Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEBIJAKAN KEMENKES DAN RS ATAU YANG

MENDUKUNG KESELAMATAN PASIEN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pasien Safety

Dosen Pengampu:
Dra Hj. Sri Kusmiati, S.Kp.M.Kes

Disusun Oleh:
Ananda Nasywa Zabrina P17320123001
Andini Agustin P17320123002
Andini Octaviani P17320123003
Asri Siti Fatimah P17320123004
Aulia Puspita Sari P17320123005
Azhar Salsabila P17320123006
Azizah Az Zahro P17320123007
Carissa Handa Apita P17320123008
Dalika Febiya Sari P17320123009
Fadillah Damayanti P17320123010
Fakhza Alghira Syamsa P17320123011

TINGKAT/PRODI
1/D3

POLITEKNIK KESEHATAN KEMESKES BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu`aikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya kami tidak
sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat nya,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas dari mata
kuliah Manajemen Pasien Safety. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, agar makalah ini nantinya akan menjadi lebih
baik lagi. Kemudian apabila ada kesalahan dalam makalah ini, kami mohon maaf sebesar-
besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampu kami. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bandung, 12 Januari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 3
2.1 Definisi Keadaan Daruratan Menurut Pembuat Undang-Undang................................................. 3
2.2 Hubungan rumah sakit dan pasien (Kewajiban-Hak rumah sakit dan pasien) .............................. 4
2.2.1 Kewajiban Rumah Sakit ......................................................................................................... 4
2.2.2 Hak Rumah Sakit ................................................................................................................... 7
2.2.3 Hak Pasien ............................................................................................................................. 8
BAB III ANALISA KASUS ................................................................................................................. 10
3.1 Kasus ........................................................................................................................................... 10
3.2 Analisis........................................................................................................................................ 10
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 12
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 12
4.2 SARAN ....................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 14

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar Iuran
Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (PERMENKES RI NOMOR
1691/MENKES/PER/VIII/2011)

Pelaksanaan keselamatan pasien di Rumah sakit sering kali belum berjalan optimal
dikarenakan belum optimalnya peran perawat dalam pelaksanaan keselamatan pasien.
Penelitian Gunes (2016) dalam Haryati, et all, 2019, menunjukkan hasil bahwa banyak
perawat di Turki masih memiliki persepsi yang negatif terhadap budaya keselamatan pasien
dalam institusi mereka. Hal ini juga diungkapkan oleh Freixas Sala et all (2017) bahwa
hanya 16% perawat berdedikasi secara purna waktu dalam program keselamatan pasien.

Keselamatan pasien merupakan unsur penting guna meningkatkan kualitas pelayanan


kesehatan khususnya di rumah sakit sebagai bentuk implementasi dan refleksi sentuhan
hasil kompetensi tenaga kesehatan,ketersediaan sarana dan prasarana layanan serta sistem
manajemen dan administrasi dalam siklus pelayanan terhadap pasien. Untuk menjamin
keselamatan pasien maka organisasi pelayanan kesehatan harus mampu membangun sistem
yang membuat proses perawatan pasien lebih aman, baik bagi pasien,petugas kesehatan ,
maupun masyarakat sekitarnya (keluarga,pengunjung), serta manajemen rumah sakit.
Sistem keselamatan pasien ditujukan untuk mengurangi resiko, mencegah terjadinya cedera
akibat proses pelayanan pasien,serta tidak terulangnya insiden keselamatan pasien melalui
penciptaan budaya keselamatan pasien.

Institute of Medicine (2001) dalam Pulungan, juga mengatakan hal yang sama, yaitu
mutu sebuah pelayanan kesehatan dapat berdasarkan pada efisiensi, efektifitas, ketepatan
waktu, keadilan, berorientasi pasien, dan keselamatan pasien. Hal tersebut membuktikan
bahwa keselamatan pasien merupakan salah satu tolok ukur bagi penilaian kualitas sebuah
pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, keselamatan harus menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Hal ini karena keselamatan pasien merupakan suatu proses pelayanan yang
aman yang terdiri dari asesmen risiko, identifikasi dan manajemen risiko, pelaporan dan
analisis insiden, tindak lanjut dan solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran kebijakan Kementerian Kesehatan dan atau rumah
sakit untuk menjamin keselamatan pasien?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Khusus
Mengetahui Kebijakan Kementerian Kesehatan untuk Keselamatan Pasien
b. Tujuan Umum
1) Kebijakan Kementerian Kesehatan
2) Kebijakan Rumah Sakit
3) Keselamatan Pasien
1.4 Manfaat
a. Manfaat bagi pembaca
Makalah ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui apa saja kebijakan
Kementerian Kesehatan untuk keselamatan Pasien.
b. Manfaat bagi Masyarakat umum
Makalah ini disusun agar masyarakat mengetahui kebijakan Kementerian
Kesehatan dan atau rumah sakit untuk keselamatan pasien agar masyarakat bisa
meminimalisir kesalahan yang terjadi serta bisa meminta pertanggungjawaban atas
kesalahan yang terjadi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Keadaan Daruratan Menurut Pembuat Undang-Undang


Cesare Beccaria pernah berkata bahwa "hakim dalam kasus kriminal tidak
punya hak untuk menafsirkan hukum pidana karena ia bukanlah pembuat undang-
undang (legislator.) Pendapat Cesare Beccaria tersebut tidak tanpa alasan, karena
memang yang seharusnya paling tahu mengenai makna dari suatu peraturan tentu saja
adalah pembuatnya.

Mengenai pendapat Beccaria ini, dalam kesehatan nomor 36 tahun 2009


memang tidak dijelaskan baik dalam satu ketentuan umum maupun dalam dari
kesehatan itu sendiri. Hal inilah yang sebenarnya menyebabkan kebingungan tersendiri,
dan dapat sewaktu- waktu suatu hukum. Oleh karena tidak terdapatnya makna dari kata
keadaan darurat atau gawat darurat dalam nomor 36 tahun 2009 ini, ada baiknya bila
kita melihat dari sejarah pembentukan itu sendiri, mengenai apakah yang terdapat
dalam bayangan atau pemikiran dari pembuat undang-undang mengenai makna kata
keadaan darurat atau gawat darurat.

Kembali ke sejarah pembuatan , maka untuk melihat sejarah dan proses


pembahasan yang ada maka risalah pembahasan undang- undang adalah salah satu
sumber yang paling bisa dipercaya. Merujuk pada risalah kesehatan, pada dasarnya
berdasar risalah rapat Panitia Kerja RUU tentang Kesehatan dalam satu rapat intern
pada Kamis, 10 Mei 2007 dengan acara penyajian tanggapan dari Pusat Pengkajian dan
Data Informasi DPR RI (P3DI) atas RUU tentang Kesehatan sempat dikatakan bahwa
terdapat satu daftar masalah baru tanpa nomor yaitu adanya keinginan dari pemerintah
untuk beberapa ketentuan dalam ketentuan umum yaitu pelayanan pengobatan non
konvensional , pelayanan pengobatan , pelayanan pengobatan alternatif, pelayanan
kegawat , pelayanan darah, kesehatan jiwa, dan gangguan jiwa. Dalam rapat ini
dinyatakan bahwa usulan pemerintah bahwa makna dari pelayanan kegawat daruratan
untuk ditambahkan dalam ketentuan umum adalah rangkaian pelayanan medis meliputi
pencegahan, penanggulangan, dan rehabilitasi, dalam rangka menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan pada seseorang atau sekelompok orang secara terpadu
menyeluruh, dan berkesinambungan.

ketentuan ini pada dasarnya menjadi dasar dari pembentukan pasal 32 ayat (1)
di mana semula dalam rancangan undang-undang, ketentuan pasal 34 (setelah disahkan
pasal 32) hanya terdapat satu ayat yaitu "dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta
uang muka", namun dalam perkembangannya dalam pasal ini terdapat satu ayat lagi
yaitu "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamantan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu". Ayat ini tidak lain dan tidak bukan adalah
terjemahan dari apa yang diartikan sebagai pelayanan kegawat daruratan, sehingga bila
diterjemahkan, ketentuandalam pasal 32 ayat (1) ini pada dasarnya berbunyi, "dalam

3
keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib
memberikan pelayanan kegawat daruratan."

Dalam ilmu medis, mengenai gawat darurat ini dapat dibagi menjadi 3 kategori
yaitu gawat darurat, gawat tidak darurat, dan darurat tidak gawat. Yang merujuk pada
definisi yang dikemukakan di atas adalah masuk dalam klasifikasi gawat darurat yaitu
yang masuk dalam klasifikasi ini adalah kondisi yang timbul berhadapan dengan
keadaan yang dapat segera mengancam kehidupan atau berisiko kecacatan seperti nafas
pendek, seseorang dengan pendarahan aktil, atau trauma kritis, dan lain sebagainya.
Yang dapat menjadi kesimpulan dari penjabaran ini adalah, bahwa gawat darurat atau
keadaan darurat yang dimaksud oleh pembuat undang-undang hanyalah berbentuk satu
klasifikasi yang terdapat dalam kategori gawat darurat dalam ilmu medis, yaitu hanya
kategori gawat darurat yang mensyaratkan adanya kondisi yang benar-benar dapat
berpotensi kematian atau kecacatan bila tidak ditangani. Di luar daripada itu, atau bila
syarat tidak dipenuhi, maka tidak termasuk dalam keadaan darurat menurut pembuat
undang-undang. Jadi merujuk pada fakta di atas, maka dapat sekali lagi ditarik
kesimpulan bahwa gawat darurat menurut pembuat undang-undang adalah jauh lebih
sempit dari pengertian gawat darurat menurut dunia medis itu sendiri.

2.2 Hubungan rumah sakit dan pasien (Kewajiban-Hak rumah sakit dan pasien)
Banyak orang mengatakan bahwa pada dasarnya dalam melaksanakan kegiatannya di
dalam masyarakat, manusia tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan hak dan
kewajiban. Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai sesuatu
yang dapat dituntut oleh seseorang dan kewajiban adalah sesuatu yang harus
dilaksanakan121. Sering dikatakan pula bahwa dalam menagih suatu hak, seseorang
juga harus melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu, dan kewajiban itulah yang
menjadi dasar seseorang untuk meminta haknya. Dalam hubungan antara rumah sakit
dan pasien pun demikian, terdapat kewajiban serta hak yang harus dilaksanakan dua
pihak ini, dalam hubungannya dengan perkara pemenuhan kesehatan sang pasien
yang didapat melalui pelayanan rumah sakit. Dalam bagian ini akan dibahas
mengenai kewajiban dan hak masing- masing pihak tersebut berdasarkan beberapa
sumber yang terkait.
2.2.1 Kewajiban Rumah Sakit
Banyak sumber yang memuat mengenai pengaturan tentang kewajiban
rumah sakit, adapun kewajiban tersebut adalah:

4
a. Kewajiban menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terdapat


pengaturan mengenai kewajiban dari rumah sakit, yang antara lain adalah

1) Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit


kepada masyarakat

2) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti- diskriminasi,


dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit

3) Memberikan Pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan


kemampuan pelayanannya

4) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,


sesuai dengan kemampuan pelayanannya
5) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin

6) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas


pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan

7) Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan


di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien

8) Menyelenggarakan rekam medis

9) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain saran
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, dan lanjut usia

10) Melaksanakan sistem rujukan

11) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan

5
12) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien

13) Melaksanakan etika rumah sakit

14) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana

15) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara


regional dan maupun nasional

16) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya

17) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by


laws)

18) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas


rumah sakit dalam melaksanakan tugas

19) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan


tanpa rokok

Dari pengaturan tentang kewajiban rumah sakit dalam undang-undang


terdapat beberapa kewajiban yang benar-benar relevan dengan masalah penolakan
pasien dalam keadaan darurat ini yaitu memberikan informasi yang

benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat (apabila rumah sakit
melakukan kewajiban ini, seharusnya tidak ada pasien dalam keadaan darurat yang
harus kesulitan mencari rumah sakit lain karena “informasi palsu”tentang kamar
penuh), memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya, menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat
tidak mampu atau miskin dan melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian
luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan (apabila rumah sakit
melaksanakan kewajiban ini dengan baik, tentu tidak pernah ada cerita untuk
perawatan dalam keadaan darurat harus membayar terlebih dahulu atau untuk
mendapat perawatan di ruangan tertentu harus melalui kasir terlebih dahulu, dan

6
lain sebagainya), serta melaksanakan sistem rujukan (apabila rumah sakit
melaksanakan kewajiban ini dengan baik, maka tidak akan pernah ada rumah sakit
yang menolak menangani pasien karena alasan tidak ada alat atau tidak ada dokter,
yang harus dilakukan oleh rumah sakit adalah memberi pertolongan pertama
semampunya dan membantu pasien dalam keadaan darurat untuk dirujuk ke rumah
sakit yang lebih mampu untuk menangani pasien tersebut).
2.2.2 Hak Rumah Sakit
Setelah rumah sakit melaksanakan kewajibannya, maka sangatlah beralasan bahwa
rumah sakit memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi karena rumah sakit telah
melaksanakan kewajibannya. Adapun dalam hal ini kembali untuk mengetahui
mengenai hak rumah sakit ini, adalah undang- undang nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit. Menurut undang-undang ini, hak rumah sakit antara lain
adalah:

a. Menentukan jumlah, jenis, dan klasifikasi sumber daya manusia


sesuai dengan klasifikasi rumah sakit

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,


insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan

c. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka


mengembangkan pelayanan

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai ketentuan perundang-undangan

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan


pelayanan kesehatan

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

h. Mendapat insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

7
2.2.3 Hak Pasien
Pembahasan terakhir mengenai hubungan pasien dan rumah sakit ini adalah
pembahasan mengenai hak daripada pasien itu sendiri. Hak dari pasien ini
merupakan hak yang paling sering dibicarakan dan dipermasalahkan dibanding
dengan hak dari rumah sakit. Hal ini cukup beralasan karena pasien dianggap
orang yang tidak tahu apa-apa mengenai masalah kesehatannya, sedangkan rumah
sakit dan tenaga kesehatan dianggap lebih tahu, sehingga oleh karena hal inilah
masalah hak pasien ini menjadi sering diperbincangkan. Adapun, hak pasien ini,
pada dasarnya sebagian besar adalah merupakan kewajiban dari rumah sakit. Hak
pasien ini merujuk pada definisi pasien seperti dijabarkan di atas, selain hak yang
timbul dari pengobatan dan perawatan sebagai akibat dari adanya kontrak
terapeutik antara dokter dan pasien128 juga timbul karena hubungan antara pasien
dan rumah sakit sebelum timbulnya perawatan. Berikut adalah hak pasien menurut
undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit129:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang


berlaku di rumah sakit.

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa


diskriminasi

d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan


standar profesi dan standar pelayanan prosedur operasional

e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien


terhindar dari kerugian fisik dan materi

f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya


dan peraturan yang berlaku di rumah sakit

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada


dokter lain yang mempunyai surat izin praktik baik di dalam
maupun di luar rumah sakit

8
i.Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita,
termasuk data-data medisnya

j.Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan


medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

9
BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Kasus:

Seorang pasien korban bencana alam datang ke RS Swasta X dengan kepala dibebat karena
pendarahan di kepala, akibat tertimpa reruntuhan yang berasal dari atap sebuah bangunan.
Saat di UGD tenaga kesehatan menolak melakukan tindakan karena pasien tersebut tidak
mempunyai jaminan kesehatan.

3.2 Analisis:

Merujuk pada Peraturan menteri keuangan nomor 31 tahun 2023, pasal 20 ayat 1-4.
Menjelaskan bahwa, pasien yang terdampar kondisi kahar, dapat dikenakan tarif layanan
sampai dengan Rp.0,00 (nol rupiah) dari tarif pelayanan.

Maka dari itu, pasien tersebut seharusnya berhak mendapatkan pelayanan sesegera mungkin
oleh pihak rumah sakit. Karena, pasien tersebut memenuhi salah satu kriteria dari isi pasal
tersebut.

Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan


Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) Nasional yang terdiri dari :

1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif.

3. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai.

4.Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada
Pasien Yang Benar

5. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan.

6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh.

Perawat berperan penting dalam peningkatan keselamatan pasien, karena perawat adalah
profesi yang secara terus menerus delama 24 jam mendampingi dan berada di dekat pasien.

10
Perawat dapat melaksanakan perannya dalam peningkatan keselamatan pasien setiap
melakukan asuhan keperawatan seperti menyebutkan pasien dengan namanya,, komunikasi
menggunakan SBAR, melaksanakan upaya memutus rantai infeksi dengan menjaga
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri, penggunaan teknik aseptik, penanganan
alat bekas pakai dan limbah, penanganan benda tajam : pencegahan needle stick injury dan
penanganan pasca pajanan

Perawat juga dapat berperan meningkatkan keselamatan pasien dengan menerapkan


Evidence Based Nursing (EBN) Keselamatan Pasien.

Perawat pendidik dapat berperan dalam peningkatan kemampuan keselamatan teman sebaya
dan peserta didik dengan cara advokasi, sosialisasi, bimbingan teknis, monitoring dan
evaluasi. Perawat Manajer dapat berperan dalama menjamin keselamatan pasien di ruang
rawat.

Sebagai pribadi, perawat dapat berperan dalam peningkatan keselamatan pasien dengan
menjunjung tinggi nilai etik dan moral, melakukan sertifikasi, memiliki STR, memiliki
lisensi dan melaksanakan enam sasaran keselamatan pasien dalam asuhan keperawatan.

11
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Penolakan pelayanan kesehatan pasien termasuk perbuatan melawan hukum,


sehingga harus ada perlindungan hukum bagi pasien tersebut. Dikatakan perbuatan melawan
hukum tersebut karena merujuk Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, bahwa rumah sakit atau puskesmas tidak boleh menolak pasien yang
membutuhkan perawatan medis. Intinnya, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang
muka (Pasal 32 ayat 2). Implikasi atas perbuatan penolakan pelayanan kesehatan pasien
dapat dituntut secara pidana sesuai dengan Pasal 304 dan 531 KUHP. Dalam hal yang
melakukan penolakan perawatan medis rumah sakit, maka pimpinan rumah sakit yang
bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran hukum, merujuk Pasal 190 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Peran Dinas Kesehatan dalam perlindungan hukum terhadap penolakan pelayanan


kesehatan pasien, melalui Komite Etik Rumah Sakit merupakan badan yang dibentuk dengan
anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit. Sanksi etika lebih
menyentuh pada aspek moral, sedangkan sanksi hukum bersifat memaksa. Sanksi moral
adalah berupa surat peringatan. Apabila komite etik menemukan unsur tindak pidana, maka
akan dibawa ke ranah hukum dan itu akan dibawa ke bagian penindakan untuk diproses.
Apabila adanya suatu pelanggaran Kode Etik Rumah Sakit, dalam hal ini Komite Etik
Rumah Sakit berperan mengambil keputusan dalam pemberian sanksi.
4.2 SARAN

Dari makalah yang telah kami susun bersama, diharapkan agar institusi perawat di
Indonesia dapat terus memberikan materi atau wejangan, tentang betapa pentingnya
tanggung jawab pada praktik keperawatan pada perawat agar kasus kelalaian dari Pasien
Safety di Indonesia dapat terhindar. Di rumah sakit pun, pimpinan rumah sakit perlu
mengevaluasi peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan memberikan
dorongan/motivasi agar perawat semakin meningkatkan pelayanan. Menerima dan
mempertimbangkan masukan/saran dari pasien maupun keluarga untuk dijadikan sebagai
bahan evaluasi.

12
Bagi perawat, hendaknya dapat meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan
kewajiban terhadap pasien melalui peran yang di nampakkan pada pasien saat melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien. Perawat meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti
pelatihan–pelatihan/seminar untuk menambah ilmu dan pengalaman tentang peran seorang
perawat,menerima dan mempertimbangkan keluhan–keluhan maupun saran dari evaluasi
pasien untuk di evaluasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/Menkes/Per/Viii/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Haryati, Tutik Sri, et all, 2019, Manajemen Risiko Bagi Manajer Keperawatan Dalam
Meningkatkan Mutu dan Keselamatan Pasien, Rajawali Pers, Depok

Pulungan, Hanifah Regit, https://osf.io. Pentingnya Penerapan Keselamatan Pasien


Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan, Jurnal K3RS

Beccaria, Cesare, Perihal Kejahatan dan Hukuman, diterjemahkan oleh Wahmuji,


Yogyakarta: Genta Publishing, 2011

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, Standar Unit


Gawat Darurat, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007

14

Anda mungkin juga menyukai