Anda di halaman 1dari 6

Kalian tau Sunan Kalijaga?

Atau kalian pernah dengar namanya tetapi tidak tahu, Beliau ini siapa ?

Mari kita cari tau siapa itu sunan kali jaga.biar kalian semakin tau sengan sosok salah satu
tokoh dari Walisongo ini. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terkenal dalam jajaran
Walisongo, yakni yang berperan besar dalam menyebarkan agama Islam terutama di Pulau
Jawa.

Keberadaan dan penyebaran agama Islam di seluruh Nusantara ini tidak semata-mata ada
begitu saja, tapi juga di upayakan oleh beberapa orang yang tidak sembarangan. Salah
satunya adalah Sunan Kalijaga yang hingga sekarang masih dihormati oleh para umat
Islam. Bahkan, makamnya tidak pernah sepi dari kehadiran para peziarah yang berkunjung.
Lalu bagaimana sih masa hidup dari Sunan Kalijaga ini? Apakah Sunan Kalijaga masih
memiliki keterkaitan dengan sunan-sunan dari Walisongo lainnya? Bagaimana juga karya
karya Beliau yang masih dilestarikan sampai dengan sekarang?

eh maksudnya mari kita cari tau.

Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400-an dari keluarga bangsawan di daerahTuban, jawa
timur. Dia adalah anak dari seorang bupati Tuban bernama Tumenggung Wila-tikta dan
istrinya yang bernama Dewi Nawang-rum. Kala itu, nama kecil Beliau adalah Raden Sahid
(dalam beberapa literatur, dieja sebagai Raden Said). Berhubung Beliau ini adalah
keturunan bangsawan, maka Beliau memiliki sejumlah nama, sebut saja ada Lokajaya,
Syaikh Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, dan Raden Abdurrahman. Riwayat
kehidupan Sunan Kalijaga melintas-batas era kerajaan kerajaan di Jawa yang silih-berganti
Ia menyaksikan perubahan sejak masa akhir Kerajaan Majapahit, lalu Kesultanan Demak,
Kesultanan Pajang, hingga awal Kesultanan Mataram Islam.

Terkait akan asal-usul Beliau, ternyata terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat
pertama mengatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab dan Jawa asli.
Sementara pendapat lain yang didasarkan pada Babad Tanah Jawi, mengungkapkan bahwa
Sunan Kalijaga adalah orang Arab. Bahkan jika dirunut akan silsilah dari kakeknya, Sunan
Kalijaga masih memiliki silsilah dengan Abbad bin Abdul Muthalib, paman dari Nabi
Rasulullah SAW.

Sunan Kalijaga sejak kecil sudah diperkenalkan akan agama Islam oleh guru agamanya.
Tujuannya adalah supaya nilai-nilai dasar Islam dari Al-Quran dan Hadist Rasulullah SAW
dapat menjadi pedoman hidup beragama yang baik bagi Beliau. Selain itu, sejak kecil Beliau
juga telah diajarkan untuk memiliki jiwa kepemimpinan terutama dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Terbukti, Beliau selalu menjadi pemimpin atau pencetus ide ketika tengah
bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, Beliau tidak pernah merasa sombong
dan tetap merasa rendah hati, sehingga disukai oleh teman-temannya.
Sunan Kalijaga adalah salah satu ulama Wali Songo yang dikenal paling luas pengaruh dan
cakupan dakwahnya di tanah Jawa.

Sejarah hidup Sunan Kalijaga penuh dengan lika – liku yang curam. Sebelum menjadi
pendakwah, ia adalah bromocorah alias penjahat..

Menurut cerita yang beredar Di masa mudanya, Raden Said dikenal dengan remaja nakal
yang suka berjudi, minum minuman keras, mencuri, dan melakukan banyak perbuatan
tercela. Hal ini membuat ayahnya yang merupakan bangsawan dan penguasa daerah
Tuban malu memiliki anak berandalan. Akibatnya, Raden Said diusir dari rumah oleh orang
tuanya. Kenakalan Raden Said justru menjadi-jadi. Ia menjadi bromocorah alias penjahat.
Kerjaannya membuat onar dan kerusuhan,

kenakalan Raden Said berhenti setelah bertemu dengan Sunan Bonang dan bertobat. kala
itu Raden Said tengah bersembunyi di hutan sambil mengintai calon mangsa yang lewat.
Kebetulan, saat itu terdapat orang tua yang menggunakan pakaian serba gemerlap yang tak
lain adalah Sunan Bonang. Lantas, Raden Said langsung mendekat dan merampas harta
dari Sunan Bonang, tetapi sang Sunan telah mengetahui niatnya tersebut dan
mengeluarkan kesaktiannya dengan menjelma menjadi empat wujud. Melihat hal itu, Raden
Said merasa ketakutan dan melarikan diri. Namun, kemanapun dirinya pergi, selalu berhasil
dihadang oleh Sunan Bonang. Hingga pada keadaan terpojok, Raden Said merasa takut
dan bertaubat kepada Yang Maha Kuasa.

Dakwah Sunan Kalijaga

Dakwah Raden Said dimulai di Cirebon, di Desa Kalijaga, untuk mengislamkan penduduk
Indramayu d

an Pamanukan. Karena basis dakwahnya di Desa Kalijaga, Raden Said kemudian dikenal
dengan julukan Sunan Kalijaga. Sebagaimana Wali Songo yang lain,

masyarakat Indonesia ini masih memiliki kepercayaan dinamisme, animisme, dan


Budha. Sehingga strategi utama dalam proses menyebarkan dakwah agama Islam
yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah berupa menggunakan pertunjukan
wayang. Kala itu, pertunjukan wayang sangat digemari oleh masyarakat yang masih
menganut kepercayaan agama lama. Mengingat ajaran Islam yang hendak
disampaikan kepada masyarakat memang harus diberikan sedikit demi sedikit
sehingga mereka akan mudah dalam mengamalkan ajaran agama Islam.

Sunan Kalijaga berdakwah dengan pendekatan seni dan budaya. Ia amat mahir mendalang
dan menggelar pertunjukan wayang. Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang
Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan. Berbeda dengan
pertunjukan wayang lainnya, Sunan Kalijaga tidak mematok tarif bagi yang ingin
menyaksikan pertunjukan beliau, melainkan cukup dengan menyebut Kalimosodo atau dua
kalimat syahadat sebagai tiket masuknya. Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan
pertunjukan wayang Sunan Kalijaga sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan Kalijaga
berbaur, lambat laun masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan mulai
menjalankan syariat Islam.
Kepopuleran Sunan Kalijaga menyebarkan ajaran agama Islam menggunakan lakon
wayang sangat menarik perhatian masyarakat banyak. Bahkan jika Beliau melakukan
pentas di suatu desa, masyarakat akan berbondong-bondong untuk menonton pertunjukan
Beliau. Beliau juga tidak pernah menarik bayaran di pertunjukan wayangnya. Nah sebagai
ganti bayarannya, Beliau meminta kepada seluruh masyarakat yang datang menonton untuk
bersyahadat dan mengucapkan sumpah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
SWT sekaligus mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya.

Dalam pertunjukannya, terdapat banyak lakon digubah Sunan Kalijaga yang diadaptasi dari
naskah kuno, salah satu yang paling digemari adalah lakon Dewa Ruci, Layang Kalimasada,
Lakon Petruk Jadi Raja, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, Sunan Kalijaga juga
menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong,
Petruk, dan Gareng. Selain menggelar pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga juga
menggubah tembang-tembang yang sarat dengan muatan keislaman, seperti Kidung
Rumeksa ing Wengi, Ilir-ilir, dan lain sebagainya. Dalam buku Atlas Wali Songo (2016),
Agus Sunyoto menuliskan bahwa selain sebagai dalang dan penggubah tembang, Sunan
Kalijaga juga berkreasi sebagai seniman dan penari topeng, perancang pakaian, perajin
alat-alat pertanian, hingga penasihat sultan dan kepala-kepala daerah di masa itu.

Cara berdakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga terlihat sangat luwes,
sehingga masyarakat Jawa yang kala itu masih banyak menganut kepercayaan
lama tidak merasa bahwa kehadiran dakwah Beliau menentang adat-istiadat.
Lagipula, Sunan Kalijaga juga mendekati masyarakat dengan cara halus, disertai
pula pakaiannya yang tidak berupa jubah supaya masyarakat tidak merasa
“ketakutan” akan kehadirannya. Pakaian yang digunakan oleh Sunan Kalijaga
bukanlah jubah besar, melainkan pakaian adat Jawa sehari-hari. Selain itu,
Beliau juga memanfaatkan kesenian rakyat dan tembang-tembangnya sebagai
alat dakwah. Di masyarakat Jawa, Sunan Kalijaga dianggap sebagai wali yang
paling populer dan sebagai guru agung.

Karya-Karya Sunan Kalijaga

Selama menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa, Sunan Kalijaga selalu


menggunakan kesenian budaya Jawa dan meninggalkan banyak karya. Bahkan
di tempat-tempat tertentu, ajarannya tersebut masih dipelajari dan digunakan
hingga zaman sekarang ini. Nah, berikut adalah beberapa karya dari Sunan
Kalijaga yang sudah tak asing lagi di mata masyarakat Nusantara, yakni:

1. Seni Wayang
Proses penyebaran agama Islam di masyarakat Jawa yang dilakukan oleh Sunan
Kalijaga ini memanfaatkan kebudayaan setempat dalam bentuk wayang.
Sebelumnya, wayang kulit di Tanah Jawa ini selalu bersumberkan cerita akan
Ramayana dan Mahabarata. Nah, untuk kepentingan dakwah ini, Sunan
Kalijaga memberikan pertunjukan wayang dengan corak Islam sehingga muncul
lakon wayang seperti Jimat Kalimasada, Dewa Ruci, dan Punakawan. Jimat
Kalimasada adalah bentuk perlambangan dari kalimat syahadat, yang mana
terdapat nyanyian Kidung Rumekso Ing Wengi.

Sunan Kalijaga menjadikan lakon wayang tersebut sebagai media dakwah


penyebaran agama Islam. Dalam pewayangan ini, hampir seluruhnya
mementaskan kisah tentang tasawuf dan akhlakul karimah yang berkaitan
dengan kebatinan. Berhubung masyarakat pada kala itu adalah pemeluk Budha
atau Hindu, sehingga pengajaran tentang kebatinan adalah hal yang cocok.

2. Seni Ukir
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga juga menghasilkan karya
berupa seni ukir dengan bentuk dedaunan. Sejak para Wali ini datang ke
Nusantara dan mengembangkan dakwah Islam, seni ukir yang berbentuk
manusia dan hewan sudah tidak dipergunakan lagi. Seni ukir dedaunan ini
diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang hingga saat ini masih dapat ditemui dalam
alat musik gamelan dan rumah-rumah adat di sekitar Demak dan Kudus.

3. Seni Gamelan
Sunan Kalijaga juga menciptakan alat musik gamelan yang mana berupa gong
sekaten dan diberi nama Syahadatain, bermakna sebagai pengucapan dua
kalimat Syahadat. Pada zaman sekarang ini, gong tersebut ditabuh pada
perayaan Maulid Nabi di sekitaran halaman Masjid Agung Demak. Tujuannya
adalah untuk mengundang masyarakat supaya berkumpul di masjid guna
mendengarkan ceramah keagamaan.

4. Seni Suara
Sunan Kalijaga juga banyak lho menciptakan karya berupa seni suara, bahkan
lagu-lagunya telah dijadikan sebagai lagu tradisional di daerah-daerah
tertentu. Sebut saja adalah Ilir-Ilir, Gundul-Gundul Pacul, Kidung Rumeksa ing
Wengi, Lingsir Wengi, dan Suluk Linglung. Bahkan, Sunan Kalijaga juga turut
serta dalam penciptaan tempat macapat Dhandhanggula yang mana memiliki
kolaborasi melodi Arab dan Jawa.

5. Baju Takwa
Sunan Kalijaga menjadi salah satu anggota dari Wali Songo yang memiliki ciri
khas yakni cenderung akomodatif terhadap tradisi Jawa. Bahkan dalam cara
berpakaiannya, Sunan Kalijaga selalu menggunakan blangkon. Hal ini jelas
berbeda sebab para wali lainnya cenderung memakai jubah. Sunan Kalijaga
juga diyakini sebagai pencipta baju takwa yang kemudian disempurnakan oleh
Sultan Agung. Hingga saat ini, baju takwa ini dijadikan sebagai pakaian adat
dan digunakan ketika melangsungkan pernikahan. Saat ini, baju takwa lebih
dikenal dengan Surjan.

Sunan Kalijaga disebutkan memiliki beberapa istri, antara lain Dewi Saroh,
Syarifah atau Siti Zaenab, dan Ratu Katno Kediri. Dewi Saroh adalah putri
Maulana Ishaq, sedangkan Ratu Kano merupakan putri dari Kerajaan Kediri.
Mengenai Siti Zaenab yang dinikahi Sunan Kalijaga, ada beberapa versi terkait
sosok ini.

Mohd. Faizal Harun melalui buku berjudul Tasawuf dan Tarekat: Sejarah
Perkembangan dan Alirannya di Malaysia (2015), misalnya, menyebutkan
bahwa Siti Zaenab adalah adik dari Sunan Gunung Jati.

Sedangkan dalam Biografi Sunan Gunung Djati: Sang Penata Agama di Tanah
Sunda (2020) yang disusun oleh Wawan Hernawan dan Ading Kusdiana,

pada bagian catatan kaki dituliskan keterangan bahwa Siti Zaenab adalah
seseorang yang masih mempunyai ikatan persaudaraan dengan Syarif Hidayat
(Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati).

Di buku yang sama dengan bersumber dari Babad Cirebon mengutip Purwaka
Caruban Nagari, diungkapkan versi yang berbeda lagi, yakni Sunan Kalijaga
menikah dengan Ratu Winahon, yang disebutkan sebagai putri Sunan Gunung
Jati, meskipun pada akhirnya bercerai.

Masih ada versi lainnya terkait identitas Syarifah Zaenab yang menjadi salah
satu istri Sunan Kalijaga. F. Taufiq El Jauquene dalam buku Demak Bintoro:
Kerajaan Islam Pertama di Jawa dari Kejayaan hingga Keruntuhan (2020) dan
beberapa referensi lainnya menuliskan bahwa Syarifah Zaenab adalah putri
dari Syekh Siti Jenar.

Sunan Kalijaga memiliki beberapa anak, di antaranya adalah Watiswara atau


Sunan Penggung dan Sunan Muria. Kedua anaknya itu melanjutkan dakwah
yang dirintis Sunan Kalijaga. Tidak ada catatan pasti yang menyebutkan kapan
Sunan Kalijaga meninggal dunia. Makamnya terletak di Desa Kadilangu, kira-
kira berjarak 3 km dari Masjid Agung Demak.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun, yakni
sekitar pertengahan abad ke-15 sampai akhir abad 16. Dengan demikian,
Beliau juga telah mengalami masa akhir dari kekuasaan Kerajaan Majapahit
tepatnya pada 1478. Bahkan Beliau juga ikut dalam upaya merancang
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Sunan Kalijaga
kemudian wafat sekitar tahun 1680 pada usia 131 tahun. Beliau dimakamkan
di Desa Kadilangu yang terletak di Demak.

https://www.gramedia.com/literasi/biografi-sunan-kalijaga/

https://tirto.id/sejarah-hidup-sunan-kalijaga-dakwah-wali-songo-mantan-
bromocorah-gb1r

Anda mungkin juga menyukai