Anda di halaman 1dari 23

ALIRAN TEOLOGI

DALAM ISLAM
KELOMPOK 3
Sejarah Pertumbuhan Aliran Teologi
Dalam Islam
Awal mula tumbuhnya aliran – aliran dalam Islam adalah karena masalah politik yang terus meningkat
menjadi persoalan teologi. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada saat wafatnya nabi Muhammad saw
yaitu mengenai permasalahan siapakah yang nantinya pantas menjadi pengganti beliau, dan masalah
ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Thalib tepatnya pada saat perang
Shiffin.
Perang Shiffin adalah peperangan antara khalifah Ali dan Mu’awiyah (gubernur propinsi Syam atau
Syria), terjadi pada bulan Shafar tahun 37H/658M. Sebenarnya kemenangan sudah ada pada pihak
khalifah Ali, akan tetapi dengan kelicikkan dan taktik perpolitikkan para tokoh Mu’awiyah terutama
Amr Ibn al - As maka disepakati untuk diadakannya proses arbitrasi guna menyelesaikan masalah
peperangan ini. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn al – As dari pihak Mu’awiyah dan
Abu Musa al – Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikkan Amr mengalahkan perasaan
takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduanya terjadi permupakatan untuk menjatuhkan
kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan Mu’awiyah. Tradisi menyebut bahwa Abu Musa al – Asy’ari,
sebagai yang tertua, terlebih dahulu berdiri mengumumkan kepada orang ramai putusan
menjatuhkan ke dua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah disetujui, Amr
Ibn al – As, mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali yang telah di umumkan al – Asy’ari,
tetapi menolak penjatuhan Mu’awiyah.
Dengan kejadian ini maka tentunya sangat merugikan bagi pihak khalifah Ali, karena secara tidak
langsung terdapat penyerahan jabatan khalifah dari khalifah Ali kepada Mu’awiyah. Hal ini
memicu protes yang sangat keras dari sebagian barisan Ali sendiri mengenai diadakannya proses
arbitrasi tersebut. Mereka berpendapat bahwa putusan hanya datang dari Allah dengan kembali
pada hukum – hukum yang ada dalam al – Qur’an, La Hukma Illa Lillah (tidak ada hukum selain
hukum Allah). Sehingga mereka memandang Ali Ibn Thalib telah berbuat salah, oleh karena itu
mereka keluar dari barisannya Ali, dan golongan inilah yang nantinya disebut al – Khawarij
(orang – orang yang keluar atau memisahkan diri) . Pada saat itulah awal mula terjadinya
pertumbuhan aliran – aliran teologi dalam Islam. Golongan khawarij tidak hanya memandang
Ali, Mu’awiyah, Amr Ibn al – As, Abu Musa al – Asy’ari telah berbuat salah saja tetapi mereka
telah kafir, karena al – Qur’an mengatakan dalam Surat Al-Maidah ayat 44:
Persoalan orang yang berbuat dosa inilah kemudian yang memicu tumbuhnya aliran – aliran
teologi lain. Pertama, aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir.
Kedua, aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih
mukmin dan bukan kafir, adapun soal dosa yang telah dilakukan terserah kepada Allah swt untuk
mengampuni atau tidak. Ketiga, aliran Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang yang berbuat
dosa besar itu bukanlah kafir tetapi bukan pula mukmin (al – manzilah bain al – manzilitain).
Keempat, aliran Qadariah yang berpanutan bahwa manusia itu mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya. Kelima, aliran Jabariah beri’tikad sebaliknya dari aliran Qadariah
yaitu manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Aliran Khawarij
Khawarij adalah merupakan pecahan dari pengikut Ali bin Abi Thalib yang mulai timbul dan memisahkan diri
setelah terjadi perang Shiffin. Mereka memilih Abdullah bin Wahab Al Rasidi menjadi imam mereka. Dalam
pertempuran dengan Ali, mereka mengalami kekalahan, tapi akhirnya seorang dari mereka bernama Abd al
Rahman bin Muljam dapat membunuh Ali.
Adapun paham dan pokok ajarannya adalah :
Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
Yang berhak menjadi khalifah adalah siapa saja yang sanggup, asal beragama Islam.
Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia bersikap adil dan menjalankan syariat Islam.
Khalifah Abu Bakar dan Umar diakui sah karena keduanya diangkat dan tidak menyeleweng dari ajaran Islam.
Khalifah Utsman bin Affan dianggap menyeleweng mulai dari tahun ketujuh khilafahnya, sedang Ali bin Abi Thalib
dianggap menyeleweng setelah peristiwa perdamaian dengan Muawiyah. Dan sejak itu Utsman dan Ali dihukumi
kafir, demikian pula Muawiyah serta semua orang yang telah mereka anggap melanggar ajaran-ajaran Islam.
Aliran Murji’ah
Setelah terjadi perdamaian antara Ali dan Muawiyah, muncul golongan yang tidak mau campur
tangan terhadap persoalan tersebut, merekalah yang disebut aliran Murji’ah. Dan setelah
menjadi aliran politik mulai membicarakan persoalan-persoalan ketuhanan. Pembahasan yang
terpenting adalah mengenai pembatasan iman, kufur, dan mukmin. Murji’ah menganggap
bahwa iman itu adalah mengenal kepada Allah dan utusannya, dan siapa yang mengakui bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu rasul Allah maka dia termasuk orang
mukmin. Barang siapa percaya kepada Tuhan dan utsanNya, tetapi ia meninggalkan kewajiban
agama dan menjalankan dosa besar menurut mereka orang semacam ini tetap mukmin tetapi
menurut Khawarij adalah kafir. Murji’ah tidak mengartikan iman kecuali hanya kepercayaan
dalam hati saja terhadap Allah dan utusanNya, adapun amal lahiriyah tidak termasuk iman.
Pandangan ini sesuai dengan pandangan mereka dalam politik, mereka tidak mengkafirkan
golongan Umawy, Syi’ah ataupun Khawarij sebab iman menurut mereka dalam hati, dan tidak
dapat mengetahuinya kecuali Allah.
Aliran Syi’ah
Kata Syi’ah menurut Ibnu Khaldun berarti As shahbu wal Ittibaa’u yang artinya pengikut atau
partai. Menurut istilah Syi’ah adalah suatu golongan umat Islam yang memberikan kedudukan
istimewa kepada keturunan Nabi Muhammad SAW dan menempatkan Ali bin Abi Thalib serta
Ahlul Bait pada derajat yang lebih utama daripada sahabat Nabi yang lain, mereka mencintai Ali
dan keturunannya dengan sepenuh hati dan disertai sikap dan tindakan yang nyata. Adapun
pokok-pokok ajarannya sebagai berikut:
Yang menuntut agar hak untuk menjabat khalifah baik dalam urusan keagamaan ataupun urusan
kenegaraan harus menjadi hak waris bagi keluarga Nabi (Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya).
Syahnya imam atau khalifah hanya apabila mendapat nash atau diangkat oleh Nabi sendiri dan
kemudian oleh imam-imam sesudah beliau secara berurutan.
Bahwa tiap-tiap imam yang telah diangkat oleh imam sebelumnya itu adalah makshum artinya
terpelihara dari dosa sejak dilahirkannya.
Aliran Qadariah dan Jabariah
Paham Qadariah pertama kali dipelopori oleh Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi.
Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik maupun jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Sedangkan Paham Jabariah
dipelopori oleh Al Ja’d Ibn Dirham, tetapi yang menyiarkannya adalah Jahm Ibn Safwan. Menurut
Jahm, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa, tidak mempunyai daya,
tidak mempunya kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam melakukan
perbuatannya hanya dipaksa. Tuhanlah yang menciptakan perbuatan dalam diri manusia. Tokoh
Jabariah yang lain yaitu Al Husain Ibn Muhammad Al Najjar yang bersifat lebih moderat.
Menurutnya, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusia mempunyai
bagian dalam perwujudan perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai
efek untuk mewujudkan perbuatannya. Paham yang sama diberikan oleh Dirar Ibn ‘Amr.
Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah menganut paham lima pokok ajaran dasar yang harus dipegang yaitu:
Tauhid (keesaan), yaitu ajaran monotheisme yang murni dan mutlak adalah dasar Islam yang pertama
dan utama.
Adil (keadilan Allah), yaitu dasar keadilan yang dipegang aliran Mu’tazilah ialah meletakkan
pertanggungan jawab manusia atas segala perbuatannya. Aliran ini telah mengemukakan teorinya
tentang assilah wa aslah (baik dan terbaik) dan teorinya tentang hasan dan qobih (baik dan buruk).
Wa’ad dan Wa’id (janji dan ancaman), yaitu aliran Mu’tazilah meyakini bahwa janji Allah akan
memberi pahala dan ancaman siksa kepada mereka yang melakukan perbuatan pasti
dilaksanakanNya.
Manzilatu Bainal Manzilatain (diantara dua tempat), yaitu orang Islam yang berbuat dosa besar selain
syirik itu bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada diantara keduanya, yaitu fasiq.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan).
Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah menganut paham lima pokok ajaran dasar yang harus dipegang yaitu:
Tauhid (keesaan), yaitu ajaran monotheisme yang murni dan mutlak adalah dasar Islam yang pertama
dan utama.
Adil (keadilan Allah), yaitu dasar keadilan yang dipegang aliran Mu’tazilah ialah meletakkan
pertanggungan jawab manusia atas segala perbuatannya. Aliran ini telah mengemukakan teorinya
tentang assilah wa aslah (baik dan terbaik) dan teorinya tentang hasan dan qobih (baik dan buruk).
Wa’ad dan Wa’id (janji dan ancaman), yaitu aliran Mu’tazilah meyakini bahwa janji Allah akan
memberi pahala dan ancaman siksa kepada mereka yang melakukan perbuatan pasti
dilaksanakanNya.
Manzilatu Bainal Manzilatain (diantara dua tempat), yaitu orang Islam yang berbuat dosa besar selain
syirik itu bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada diantara keduanya, yaitu fasiq.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan).
Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah
Banyak kalangan yang menentang aliran Mu’tazilah, terutama di kalangan rakyat biasa yang tidak
dapat menyelami ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional itu. Rakyat biasa, dengan
pemikiran yang sederhana, ingin ajaran yang sederhana pula. Kaum Mu’tazilah dalam sejarah
memang merupakan golongan minoritas, dan dikenal sebagai golongan yang tidak kuat
berpegang pada hadits. Mungkin inilah yang menimbulkan term ahli sunnah dan jama’ah, yaitu
golongan yang berpegang teguh pada sunnah dan merupakan golongan mayoritas. Yang
dimaksud dengan ahli sunnah wal jama’ah dalam ilmu kalam adalah aliran Asy’ariah dan
Maturidiah yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Masalah Dosa Besar
Pengertian dosa sebagaimana dalam Musnad Imam Ahad adalah :
‫علَ ْي ُِه‬ َّ ‫ن َي‬
َ ُ‫ط ِل َُع النَّاس‬ ُْ َ ‫ت أ‬
َُ ‫ك َو َك ِر ْه‬
َُ ‫ص ْد ِر‬ َُ ‫اإلثْمُ َما َح‬
َ ‫اك فِى‬ ِ
Artinya : yang dinamakan dosa adalah sesuatu yang terasa menggelisahkan jiwamu dan kamu
merasa enggan sesuatu itu dilihat orang lain.
Sebagian Ulama' mengatakan : apabila anda ingin mengetahui perbedaan antara dosa-dosa besar dan
dosa-dosa kecil maka di bandingkan kerusakan yang diakibatkan dari dosa-dosa tersebut dengan dosa
besar yang telah ada nashnya. Apabila pada kenyataannya kerusakan yang timbulkan itu hanya
sedikit, maka yang demikian adalah dosa kecil. Tetapi apabila kerusakan yang diakibatkan itu
sebanding atau lebih besar. Maka yamg demikian itu adalah dosa besar. Mengenai jumlah dosa-dosa
besar ini, berdasarkan hadits terdapat tujuh macam dosa besar. Dan dari hadits yang lain pula tiga
diantaranya adalah yang terbesar. Tetapi masih banyak hadits shohih yang membicarakan dosa-dosa
besar ini lebih dari tujuh macam. Dalam hal ini, Rasulullah sendiri dalam setiap kesempatan hanya
menyebut macam dosa yang dianggap relevan pada waktu itu. Dan beliau memang belum pernah
merinci berbagai macam dosa dengan suatu pengertian yang membatasi.
Pembagian Dosa Besar
Dosa besar dibagi menjadi dua, yaitu dosa besar yang zahir atau nyata dan dosa besar yang batin atau
tidak tampak.
Dosa besar yang nyata adalah dosa besar yang dilakukan oleh anggota tubuh seperti berzina, mencuri
dan meminum minuman keras. Sedangkan yang batin adalah seperti memakan riba, bersikap angkuh,
dan sombong.
Tidak diragukan lagi bahwa dosa besar yang dilakukan oleh hati jauh lebih berbahaya dibanding dosa
besar yang diperbuat oleh anggota tubuh. Para pelakunya sangat hina dan nista, mengobatinya juga
jauh lebih sulit.
Setelah menyebutkan dosa-dosa besar yang nyata, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
"Aku mendahulukannya karena dosa ini lebih berbahaya dan pelakunya adalah manusia yang paling
hina dan nista. Oleh karena kebanyakan dosa ini lebih sering dan lebih mudah dilakukan dan
merupakan dosa yang menjadi sumber segala dosa, sedikit sekali manusia yang menyadarinya
sehingga mereka menganggap remeh perkara (dosa) ini. Oleh karena itu, membahas masalah ini
lebih utama, mengalihkan pikiran dan berkonsentrasi untuk membahas dan menyimpulkan hal ini
lebih tepat dan diperlukan”.
Macam-Macam Dosa Besar
Pada suatu hari ‘Amr bin ‘Ubaid berkunjung ke rumah Imam Shadiq as. Setelah mengucapkan salam
dan duduk, ia membaca Surat Al-Najm:32, “(yaitu) orang yang menjauhi kaba’ir (dosa besar) dan
perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil....” lalu ia berhenti. Imam Shadiq
bertanya, “Mengapa kamu berhenti?” ‘Amr menjawab, “Aku ingin mengetahui apa yang disebut
kaba’ir dalam kitabullah.” Inilah jawabn dari Imam Shadiq mengenai kaba’ir (dosa besar) :
Pertama, sesungguhnya kaba’ir yang paling besar adalah syirik menyekutukan Allah SWT. Kedua, yang
terbesar adalah putus asa dari rahmat dan kasih Allah. Ketiga, merasa aman dari azab Allah. Keempat,
yang juga termasuk ke dalam dosa besar adalah durhaka kepada orang tua sebagai jabbaran syaqiyya
(suka memaksakan kehendak dan celaka. Kelima, membunuh apa-apa yang diharamkan Allah kecuali
dengan hak. Keenam, menuduh berzina kepada perempuan yang bersih. Ketujuh, memakan harta
anak yatim. Kedelapan, lari dari medan pertemuran. Kesembilan, memakan riba. Kesepuluh, sihir.
Kesebelas, berzina. Kedua belas, sumpah palsu untuk membela kedurhakaan. Ketiga belas, berkhianat
dalam urusan harta (rampasan perang). Keempat belas, tidak membayarkan zakat yang diwajibkan.
Kelima belas, kesaksian palsu dan menyembunyikan kesaksian. Keenam belas, minum khamar, karena
Allah melarangnya sama seperti Allah melarang penyembahan berhala. Ketujuh belas, meninggalkan
shalat atau meninggalkan apa saja yang telah diwajibkan Allah dengan sengaja. Kedelapan belas,
memutuskan janji dan persaudaraan.
Perbuatan Manusia Dalam Kaitan
Dengan Perbuatan Tuhan
Masalah perbuatan bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompok
Jabaryiah (pengikut Ma’bad Al-Juhani dan Ghaila Ad-Dimsyaqi), yang kemudian di lanjutkan
dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran mu tazilah, asy.ariyah, dan Mutaridiyah.
Akar dari masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa tuhan adalah pencipta alam
semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai
kehendak yang bersifat mutlak.
◦ Aliran Jabariyah

Tampaknya ada perbedaan pandangan antara jabariyah ekstrem dan Jabriyah Modorat dalam
masalah perbuatan manusia, jabariyah ekstrem yang berpendapat segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari Kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di
paksa atas dirinya. Misalnya, kalu seorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendak sendiri tetapi timbul karena Qada dan Qadar tuhan yang menghendaki demikian.
Adapun Jabariyah Modorat menyatakan bahwa tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik
perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia, mempunyai peranan di dalamnya.
Perbuatan Manusia
◦ Aliran Qadariah

Aliran Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia di lakukan atas kehendak sendiri, manusia
mempunyai Kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun jahat, karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kelebihannya yang dilakukannya dan juga berhak
pula mendapatkan hukumnya, dalam kaitan ini, bila seseorang di beri ganjaran baik dengan balasan surga kelak
dan di beri ganjaran saksi dengan balasan neraka kelak akhirat, semua itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri,
bukan oleh takdir tuhan. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyadarkan segala
manusia kepada perbuatan tuhan.
◦ Aliran Mu’tazilah

Aliran mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya besar dan bebas. Oleh karena itu, mu’tazilah menganut
Paham Qadariyah atau Free Will. Menurut Al Juba’i dan Abd Al-JJabbra, manusia yang menciptakan perbuatan-
perbuatan. Manusia sendiri yang berbuat baik dan beruknya. Kepatuhan dan ketaatan seseorang kepada tuhan
adalah atas kehendak dan Kemauannya sendiri. Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam
penentuan asal karena ajal itu ada dua macam :
Al-ajal ath-thabi’i ajal inilah yang di pandang mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak tuhan untuk menentukannya.
Ajal yang di bikin manusia itu sendiri, misalnya membunuh seseorang, atau bunuh diri di tiang gantung, atau
minum racun, ajal yang ini dapat di percepat dan di perlambat.
Perbuatan Manusia
◦ Aliran Asy’Ariyah

Dalam Paham Asy’ari, manusia di tempatkan pada posisi yang lama, ia di beratkan anak kecil yang
tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat dengan paham jabariyah
dari pada dengan paham Mu’tazilah. Pada prinsipnya, aliran Asy’ ariyah berpendapat bahwa
perbuatan manusia di ciptakan Allah, sedangkan daya manusia tida mempunyai otak untuk
mewujudkannya. Allah menciptakan perbuatan memelihara perbuatan tersebut, jadi perbuatan disini
adalah ciptaan Allah dan merupakan Kasb (Perolehan) bagi manusia. Dengan demikian kasb
mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru.
◦ Aliran Maturidiyah

Ada perbedaan antara Maturidiyah samarkan dan Maturidiyah Bukhara mengenai perbuatan
manusia. Menurut Maturidiyah samarkan adalah, kehendak dan daya manusia dalam arti kata
sebenarnya, dan bukan dalam arti kiaswan. Perbedaan dengan Mu’taziah bahwa daya untuk berbuat
tidak di ciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya, Mutadiriyah Bukhari
dalam banyak hal sopan dapat dengan Maturidiyah samarkan, hanya saja golongan ini memberikan
bahan dalam masalah daya. Menurut untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya, manusia
tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya tuhanlah yang dapat menciptakan, dan
manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah di ciptakan tuhan bagiannya.
Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan perbuatan – perbuatan di sini di
pandang sebagai konsekuensi logis dari Zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
◦ Aliran Mu’tazilah

Aliran mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya
terbatas pada hal-hal yang di katakan baik, namun ini tidak berani bahwa tidak melakukan perbuatan buruk.
Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, paham
kewajiban baik, bahkan yang terbaik (ash-sholah wa al-ushlah) mengonsekuensikan aliran mu’tazilah
memunculkan paham kewajiban Allah berikut ini.
Kewajiban tuhan memberikan beban di luar kemampuan manusia memberikan beban di luar kemampuan
manusia (taklirma layutah) adalah bertantangan paham berbuat baik dan terbaik.
Kewajiban Mengirim rasul
Bagi aliran mu’tazilah dengan kepercayaan bahwa akan dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah
penting, namun mereka memasukan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan.
Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kekayaan aliran mu’ataziulah.
Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan perbuatan – perbuatan di sini di
pandang sebagai konsekuensi logis dari Zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
◦ Aliran Mu’tazilah

Aliran mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya
terbatas pada hal-hal yang di katakan baik, namun ini tidak berani bahwa tidak melakukan perbuatan buruk.
Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, paham
kewajiban baik, bahkan yang terbaik (ash-sholah wa al-ushlah) mengonsekuensikan aliran mu’tazilah
memunculkan paham kewajiban Allah berikut ini.
Kewajiban tuhan memberikan beban di luar kemampuan manusia memberikan beban di luar kemampuan
manusia (taklirma layutah) adalah bertantangan paham berbuat baik dan terbaik.
Kewajiban Mengirim rasul
Bagi aliran mu’tazilah dengan kepercayaan bahwa akan dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah
penting, namun mereka memasukan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan.
Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kekayaan aliran mu’ataziulah.
Perbuatan Tuhan
◦ Aliran Asy’Ariah

Menurut aliran asy’arigah, paham kewajiban tuhan berbuatan baik dan terbaik bagi manusia
(ash-sholah wa al-ashlah) sebagaimana di katakan aliran mu’tazilah, tidak dapat di terima karena
mutlak tuhan hal ini di tegaskan ketika mengatakan bahwa tuhan berkewajiban berbuat baik dan
terbaik bagi manusia karena percaya pada kekuasaan mutlak tuhan dan berpendapat bahwa
tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran asy’aryiah menerima paham pemberian
beban di luar kemampuan manusia.
◦ Aliran Mutadiriyah

Mengenai perbuatan Allah ini, terhadap perbedaan pandangan antara mutadiriyah samarkand
dan matudiriyah Bukhara, aliran mutadiriyah samarkan, yang juga memberikan batas pada
kekuasaan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja.
Sifat-Sifat Tuhan
◦ Menurut Aliran Mu’tazilah

Pertentangan paham antara kaum Mu’tazilah dan kaumasy’ariyah dalam masalah ini berkisar
sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai sifat-sifat itu
mestilah kekal seperti halnya dengan zat Tuhan. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa
kepada paham banyak yang kekal (ta’addud al-qudama’ atau poltiplicity of eternals). Dan ini
selanjutnya membawa pula kepada paham syirik atau polyteisme. Suatu hal yang tak dapat
diterima dalam
teologi. Sebagian telah dilihat dalam bagian 1, kaum Mu’tazilah mencoba menyelesaikan
persoalan ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Ini berarti bahwa Tuhan
Tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuatan dan sebagainya. Tuhan tetap
mengetahui dan sebagainya bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya. Arti “Tuhan mengetahui
dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri.
Sifat-Sifat Tuhan
◦ Menurut Aliran Asy’Ariyah

Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut aliran asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari
bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatannya, di samping menyatakan bahwa
Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai pengetahuan, kemauan,
dan daya.
◦ Menurut Aliran Maturidiyah

Dapat ditemukan persamaan antara al-maturidi dan alasy’ari, seperti di dalam pendapat bahwa
Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, basher dan sebagainya. Walaupun begitu pengertian al-
maturidi tentang sifat berbeda dengan alasy’ari. Menurut al-maturidi sifat tidak dikatakan sebagai
esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca:
inheren) dzat tanpa pemisah. Tampaknya paham al-maturidi, tentang makna sifat cenderung
mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaannya almaturidi mengaku adanya sifat-sifat sedangkan al-
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai