Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

“ISLAM DI MASA DINASTI ABBASIYAH”


Dosen pengampu : Prof. Dr. H. Fauzan Naif

Disusun Oleh :

1. Ayyu Saniya Putri 18105030009


2. Andi Saputra 18105030010
3. Hafidhuddin Rosyad 18105030011
4. Intifa Fadhillah 18105030012

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim, alhamdulillahirobbilalamin segala


puji bagi Allah tuhan semesta alam. Atas segala karunia hidayah,
rahamat serta nikmatnya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Islam pada Masa
Dinasti Abbasiyah” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas
mata kuliah yang diampu oleh Prof.Dr. Fauzan Naif.

Makalah ini bersisi tentang sejarah berdirinya, fase-fase


pemerintahan, kemajuan peradaban, kemunduran dan runtuhnya
dinasti Abbasiyah. Meski telah disusun secara maksimal, kami penulis
sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Karenanya kami mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian.

Besar harapan kami makalah ini dapat membantu teman-teman


dalam memahami materi tentang dinasti Abbasiyah. Demikian yang
dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................. 2

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah ............................... 2


B. Fase-fase Perkembangan Dinasti Abbasiyah ...................... 4
C. Kemajuan Peradaban .......................................................... 9
D. Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah ............. 12

BAB III PENUTUP....................................................................... 15

A. Kesimpulan ......................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa peradaban yang benar-benar membawa perubahan yang sangat besar
serta babakan Islam pada masa klasik (keemasan) adalah masa daulah bani
Abbasiyah. Pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang
diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab, pendirian pusat perkembangan ilmu, perpustakaan dan
terbentuknya madzahab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagi hasil dari
kebebasan berfikir juga ilmuwan-ilmuwan yang multitalent.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ?
2) Bagaimana fase-fase pemerintahan dinasti Abbasiyah ?
3) Apa saja kemajuan peradaban pada masa dinasti Abbasiyah ?
4) Bagaimana proses runtuhnya dinasti Abbasiyah ?

C. Tujuan Penulisan
1) Menjelaskan proses berdirinya dinasti Abbasiyah
2) Menjelaskan fase-fase pemerintahan dinasti Abbasiyah
3) Menjelaskan kemajuan peradaban dinasti Abbasiyah
4) Menjelaskan proses runtuhnya dinasti Abbasiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Sesuai pesan Ibrahim, Abu al-Abbas dan keluarganya pergi ke Kufah. Mereka
menuju Abu Salamah Al-Khalai, salah seorang tokoh propaganda di Kufah. Akan tetapi,
Abu Salamah merahasiakan kedatangan mereka. Menurut suatu riwayat, Abu Salamah
hendak mengalihkan khilafah kepada Bani Ali. Sungguhpun demikian, tokoh-tokoh yang
lain setelah mengetahui kedatangan Abu Abbas dan keluarganya segera membai’at Abu
a]-Abbas. Abu Salamah sendiri, meskipun terlambat, berbai’at pula kepada Abu al-Abbas.
Namun Abu al-abbas sudah mengetahui niat jahat Abu Salamah (Ibrahim Hasan, 1976, h.
17). Pada tanggal 13 Rabi’al-Awwal 132 H, bai’at ‘am terhadap Abu al-Abbas dilakukan
di Masjid Kufah. Abu al-Abbas didampingi saudaranya, Abu Ja’far dan pamannya, Daud
ibn Ali, dengan dibai’atnya Abu al-Abbas se bagai khalifah, maka secara de facto maupun
de jure terbentuklah dinasti Bani Abbas.

Selanjutnya Abu al-Abbas memusatkan perhatiannya untuk menghancurkan sisa-


sisa kekuatan Bani Umayyah. dalam kaitan ini ia menunjuk Abdullah ibn Ali untuk
menghadapi pasukan Marwan ibn Muhammad. Kedua pasukan bertemu di Zab dan
pertempuran terjadi dengan kemenangan di pihak Abdullah. Marwan melarikan diri, tetapi
kemudian dapat ditangkap dan dibunuh, setelah dikejar-kejar dari satu tempat ke tampat
lain (Ibn al-Atsir, 1965, h. 425). Abdullah ibn Ali juga melakukan pembataian dan
pembunuhan secara besar-besaran terhadap kaum muawiyah di Syria. Ia bahkan menyuruh
membongkar kuburan khalifah-khalifah Bani Umayyah, seperti kuburan Mu’awiyah ibn
Sufyan, Yazid ibn Mu’awiyah, Abdul Malik ibn Marwan dan kuburan Hisyam ibn Abd al-
Malik.

Abdullah ibn Ali juga membunuh anak-anak khalifah Bani Umayyah, seperti
Muhammad ibn Abd al-Malik dan al-Wahid ibn Sulaiman ibn al-Malik.Abu al-Abbas
sendiri membunuh Abu Salamah alKhalal setelah mendapat persetujuan Abu Muslim
alKhurasani. Selanjutnya karena pertimbangan keamanan Abu al-Abbas pindah ke Anbar
dan membangun istana di sana. Di tempat itu pula ia meninggal pada tanggal 12
Dzulhijjah 136 H dalam usia 33 tahun. (Hasan Ibrahim Hasan, 1976, h. 27).

2
Sepeninggal Abu Abbas, jabatan khalifah dipegang oleh Abu Ja’far yang
mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembina sesungguhnya adalah Mansur, bahkan
khalifah-khalifah sesudahnya secara keseluruhan merupakan keturunan Mansur. la tidak
segan-segan menggunakan kekerasan demi mempertahankan kekuasaannya. Mansur tidak
saja membunuh musuh-musuhnya akan tetapi juga membunuh orang-orang yang
sebelumnya turut membantu mendirikan Dinasti Bani Abbas.Tantangan yang mula-mula
dihadapi oleh Mansur adalah pemberontakan Abdullah ibn Ali, paman Mansur, pahlawan
perang Zab dan Gubernur Syria pada pemerintahan Abu al-Abbas.

Mansur menunjuk Abu Muslim untuk memimpin pasukan menghadapi pasukan


Abdullah. Abu Muslim berhasil mencerai beraikan pasukan Abdullah. Abdullah sendiri
melarikan diri ke Basrah, tempat Sulaiman ibn Ali, saudara Abdullah. Namun Mansur
meminta Sulaiman agar menyerahkan Abdullah kepadanya dengan janji akan diberi
jaminan. Sulaiman menyerahkan Abdullah dan membunuhnya pada tahun 143 H (Al-
Thabari, 1979. h.134).

Setelah pemberontakan Abdullah dapat dihancurkan, kini terpikir oleh Mansur


untuk membunuh Abu Muslim.Mansur kelihatan sangat khawatir terhadap kekuatan Abu
Muslim dan pengaruhnya semakain meluas. Sentimen pribadi dan dendam Mansur kepada
Abu Muslim yang sudah lama terpendam, tentu menjadi salah satu faktor membunuh Abu
Muslim.

Kematian Abu Muslim menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik bagi
orang-orang Khurasan dan membuka peluang bagi timbulnya
pemberontakanpemberontakan seperti pemberontakan kaum Rawadiah dan pemberontkan
Sanbadz yang menuntut balas atas kematian Abu Muslim. Namun Mansur dapat
mengatasi semua pemberontakan itu. Dengan terbunuhnya Abdullah ibn Ali dan kemudian
Abu Muslim, barulah Mansur merasa dirinya sebagai penguasa Dinasti Bani Abbas yang
sebenarnya.

Untuk lebih menjamin kekuasaan dan keamanan dirinya. Mansur mengembangkan


kota Bagdad di dekat bekas ibu kota Persia pada tahun 742 M (Harun Nasution, h.270).
Pembangunan kota Bagdad yang diberi nama “Kota Kedalaman” (Madinat al-Salam)
menelan biaya sebesar 4.883.000 Dirham dengan 100.000 arsitek dan ahli bangunan dari
Syiria, Mesopotamia dan daerah-daerah lainnya (Philip K. Kitti, 1973, h.88) Pada saat
Mansur sibuk membangun kota Bagdad di atas, Muhammad ibn Abdillah ibn Hasan Ibn

3
Hasan ibn Ali yang bergelar al-Nafs al-Zakiyah memproklamirkan dirinya sebagai
khalifah Madinah dan menentang pemerintahan Bani Abbas Ibrahim ibn Abdillah juga
memberontak dan menyerang kota Basrah. Pemberontakan Bani Ali ini dapat pula
ditumpas oleh Mansur, namun ini tidak berarti perlawanan Bani Ali telah berakhir.
Pertentangan Bani Abbas dengan Bani Ali terus berlanjut sehingga tidak ada seorang pun
dari Khalifah Bani Abbas yang tidak terlibat dalam pertikaian dengan Bani Ali. (Jamal al-
din, h.2000)

B. Fase-fase Perkembangan Dinasti Abbasiyah

Abbasiyah adalah suatu dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (Negara)
Islamiyah pada masa klasik dan pertengahan Islam. Daulat islamiah ketika berada dibawah
kekuasaan dinasti ini disebut juga dengan Daulah Abbasiyah. Daulah abbasiyah adalah
daulat Negara yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani
Abbas), paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas As-Saffah.
Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah inilah zaman keemasan Islam tercapai.

Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulah Abbasiyah


bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan mereka
karena mereka adalah keluarga Nabi SAW. Yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya sudah
ada sejsk lama, teteapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayah naik tahta
dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim.

Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-720) menjadi
khalifah Daulah Umayyah. Umar memimpin dengan adil. Ketenteraman dan stabilitas
negara memberi kesempatan gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merncanakan
gerakannya yang berpusat di Al-Humaymah. Pemimpinnya waktu itu adalah Ali bin
Abdullah bin Abbas, seorang zahid. Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Muhammad,
yang memperluas gerakan. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat perencanaan dan
organisasi, Kuffah sebagai kota penghubung, dan Khurasan sebgai puat gerakan praktis.
Muhammad wafat pada tahun 125 H/743 M dan digantikan oleh anaknya, Ibrahim al-
Imam. Panglima perangnya dipilih seorang kuat asal Khurasan bernama Abu Muslim al-
Khurasani. Abu Muslim berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan
demi kemenangan. Pada awal tahun 132 H/750 M Ibrahim al-Imam tertangkap oleh

4
pemerintah Daulah Umayyah dan dipenjara sampai meninggal. Dia digantikan oleh
saudaranya, Abu Abbas. Tidak lama setelah itu dua bala tentara, Abbasiyah dan
Umawiyah, bertempur didekat sungai Zab bagian hulu. Dalam itu Bani Abbas mendapat
kemenangan, dan bala tentaranya terus maju ke negeri Syam (Suriah); di sini kota demi
kota dapat dikuasainya.

Sejak tahun 132 H/750 M itulah Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan
khalifah pertamanya Abu Abbas As-Saffah. Daulat ini berlangsung sampai tahun 656
H/1258 M. Masa yang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan yang berubah-
ubah sesuai perubahan politik, social, budaya dan penguasa. Berdasarkan pola dan
perubahan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa yang dilalui Daulah
Abbasiyah dalam lima periode.

1.Periode Pertama (132 H/ 750 M-232 H/847 M)

Fase ini disebut pengaruh Persia pertama yaitu berlanjut dari kekuasaan khalifah
pertama Abu Abbas As-Saffah tahun 750 m = 132 H sampai khalifah ke 9 (al Watsiq)
tahun 847 M = 232 H. Abu Abbas As-Saffah dan Abu Ja’far AlMansur khalifah pertama
dan kedua disebut peletak pondasi yang kuat. Abu Abbas dengan sikap tegas dan
beraninya mampu mengusir paksa semua bekas keturunan Muawiyah dari wilayah yang
baru direbutnya dari kekuasaan Bani Umayyah, sehingga wilayah Islam Abbasiyah pada
saat itu menjadi aman dan kondusif. Sedangkan khalifah Abu Ja’far AlMansur dikenal
sebagai penerus kebijakan khalifah pertama dengan merintis berdirinya Baitul Hikmah
(perpustakaan). Abu Ja’far juga membuat kebijakan memindahkan ibu kota Abbasiyah
dari Damaskus ke wilayah yang lebih luas dan jauh dari pengaruh Bani Umayyah 1 yaitu
Baghdad di wilayah Persia.

Khalifah Harun Al-Rasyid, khalifah ke 5 membangun peradaban ilmu pengetahuan


dengan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bagi masyarakat luas, mahasiswa,
ulama, atau para pencinta ilmu pengetahuan. Harun Al-Rasyid membangun lembaga-
lembaga pendidikan seperti kuttab, madrasah,perguruan tinggi, dan lain sebagainya.
Mahasiswa, ulama, guru dan pemerhati ilmu pengetahuan yang ingin tolabul’ilmi (belajar)
dibayar oleh pemerintah dan disediakan tempat penginapan didalam Baitul Hikmah yang
dibangun dengan diameter yang sangat luas. Tercatat ada 3 khalifah yang berkuasa pada
masa puncak dan kegemilangan peradaban Islam ini. Pada masa ini para pencari ilmu dari
Eropa, wilayah Inggris, dan Prancis datang untuk menuntut ilmu dari Islam, mereka

5
datang ke Andalusia, seperti di Toledo University, Sevilla University, Granada University,
dan Kordova University. Di Abbasiyah mereka datangi Nizamiyah University, Sammara
University, Naisabury University. Mereka para pelajar dari Eropa itu belajar sambil
mengamati suasana perkembangan ilmu pengetahuan seperti penulisan ilmu pengetahuan
oleh ulama-ulama Islam, dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan terutama Baitul Hikmah
yang didirikan hamper di semua kota-kota kekuasaan Abbasiyah. Selesai belajar di kota-
kota Islam, mereka kemudian mengembangkan ilmu dan pengalaman belajar di kota-kota
Islam dengan mendirikan lembaga pengajian yang diberi nama House of Wisdom di
Inggris dan Prancis.

Kegiatan belajar yang menonjol lainnya adalah penerjemahan buku-buku filsafat


Yunani dan buku-buku asing, dengan cara menyewa para ahli bahasa yang beragama
Kristen dan penganut agama lainnya. Fase ini juga dikembangkan oleh khalifah Harun Al-
Rasyid sebagai wujud kepedulian soaial Bani Abbasiyah. Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Di kota Baghdad pada saat itu telah bersedia
paling sedikit 800 orang dokterdi. Pemandian-pemandian juga dibangun sebagai sarana
umum disediakan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menggunakan fasilitas-
fasilitas tersebut secara bebas.

Fase ini disebut dengan pengaruh Persia karena beberapa khalifah yang berkuasa
berkebangsaan Persia, seperti al-Amin dan al-Makmun putra dari Harun al-Rasyid ibunya
seorang Persia dan beberapa khalifah. Meskipun pda fase ini khalifah al-Muktasim mulai
memberi peluang kepada bangsa Turki untuk berkiprah dalam pemerintahan Abbasiyah
sebagai tentara pegawai khalifah dan pengawal istana.

2. Periode Kedua (232 H/847 M = 334 H/945 M )

Fase kedua ini dikenal dengan pengaruh kekuasaan Turki pertama. Fase ini dimulai
dari khalifah ke sepuluh al-Mutawakkil. Pada fase ini perkembangan peradaban masih ada
dan berkembang akan tetapi tidak sepakat seperti fase sebelumnya.peradaban ilmu dan
peradaban lainnya, seperti membangun istana, masjid, dan kota masih tetap berjalan baik.
Baru pada akhir abad ke-9 pada saat terjadi disintegrasi atau pecahnya kekuasaan Islam
menjadi wilayah-wilayah kecil yang lepas dan merdeka dari pemerintahan Abbasiyah
sebagai pusat pemerintahan Islam, pada waktu itu proses proses pengembangan peradaban
mulai menurun, tetapi para pelajar dari Eropa masih berbondong-bondong belajar di pusat-
pusat peradaban, baik di Baghdad maupun di kota-kota di Andalusia. Dalam hitungan para

6
pakar sejarah, bahwa masa ini masih masuk dalam masa kejayaan peradaban Islam. Pada
fase ini banyak pembesar istana berasal dari bangsa Turki, terutama yang bekerja sebagai
pengawal istana dan pengawal khalifah.

3. Periode Ketiga (334 H/945 M = 447 H/1055 M)

Pada fase ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Dinasti Buwaihi atau
disebut juga pengaruh Persia II. Fase ini dikenal dengan masa disintegrasi kekuasaan
dinasti Abbasiyah dan munculnya Tawaif di dinasti Umayyah II Andalusia. Wilayah-
wilayah jauh Abbasiyah seperti di Afrika Utara, dan di India meminta merdeka dari
Abbasiyah. Tuluniyah dan Fatimyah di Mesir, serta Idrisi di Maroko dan Sabaktakim di
India mengumumkan merdeka dan lepas dari kekuasaan pusat Abbasiyah.

Bani Buwaihi membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara: Ali untuk wilayah
bagian Selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk
wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Dengan demikian, Baghdad pada periode ini
tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraj di masa
berkuasa Ali bin Buwaihi yang memiliki kekuasaan bani Buwaihi.

Meskipun demikian, dalam perkembangan ilmu pengetahuan masih berjalan,


mahasiswa dari Eropa masih tetap belajar di pusat-pusat peradaban Islam, masih
diramaikan dengan kegiatan belajar mengajar. Karya-karya monumental dari al-
Khawarizmi, al-Gibra, al-Jabar dalam bidang matematika dan logaritma serta karya Ibnu
Sina, al-Qanun fi at-Tibb, asy-Syifa, juga karya ibnu Zuhr masih menjadi idola para
pelajar Eropa untuk mempelajarinya. Pada masa ini muncul pemikir-pemikir besar seperti:

a. Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)


b. Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M)
c. Ibnu Maskawaih (320-421 H/932-1030 M)
d. Al-Bairuni (930-1030 M)

4. Periode Keempat (447 H/1055 M = 590 H/1199 M)

Dalam sejarah fase keempat ini disebut dengan fase kekuasaan Bani Seljuk atau
dalam sejarah sering juga disebut dengan fase pengaruh Turki kedua. Sebagaimana pada
periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada masa ini.

7
Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah,
mendirikan madrasah Nizamiyah (1067) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-
cabang madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan.
Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Dari madrasah ini
telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan
Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah az-Zamakhsyari, penulis
dalam bidang tafsir dan Usul ad-din (teologi), al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali
dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu
perbintangan.

Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka
membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa provinsi dengan seorang gubernur untuk
mengepalai masing-masing provinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah,
masing-masing provinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan
yang terjadi di anatar mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit
kekuasaan politik khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan
mereka berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/1190 M.

5. Periode Kelima (590 H/1194 M = 656 H/1258 M)

Fase ini dikenal dalam sejarah perkembangan Islam sebagai fase lemah sampai
hancurnya kekuasaan Islam Abbasiyah. Setelah terjadi disintegrasi dan perang salib dalam
wilayah Islam, maka kekuasaan Islam Abbasiyah di Baghdad semakin menurun. Pada
tahun 1258 M Abbasiyah diserang dan di bombardir oleh kekuasaan Mongol dengan
membakar sekian ilmu pengetahuan dan serta membakar mati para ilmuwan Islam
Abbasiyah dengan cara membakar perpustakaan, sekolah-sekolah serta membakar
fasilitas-fasilitas umum serta pusat peradaban Islam, yang ada di wilayah Andalusia
diserang dan dihancurkan oleh dua kerajaan Nashrani Aragon dan Castelia, maka
lengkaplah kehancuran Islam pada fase ini. Kondisi peradaban Islam di Baghdad, Trigis
dan Eufhrat hitam beberapa bulan karena abu pembakaran peradaban dibuang di dua
sungai tersebut. Setelah kejadian tragis itu maka kekuasaan Islam yang selama 5 abad
lebih membangun peradaban dengan susah payah, telah takluk dan hancur binasa.

8
C. Kemajuan peradaban

Faktor yang menpengaruhi timbulnya gerakan ilmiah : (1) Kebijakan politik


egalitarian dengan memberikan jabatan-jabatan kepada Mawali. (2) Kebijakan khalifah
yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. (3) Pindahnya pusat pemerintahan ke
Baghdad. Sedangkan dalam sejarah kegiatan menulis ilmu terbagi menjadi 3 tingkatan :
(1) Tingakatan pertama, mencatat ide-ide atau percakapan dalam satu halaman kertas
rangkap dua, asli dan salinan. (2) Tingkat kedua, pembukuan. (3) Tingkat ketiga,
penyusunan lebih sistematis dari sebelumnya.

Di antara ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang pada dinasti ini :

 Ilmu hadis
Tokoh yang terkenal : Al-aimmah al-sittah (imam yang enam) yaitu: (1) Al-
Bukhari, hasil karya beliau al- Jami al-Shahih dan Tarikh al-Kabir. (2) Muslim
ibnu Hajjaj ibnu Muslim al-Qusyairi al-Naisabury dengaj kitabnya al-Jami Shahih
Muslim, (3) ibnu Majjah, dengan kitab beliau Sunan ibnu Majjah, (4) Abu Dawud,
dengan kitabnya Sunan Abi Dawud, (5) At-Tirmidzi, dengan kitabnya Sunan At-
Tirmidzi, (6) al-Nasa’i, dengan jitabnya Sunan al-Nasa’i.
 Ilmu Tafsir

Ilmu tafsir yang berkembang : (1) Tafsir bi al-Ma’tsur dengan tokohnya : Ibnu Jarir
Ath Thabari dengan karya beliau Jami al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an; Al-Suda,
dengan menyandarkan tafsirnya kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, serta sahabat
lain; dan Muqotil ibnu Sulaiman yang menyandarkan tafsirnya kepada para sahabat
serta mengutip dari Taurat yang diriwayatkan oleh Yahudi. (2) Tafsir Diroyah/
Tafsir bi al-Ra’yi/ Tafsir bi al-Aqli dengan tokohnya antara lain : Abu Bakar al-
Asham dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil; Ibnu Jaru al-Asadi; Ar-Razy dengan
tafsirnya Al-Muqthathaf; dan sebagainya.

 Ilmu Fikih dan Ushul Fiqih

Tokonya: (1) Abu Hanifah al-Nu’man ibnu Sabit dengan karyanya Musnad al-
Imam al-A’dham atau Fiqh al-Akbar, (2) Malik ibnu Anas dnegan kitabnya al-
Muwatha’, (3) Imam Syafi’i dengan jarya beliau al-Risalah, al-Umm, al-Mabsut
dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid, (4) Ahmad ibnu Hanbal dengan kitab beliau al-
Musnad.

9
Para fuqaha terbagi memjadi dua golongan : Golongan ahlu Hadis, yaitu
mereka yang menyandarkan pengambilan hukum kepada hadis. Mislanya Imam
Hanbali. Yang kedua, Golongan ahlu Ra’yu, yaitu mereka yang menyandarkan
hukum dengan pemikiran. Misalnya Abu Hanifah.

 Ilmu Tasawuf atau Mistisme Islam


Tokohnya: (1) Al-Ghazali dengan kitab populer beliau Ihya ‘Ulumuddin, (2) Abu
Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan hasil karya beliau al-Ta’aruf li Madzhab ahl
at-Tasawuf, (3) Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi dengan Maqamat
sebagaibkarya beliau. (4) Zunnun al-Misri, (5) Abu Yazid al-Bustomi, (6) Husain
ibnu Mansur al-Hallaj, dsb.
 Ilmu Kalam atau Teologi
Tokoh dari golongan muktazilah antara lain : (1) Washil bin Atha’, (2) Al-Jahiz,
(3) Al-Nazam, (4) Al-Jubba’i, dll. Sedangkan dari golongan Ahlu sunnah: (1)
Imam Abu Hasan al-Asy’ari, (2) Imam Abu Mansur al-Maturidi, (3) Imam
Haramain al-Juwaini, (4) Abu Hamid al-Ghazali, dll.
 Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokoh-tokohnya : (1) Abu Ja’far Muhammad at-Tabari dengan karya beliau
Akhbarul Rasul wa Mulk yang berisi tentang sejarah manusia, (2) Firfawasi
(penyair serta bapak sejarah persia), karya beliau Book of Kings (Shah Namah), (3)
Ibnu Khaldu (ahli teori pendidikan) dengan karya beliau Muqaddimaj, (4) Ibnu
Hisyam, (5) Ibnu Sa’d.
 Ilmu Sastra
Tokoh-tokohnya : (1) Al-Jasyiari dengan karya Alf Lailat wa Laila, (2) Abu al-
Farraj al-Ishfahani dengan Kitab al-Aghani sebagai karya beliau, (3) Firdawasi,
puisi karyanya Shah-Namah, (3) Jalaluddin Rumi dengan karyanya yangbberjudul
Matsnawi.
 Ilmu Bahasa, Ilmu Tata Bahasa, Ilmu Qoriah, dan Ilmu Agama Lainnya
Ilmu yang menarik pada masa dinasti ini adalah ilmu filsafat dari Yunani, juga
buku yang berasal dari Persia, Spanyol, diterjemahlan dalam bahasa Arab. Tokoh-
tokoh pada bidang ini : (1) Al-Kindi, seorang filusuf Arab dengan 270 buah, (2)
Al-Razi, karya beliau antara lain : Al-Tibb al-Ruhani, Maqalah fi ma ba’da al-
Tabi’ah, dan al-Shiraz al-Falsafiyyah, (3) Al-Farabi, terkenal dengan al-Mua’alim
al-sani (Guru kedua setelah Aristoteles sebagai al-Mua’alim al-awwal). Beliau

10
lebih terkenal dengan sebutab Alpharbius di daerah Barat. Karya beliau : Al-
Musiqa (bidang Fisika), al-Ulum, Fushus al-Hikam, dan lain-lain. (4) Ibnu Sina
dengan karya beliau : al-Syifa, al-Nadjah, ‘Uyun al-Hikmah, Mantiq al-
Masyriqiyin. Kemasyhuran beliau dibidang kedokteran mengalahi kemasyhuran
dibidang filusuf, oleh karena itu beliau diberi gelar ‘the prince of the physicians”,
dan dalam Islam beliau terkenal dengan al-Shaykh al-Ra’is. (5) Ibnu Maskawaih,
karya terpenting beliau : Tartib al-Sa’adah, Tahdzib al-Akhlak, dan Jawidan
Khirad, (6) Al-Ghazali terkenal dengan Hujjatul Islam. Karya bekiau : Ihya
Ulumuddin, Tahafut al-Falasifah, Qawaid al-‘Aqaid, dan lain-lain.

Dalam bidang sains, kemajuan ini didukung oleh Science Policy, yaitu dengan
didirikannya lembaga-lembaga akademik, sekolah, dan observatorium serta perpustakaan.
Dengan begitu menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam bidang :

a. Kedokteran

Tokohnya : (1) Jabir bin Hayyan, seorang bapak kimia, (2) Hunain bin Ishaq , (3)
Thabib bin Qurra, (4) Ar-Razi. Dengan beberapa universitas terkenal di kota : (1)
Yunde Shapur (Iran), (2) Harran (Syiria), (3) Baghdad.

b. Ilmu Kimia
Tokohnya : Jabir bin Hayyan, beliau berpendapat bahwa logam seperti tembaga,
timah, dan besi bisa diubah menjadi emas dengan ramuan khusus. Beliau juga
memperbaiki oendapat Aristoteles mengenai campuran logam.
c. Astronomi
Para ahli astronomi yaitu : (1) Al-Biruni, dengan kitab beloau al-Hind dan Qanun
al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, (2) Al-Fazari, beliau adalah pencipta
astrolube . (3) Nasiruddin at-Tusi penyusun tabel astronomi Ilkanian geomancy.
d. Matematika
Tokoh populernya adalah Al-Khawarizmi, beliau yang menemukan angka 0. Selain
itu ada Umar al-Farukhan, seorabg insinyur arsitek pembangunan kota Baghdad.
Serta Abul Wafa seorang matematika-astronom dari Persia.
e. Fisika
Tokohnya adalah Abdul Rahman al-Khazini, penulis kitab mizanul Hikmah.
f. Geografi
Tokohnya : (1) Al-Bakhi (2) Al-Hamdani (3) Al-Biruni, dan lain-lain.

11
g. Botani
Tokohnya : (1) abdul Latif, memuat materi botani yang penting dalam kisag
tentang kota Baghdad (2) Abdul Abbas an-Nabati, dan lain-lain.
h. Antidote ( penawar racun)

Tokohnya : Ibnu Sarabi, Serapion Muda, penukus risalah elemen kinua penangkal
racun dalam versi latin.

i. Musik
Tokoh : Nasiruddin Thusi dan Qutubuddin Asy-Syitazi penulis risalah musikal di
sekolah Maragha. Selain itu, ada Safiuddin dari Persia, penemu skala paling
sistematis yang dibuat paling sempurna.

D. Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah

Dinasti Abbasiyyah merupakan dinasti yang memiliki prestasi di berbagai bidang.


Yang melampaui berbagai proses mulai dari berkembangya di bidang sosial, militer,
ekonomi, hingga bidang pendidikanya. Dengan lamanya masa kekuasaan Dinasti
Abbasiyyah maka ada masa diamana dinasti Abbasiyyah mengalami kejayaan. Setelah
mengalami kejayaan, tibalah dimana dinasti Abbasiyyah mengalami kemunduran.
Kemunduran tersebut kita dapat lihat adanya wilayah wilayah yang memisahkan dari
pemerintahan Abbasiyah, mereka memilih merdeka sendiri. Diantaranya adalah dinasti
thulun yang menguasai wilayah Mesir dan Persia, tetapi kepemimpinan itu tidak
berlangsung lama. Dinasti tersebut kembali dalam kekuasaan Abbasiyyah. Tak lama
kemudian Dinasti Iksidiyah menguasai wilayah Mesir, Suriah, Makkah, Madinah. Namun
kekuasaan tersebut juga tidak berlangsung lama karena Dinasti Iksidiyah menyerahkan
kekuasaanya kepada Dinasti Fatimid. Masih banyak dinasti dinasti yang berdiri berlatar
belakang kekecewaan atas kekuasaan Dinasti Abbasiyyah.

Disisi lain faktor kemunduran Dinasti Abbasiyyah disebabkan khalifah yang


cenderung foya foya. Menjadikan rakyat sebagai pelampiasan untuk mendapat harta,
dengan meninggikan tarif pajak. Akhirnya rakyatpun kecewa atas tindakan tindakan
tersebut dan menjadikan ekonomi Negara merosot. Kondisi rakyat yang pada masa itu
terkena wabah penyakit, diantaranya penyakit pes, malaria, cacar, dan lain sebagainya.

12
Konflik keagamaan juga menjadi penyebab kemunduran dinasti ini. Dapat kita lihat
dengan adanya konflik aliran syiah dan ahlussunnah, yang kemudian terjadilah mihnah
pada masa pemerintahan al-ma’mun (813-833 M), dan menjadikan muktazilah menjadi
madzhab resmi negara. Tetapi seiring berjalanya waktu akhirnya Asy’ariyah dapat
menyingkirkan golongan muktazilah. Kekecewaan bangsa Persia atas tidak tercapainya
cita citanya. Hal ini termasuk dalam bentuk fanatisme keagamaan yang berkaitan dengan
persoalan kebangsaan. Kekecewaan tersebut mendorong sebagisan dari mereka
mempropagandakan ajaran Manuisme, Zorosterisme, dan Mazdakisme. Yang juga disebut
dengan gerakan zindiq. Karena menggoda keimanan khalifah, maka beberapa khalifah
seperti pada masa al-mansur dan juga al-mahdi berusaha keras memberantasnya dengan
membuat jawatan khusus yang bertugas mengawasi kaum zindiq tersebut. Meskipun telah
dilakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah, tetapi konflik tersebut masih terus
berlanjut. Hingga menyebabkan konflik bersenjata dan menumpahkan darah. Seperti
gerakan Afsyn dan Qaramithah yang diantaranya terdapat konflik bersenjata.

Begitu juga persaingan antar-bangsa yang menjadikan Dinasti Abbasiyyah


mengalami kemunduran. Antar bangsa ingin mendominasi kekuasaan dinasti Abbasiyyah.
Sehingga persainganpun terjadi hingga menyebabkan Dinasti Abbasiyyah mengalami
kemunduran. Hingga menimbulkan banyak periode. Mulai dari periode pengaruh Persia,
pengaruh Turki, pengaruh Persia II, pengaruh Turki II, dan yang terakhir tidak ada
pengaruh oleh keduanya, tetapi hanya di daerah Baghdad.

Beberapa peristiwa di atas merupakan faktor-faktor internal. Tetapi juga terdapat


beberapa faktor eksternal yang menyebabkan kemunduran dan runtuhnya Dinasti
Abbasiyyah. Pada tahun 1095 M terjadilah perang salib. Pertumpahan darah terjadi dalam
peperangan ini, dan sebagian besar kaum muslim menjadi korban peperangan. meskipun
umat islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari serangan pasukan salib, tetapi
peperangan ini membuat kerugian besar bagi dinasti abbasiyyah. Kerugian tersebut
menimbulkan politik dnasti abbasiyah menjadi semakin melemah. Kondisi demikian
membuat mereka terpecah belah bukanya malah bersatu. Banyak wilayah kecil yang
memisahkan dari kekuasaan dinasti abbasiyyah. Peperangan ini terjadi sampai ke tahun
1291 M yang menimbulkan pengaruh besar kehancuran dinasti ini.

Pada tahun 1258, sejumlah 200.000 tentara Mongol tiba di salah satu pintu Baghdad.
Pasukan mongool dibawah kepemimpinan Hulagu khan cucu dari Jengis Khan

13
memberontak dan mematahkan kaum muslimin. Dari pintu sebelah barat pasukan tartar
dibawah komando yagunus memasuki wilayah Baghdad, kemudian dari pintu sebelah
timur pasukan dibawah kepemimpinan Hulaghu Khan. Hulaghu mengajak bekerja sama
dengan Khalifah Al-Musta’shim, tetapi justru Al-Musta’shim menolaknya. Penyerbuan
kembali berlanjut hingga tokoh masyarkat dipancung oleh pasukan Mongol. Termasuk
khalifah Al-Musta’shim sendiri menjadi korban pembunuhan pasukan Mongol, begitu
kejamnya pasukan Mongol memperlakukan Al-Musta’shim hingga menyeret
menggunakan kuda. Kurang lebih selama tiga pluh empat hari genjatan senjata terjadi,
pasukan Mongol memasuki kota Baghdad dari berbagai arah, dan pintu. Akhirnya kota
Baghdad hancur dan hampir seluruh penduduk Baghdad mati akibat serangan pasukan
Mongol. Namun ada sedikit penduduk yang masih selamat dari keluarga abbbasiyyah
yang akhirnya melarikn diri ke Mesir dan menetap disana.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa dinasti Abbasiyah adalah
suatu dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (Negara) Islamiyah pada masa klasik
dan pertengahan Islam. Daulat islamiah ketika berada dibawah kekuasaan dinasti ini
disebut juga dengan Daulah Abbasiyah. Daulah abbasiyah adalah daulat Negara yang
melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi
Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas As-Saffah. Pada masa
pemerintahan Daulah Abbasiyah inilah zaman keemasan Islam tercapai.

Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulah Abbasiyah


bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan mereka
karena mereka adalah keluarga Nabi SAW. Yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya sudah
ada sejak lama, teteapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayah naik tahta
dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim.

Kemajuan peradaban Islam memuncak pada masa dinasti Abbasiyah ini. Berbeda
dengan dinasti Umayyah yang mengutamakan perluasan wilayah Islam, dinasti Abbasiyah
ini lebih menekankan pada kemajuan peradaban Islam dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan, karena saat itu wilayah Islam memang sudah luas. Namun, seiring dengan
kemajuan yang semakin pesat ini, membuat para penguasa terlena dan hidup berfoya-foya,
sehingga merupakan salah satu awal kemunduran dinasti Abbasiyah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Suntiah, Ratu dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung. PT.
REMAJA ROSDAKARYA

Kementrian Agama. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah XI.


Jakarta: Kementerian Agama

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT


Ichtiar Baru Van Houve

http:/ /paringan.blogspot.com/2015/11/makalah-dinasti-abbasiyah.html?m=1

http:/ /makalahe19.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-peradaban-islam-
dinasti.html?m=1

Rianawati.2010.Sejarah & Peradaban Islam.Pontianak: STAIN Pontianak


press.

16

Anda mungkin juga menyukai