Anda di halaman 1dari 31

Farmasi Rumah Sakit

PATIENT SAFETY DALAM PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH: KELAS C

KELOMPOK 2

NI’MAH TUSSHOLIKHAH 22340110

HASTANG SRINENGSIH 22340105

MIANTI FADHILA 22340106

SOLBIAH 22340107

ANDI NURYANTI 22340108

DANIELDA FRANSISKA M MANO 22340109

VINA VALENTINA 22340111

ISNAINI HATTA PUTRI 22340112

ROFIQ ALMAUDUDI 22340113

HARDIETA CITRA SARI 22340114

DOSEN : apt. Putu Rika Veryanti, S.Farm. M. Farm-Klin

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun makalah Farmasi Rumah Sakit yang
berjudul ‘Patient safety dalam pelayanan di Rumah Sakit’ sehingga dapat selesai
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Farmasi Rumah Sakit yang
diberikan oleh apt. Putu Rika Veryanti, S.Farm. M. Farm-Klin yang mungkin
dapat membantu teman-teman dalam mempelajari hal-hal penting dalam mata
kuliah ini. Makalah ini dapat kami selesaikan karena hasil kerja sama tim yang
terkoordinir dengan baik. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan rasa syukur karena telah menyelesaikan tugas ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan berguna bagi
pembaca. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................3

BAB II........................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4

2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)..............................................4

2.3 Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian..................5

2.5 Dasar Hukum dan Kebijakan Quality and Patient Safety..............6

2.6 Standar Keselamatan Pasien...........................................................8

BAB III....................................................................................................24

KESIMPULAN.......................................................................................24

3.1 Kesimpulan.........................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pedoman WHO adalah setiap dokumen yang dikembangkan oleh Organisasi


Kesehatan Dunia yang berisi rekomendasi untuk praktik klinis atau kebijakan
kesehatan masyarakat. Sebuah rekomendasi memberitahu pengguna akhir yang
dituju dari pedoman apa yang dia dapat atau harus lakukan dalam situasi tertentu
untuk mencapai hasil kesehatan terbaik, secara individu atau kolektif.
British National Institute for Health and Care Excellence (NICE) menekankan
bukti ilmiah sebagai dasar pedoman. Ini menyatakan: “Pedoman NICE membuat
rekomendasi berbasis bukti tentang berbagai topik, mulai dari mencegah dan
mengelola kondisi tertentu, meningkatkan kesehatan, dan mengelola obat-obatan di
berbagai rangkaian, hingga memberikan perawatan dan dukungan sosial kepada
orang dewasa dan anak-anak, staf yang aman, dan merencanakan layanan dan
intervensi yang lebih luas untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Profesional kesehatan adalah memperoleh kecakapan dalam menghasilkan
bukti yang dapat digunakan untuk membuat peningkatan keselamatan pasien dan
mengelola risiko efek samping. Untuk berhasil mencapai tujuan ini, langkah pertama
adalah mereka memiliki gagasan yang jelas tentang apa pedoman dan praktiknya
Rumah sakit sebagai tempat penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitative)
mempunyai potensi yang besar dalam penularan atau penyebaran penyakit, baik dari
pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, dari pasien ke alat/fasilitas kesehatan
atau sebaliknya, dan dari tenaga kesehatan ke alat/fasilitas kesehatan. Rumah sakit
dalam melaksanakan tujuan, fungsi dan perannya memerlukan suatu bentuk
pengaturannya yang jelas. Banyak unsur-unsur yang terkandung di dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit terutama terkait dengan tugas utamanya dalam
pelayanan publik yakni melakukan pelayanan kesehatan, maka membutuhkan
perangkat hukum yang memadai. Hal itu dimaksudkan agar penyelenggaraannya
sungguh- sungguh dapat sesuai dengan kedudukan, peran dan fungsinya, serta
terutama untuk dapat memenuhi amanat konstitusi yaitu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Rumah sakit dalam melaksanakan tujuan, fungsi dan perannya memerlukan
suatu bentuk pengaturannya yang jelas. Banyak unsur-unsur yang terkandung di
dalam penyelenggaraan Rumah Sakit terutama terkait dengan tugas utamanya dalam
pelayanan publik yakni melakukan pelayanan kesehatan, maka membutuhkan
perangkat hukum yang memadai. Hal itu dimaksudkan agar penyelenggaraannya
sungguh-sungguh dapat sesuai dengan kedudukan, peran dan fungsinya, serta
terutama untuk dapat memenuhi amanat konstitusi yaitu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka
pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan. Berkaitan
dengan tuntutan keselamatan pasien tersebut maka diperlukan acuan yang jelas untuk
melaksanakan keselamatan pasien tersebut. Buku Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang terutama berisi Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
dan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit diharapkan dapat
membantu rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa itu keselamatan pasien patient safety dalam pelayanan di Rumah Sakit?

b. Apa dasar hukum patient safety dalam pelayanan di Rumah Sakit?

c. Bagaimana peran farmasi dalam patient safety dalam pelayanan di Rumah


Sakit?

d. Bagaimana implementasi patient safety dalam pelayanan di Rumah Sakit?


1.3 Tujuan

e. Mengetahui keselamatan pasien (patient safety).

f. Mengetahui dasar hukum keselamatan pasien (patient safety) di Rumah Sakit.

g. Mengetahui peran farmasi dalam keselamatan pasien (patient safety) di


Rumah Sakit.

h. Mengetahui penerapan dalam pelayanan kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai pencegahan kesalahan dan efek


samping yang terkait dengan perawatan kesehatan. Gerakan global untuk
keselamatan pasien pertama kali didorong pada tahun 1999 oleh laporan Institute of
Medicine (IOM) “To eror is human.” Meskipun beberapa kemajuan telah dibuat,
cedera pasien masih menjadi masalah sehari-hari dalam sistem perawatan kesehatan
di seluruh dunia. Sementara itu masalah lama tetap belum terselesaikan, ancaman
baru yang sering muncul. Pasien semakin tua, memiliki kebutuhan yang lebih
kompleks dan sering terkena berbagai penyakit kronis; selain itu, perawatan baru,
teknologi dan praktik perawatan, selain memiliki potensi yang sangat besar, juga
menawarkan tantangan baru. Untuk menjamin keamanan perawatan dalam konteks
ini, keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk profesional kesehatan dan
pasien, diperlukan bersama dengan komitmen yang kuat dari kepemimpinan
perawatan kesehatan di setiap tingkatan.

Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan isu global yang


mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan. Patient Safety
merupakan acuan dan prinsip utama dalam proses pelayanan kesehatan di sebuah
lembaga penyedia kesehatan. Setiap rumah sakit diharuskan memiliki manajemen
patient safety demi menjamin keselamatan dan keamanan bagi pasien yang
mendapatkan layanan kesehatan. Artinya, rumah sakit atau penyedia layanan
kesehatan beserta tenaga kesehatan di dalamnya semestinya memberikan pelayanan
medis yang bermutu, prima, dan maksimal sehingga tercipta keselamatan bagi
pasien.
2.2 Konsep Dasar Keselamatan Pasien

Patientsafety merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk


meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Dimana didalam rumah
sakit masih terdapat 3 pondasi pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi:

a. Quality
Berkaitan dengan kulitas dari pelayanan, tenaga kesehatan (sumber daya
manusianya), fasilitas dari perwatan dan peralatan yang ada di rumah sakit.
b. Patient safety
Merupakan suatu sistem yang mendorong rumahsakit untuk.membuat
asuhan pasien yang lebih aman. Dengan adanya patient safety dapat
dimaknai bahwa dirumah sakit terdapat sistem yang menjamin bahwa
asuhan pasien lebih aman.
Selain itu patient safety dapat didefinisikan sebagai suatu sistemyang jika
diterapkan didalam rumah sakit, diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
c. Legal
Adalah segala sesuatu tindakan dan proses yang dilakukan sesuai
tatanana aturan yang ada dan berlandaskan hukum yang berlaku.

2.3 Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian

Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu


difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
1. Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
2. Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
3. Kejadan Sentinel
4. Adverse Drug Event
5. Adverse Drug ReactionMedication Error
6. Efek samping obat
2.4 Klasifikasi Kesalahan Dalam Pelayanan Kesehatan
Menurut Elder dan Dovey (2002), membuat sistem klasifikasi kesalahan dalam
pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat dicegah terkait dengan pelayanan primer
dan kesalahan dalam proses, adalah :
Klasifikasi kesalahan pada pelayanan primer, meliputi:
a. Terkait dengan diagnosis, salah mendiagnosis dan tertunda mendiagnosis.
b. Pengobatan; salah obat, salah dosis, tertunda administrasi, tanpa
administrasi, sedangkan non-obat; ketidaktepatan, terlambat, dihilangkan,
komplikasi.
c. Pelayanan pencegahan; terlambat, ditiadakan, komplikasi.
Klasifikasi kesalahan pada proses:
a. Faktor dokter; kesalahan penilaian klinis, kesalahan prosedur
keterampilan,
b. Faktor perawat; kesalahan komunikasi dan kesalahan prosedur
keterampilan,
c. Kesalahan komunikasi; dokter-pasien, dokter-dokter atau sistem dan
personil pelayanan kesehatan lainnya,
d. Faktor administrasi; dokter, farmasi, perawat, terapi fisik, terapi
pekerjaan, pengaturan kantor.
e. Faktor akhir; pribadi dan masalah keluarga, dokter, perawat dan staf,
peraturan perusahaan asuransi, peraturan pemerintah, pembiayaan,
fasilitas dan lokasi praktek, dan sistem umum pelayanan kesehatan.

2.5 Dasar Hukum dan Kebijakan Quality and Patient Safety


Keselamatan pasien diatur dalam :
1. UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Pasal 2 :
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada
nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien.
2. UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 5 ayat (2), Pasal 19, Pasal 54.
Pasal 5 ayat (2) : Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
Pasal 19 : Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan
terjangkau.
Pasal 54 ayat : (1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata
dan nondiskriminatif.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
3. UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 13 ayat (3), Pasal 32(e), (n)
dan Pasal 43.
Pasal 13 ayat (3) : Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
Pasal 32 ayat : (e) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(n) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
Selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
Pasal 43 : (1) Rumah Sakit wajib menerapkanstandar keselamatan
pasien.
(2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang
yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan
oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan
ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan
pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.
4. Permenkes No.1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien :
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh keselahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
2.6 Standar Keselamatan Pasien
Standar keselamatan pasien sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1691 tahun 2011 meliputi:
1. Hak Pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria dari standar ini meliputi:

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.

c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara


jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik Pasien dan Keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria dari standar ini adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan
dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
dan keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
3. Keselamatan Pasien dalam Kesinambungan Pelayanan
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria dari standar
ini meliputi:

a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien


masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.
4. Penggunaan Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi dan
Program Peningkatan Keselamatan Pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria dari standar ini meliputi:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

5. Peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien


a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
“.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria dari standar ini meliputi:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan
“Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung
staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin.

h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam


kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak
lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria dari standar ini meliputi:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria dari standar ini meliputi:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-
hal terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
2.7 Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien
Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian.
Dalam mewujudkan pengobatan rasional, keselamatan pasien menjadi masalah
yang perlu di perhatikan. Pentingnya peran dan tanggung jawab dari seorang
Apoteker, dimana pelayanan kefarmasian mulai terjadi pergeseran dari drug oriented
menjadi patient oriented yang mengacu pada pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical care).Selain itu, apoteker harus mampu memahami dan menyadari
kemungkinan adanya kesalahan (medication error) sehingga apoteker dapat
mencegah dan meminimalkan masalah yang terkait obat (drug related problem) serta
dapat mewujudkan penggunaan obat yang rasional.Dari data-data yang termuat
dalam bab terdahulu disebutkan sejumlah pasien mengalami cedera atau
mengalami insiden pada saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait
penggunaan obat yang dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat dicegah
jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih.
Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus
menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan
(Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
a. Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
b. Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
a. Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
b. Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
c. Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden
yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis.
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek
pengobatan yang aman
a. Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication
safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
a. Komite Keselamatan Pasien RS
b. Dan komite terkait lainnya
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang
ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua


aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi
pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).
Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),
penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat,
konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan
terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi.
Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi
besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-
obat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
 Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names) secara terpisah.
 Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya :
• menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin,
insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik. (Daftar lengkapnya dapat dilihat di
www.ismp.org.)
• kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
 Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication


error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
 Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep,
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
• Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
• Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda
vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
• Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
• Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
 Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah,
pada saat mengembalikan obat ke rak.

 Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.


 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan
dan didiskusikan pada pasien adalah:
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan
obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada
pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan
yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama
dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Tepat pasien
 Tepat indikasi
 Tepat waktu pemberian
 Tepat obat
 Tepat dosis
 Tepat label obat (aturan pakai)
 Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi


Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk
mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan
kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan
kesalahan. Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus
terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety
dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :
 Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya
kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan
komunikasi antar petugas kesehatan dan membuat SOP bagaimana
resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya dikomunikasikan.
Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan
lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda
atau ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas.
Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko
menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
 Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan,
area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja,
untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan
temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur
untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam nampan terpisah.
 Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi
interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
 Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi
stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
 Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam
menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran
penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya dapat
menerapkan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Pada Pelayanan
Kefarmasian yang mengacu pada buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Patient Safety) (diterbitkan oleh Depkes tahun 2006) :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien Ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil
 Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS/Sarana Pelayanan Kesehatan
lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC), Kejadian Sentinel, dan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh apoteker dan tenaga farmasi,
pasien dan keluarga jika terjadi insiden.
 Buat, sosialisasikan dan penerapan SOP sebagai tindak lanjut setiap
kebijakan
 Buat buku catatan tentang KTD, KNC dan Kejadian Sentinel kemudian
laporkan ke atasan langsung
2. Pimpin dan Dukung Staf Anda
Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
di tempat pelayanan (instalasi farmasi/apotek)
 Adanya suatu tim di Instalasi Farmasi/Apotek yang bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien (sesuai dengan kondisi)
 Tunjuk staf Instalasi Farmasi/Apotek yang bisa menjadi penggerak dan
mampu mensosialisasikan program (leader)
 Adakan pelatihan untuk staf dan pastikan pelatihan ini diikuti oleh
seluruh staf dan tempatkan staf sesuai kompetensi
Staf farmasi harus mendapat edukasi tentang kebijakan dan SOP yang
berkaitan dengan proses dispensing yang akurat, mengenai nama dan
bentuk obat-obat yang membingungkan, obat-obat formularium/non
formularium, obat-obat yang ditanggung asuransi/non-asuransi, obat-obat
baru dan obat-obat yang memerlukan perhatian khusus. Disamping itu
petugas farmasi harus mewaspadai dan mencegah medication error yang
dapat terjadi.
 Tumbuhkan budaya tidak menyalahkan (no blaming culture) agar staf
berani melaporkan setiap insiden yang terjadi
3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah

 Buat kajian setiap adanya laporan KTD, KNC dan Kejadian Sentinel
 Buat solusi dari insiden tersebut supaya tidak berulang dengan
mengevaluasi SOP yang sudah ada atau mengembangkan SOP bila
diperlukan
4. Kembangkan Sistem Pelaporan
 Pastikan semua staf Instalasi Farmasi/Apotek dengan mudah dapat
melaporkan insiden kepada atasan langsung tanpa rasa takut
 Beri penghargaan pada staf yang melaporkan
5. Libatkan dan Komunikasi Dengan Pasien
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
 Pastikan setiap penyerahan obat diikuti dengan pemberian Informasi
yang jelas dan tepat
 Dorong pasien untuk berani bertanya dan mendiskusikan dengan
apoteker tentang obat yang diterima
 Lakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga bila ada insiden serta
berikan solusi tentang insiden yang dilaporkan
6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien Dorong staf
untuk melakukan analisis penyebab masalah
 Lakukan kajian insiden dan sampaikan kepada staf lainnya untuk
menghindari berulangnya insiden
7. Cegah KTD, KNC dan Kejadian Sentinel dengan cara :
 Gunakan informasi dengan benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta analisis untuk
menentukan solusi
 Buat solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem (re-design system),
penyesuaian SOP yang menjamin keselamatan pasien
 Sosialisasikan solusi kepada seluruh staf Instalasi Farmasi/Apotek

2.8 Implementasi Patient Safety Dalam Pelayanan Di Rumah Sakit


Implementasi keselamatan pasien memerlukan kerjasama yang baik dari
semua lini yang ada di rumah sakit melalui pengorganisasian merupakan kegiatan
pengaturan pekerjaan, yang menyangkut pelaksanaan langkah-langkah yang
harus dilakukan sedemikiaan rupa sehingga semua kegiatan yang akan dilaksana
yang dibutuhkan, mendapatkan pengaturan yang sebaik-baiknya, serta setiap
kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut memiliki penanggung jawab
pelaksananya.
Langkah implementasi keselamatan pasien :
• Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
• Memimpin dan mendukung staf
• Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
• Mengembangkan system pelaporan
• Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
• Belajar dan berbagai pengalaman tentang keselamatan pasien
• Mencegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien
Enam Sasaran Keselamatan Pasien :
• Ketepatan identifikasi pasien
• Peningkatan komunikasi yang efektif
• Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert)
• Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
• Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
• Pengurangan risiko pasien jatuh
Kegiatan pelaksanaan patiens safety di Rumah sakit
• Rumah sakit agar membentuk tim keselamatan pasien Rumah sakit dengan
susunan organisasi .
• Rumah sakit agar mengembangkan system informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden.
• Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden kekomite keselamatan pasien
rumah sakit
• Rumah sakit agar mremenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
• Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan .

Sistem Pencatatan Dan Pelaporan pada Patient Safety Di Rumah Sakit :


 Setiap unit kerja dirumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera kejadian tidak diharapkan dan
kejadian Sentinel) pada formulir yang sudh disediakan oleh rumah sakit.
 Tim keselamatan pasien Rumah sakit menganalisis akar penyebab masalah
semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.
 Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada pimpinan rumah sakit.
 Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke komite
keselamatan pasien rumah sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan
setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
 Pimpinan rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit
kerja dirumah sakit ,terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit
kerja.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Patient Safety merupakan acuan dan prinsip utama dalam proses


pelayanan kesehatan di sebuah lembaga penyedia kesehatan. Setiap rumah
sakit diharuskan memiliki manajemen patient safety demi menjamin
keselamatan dan keamanan bagi pasien yang mendapatkan layanan kesehatan.
Artinya, rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan beserta tenaga
kesehatan di dalamnya semestinya memberikan pelayanan medis yang
bermutu, prima, dan maksimal sehingga tercipta keselamatan bagi pasien.

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai pencegahan kesalahan dan


efek samping yang terkait dengan perawatan kesehatan. Gerakan global untuk
keselamatan pasien pertama kali didorong pada tahun 1999 oleh laporan
Institute of Medicine (IOM) “To eror is human.” Meskipun beberapa
kemajuan telah dibuat, cedera pasien masih menjadi masalah sehari-hari
dalam sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia.

1. Klasifikasi kesalahan dalam pelayanan kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu :


a. Klasifikasi kesalahan pada pelayanan primer :
 Terkait dengan diagnosis
 Pengobatan
 Pelayanan dan pencegahan
b. Klasifikasi kesalahan pada proses :
 Faktor dokter
 Faktor perawat
 Kesalahan komunikasi
 Farktor administrasi
 Faktor akhir
Efek samping mempengaruhi pasien di semua berbagai langkah perawatan,
baik dalam pengaturan akut dan rawat jalan, dan mereka bersifat transversal secara
global. Efek samping yang sering terjadi yaitu :
 Kesalahan Pengobatan
 Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
 Prosedur Bedah Yang Tidak Aman.
 Suntikan Yang Tidak Aman.
 Kesalahan Diagnostik.
 Tromboemboli Vena.
 Kesalahan Radiasi.
 Transfusi Tidak Aman
Infeksi terkait perawatan kesehatan (Healthcare-Associated
Infection/HAI) didefinisikan sebagai; Infeksi yang terjadi pada pasien selama
proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan lainnya
yang tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada saat masuk. Ini termasuk
infeksi yang didapat di rumah sakit, tetapi muncul setelah keluar dari rumah
sakit, dan juga infeksi akibat kerja di antara staf fasilitas”. Istilah "kesehatan
terkait" telah menggantikan yang sebelumnya digunakan untuk merujuk pada
infeksi tersebut (yaitu, "nosokomial" atau "rumah sakit"),
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah


sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada

Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah


sakit. (konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta.
Permenkes RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011. Keselamatan Pasien Rumah
Sakit

Anda mungkin juga menyukai