Anda di halaman 1dari 13

1

Makalah Praktek Peradilan :

PENGERTIAN PRAKTEK PENGADILAN DAN SUMBER


HUKUM ACARA PERDATA

Di Susun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Praktek Pengadilan

Dosen Pembimbing :
Syaminan Zakaria S.Hi., MH.

Kelompok 1 :

Nazratal Khairiani 18010206


Khaira Mulida 180102068
Putri Rahmatillah 180102078
Rifqa Ulya 180102155
Mohd Aufar 180102101

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Subhanallahu Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunia–Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian Praktek Peradilan dan Sumber
Hukum Acara Perdata” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen penanggungjawab
Syaminan Zakaria S.Hi., MH. yang telah membimbing sehingga makalah ini dapat
selesai. Penyelesaian makalah ini dengan memperoleh informasi dari berbagai
pihak dan sumber dari buku, asisten serta teman-teman.
Akhir kata Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dengan penuh kesadaran mengenai
segala kekurangan penulis siap menerima saran dan kritik demi perbaikan laporan
ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain.

Banda Aceh, Oktober 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan ..... ......................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
II. ISI
A. Pengertian Peradilan .......................................................................... 3
B. Jenis-Jenis Peradilan ......................................................................... 3
C. Sumber Hukum Acara Perdata ......................................................... 5
III. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum sebagai alat untuk mengubah kinerja selalu diupayakan untuk
mengatasi berbagai macam masalah sosial yang ada dimasyarakat. Tujuan
keberadaan hokum adalah untuk menciptakan kepastian hokum dan ketertiban
umum. Manusia mencari keadilan dalam tingkah laku kehdiupannya, terutama
dalam pranata kehidupan sosial masyarakat. Bidang hokum merupakan wadah
pembentukan lembaga peradilan bagi anggota masyarakat. Sehingga hokum terus
berkembang dan perlindungan hokum yang memiliki hakikat keadilan dan keenaran
ditegaskan dalam bidang hokum materiil guna mewujudkan sistem hokum nasional.
Dalam pembangunan hokum nasional ini terdapat beberapa fungsi yaitu sebagai
pemelihara keamanan dan ketertiban, sarana pendidikan masyarakat dan
pembangunan dan untuk menegakkan keadilan (Permana, 2021).
Para Hakim sering kali dihadapkan dengan persoalan-persoalan berkaitan
dengan praktik persidangan perdata, banyak persoalan baru yang dihadapi oleh
hakim dalam persidangan diantaranya yaitu suatu persoalan belum diatur sama
sekali dalam perundang-undangan, atau persoalan tersebut sudah diatur dalam
perudanga-undangan namun tidak jelas atau tidak lengkap mengaturnya, atau
persoalan tersebut sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan akan tetapi
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan juga nilai-nilai keadilan yang ada di
masyarakat. Sedangkan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut para Hakim
dituntut harus dapat mengatasinya, hal ini sesuai dengan salah satu asas kekuasaan
kehakiman yaitu pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) (Ardiansyah, 2020).
Hakim mempunyai kebebasan dalam menyesuaikan setiap masalah dalam
perkara di pengadilan. Dalam undang-undang hakim dituntut untuk tidak subjektif.
Hakim dalam mengadili suatu perkara harus mencerminkan rasa keadilan
masyarakat bukan untuk rasa keadilan bagi dirinya sendiri. Hakim tidak boleh
2

untuk menolak untuk mengdili perkara yang tidak memiliki dasar hokum atau
pengaturan hukumnya yang jelas. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 10 ayat (1)
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Serta
dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa “hakim dan hakim konstitusi wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hokum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat” (Pralampita, 2020).
Praktik peradilan perdata merupakan pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan perkara yang dilakukan dengan tata cara tertentu yang diatur dalam
hukum acara demi tegaknya hukum dan keadilan mengenai hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang titik beratnya
mengenai kepentingan perseorangan. Pengertian peradilan menitikberatkan pada
proses yaitu proses yang dilakukan oleh lembaga tersebut dalam menjalankan
kewenangan untuk menyelesaikan perkara yang dilakukan dengan tata cara tertentu
yang diatur dalam hukum acara demi tegaknya hukum dan keadilan (Rizal, 2020).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Apa pengertian praktek peradilan ?
2. Apa saja jenis-jenis praktek peradilan ?
3. Apa saja sumber hukum acara perdata ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari praktik peradilan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis peradilan
3

BAB II
ISI

A. Pengertian Peradilan
Peradilan merupakan salah satu pilar yang fundamental, sebab diatas
peradilan inilah sistem pemerintahan disandarkan sebagai bagian dalam rangka
mengimplementasikan hokum Islam ke seluruh aspek kehidupan termasuk politik.
Lembaga peradilan inilah yang senantiasa menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dengan menghukum siapa saja yang patut dihukum serta untuk
memastikan bahwa ajaran Islam telah ditaati secara terus menerus, maka kehadiran
lembaga-lembaga pengadilan yang ada sekarang ini adalah termasuk bagian dari
ajaran islam (Gunawan, 2019). Sistem peradilan merupakan sistem penanganan
perkara sejak adanya pihak yang merasa dirugikan atau sejak adanya sangkaan
seseorang telah melakukan perbuatan pidana hingga pelaksanaan putusan hakim.
Apabila dilihat dari sudut pandang sosiologis, peradilan merupakan suatu
lembaga kemasyarakatan atau suatu institusi sosial yang berproses untuk mencapai
keadilan. Peradilan juga disebut sebagai lembaga sosial yang merupakan himpunan
kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam
kehidupan masyarakat (Pradityo, 2016). Restoative justice dapat dirumuskan
sebagai sebuah pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana
denan menitikberatkan kepada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang
dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana
yang ada pada saat ini.

B. Jenis-Jenis Praktek Peradilan


1. Peradilan Umum
Peradilan umum menangani perkara pidana dan perdata secara
umum. Badan pengadilan yang menjalankannnya adalah Pengadilan Negeri
sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan
tingkat bandingnya. Pengadilan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota
yang menjadi wilayah kewenangannya. Sedangkan Pengadilan Tinggi
berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan kewenangan meliputi wilayah Provinsi
4

tersebut. Peradilan ini diatur dengan UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum jo. UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor
37/PUU-X/2012. Terdapat 6 pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum:
a) Pengadilan Anak, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan
atas perkara yang dilakukan oleh pada anak berumur 12-17 tahun yang
diduga melakukan suatu tindak pidana.
b) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengadilan yang melakukan
proses peradilan atas perkara tindak pidana korupsi, dimana pekara yang
diperkarakan adalah pekara yang tuntutannya diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
c) Pengadilan Perikanan, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang perikanan.
d.Pengadilan HAM, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
d) Pengadilan Niaga, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan
atas perkara pailit dan penundaan kewajibann pembayaran utang, kekayaan
intelektual, dan likuidasi.
e) Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan yang melakukan
proses peradilan atas perkara perselisihan hubungan industrial meliputi hak,
kepentingan, PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satup perusahaan.

2. Peradilan Agama
Peradilan agama ini adalah peradilan yang khusus menangani perkara
perdata tertentu bagi masyarakat beragama Islam. Yang sangat umum diperkarakan
adalah perkara perdata seperti perceraian dan waris secara Islam. Badan yang
menjalankannya terdiri dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama
yang berada di ibukota dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat
banding yang terletak di ibukota provinsi. Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, dibentuk pengadilan agama dengan nama Mahkamah Syar’iyah agama
nya dibentuk dengan nama Mahkamah Syar’iah dan pengadilan tinggi agama
5

dengan nama Mahkamah Syar’iyah Aceh. Dasar hukum peradilan ini adalah
berdasrakan UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. UU No.3 Tahun
2006 jo. UU No.50 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.

3. Peradilan Tata Usaha Negara


Peradilan ini khusus menangani perkara gugatan terhadap pejabat
administrasi negara akibat penetapan tertulis yang dibuatnya merugikan seseorang
atau badan hukum tertentu. Pengadilan ini terdiri dari pengadilan tata usaha negara
dan pengadilan tinggi tata usaha negara di ibukota provinsi. (UU No 5 Th 1986 dan
perubahannya Jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012) dan terdapat pengadilan
turunan dari pengadilan tata usaha negara yang menangani masalah pajak yaitu
Pengadilan Pajak. (UU No 14 Th 2002). Ada satu pengadilan khusus dibawah
lingkungan peradilan tata usaha yaitu PengadilanPajak yang menangani perkara
sengketa pajak. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UU No.5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No.9 Tahun 2004 jo. UU No.51
Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.

4. Peradilan Militer
Peradilan militer hanya menangani perkara pidana dan sengketa tata usaha
bagi kalangan militer. Badan yang menjalankan terdiri dari Pengadilan Militer,
Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Utama. Pengadilan Militer adalah
pengadilan tingkat pertama bagi perkara pidana yang terdakwanya berpangkat
Kapten atau di bawahnya. Pengadilan Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat
banding untuk putusan Pengadilan Militer, sekaligus pengadilan tingkat pertama
untuk perkara pidana dengan terdakwa berpangkat Mayor atau di atasnya.
Pengadilan Militer Tinggi juga pengadilan tingkat pertama bagi sengketa
tata usaha angkatan bersenjata. Sedangkan Pengadilan Militer Utama ialah
pengadilan tingkat banding atas putusan Pengadilan Militer Tinggi.Dasar hukum
peradilan ini adalah berdasarkan UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

5. Peradilan Konstitusi
6

Menangani pengujian kesesuaian isi undang-undang dengan Undang-


Undang Dasar 1945 dan kewenangan lain yang diatur dalam UUD 1945. Dasar
hukum peradilan ini adalah berdasarkan UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU No.8 Tahun 2011 jo. UU No.4 Tahun 2014.

C. Pengertian dan Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata


Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum
formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang
pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata
materiil melalui pengadilan apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum perdata
materiil atau terjadi sengketa. Bahkan hukum acara perdata juga mengatur
bagaimana tata cara memperolah hak dan kepastian hukum manakala tidak terjadi
sengketa melalui pengajuan “permohonan” ke pengadilan. Namun demikian, secara
umum hukum acara perdata mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui
hakim di pengadilan penyusunan gugatan, pengajuan gugatan, pemeriksaan
gugatan, putusan pengadilan sampai dengan eksekusi atau pelaksanaan putusan
pengadilan.

Berikut ini dikutip beberapa definisi hukum acara perdata;


A. Sudikno Mertokusumo mendifinisikan hukum acara perdata sebagai peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim (Sudikno Mertokusumo, 1993: 19).
B. Menurut Wiryono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah rangkaian
peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di
muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, semuanya
itu untuk melaksanakan peraturan hukum perdata (Wiryono Prodjodikoro, 1972
:12).
C. Abdulkadir Muhammad merumuskan hukum acara perdata sebagai peraturan
hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan
(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim
(Abdulkadir Muhammad, 2000 : 15).
D. Retno Wulan S dan Iskandar O memberi pengertian hukum acara perdata
sebagai semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana
7

melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang


diatur dalam hukum perdata materiil (Retno Wulan S dan Iskandar O, 1983: 1-
2.).

Adapun Sumber-sumber Hukum Acara Perdata di Indonesia yang berlaku


sampai saat ini adalah sebagai berikut.
1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) Reglement tentang melakukan
pekerjaan kepolisian, mengadili perkara perdata dan penuntutan hukuman buat
bangsa Bumiputera dan bangsa timur di Tanah Jawa dan Madura, yang
merupakan pembaruan dari reglement bumiputera/ Reglement Indonesia (RIB)
dengan Staatsblad 1941 Nomor 44.
2. RBg. (Reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java
en Madura) reglement tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah
luar jawa dan Madura dengan Staatsblad 1927 nomor 227.
3. Rv (reglement op de rechtsvordering) reglement tentang hukum acara perdata
dengan staatblad 1847 No. 52 juncto 1849 No. 63.
4. RO (Reglement of de rechterlijke organisatie in het beleid der justitie in
Indonesia, reglement tentang oranisasi kehakiman dengan staatsblad 1847 N0.
23).
5. Ordonansi dengan staatblad 1867 No. 29 tanggal 14 maret 1867 tentang
kekuatan bukti, surat-surat di bawah tangan yang di perbuat oleh orang-orang
bangsa bumi putera atau oleh yang disamakan dengan dia.
6. BW (Burgerlijk Wetboek/ Kitab UU Hukum Perdata / Kitab UU hukum Sipil)
7. Kitab UU Hukum Dagang (wetboek van Koophandel Buku ke satu lembaran
Negara RI No. 276 yang diberlakukan mulai tanggal 17 juli 1938 dan buku
kedua lembaran negara RI No. 49 tahun 1933.
8. UU No. 20 tahun 1947 tentang ketentuan banding (peradilan Ulangan).
9. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan lembaran negara RI No. 1 tahun 1974
tanggal 2 januari 1974.
10. UU No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggung atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah (UUHT).
11. UU NO. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
12. UU No. 2 tahun 1986 tentang peradilan umum.
8

13. UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.


14. UU No. 37 Tahun 2004 tantang kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang.
15. UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
16. UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama.
17. UU No. 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
18. UU No. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi.
19. UU No. 3 Tahun 2009 tentang perubahan adata UU No. 14 tahun 1985 tentang
mahkamah agung.
20. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di
pengadilan mahkamah agung.
21. Peraturan mahkamah agung No. 1 tahun 1982 tentang peraturan mahkamah
agung No. 1 tahun 1980 yang disempurnakan.
22. SEMA No. 6 tahun 1992 tentang penyelesaian perkara dipengadilan tinggi dan
pengadilan negeri, SEMA no. 3 tahun 2002, SEMA No. 4 tahun 2001 dan
SEMA No. 10 tahun 2005.
23. Yurisprudensi dan sebagainya.
9

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Peradilan merupakan salah satu pilar yang fundamental, sebab diatas
peradilan inilah sistem pemerintahan disandarkan sebagai bagian dalam rangka
mengimplementasikan hokum Islam ke seluruh aspek kehidupan termasuk politik.
Lembaga peradilan inilah yang senantiasa menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dengan menghukum siapa saja yang patut dihukum serta untuk
memastikan bahwa ajaran Islam telah ditaati secara terus menerus, maka kehadiran
lembaga-lembaga pengadilan yang ada sekarang ini adalah termasuk bagian dari
ajaran islam (Gunawan, 2019). Apabila dilihat dari sudut pandang sosiologis,
peradilan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan atau suatu institusi sosial yang
berproses untuk mencapai keadilan. Peradilan juga disebut sebagai lembaga sosial
yang merupakan himpunan kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat (Pradityo, 2016).

Jenis – Jenis Praktik Peradilan yaitu :


1) Peradilan Umum
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Tata Usaha Negara
4) Peradilan Militer
5) Peradilan Konstitusi
10

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, HUKUM ACARA PERDATA Teori dan Praktik,2011 Jakarta: Sinar


Grafika,

Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.

Ardiansyah K. 2020. Pembaruan Hukum Oleh Mahkamah Agung dalam Mengisi


Kekosongan Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Kebijakan
Hukum, 14(2): 361-384.

Gunawan H. 2019. Sistem Peradilan Islam. Jurnal El-Qanuny, 5(1): 90-103.


Permana AR. 2021. Peranan Yurisprudensi dalam Membangun Hukum Nasional di
Indonesia. Khazanah Multidisiplin, 2(2): 70-84

Pradityo R. 2016. Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Anak. Jurnal Hukum
dan Peradilan, 5(3): 319-330.

Pralampita LA. 2020. Kedudukan Amicus Curiae dalam Sistem Peradilan di


Indonesia. Lex Renaissance, 3(5): 558-572.

Rizal MC. 2020. Pemaknaan Kewenangan Mengadili Dalam Praktik Peradilan


Perdata Tentang Permohonan Penetapan Orang Hilang Perspektif Hukum
Positif Dan Hukum Keluarga Islam. Journal of Islamic Family Law, 4(1):
65-83.

https://www.indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-peradila-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai