100%(4)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (4 suara)
1K tayangan6 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang proses menuju kekuasaan Muawiyah II bin Yazid sebagai khalifah Bani Umayyah setelah ayahnya Yazid.
2. Masa pemerintahan Muawiyah II sangat singkat karena kondisinya yang sakit dan berbagai pemberontakan yang terjadi.
3. Muawiyah II menyerahkan jabatannya setelah tiga bulan memerintah karena merasa tid
Deskripsi Asli:
Perjalanan Pemerintahan Khalifah Muawiyah II Bin Yazid
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang proses menuju kekuasaan Muawiyah II bin Yazid sebagai khalifah Bani Umayyah setelah ayahnya Yazid.
2. Masa pemerintahan Muawiyah II sangat singkat karena kondisinya yang sakit dan berbagai pemberontakan yang terjadi.
3. Muawiyah II menyerahkan jabatannya setelah tiga bulan memerintah karena merasa tid
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang proses menuju kekuasaan Muawiyah II bin Yazid sebagai khalifah Bani Umayyah setelah ayahnya Yazid.
2. Masa pemerintahan Muawiyah II sangat singkat karena kondisinya yang sakit dan berbagai pemberontakan yang terjadi.
3. Muawiyah II menyerahkan jabatannya setelah tiga bulan memerintah karena merasa tid
2. RISKI MUTIA ANANDA KELAS : XI MIA-3 PELAJARAN : SKI (SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM)
MADRASAH ALIYAH NEGERI 3
BANDA ACEH 2018-2019 A. Proses Menuju Kekuasaan Bani Umayah II bin Yazid bin Muawiyah Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang 90 tahun. Sampai Muawiyah wafat tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemeberontakan kaum Syiah yang telah mambaiat Husain sepeninggal Muawiyah. Terjadi perang di Karbala, yang menyebabkan terbunuhnya Husain cucu Nabi SAW itu. Yazid menghadapi pemberontak di Makkah dan Madinah dengan keras . Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah lawan. Peristiwa tersebut merupakan aib besar pada masanya. Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian mengangkat Abdullah ibn hanzalah dari kaum Ansar. Mereka juga memenjarakan kaum Umayah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga terjadilah bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim ibn Uqbah al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di al-Harrah yang dimenangkan oleh pasukan Yazid, pada tahun 63 H. Sedangkan kaum Quraisy mengangkat Abdullah ibn mu’ti sebagai pemimpin mereka tanpa pengakuan terhadap kepimpinan Yazid. Penduduk Makkah lain lagi keadaanya, sebagaian dari mereka membaiat Abdullah ibn Zubair sebagai khalifah. Maka, pasukan Yazid yang telah menundukkan Madinah meneruskan perjalannya ke Makkah untuk menguasinya. Abdullah ibn Zubair selamat dari gempuran pasukan Yazid, karena ada berita bahwa Yazid berangkat sehingga ditariklah pasukannya ke suriah. Tetapi kota Makkah menjadi porak poranda akibat perlakuan pasukan Yazid tersebut. Yazid meninggal tahun 64 H. Setelah memerintah 4 tahun dan digantikanya oleh anaknya, Muawiyyah II bin Yazid
B. Biografi Muawiyah II bin Yazid
Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah adalah seorang pemuda yang tampan. Dia disebut juga Abu Abdur Rahman, ada juga yang menyebutnya Abu Yazid dan Abu Laila. Beliau anak Yazid yang lemah dan sakit-sakitan, disamping itu dia adalah seorang ahli Kimia pada masa pemerintahan Kakeknya Muawiyah bin Abu Sufyan diantara murid beliau yang paling terkenal adalah Abu Musa Jabir ibn Hayyan. Muawiyah II bin Yazid menjadi Khalifah atas dasar wasiat ayahnya pada bulan Rabiul Awal tahun 64 Hijriah atau berkenaan tahun 683 M. Dia adalah seorang pemuda yang shalih. Tatkala dia diangkat menjadi kholifah dia sedang menderita sakit. Sakitnya bertambah-tambah hingga akhirnya dia meninggal dunia. Dia bahkan tidak pernah keluar pintu sejak dia diangkat menjadi khalifah. Dia belum sempat melakukan apa-apa, dan belum pernah menjadi imam sholat untuk rakyatnya. Ada yang mengatakan bahwa masa kekhalifahannya sekitar 40 hari ada pula yang mengatakan dia menjadi khalifah selama 2 bulan , ada yang mengatakan juga 3 bulan. Wallahu a’lam bissowab. Saat meninggalnya dikatakan kepadanya “Tidakkah kau akan menentukan siapa yang aka menjadi penggantinmu”. Dia berkata “Saya belum pernah mencicipi kelezatan dan manisnya, lalu mengapa saya harus menanggung kegitarannya”.
C. Masa Pemerintahan Umayyah II bin Yazid
Disamping Muawiyah II ini menjadi khalifah atau naik tahta atas dasar ayahnya Muawiyah II juga dipilih penduduk Syam untuk menjabat khalifah sesudah ayahnya Yazid meninggal. Ketika itu Muawiyah II baru berumur 21 tahun. Pemerintahan Muawiyah II sangat singkat sekali dibandingkan dengan ayahnya Yazid bin Muawiyah (60-64 H/681-682 M) maupun kakeknya Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M). Kalau kita menarik benang merah bahwa Pada Masa khalifah Muawiyyah II, beliau dalam keadaan sakit dan sudah dihadapkan dengan peristiwa pemberontakan oleh Abdullah ibnu Zubair di Makkah.dan tidak ada perkembangan yang signifikan dalam masa itu, dibandingkan pada masa Muawiyah bin Abu sufyan yang memindahkan daulah Amawiyah pindah ke Damaskus, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dan pada masa Muawiyyah II juga tidak pernah menguasai daerah-daerah, dibandingkan dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang menguasai Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurasan dan ke benteng Tiongkok. Hanya saja pada pemerintahan Muawiyah II dititik beratkan pada pemeliharaan yang sudah di lakukan ayahnya maupun kakeknya. Diantaranya adalah : 1. Meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang kuat di daerah Syam (Syria). 2. Menata administrasi pemerintahan dengan baik. 3. Membentuk angkatan bersenjata (militer). 4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat. 5. Mendirikan percetakan uang, dan mendirikan pos surat. 6. Membuat anjungan di dalam masjid, yang berguna sebagai pengaman. 7. Mendirikan istana untuk khalifah. Ada juga yang mengatakan bahwa dirinya atau jiwanya (Muawiyah II bin Yazid) memberontak tidak dapat bertanggung jawab atas perubahan dan kerusakan yang ditinggalkan oleh ayahnya.
D. Khalifah Muawiyah II Yang Tahu Diri
Sedikit penulis ingin mengembalikkan ingatan kita bahwa ketika Panglima Alhushain bin Al-namir dari Syria yang bertugas menaklukkan pasukan Abdullah bin Zubair di Makkah, menemukan jalan buntu. Karena tak mampu menembus pertahanan lawan dan mendengar berita wafatnya Khalifah Yazid bin Muawiyah, Alhushain menyerukan gencatan senjata. Abdullah bin Zubair tidak keberatan. Masa damai itu membuat kedua pasukan membaur satu sama lain, seolah tak terjadi permusuhan. Anggota pasukan dari Syria dengan bebas melaksanakan umrah, thawaf di sekitar Ka’bah, dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Ketika thawaf itulah, Panglima Alhushain bin Alnamir berpapasan dengan Abdullah bin Zubair. Sambil memegang lengan Abdullah, Alhushain berbisik, “Apakah anda mau berangkat bersamaku ke Syria? Saya akan berupaya supaya orang banyak mengangkat anda sebagai khalifah”. Abdullah bin Zubair menarik lengannya seraya menjawab, “Bagiku tak ada pilihan lain kecuali perang. Bagi setiap satu korban di tanah Hijaz, harus ditebus dengan sepuluh korban di Syria”. Panglimah Alhushain menjawab dengan kata-kata yang cukup terkenal dalam sejarah, “Bohong orang yang menganggap anda sebagai cendekiawan Arab. Saya bicara dengan berbisik, tetapi anda menjawab dengan berteriak”. Tidak lama setelah itu, Alhushain dan pasukannya kembali ke Syria. Boleh jadi, tawarannya bukan basa-basi. Sebab, di Syria sendiri sedang terjadi kemelut yang cukup mengkhawatirkan. Sepeninggal Yazid bin Muawiyah, ditunjuklah putranya, Muawiyah bin Yazid sebagai khalifah yang kala itu berusia 23 tahun. Berbeda dengan ayahnya, Muawiyah bin Yazid lebih mengutamakan ibadah ketimbang urusan duniawi. Hari-harinya dipenuhi dengan keshalihan dan ketaatan. Jabatan sebagai khalifah bukanlah keinginannya, tetapi warisan dari sang ayah. Muawiyah bin Yazid bukanlah seorang negarawan, tetapi seorang ahli agama. Ia sendiri merasa tidak layak menduduki jabatan khilafah. Ia merasa tak sanggup menghadapi urusan pemerintahan dan kenegaraan. Apalagi sepeninggal ayahnya, Yazid bin Muawiyah, bumi Syria terus dilanda kemelut. Didukung lagi oleh pangaruh Abdullah bin Zubair di tanah Hijaz yang semakin meluas.Dengan segala pertimbangan itu, akhirnya khalifah ketiga Bani Umayyah ini menyatakan mundur dari jabatan khalifah setelah hanya kurang lebih tiga bulan memerintah dan di hadapan para tokoh istana, ia menyerahkan jabatannya. Para pemuka istana dan tokoh keluarga Bani Umayyah memintanya untuk menunjuk seorang pengganti. Namun, cucu pendiri Daulah Umayyah itu dengan tegas menjawab, “Aku bukan seperti Abu Bakar yang mampu menunjuk seorang pengganti. Aku belum menemukan seorang pun di antara kalian yang mempunyai keutamaan seperti Umar bin Al-Khathab. Aku juga bukan seperti Umar yang bisa menunjuk Ahli Syura. Kalian lebih tahu dan pilihlah orang yang kalian kehendaki.” Sejak saat itu, Muawiyah bin Yazid menyerahkan hidupnya hanya untuk beribadah dengan uzlah (mengasingkan diri). Menjelang pengujung tahun 64 H/684 Masehi, ia meninggal dunia dalam usia masih 23 tahun. Ada yang mengatakan kematiannya tidak wajar, ia dibunuh secara diam-diam. Sepeninggalanya, terjadi perpecahan di wilayah Syam (Syria dan Palestina). Satu pihak cenderung mengikuti pendirian penduduk Hijaz untuk mengangkat baiat atas Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di Makkah. Apalagi penduduk wilayah Irak dan Iran telah menyatakan baiat. Abdullah bin Ziyad yang menjabat gubernur wilayah itu buru-buru melarikan diri ke Syria untuk meminta perlindungan dari para tokoh Bani Umayyah. Dengan demikian, wilayah kekuasaan Abdullah bin Zubair sudah meliputi Hijaz, Yaman, Irak dan Iran. Sebuah perutusan yang berangkat dari Mesir ke Makkah membawa berita bahwa penduduk bumi Piramida itu pun menyatakan dukungan atas Abdullah bin Zubair. Sementara itu, perpecahan di wilayah Syam semakin tajam. Pihak yang mendukung Abdullah bin Zubair dipimpin oleh Dhahak bin Qais. Sedangkan dibelahan utara wilayah Syam, tepatnya di kota Hims dan Halab, gerakan pendukung Abdullah dipimpin Nu’man bin Basyir Al-Anshari. Gerakan ini semakin meluas sehingga hampir mampu menguasai istana yang sedang krits. Oleh sebab itu, kalau Abdullah bin Zubair menerima tawaran Panglima Alhushain untuk berangkat ke Syria, tidak mustahil ia akan dibaiat oleh banyak orang. Apalagi dari sisi keturunan, ia termasuk keluarga dekat Rasulullah Saw. Namun sejarah tak menghendaki hal itu. Abdullah bin Zubair bersikeras menetap di wilayah Hijaz dengan segala dukungan penduduknya. Agaknya, apa yang menimpa Husain bin Ali bin Abi Thalib, begitu membekas di benaknya.