Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH POLA BINDALMIN

(PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ADMINISTRASI)

Prosedur Penyelenggaraan Administrasi Perkara

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Perkantoran Islam

Dosen pengampu : Rahmi Nurtsani S.Sy., M.H

Di Susun oleh :

Cucu Nuria Hasni (2102002107)

Yudha Adinugraha (2102002136)

PRODI HUKUM KELUARGA (AS)

FAKULTAS SYARI`AH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang
berjudul “Prosedur Penyelenggaraan Administrasi Perkara”.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.

Ciamis, 19 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Pertama.......................................4


B. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Banding......................................6
C. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Kasasi.........................................8
D. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Peninjauan Kembali (PK).........11
E. Prosedur Penerimaan Perkara Melalui E-court Pengadilan.......................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................18

A. Kesimpulan................................................................................................18
B. Saran...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelesaian perkara di lingkungan peradilan agama sebagaimana
lingkungan peradilan lainnya tidak hanya dilakukan oleh hakim sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman, akan tetapi dilakukan secara bersama-sama dengan aparat
peradilan agama lainnya yaitu kepaniteraan, kejurusitaan dan kesekretariatan.
Peradilan agama dijalankan oleh Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat
banding. Dalam menyelesaikan perkara di lingkungan Peradilan Agama,
khususnya di pengadilan agama dibutuhkan kerja sama dan koordinasi antar aparat
pengadilan agama, mulai dari hakim, panitera/panitera pengganti sampai
jurusita/jurusita pengganti yang sehari-hari melaksanakan pemanggilan dan
pemberitahuan kepada para pihak.
Perkara-perkara yang terdaftar di pengadilan agama diselesaikan dalam
kerangka satu sistem kerja, di mana antar satu bagian dengan bagian lainnya harus
saling menunjang. Apabila salah satu bagian tidak bekerja dalam kerangka sistem
tersebut, maka mustahil suatu perkara dapat diselesaikan dengan baik.
Salah satu cara mencegah terjadinya ketidaksenergian aparat pengadilan
agama dalam menyelesaikan perkara yang menjadi kewenangannya adalah dengan
menerapkan sistem atau pola penyelesaian perkara dari segi administrasi, sebab
pengadministrasian yang baik akan mendorong aparat peradilan bekerja dengan
rapi, terpola, dan bersinergi.
Pola “Bindalmin” merupakan singkatan dari Pola Pembinaan Dan
Pengendalian Administrasi Perkara di Lingkungan Peradilan Agama dimana
secara praktis memberikan panduan bagi para staf di instansi Peradilan, bagaimana
cara dan apa yang harus dilakukan dalam menerima perkara yang diajukan di
pengadilan, persiapan persidangan, minutasi berkas, pelaporan perkara,
pengarsipan berkas, maupun dalam keuangan perkara.
Dalam rangka melaksanakan tertib administrasi perkara di Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama serta dalam rangka penyelenggaraan

1
administrasi Peradilan yang seragam dengan baik dan tertib, Ketua Mahkamah
Agung RI dengan suratnya tertanggal 24 Januari 1991 Nomor: KMA/001/SK/1991
telah menetapkan pola-pola pembinaan dan pengendalian administarsi perkara
yang meliputi lima bidang yaitu :
1. Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara Tingkat Pertama,
Banding, kasasi dan PK.
2. Pola tentang register perkara.
3. Pola tentang keuangan perkara.
4. Pola tentang Laporan perkara.
5. Pola tentang kearsipan perkara.
Kelima pola ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak boleh
dipisahkan. Apabila pola-pola ini tidak dilaksanakan secara utuh maka tertib
administrasi yang diharapkan tidak akan terlaksana dengan baik.
Surat keputusan tersebut dikeluarkan dalam rangka mewujudkan peradilan
agama sebagai “Court of Law” yang cirinya adalah mandiri, berpegang teguh
nkepada hukum acara yang benar dan melaksanakan administrasi peradilan yang
tertib. Hal ini karena pada waktu itu peradilan agama baru saja mempunyai
landasan hukum berupa undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 dan dengan undang-undang tersebut, pengadilan agama benar-benar menjadi
peradilan yang mandiri yang dapat melaksanakan sendiri putusannya. Sebelum
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tersebut, putusam
Pengadilan Agama harus mendapatkan fiat eksekusi terlebih dahulu oleh Ketua
Pengadilan Negeri baru dapat dilaksanakan, sehingga saat itu pengadilan agama
sering disebut dengan pengadilan semu.
Dari latar belakang diatas, penulis akan mendeskripsikan Pola Bindalmin
yaitu Pola Pertama yakni Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara
Tingkat Pertama, Banding, kasasi dan PK.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Pertama?
2. Bagaimana Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Banding?
3. Bagaimana Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Kasasi?
4. Bagaimana Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Peninjauan Kembali?
5. Bagaimana Prosedur Penerimaan Perkara Melalui E-Court Pengadilan?
C. Tujuan
1. Mengetahui Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Pertama
2. Mengetahui Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Banding
3. Mengetahui Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Kasasi
4. Mengetahui Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Peninjauan Kembali
5. Mengetahui Prosedur Penerimaan Perkara Melalui E-Court Pengadilan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Pertama.


berikut prosedur penerimaan perkara di tingkat pertama :
1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat
gugatan atau permohonan.
2. Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat
gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan
ditambah sejumlah Tergugat.
3. Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu
berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya
perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah
mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal
182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.

Catatan: Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo
(cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat
keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.

4. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan
ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal
273 – 281 RBg. Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau
berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat
gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan
perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan
penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam
petitumnya.

4
Catatan: Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo
(cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat
keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis
dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 273 – 281
RBg. Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara
secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau
permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam
posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau
pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

5. Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau


permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).
6. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat
gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM).
7. Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)
kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke
bank.
8. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang sudah di tunjuk atau
bekerjasama dengan PA.Magetan (Bank Syariah Mandiri Cabang Magetan)
dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam
slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM),
seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak
berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang
sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
9. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari
petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut

5
dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada
pemegang kas.
10. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali
kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas
dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali
kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang
bersangkutan.
11. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan
atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta
tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
12. Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan
dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat
gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran
yang diberikan oleh pemegang kas.
13. Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan
atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.
B. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Banding.
Dalam hukum, banding adalah salah satu jenis upaya hukum bagi pihak yang
berperkara untuk meminta pada pengadilan yang lebih tinggi agar melakukan
pemeriksaan ulang atas outusan tersebut jauh dari keadilan atau karena adanya
kesalahan-kesalahan di dalam pengambila keputusan. Upaya banding diberikan
dengan tujuan untuk menjaga-jaga apabila hakim membuat kekeliruan atau
kesalahan dalam mengambil keputusan.
Jika putusan telah dijatuhkan Pengadilan Agama Tingkat Pertama, lalu salah
satu pihak dalam perkara tersebut merasa dirugikan, yang bersangkutan dapat
engajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Agama melalui Pengadilan Agama
Tingkat Pertama tempat mereka berperkara.
Pihak tersebut tidak perlu langsung ke Pengadilan Tinggi Agama, tetapi
cukup menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Agama Tingkat Pertama dalam

6
tenggat waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan tersebut dibacakan. Jika pihak
tersebut hadir saat putusan dibacakan atau 14 (empat belas) hari setelah yang
bersangkutan menerima pemberitahuan isi putusan tersebut dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Pencari keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I
dan mengemukakakn maksudnya untuk mengajukan Banding atas
perkaranya secara tertulis, atau secara lisan;
2. Meja I menaksir panjar biaya Banding dan menuangkannya dalam SKUM
(Surat Kuasa Untuk Membayar);
3. Pencari keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM
tersebut ke rekening bendahara penerima perkara di Bank yang ditunjuk
oleh Pengadilan Agama Tingkat Pertama;
4. Pencari keadilan mendatangi Kasir Pengadilan Agama tingkat pertama
dengan menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank tersebut;
5. Kasir mencap LUNAS pada SKUM;
6. Pencari keadilan membawa SKUM warna merah kepada Meja III,
7. Meja III membuat Akta Penerimaan Permohonan Banding yang
ditandatangani oleh Panitera;
8. Pencari keadilan dapat mengajukan memoru banding pada saat pendaftaran
tersebut, dan dapat juga menyerahkannya ke Pengadilan Agama tingkat
Pertama setelah didaftar,
9. Setelah permohonan Banding terdaftar, permohonan Banding yang
diajukan pihak tersebut akan diberitahukan kepada pihak Terbanding;
10. Jika memori banding telah diterima oleh Pengadilan Agama tingkat
pertama, maka memori banding tersebut juga disampaikan kepada
Terbanding, agar Terbanding dapat mengajukan Konra Memori banding
(tidak menjadi keharusan);
11. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan banding
diberitahuka kepada Terbanding, kedua belah pihak dipanggil untuk
memeriksa berkas banding (Inzage);

7
12. Selamabat-lambatmya 1 bulan setelah permohonan banding diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Agama tingkat pertama, berkas perkara berupa
Bundel A dan Bundel B serta salinan putusan Pengadilan Agama tingkat
Pertama dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama.
13. Selanjutnya proses banding akan diselesaikan di Pengadilan Tinggi Agama.
14. Setelah perkara diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama, salinan putusan
Banding akan dikirimkan ke Pengadilan Agama Tingkat Pettama untuk
disampaiakan kepada para pihak;
15. Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak
apabila merasa ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan
Kasasi dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan diterima.
C. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Kasasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kasasi adalah pembatalan
atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena
putusan itu menyalahi atau tidal sesuai dengan undang-undang.
Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan terdakwa dan/atau penuntut
umum setelah adanya ptususan atau vonis banding dari Pengadilan Tinggi (PT).
Terdakwa dan/atau penuntut umum mengajukan kasasi karena tidak puas dengan
putusan pengadilan banding.
Sebagai pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan Kasasi yang bertugas membina keseraganab dalam penerapan hukum
melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan
undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tapat dan
benar. Hal ini berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Mahkamah
Agung berwenag mengadili pada tingkat kasasi, mengujiperaturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
Jika pihak beperkara (yang dikalahkan atau yang dimenangkan) berpendapat
bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama yang disampaikan kepadanya tidak
memenuhi rasa keadilan atau ada kesalahan dalam menerapkan hukum, maka

8
pencari keadilan dapat mengajukan KASASI ke Mahkamah Agung RI melalui
Pengadilan Agama yang memutusnya pada tingkat pertama dalam tenggat waktu
14 hari setelah pemberitahuan isi putusan Banding diterimanya, dengan prosedur
penerimaan perkara sebagai berikut :
1. Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secra tertulis atau
lisan melalui panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus
perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau
penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon.
2. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada
permohonan kasasim yang diajukan oleh pihak erperkara, maka pihak yang
berperkara dianggap telah menerima putusan.
3. Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera mencatat permohonan
kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan
kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.
4. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi
terdaftar, Pnitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara
tersebut memebritahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada
pihak lawan.
5. Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah permohonan uang dimaksud dicatat dalam buku
daftar.
6. Panitera Pengadilan yag memutus perkara dalam tingkat pertama memebrikan
tanda terima atas penerimaan memosri kasasi dam menyampaikan salinan
memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dam perkara yang dimaksud
dalam waktu selambat0lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
7. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi
kepada Panitera, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterimanya salinan memori kasasi.

9
8. Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi,
Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama
mengirimkan mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas
memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
9. Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku
daftar dengan mebubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya,
membuat catatan singkat tentang isinya, dan lemaporkan semua itu kepada
Ketua Mahkamah Agung.
10. Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-surat
dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar sendiri para
pihak atau para saksi, atau memerintahkan Pegadilan Tingkat Pertama atau
Pengadilan Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi.
11. Apabila mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan mengadili
sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang berlaku bagi
Pengadilan Tingkat Pertama.
12. Dalam hal mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf a b,
maka mahkamah agung menyerahkan perkara tersebut kepada pengadilan lain
yang berwenang memeriksa dan memutusnya.
13. Dalam hal mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf b, dan
huruf c, (salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dan/atau lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan)
maka Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi
itu.
14. Dalam mengambil putusan, mahkamah agung tidak terikat pada alasan-alasan
yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum
lain.

10
15. Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang
memutus perkara tersebut.
16. Putusan mahkamah Agung oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan
kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
putusan dan berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tingkat Pertama
tersebut.

Sebelum permohonan Kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka


permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila telah
dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara
itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau. Dan apabila pencabutan
dilakukan sebelum berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

D. Prosedur Penerimaan Perkara di Tingkat Peninjauan Kembali (PK).


Putusan kasasi merupakan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum
yang tetap, oleh karena itu jika masih tidak puas dengan putusan kasasi para pihak
dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung
melalui Panitera pengadilan negeri.
Namun, upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali.
Oleh karena itu, jika masih ingin melakukan upaya hukum, hal tersebut sudah
tertutup. Pada waktu mengajukan peninjauan kembali, pemohon peninjauan
kembali harus memiliki bukti baru yang tidak pernah dikemukakan sebelumnya,
dan apabila itu dikemukakan pada persidangan sebelumnya, putusannya akan
menjadi lain, atau memiliki bukti bahwa hakim telah salah dalam menerapkan
hukum. Permohonan penijauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut
selama diputus, dan dalam hal dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah
dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan kembali.
Prosedur peninjauan kembali dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis
oleh orang yang pernah menjadi salah satu pihak dalam sengketa perdata kepada

11
Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui pengadilan agama yang
memutuskan perkaranya pada tingkat pertama.
Permohonan peninjauan kembali perkara perdata yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut :
1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim dinyatakan palsu;
2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut;
4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atau
sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain;
6. Apabila salam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak-
pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secraa
khusus dikuasakan untuk itu.
Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia,
permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 67 adalah 180
(seratus delapan puluh) hari untuk :
No. Alasan Titik perhitungan 180 hari
1. Putusan didasarkan pada Terhitung sejak diketahui kebohongan atau
suatu kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim

12
tipu muslihat pihak lawan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara.
2. Ditemukan surat-surat Terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti.
bukti yang bersifat Yang hari serta tanggal ditemukannya harus
menentukan yang pada dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan
waktu perkara diperiksa oleh pejabat yang berwenang;
tidak dapat ditemukan.
- Telah dikabulkan suatu hal Terhitung sejak putusan memperoleh
yang tidak dituntut atau kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan
lebih dari pada yang kepada para pihak yang berperkara;
dituntut, atau;
- Apabila mengenai sesuatu
bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-
sebabnya;
-
Apabila dalam suatu
putusan terdapat suatu
kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang
nyata.
Apabila antara pihak-pihak Sejak putusan yang terakhir dan bertentangan
yang sama mengenai suatu itu memperoleg kekuatan hukum tetap dan
soal yang sama, atas dasar telah diberitahukan kepada pihak yang
yang sama oleh Pengadilan berperkara.
yang sama atau sama
tingkatnya telah diberikan
putusan yang bertentangan

13
satu dengan yang lainnya.

Berikut prosdur Penerimaan perkara di tingkat peninjauan kembali :


1. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara dalam
tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan.
2. Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembalipada tingkat
pertama dan terakhir.
3. Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis
dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang yang dijadikan dasar
permohonan itu dan dimasukan di kepaniteraan Pengadilan Agama yang
memutus perkara dalam tingkat pertama.
4. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan
permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama yang
memutus perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan
tersebut.
5. Setelah Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat
pertam menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera
berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak
lawan pemohon, dengan maksud :
 Dalam hal permohonan peninjauan kembalididasarkan atas alasan
sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 hurus a atau huruf b agar pihak
lawan mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya;
 Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah
satu alasan yang tersebut Pasal 67 huruf c sampai huruf f agar dapat
diketahui.

14
6. Tenggang waktu bagi pihak lawan utnuk mengajukan jawabannya
sebagaimana dimaksudkan ayat (1) huruf a adalah 30 (tiga puluh) hari
setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.
7. Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang
memutus perkara dalam tingkat pertama dan pada surat jawaban itu oleh
Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut,
yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon
untuk diketahui.
8. Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biaya oleh
Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
9. Untuk permohonan peninjauan kembalitidak diadakan surat menyurat
antara pemohon dan/atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.
10. Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan yang memeriksa
perkara dalam tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding
mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta
pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud. Pengadilan, setelah
melaksankan perintah Mahkamah Agung tersebut segara mengirimkan
berita acara pemeriksaan tamabhan serta pertimbanga kepada Mahkamah
Agung.
11. Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari
pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.
12. Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan
kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan
peninjauan kembali tersebut dan selanjutnya memeriksa serta memutus
sendiri perkaranya.
13. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasa.
14. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan
peninjauan kembali kepada Pengadilan yang memutus perkara dalam

15
tingkat pertama dan selanjutnya Panitera pengadilan yang bersangkutan
menyampaikan salinan putusan itu kepada pihak lawan dengan
memberikan salinannya, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari.
E. Prosedur Penerimaan Perkara melalui E-Court.
E-Court adalah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara
secara online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online,
pembayaran secara online, pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik,
dan persidangan dilakukan secara elektronik, dan Persidangan yang dilakukan
secara Elektronik.
Dasar Hukum dalam Pelaksanaan e-Court adalah Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2019.
Dalam hal pendaftaran perkara Online, saat ini dikhususkan untuk Advokat.
Pengguna terdaftar harus setelah mendaftar dan mendapatkan Akun, harus melalui
mekanisme validasi Advokat oleh Pengadilan Tinggi tempat dimana Advokat
disumpah, sedangkan pendaftaran dari Perseorangan atau Badan Hukum akan
diatur lebih lanjut. Berikut penjelasan singkat tentang layanan pendaftran Perkara
Online :
1. Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lainnya.
Advokat selaku Pengguna Terdaftar dan Para Pencari Keadilan (No-
Advokat) selaku Pengguna Lainnya yang sudah terdaftar dapat beracara di
seluruh pengadilan yang sudah aktif dalam pemilihan saat mau mendaftar
pekara baru.
2. Pendaftaran Perkaran (e-Filing)
Pendaftaran perkara online dilakukan setelah terdaftar sebagai
pengguna terdaftar dengan memilih Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama,
atau Pengadilan TUN yang sudah aktif melakukan pelayanan e-Court.
Semua berkas pendaftaran dikirim secara eketronik melaui aplikasi e-Court
Mahkamah Agung RI.

16
3. Taksiran Panjar Biaya
Dengan melakukan pendaftaran perkara online melalui e-Court,
pendaftar akan secara otomatis mendapatkan Taksiran Panjar Biaya (e-
SKUM) dan Nomor Pembayaran (Virtua Account) yang dapat dibayarkan
melalui saluran elektronik (Multi Channel) yang tersedia.
4. Mendapatkan Nomor Perkara
Setelah Pendaftar melaukan pembayaran sesuai Taksiran Panjar
Biaya (e-SKUM), Pengadilan memberikan Nomor Perkara pada hari dan
jam kerja, kemudian aplikasi e-Court akan memberikan
notifikasi/pemberitahuan bahwa perkara sudah terdaftar di Pengadilan.
5. Pemanggilan pihak secara online (e-Summon)
Panggilan sidang dan pemberitahuan putusan disampaikan kepada
para pihak melalui saluran elektronik ke lamat email para pihak serta
informasi panggilan tersebut bisa dilihat pada aplikasi e-Court.
6. Persidangan secraa Eletronik (e-Litigasi)
Aplikasi mendukung dalam hal persidangan secra elektronik (online)
sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Repli,
Duplik, Jawaban dan Kesimpulan secara elektronik.
7. Salinan Putusan secara Online (e-Salinan)
Aplikasi memuat informasi putusan yaitu tanggal putusan, amar
putusan, tanggal minutasi dan salinan putusan eletronik dapat diunduh
melalui aplikasi ini.
8. Tanda tangan Elektronik (e-Sign)
Penandatanganan berkas salinan putusan Eletronik.

Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI


bekerja sama dengan Bada Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Balai
Sertifikasi Elektronik (BsrE) yang erupakan lembaga pemerintah yang
menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keamanan Siber dan Persandian
sebagai sarana pengamanan legalitas dokumen perkara

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa tertib administrasi
perkara adalah merupakan bagian dari Court of Law yang mutlak harus
dilaksanakan oleh semua aparat peradilan agama dalam rangka mewujudkan
peradilan yang mandiri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peradilan agama, sebagaimana ditegaskan dala Pasal 2 UU Nomor 3 Tahu
2006, adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama islam menegnai pekara tertentu.
Mahkamah Agung adalah puncak peradilan negara tertinggi membawahi
lingkung aperadilan umum, peradilan agama, militer dan tata usaha negara. Dalam
proses peradilan, Mahkamah Agung berwenang mengadili tingkat Kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang-undang
Dengan adanya Prosedur penerimaan perkara dapat menberikan manfaat
diantaranya, lebih memudahkan dalam menentukan langkah-langkah kegiatan
dimasa yang akan datang, dan mengubah pekerjaan berulang-ulang menjadi rutin
dan terbatas, sehingga menyederhanakan pelaksanaan dan untuk selanjutnya
mengerjakan yang seperlunya saja.
B. Saran
Makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dari penulisan ataupun pembacaannya. Kritik dan saran sangat
penulis harapkan untuk mendorong kelancaran dalam penulisan ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Maulida. 2018. BAB I PENDAHULUAN.


https://repository.stiedewantara.ac.id/403/2/BAB%20I.pdf. Diakses pada
19 Maret 2023 pukul 09.45.

Nursobah, Asep. 2015. Prosedur Penanganan Perkara Penijauan Kembali Putusan


Pengadilan Yang Telah Memperoleh Hukum Tetap.
https://kepaniteraan.mahkamahagun.go.id/prosedur-berperkara/permohon
an-peninjauan-kembali. Diakses pada 19 Maret 2023 pukul 12.25.

Nursobah,Asep. 2021. Prosedur Permohonan Kasasi.


https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/prosedur-berperkara/permoho
nan-kasasi. Diakses pada 19 Maret 2023 pukul 11.46.

Unknown. 2017. Posedur Berperkara di PA Kota Cimahi.


https://www.google.com/url?q=https://www.pa-cimahi.go.id/layanan-
hukum/prosedur-beracara/tingkat-
pertama&usg=AOvVaw099NDInXJ5SIXQvAZWo7R&cs=1&hl=id-ID.
Diakses pada 28 Maret 2023 pukul 20.29

Unknown. 2021. Prosedur Berperkara Tingkat Kasasi-Pengadilan Agama Sumber


Kelas 1A. https://web.pa-sumber.go.id/prosedur-berperkara-tingkat-
kasasi/. Diakses pada 19 Maret 2023 pukul

Unknown. 2023. Prosedur Lengkap Pengajuan Perkara Tingkat Pertana, Banding dan
kasasi Di Pengadilan Agama Magentan.
https://www.pa-magetan.go.id/artikel/213-prosedur-lengkap-pengajuan-
perkara-tingkat-pertama-banding-dan-kasasi-di-pengadilan-agama-
magetan. Diakses pada 29 Maret 2023 pukul 09.37.

Unknown. 2023. Prosedur Perkara Tingkat Kasasi. https://pa-padang.go.id/prosedur-


perkara-tingkat-kasasi/. Diakses pada 19 Maret 2023 pukul 15.07

19
Unknown. Unknown. e-Court Mahkamah Agung RI.
https://ecourt.mahkamahagung.go.id/. Diakses pada 20 Maret 2023 pukul
09.49

Unknown. Unknown. POLA PROSEDUR Penyelenggaraan Administrasi Perkara-


PTA Jambi.
https://www.pta-jambi.go.id/atachments/article/1507/2_POLA%20PENY
%20ADMINISTRASI%20PERKARA.pdf. Diakses pada 29 Maret 2023
pukul 11.02.

Unkonwn. 2021. Peninjauan Kemabali (PK).


https://www.dkjn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2300/Peninjauan-Kembali-
PK.html. Diakses pada 26 Maret 2023 pukul 15.18.

Winardi. 2016. Bab I Pendahuluan. https://eprints.umpo.ac.id/2535/2/BAB%20I.pdf.


Diakses pada 19 Maret 2023 pukul 10.05.

20

Anda mungkin juga menyukai