
menjadi taklukan Belanda, dan mana yang paling problematis. . Dan pada tahun 1905,
komunitas Jami'at Kahair di Jawa mengalami penurunan.

K.H.A. Dahlan (Muhammad Darwis) pemimpin pertama Muhammadiyah dan orang-


orang terpelajar lainya mengenal bacaan-bacaan kaum reformis yang didatangkan dari luar.
Dan pada tahun 1912 K.H.A. Dahlan mendirikan Muhammadiyah, kemudian diusul
pergerakan al Islam Wal Irsyad di Jakarta 1914, tahun 1923 berdiri prsatuan Islam PERSIS di
Bandung dan tidak lama berdirilah Persatuan Umat Islam di Madjalengka yang semua
perkumpulan itu memiliki ideologi ajaran-ajaran Wahabi atau gerakan reformasi.

31
“Chabibi, Muhammad. Genealogi Keilmuan Muḥammad b.‘Abd al-Wahhāb. Teosofi Jurnal Tasawuf dan
Pemikiran Islam 7, no. 2 (2017)
32
L. Stoddard, “Arah Baru Islam di Indonesia” (Djakarta, 1966). 306

11
Seorang penulis dari Belanda, C.A.O. Van Nieuwenhuize dalam bukunya yang berjudul
‘Aspects of Islam In Post Colonial Indonesia mengatakan: “sesuai dengan teladan yang telah
dilakukan oleh Muhammad ‘Abduh Mesir, maka di Jogjakarta, Jawa, K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, menyalurkan penapsiran yang sesuai dengan
akal atas ajaran Islam yang murni; maka gerakan ini mulai melaksanakan ajaran-ajaran Islam
secara modern dengan mendirikan lembaga- lembaga perguruan yang sesuai dengan pelajaran
sekolah-sekolah pemerintah dan pada pokoknya di tunjukan kepada pengajaran yang langsung
mengenai soal-soal keislaman, serta mendirikan rumah sakit, organisasi kepanduan dan wanita.
Dalam berbuat demikian itu Muhammadiyah mendapat sambutan luas menurut kadarnya dari
masyarakat Islam”.33

Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia juga


menyatakan sikap tegas terhadap gerakan Wahabi dan tampaknya bukan suatu yang baru
belakangan ini saja ditunjukkan oleh NU, mengingat dalam sejarahnya latar belakang
berdirinya NU pada tahun 1926 sendiri adalah sebagai respons, atau lebih tepatnya bentuk
perlawanan para pendiri NU terhadap menguatnya rezim Wahabi di Arab Saudi. Namun sikap
NU terhadap Wahabi kontemporer kali ini menunjukkan sebuah gambaran yang paling vulgar
dan lebih kasar dari sikap-sikap mereka sebelumnya.34 Bahkan dalam beberapa kesempatan
dan forum yang diadakan, NU hampir selalu menyelipkan isu akan bahaya ancaman
Wahabisme, bukan saja bagi NU sendiri, melainkan juga bagi keutuhan NKRI.

Dan gerakan kelompok pemikiran Wahabi ini dikenal sangat masif melalui gerakan
Lembaga Dakwah Kampus yang mereka bentuk sejak lama sebagai wadah kaderisasi, dari
LDK ini benih-benih tokoh dan kelompok Wahabi muncul, pada tahun 1998.35

33
Stoddard. Loc. Cit. 309
34
Andre Feillard, “NU Vis a Vis Negara, Yogyakarta: LKIS, 1999,” Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren, Jakarta:
Paramadina, 2010.
35
Zaenal Abidin, “Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam di Indonesia,” Tasamuh
12, no. 2 (2015): 130–48.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab ialah menyeru kepada ummat Muslim agar
kembali kepada ajaran Islam yang murni, berpegang teguh kepada al-Quran dan sunnah
Rasulullah, mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya tanpa campur adat istiadat.
Gerakan ini memiliki ajaran untuk memurnikan ajaran Islam(gerakan muwahidun) yang
kemudian terkenal dengan nama gerakan wahabi. Muhammad Abdul Wahhab berdakwah
melalui taklim, penulisan brosur, buku-buku kecil juga nasehat-nasehat. Dalam
dakwahnya dia mengajak umat Islam untuk menumpas kemungkuran dan
menghancurkan kubah-kubah kuburan, serta mencegah semua saran yang mengantarkan
pada kemusyrikan.
Dia selalu menekankan agar umat Islam melakukan ibadah sepenuhnya hanya kepada
Allah Yang Maha Esa.Muhammad bin Abdul Wahab memulai gerakannya di
Basrah,tetapi beliau kemudian terusir oleh masyarakat karena dianggap sesat.
Selanjutnya beliau pergi dan pada tahun 1747 bertemu Muhammad bin Saud,seorang
keturunan Yahudi dan pemimpin Diriyah. Muhammad bin Saud mendukung gerakan ini
dengan membangun koalisi bersama Muhammad bin Abdul Wahab untuk mencapai
kepentingan politiknya sendiri. Muhammad bin Abdul Wahab diharapkan tidak
mengganggunya untuk mengumpulkan upeti dari penduduk Diriyah.Berkat dukungan
aktif tersebut,ajaran Wahabi dapat berkembang pesat.

B. Saran
Dalam memilih keyakinan harus lebih hati-hati dan lebih membentengi keyakinan kita
masing-masing dengan tidak mudah terpengaruh oleh rayuan dan ajakan yang terlihat dari
luar mungkin menarik. Adanya perbedaan pendapat dalam tubuh umat Islam itu adalah
wajar, karena perbedaan pada dasarnya adalah sebuah karunia dan rahmat dari Allah
SWT. Artinya masih ada umat Islam yang mau berfikir dan mau mengajak kebaikan
kepada orang lain. Namun perlu kita ingat pula bahwa perbedaan pendapat disini bukan
berarti kita harus melakukan tindakan kekerasan apalagi saling membunuh sesama umat
Islam karena beda keyakinan, madzhab, manhaj, maupun beda dalam imam yang
diikutinya (taqlid).

13
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. “Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam di


Indonesia.” Tasamuh 12, no. 2 (2015): 130–48.
“Agustono, Ihwan. Dinamika Politik Islam Semenanjung Arab 1800-1930 M dan Pengaruh
Berdirinya Kerajaan Arab Saudi Modern terhadap Praktik Keagamaan. Maraji Jurnal
Ilmu Keislaman 3, no. 1 (2016) 80-105..pdf,” t.t.
“Chabibi, Muhammad. Genealogi Keilmuan Muḥammad b.‘Abd al-Wahhāb. Teosofi Jurnal
Tasawuf dan Pemikiran Islam 7, no. 2 (2017) 493-515..pdf,” t.t.
Feillard, Andre. “NU Vis a Vis Negara, Yogyakarta: LKIS, 1999.” Madjid, Nurcholis. Bilik-
bilik Pesantren, Jakarta: Paramadina, 2010.
Haif, Abu. “PERKEMBANGAN ISLAM DI ARAB SAUDI (STUDI SEJARAH ISLAM
MODERN),” no. 1 (2015).
Haryadi, Panji. “Peran Muhammad bin Salman terhadap Perubahan Pilar Kenegaraan Arab
Saudi.” Jurnal ICMES 2, no. 1 (29 Juni 2018): 25–47.
https://doi.org/10.35748/jurnalicmes.v2i1.16.
“Nashir, Haedar. Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam 4. Muhammadiyah
Online 5 (2008)..doc,” t.t.
Nurdin, M. Amin. Satu islam, banyak jalan: corak-corak pemikiran modern dalam Islam.
Hipius, 2018.
Pratama, Finsa Adhi, dan Ira Trisnawati. “PEMIKIRAN TAJDID SYAIKH MUHAMMAD
BIN ABDUL WAHHAB DALAM KITAB AL-USHUL ATS-TSALATSAH.”
Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam 7, no. 2 (31 Desember 2021): 94.
https://doi.org/10.31332/zjpi.v7i2.3104.
Putra, Ridho. “Konsep Negara Ideal Ali Abdul Raziq Dan Relevansinya Dengan Pancasila.”
Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy 1, no. 1 (14 September
2019): 45–62. https://doi.org/10.24042/ijitp.v1i1.4096.
Salsabila, Zakiyah. “HUKUM KELUARGA DI ARAB SAUDI,” 2009.
Stoddard, L. “Arah Baru Islam di Indonesia.” Djakarta, 1966.
“Swito, Frengki. Peran ibnu taimiyah dalam pemurnian aqidah islamiyah. (2011)..pdf,” t.t.
Umamah, Nur. Peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan
raja Abdul Aziz di Arab Saudi, 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai