Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT , semoga rahmat, Taufiq
Hidayah dan Nikmatnya tercurah kepada kita semua atas selesainya makalah yang berjudul
Budaya Dalam Lingkup Kerja Perawat Dalam Peningkatan Patient Safety Atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis banyak
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Selaku dosen mata kuliah yang memberikan dorongan dan bimbingan kepada kami.
2. Serta teman-teman yang memberikan motivasi kepada kami atas selesainya makalah
ini

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah
ini.

Pontianak, November 2017

Kelompok V
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 3
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 4
C. TUJUAN ..................................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
A. Perawat........................................................................................................................................ 5
B. BUDAYA PATIENT SAFETY .................................................................................................. 5
C. Karakteristik dari positive safety culture .................................................................................... 9
D. Tiga strategi penerapan budaya patient safety: ........................................................................... 9
E. PENGEMBANGAN BUDAYA PASIEN SAFETY ................................................................ 10
BAB II................................................................................................................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang mendasar di dalam pelaksanaan
keselamatan di rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada
pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming, 2008). Upaya dalam
pelaksanaan keselamatan pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan pasien. Hal
tersebut dikarenakan berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan
keselamatan pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan
pasien saja (El-Jardali, dkk, 2011).

Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan keselamatan


pasien yang merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, dkk,
2009). Pondasi keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
khususnya asuhan keperawatan. Penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan
menghasilkan pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu
tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas
kesehatan yang profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang
diberikan (Ilyas, 2004).

Rumah sakit harus bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas dari
resiko pada proses pemberian layanan kesehatan (Cahyono, dkk, 2008). Penerapan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan khususnya perawat.
Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan perawat mencegah
terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian layanan kesehatan di rumah sakit. Hal
tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit
(Armellino, dkk, 2010).

Pencegahan kesalahan yang akan terjadi tersebut juga dapat menurunkan biaya yang
dikeluarkan pasien akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi. Pelayanan yang
aman dan nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan mutu pelayanan.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan memperkecil terjadinya
kesalahan dalam pemberian layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien akan
mendeteksi kesalahan yang akan dan telah terjadi. Budaya keselamatan pasien tersebut akan
meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan. Hal ini
dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari perawat
2. Apa pengertian dari budaya patient safety ?
3. Bagaimana karakteristik dari positif patient safety culture ?
4. Apa saja tiga startegi penerapan budaya patient safety?
5. Bagaimana pengembangan budaya patient safety?

C. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk dapat mengetahui peran perawat dalam melaksanakan patient safety.

b. Tujuan khusus:
1. Untuk dapat mengetahui peran resiko dalam fatient safety
2. Untuk dapat mengetahui strategi penerapan budaya patient safety
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perawat
Perawat adalah pejabat eksekutif kesehatan dengan waktu kerja tertinggi yang
memberikan 24 jam pelayanan terus menerus serta harus berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain dan oleh karena itu lahhal tersebut dapat menyebabkan atau berisiko terjadinya Insiden
Keselamatan Pasien. Selain itu, perawat memiliki peran yang paling dominan dalam
mencegah terjadinya kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden, mendidik diri
sendiri dan orang lain. Sejalan dengan definisi keperawatan ANA 2003 yang menyatakan
bahwa keperawatan adalah perlindungan, promosi, dan optimalisasi kesehatan dan
kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera, pengentasan penderitaan melalui diagnosis
dan pengobatan respon manusia, dan advokasi dalam perawatan individu, keluarga,
masyarakat, dan populasi.

Oleh sebab itu peran perawat dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan dan
mewujudkan keselamatan pasien di rumah sakit dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Perawat harus mematuhi standar layanan dan SOP yang telah ditetapkan
b. Menerapkan prisip etik dalam meberikan asuhan keperawatan
c. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang asuhan
keperawatan yang sedang dijalankan.
d. Selalu bekerjasama dengan tim kesehatan yang lainnya dalam memberikan
asuhan keperawatan.
e. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap sejawat, pasien dan keluarga.
f. Selalu proaktif dan peka dalam setiap menyelesaikan kejadian atau insiden
yang berkaitan dengan keselamatan pasien.
g. Mendokumentasikan segala bentuk kegiatan yang ada hubungannya dengan
asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasein.
h. Pengobatan dan manajemen dari pasien yang tidak dilakukan dengan hati-hati
dan tidak berpotensi terjadinya prosedural Insiden Keselamatan Pasien.

B. BUDAYA PATIENT SAFETY


Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola perilaku
individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi
pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Jika suatu organisasi pelayanan
kesehatan tidak mempunyai budaya patient safety maka kecelakaan bisa terjadi akibat dari
kesalahan laten, gangguan psikologis dan physiologis pada staf, penurunan produktifitas,
berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan konflik interpersonal.
1. Kerjasama
Kerjasama merupakan indikator pertama dari budaya keselamatan pasien.
Berdasarkan hasil dari penelitian, dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada
pasien perawat akan selalu membutuhkan bantuan dari perawat maupun tenaga
kesehatan yang lainnya. Bentuk kerjasama tidak hanya berupa saling membantu
pekerjaan ketika perawat dihadapkan pada tugas yang sangat banyak dan
membutuhkan penyelesaian yang sesegera mungkin, namun juga bisa berupa
pembagian tugas berdasarkan kelompok kecil atau tim dalam satu unit ruang rawat
inap. Perawat adalah petugas kesehatan dengan waktu kerja tertinggi yang
memberikan 24 jam pelayanan terus menerus, melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan oleh karena hal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya
cidera. Keterlibatan banyak profesi selain tenaga perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan dapat menimbulkan atau berisiko terjadi cidera jika dilakukan tidak
dengan komunikasi dan koordinasi yang tepat, hal itu (cidera) dapat dihindari jika
perawat selalu menjaga hubungan baik dengan sesama perawat dan petugas kesehatan
lainnya, dan menjaga keharmonisan di lingkungan kerja atau suasana hati untuk
mencapai pelayanan kesehatan.

2. Komunikasi
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap melaksanakan tugas dalam hal ini
adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Komunikasi yang baik dan
benar perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan asuhan keperawatan yang melibatkan
banyak profesi selain profesi perawat. Komuniasi dalam praktek keperawatan
merupakan elemen penting bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perawat memiliki peran yang paling dominan
dalam mencegah terjadinya kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden,
mendidik diri sendiri dan perawat lain tentang penting komunikasi, memberikan
rekomendasi untuk perubahan prosedur dan kebijakan serta keterlibatan dalam
melakukan identifikasi permasalahan. Kesalahan medis jarang disebabkan oleh faktor
kesalahan manusia secara individual, tetapi lebih karena kesalahan pada sistem
komunikasi yang menyebabkan terputusnya rantai dalam sistem tersebut. Hal ini
menunjukkan pentingnya menjalin komunikasi dengan baik agar informasi yang
disampaikan tidak terputus dan mengakibatkan kerugian pada pasien. Sistem dan
interaksi manusia mengacu pada sistem dimana dua sistem berinteraksi atau
berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem tersebut. Informasi tentang keselamatan
pasien perlu diketau oleh semua perawat yang memberikan asuhan keperwatan hal
tersebut berfungsi untuk mencegah perawat melakukan tindakan yang dapat
menyebabkan cidera pada pasien. Komunikasi adalah kunci sukses berinteraksi dalam
kehidupan berorganisasi. Ketika komuniksai efektif, arus informasi dalam organisasi
yang dinamis akan berjalan lancar sehingga mempercepat proses tercapainya tujuan
organisasi.

3. Kepemimpinan
Pemimpin harus memiliki komitmen yang kuat terhadap keselamatan pasien,
sehingga keselamatan pasien menjadi hal yang utama dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Pemimpin harus mampu menjadi agen perubahan bagi anak buahnya
dengan melaksanakan program keselamatan pasien. Pimpinan mendorong dan
menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organisasi melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Pemimpin harus membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas guna
mendukung staff untuk menjalankan program keselamatan pasien secara
berkesinambungan, memprioritaskan atau mengintegrasikan program keselamatan
pasien dalam setiap rapat dengan para pengambil keputusan, mengagendakan
pelatihan tentang keselamatan pasien bagi semua staf secara berkala dan
berkesinambungan. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi
dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekwat
untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien2. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.Pada
unit kerja berikan semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting. Pemimpin harus mampu memotivasi
bawahannya, salah satunya dengan pujian. Pujian yang diberikan oleh pemberi kerja
pada saat pekerjaan yang selesai dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
akan memberikan motivasi tersendiri untuk perawat.
4. Pelaporan
Indikator pelaporan dalam penerapan budaya keselamatan pasien berada
dalam kategori cukup. Perawat diharuskan melaporkan kejadian kesalahan yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
yang dapat dicegah pada pasien, yang terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial cedera. Melaporkan
sebuah kejadian atau insiden keselamatan pasien masih jarang dilakukan atau pun
bahkan jika ada pelaporan tentang insiden atau kejadian keselamatan pasien belum
ada pelaporan secara resmi. Hal ini disebabkan para perawat takut untuk melaporkan
insiden yang terjadi pada pasien karena kesalahan yang dilakukannya. Perawat merasa
takut akan hukuman dari penyelia atas kesalahan yang telah ia lakukan saat
melakukan asuhan keperawatan. Sejatinya pelaporan insiden keselamatan pasien
sangat dibutuhkan oleh semua pihak guna perbaikan pelayanan dalam hal ini
khususnya asuhan keperawatan. Informasi dari pelaporan insiden keselamatan pasien
yang akurat dan jelas dapat membantu identifikasi akar permasalahan bagaimana
insiden tersebut bisa terjadi serta identifikasi faktor risiko sehingga insiden yang sama
dapat dicegah untuk kemudian hari. Peran dan fungsi perawat yang salah satunya
yaitu peran sebagai peneliti. Informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dai sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, digunakan untuk
menentukan solusi .

5. Respon Tidak Menghukum Terhadap Kesalahan


Indikator respon tidak menghukum terhadap kesalahan ini menunjukkan
bahwa dimasa yang akan datang pelaporan terhadap insiden keselamatan pasien tidak
semata-mata hanya berupa pelaporan insiden keselamatan, namun pelaporan tersebut
hendaknya ditindaklanjuti guna memperbaiki kesalahan dan mencari akar
permasalahan, tidak untuk menghukum perawat yang melakukan kesalahan atau
berpengaruh terhadap penilainan kinerjanya. Ketika kesalahan dilaporkan, maka
cukup melaporkan masalah sendiri dilaporkan menemukan jalan keluar tidak
menunjukkan siapa pelaku harus dihukum. Belajar dari insiden keselamatan pasien
hanya akan berhasil jika setiap permasalahan tidak dilihat sebagai kesalahan individu
tetapi harus diperhatikan dengan pendekatan sistem dan pemahaman faktor manusia.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang pelaksanaan komite medis di rumah sakit bahwa
audit medis dilakukan dengan memprioritaskan semua staf untuk menghilangkan
blaming (menyalahkan), naming (menyebut atau mencari siapa yang salah), dan
shaming (mempermalukan atau mengakui kesalahan). Untuk mampu belajar dari
kesalahan harus ditekankan pada upaya mencari apa yang salah, mengapa kesalahan
tersebut dapat terjadi, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kesalahan.

C. Karakteristik dari positive safety culture


1. Komunikasi dibentuk dari keterbukaan dan saling percaya
2. Alur informasi dan prosesing yang baik
3. Persepsi yang sama terhadap pentingnya keselamatan
4. Disadari bahwa kesalahan tidak bisa sepenuhnya dihindari
5. Identifikasi ancaman laten terhadap keselamatan secara proaktif
6. Pembelajaran organisasi
7. Memiliki pemimpin yang komit dan eksekutif yang bertanggung jawab.
8. Pendekatan untuk tidak menyalahkan dan tidak memberikan hukuman pada
insiden yang dilaporkan.

D. Tiga strategi penerapan budaya patient safety:


1. Strategy 1
a. Lakukan safe practices
b. Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk
melakukan tindakan medik secara benar
c. Mengurangi ketergantungan pada ingatan
d. Membuat protokol dan checklist
e. Menyederhanakan tahapan-tahapan

2. Edukasi
a. Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja
b. Pendidikan dan pelatihan patient safety
c. Melatih kerjasama antar tim
d. Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin
membingungkan.

3. Akuntabilitas
a. Melaporkan kejadian error
b. Meminta maaf
c. Melakukan remedial care
d. Melakukan root cause analysis
e. Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya.

E. PENGEMBANGAN BUDAYA PASIEN SAFETY


Perubahan budaya sangat terkait dengan pendapat dan perasaan individu-individu
dalam organisasi. Kesempatan untuk mengutarakan opini secara terbuka, dan keterbukaan ini
harus diakomodasi oleh sistem sehingga memungkinkan semua individu untuk melaporkan
dan mendiskusikan terjadinya adverse events. Budaya tidak saling menyalahkan memungkin
individu untuk melaporkan dan mendiskusikan adverse events tanpa khawatir akan dihukum.
Aspek lain yang penting adalah memastikan bahwa masing-masing individu bertanggung
jawab secara personal dan kolektif terhadap patient safety dan bahwa keselamatan adalah
kepentingan semua pihak.

1. Pengembangan safety culture


a. Mendeklarasikan patient safety sebagai salah satu prioritas
b. Menetapkan tanggung jawab eksekutif dalam program patient safety
c. Memperbaharui ilmu dan keahlian medis
d. Membudayakan sistem pelaporan tanpa menyalahkan pihak-pihak terkait
e. Membangun akuntabilitas
f. Reformasi pendidikan dan membangun organisasi pembelajar
g. Mempercepat perubahan untuk perbaikan
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Perawat adalah pejabat eksekutif kesehatan dengan waktu
kerja tertinggi yang memberikan 24 jam pelayanan terus menerus serta harus berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain dan oleh karena itu lahhal tersebut dapat menyebabkan atau
berisiko terjadinya Insiden Keselamatan Pasien1. Selain itu, perawat memiliki peran yang
paling dominan dalam mencegah terjadinya kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan
insiden, mendidik diri sendiri dan orang lain. Budaya patient safety adalah produk dari nilai,
sikap, kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen,
style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety.

B. Saran
Agar setiap rumah sakit menerapkan sistem keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan peraturan
perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu. Agar seluruh komponen sarana pelayanan
kesehatan bekerja sama dalam upaya mewujudkan patient safety karena kesalamatan pasien
hanya bisa dicapai dengan baik dengan kerja sama semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI; Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety): Utamakan Keselamatan Pasien. Departemen Kesehatan RI. 2006.

Lia M dan Asep S. 2010. Pengembangan Budaya Patient Safety dalam Praktik Keperawatan

Nieva, V. and J. Sorra, Safety Culture Assessment: A Tool for Improving Patient Safety in
Healthcare Organizations. Quality and Safety in Health Care, 2003. 12: p. 7-23.

Sandars, J. and G. Cook, ABC of patient safety. 2007, Massachusets: Blackwell Publishing.

Anda mungkin juga menyukai