Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses kehamilan dan persalinan merupakan salah satu

peristiwa penting dan senantiasa diingat dalam kehidupan wanita. Setiap

wanita memiliki pengalaman hamil dan melahirkan tersendiri yang dapat

diceritakan ke orang lain. Memori melahirkan, peristiwa dan orang-orang

yang terlibat dapat bersifat negatif atau positif, dan pada akhirnya dapat

menimbulkan efek emosional serta reaksi psikososial jangka pendek

maupun jangka panjang (Manuaba, 2016).

Aspek-aspek asuhan yang mempengaruhi perasaan saat

persalinan dan kepuasan pengalaman persalinan meliputi komunikasi,

pemberian informasi, penatalaksanaan nyeri, tempat melahirkan,

dukungan sosial dan dukungan dari pasangan serta dukungan dari

pemberi asuhan. Kehamilan dan persalinan sangat dipengaruhi oleh

lingkungan dan tempat persalinan berlangsung. Idealnya, setiap wanita

yang bersalin dan tim yang mendukung serta memfasilitasi usahanya

untuk melahirkan, bekerja sama dalam suatu lingkungan yang paling

nyaman dan aman bagi ibu yang akan melahirkan (Manuaba, 2016).

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan

pelayanan persalinan yang aman karena dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang kompeten. Persalinan yang aman ialah persalinan yang

1
2

mempunyai pengetahuan, keterampilan, alat untuk memberikan

pertolongan yang bersih, memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan

bayi. Pertolongan persalinan yang ditolong oleh tenaga non nakes atau

yang sering dikenal dengan dukun paraji memiliki resiko yang lebih besar

dibandingkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

kompeten. Hal ini terjadi karena tenaga non nakes tidak mempunyai

pendidikan yang sah terkait permasalahan kebidanan serta dari segi

sterilisasi alat alat yang digunakan dalam menolong persalinan seringkali

menggunakan peralatan tradisional. Sedangkan persalinan yang ditolong

oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan

steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan

lainnya (Prawirohardjo, 2018).

Tenaga kesehatan yang kompeten dalam menangani persalinan

yaitu dokter umum, dokter kandungan (dokter spesialis kandungan dan

kebidanan), dan bidan. Pada dasarnya pertolongan persalinan harus

memenuhi empat pilar Safe Motherhood sebagaimana yang telah

dikemukakan oleh WHO (World Health Organization), yang salah

satunya adalah persalinan bersih dan aman serta ditolong oleh tenaga

kesehatan yang berkompeten.

Tempat bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi psikologis ibu bersalin. Pemilihan tempat bersalin dan

penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara langsung

pada kesehatan ibu. Setidaknya ada dua pilihan tempat bersalin yaitu di
3

rumah ibu atau di fasilitas pelayanan kesehatan. Tempat yang paling

ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan

dan tenaga kesehatan yang siap menolong sewaktu-waktu apabila

terjadi komplikasi persalinan atau memerlukan penanganan

kegawatdaruratan. Minimal bersalin di fasilitas kesehatan seperti

puskesmas yang mampu memberikan Pelayanan Obstetrik dan

Neonatal Emergensi Dasar (PONED) sehingga apabila perlu rujukan

dapat segera dilakukan. Sebaliknya jika melahirkan di rumah dan

sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis darurat maka tidak

dapat segera ditangani (JNPK, 2017).

Kementerian kesehatan telah mewajibkan bahwa persalinan

harus ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Hal ini merupakan

upaya untuk mencapai target Suistainable Development Goals (SDG’s)

yang salah satunya bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu

(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) secara global. Namun pada

kenyataanya dilapangan, meskipun pelayanan kesehatan bagi ibu dan

anak telah tersebar, masih ditemukan berbagai masalah besar yaitu

masih tingginya AKI dan AKB (Kemenkes RI, 2020).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan sekitar 830

perempuan meninggal tiap harinya karena diakibatkan komplikasi

kehamilan dan pada saat proses kelahiran. Sekitar 99% dari kematian

tersebut terjadi di daerah negara berkembang. Pada tahun 2020, rasio

kematian maternal di negara-negara berkembang adalah 239 per


4

100.000 kelahiran hidup berbanding 12 per 100.000 kelahiran hidup di

negara maju. Sekitar 303.000 wanita meninggal selama kehamilan dan

persalinan pada akhir tahun 2020. Sementara itu, bayi yang meninggal

selama 28 hari pertama kehidupan sebanyak 2,7 juta bayi dan yang lahir

mati sebanyak 2,6 juta. Menurut WHO tahun 2021 tersebut, hampir

semua kejadian kematian terjadi karena hal yang dapat dicegah.

Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUSPAS) pada tahun

2015 menyatakan AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup dan

AKB 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini menempatkan

Indonesia sebagai negara dengan angka kematian tertinggi kedua di

Asia Tenggara setelah Laos (Kemenkes RI, 2020).

Berdasarkan Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SDKI)

tahun 2019 menunjukkan bahwa 90% kematian ibu disebakan karena

persalinan. Sebanyak 28% karena perdarahan, 24% ekalmpsia, 27%

partus lama dan 11% disebakan karena infeksi.

Dalam Profil Kesehatan Provinsi Maluku, AKI pada tahun 2020,

mencapai 799 ibu meninggal dan AKB sebesar 3.702 bayi meninggal.

Penyebab terbanyak kematian ibu dikarenakan terjadi pendarahan saat

persalinan. Hal tersebut terjadi karena masih banyak persainan yang

dibantu bukan oleh tenaga kesehatan

Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka

kematian ibu dan bayi ini adalah dengan memastikan kelahiran bayi

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan terakreditasi seperti Bidan,


5

Dokter Spesialis Kandungan dan Dokter Umum atau tenaga penolong

yang telah dididik dan dilatih. Tenaga inilah yang bertugas untuk

mengelola kehamilan normal (tanpa komplikasi), persalinan, masa nifas

dan mampu melakukan identifikasi, manajemen serta rujukan komplikasi

pada ibu dan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2013). Upaya preventif lain

yang harus dilakukan dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi

adalah meningkatkan pengetahuan, mencegah komplikasi dan

mempersiapkan wanita untuk melahirkan (Nurdiyan, 2014).

Ibu hamil yang sudah mengalami tanda-tanda persalinan

diberikan kebebasan untuk meminta pertolongan persalinan ke tenaga

kesehatan yang menyediakan pelayanan persalinan, seperti pustu,

polindes/poskesdes, puskesmas, rumah sakit bahkan beberapa orang

memilih dukun beranak yang akan membantu persalinannya (Kemenkes

RI, 2020). Jika dilihat dari segi efektifitas serta tingkat keamanan dalam

memilih penolong persalinan dan cara persalinan yang direncanakan,

maka sejak awal bidan menganjurkan agar setiap ibu yang hamil harus

memperhatikan asupan gizi seimbang, deteksi resiko, mengantisipasi

terjadinya perdarahan dan pencegahan infeksi.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan,

persalinan dan nifas serta ketidaktahuan ibu akan pentingnya periksa

hamil, sikap ibu hamil yang tidak peduli atau belum adanya perilaku

sehat pada diri ibu dapat menyebabkan ibu tidak dapat melakukan

identifikasi terhadap tanda - tanda yang nampak sehingga tidak dapat


6

melakukan antisipasi secara dini sehingga pengetahuan merupakan

salah satu faktor yang menstimulasi atau merangsang terhadap

terwujudnya sebuah perilaku kesehatan (Mandriwati, 2018).

Berdasarkan Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018,

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia secara

umum sudah memenuhi target Renstra (79%) yaitu sebanyak 83,67%,

namun masih ada 17 provinsi (50%) yang belum memenuhi target dan

belum semuapersalinan tersebut bertempat di fasilitas pelayanan

kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan, sehingga terdapat

kesenjangan yang cukup jauh antara provinsi yang tertinggi DKI Jakarta

(114,42%) dan provinsi terendah Maluku (30,65%). Pertolongan

persalinan dengan tenaga kesehatan di Sumatera Barat sudah mencapai

80,37% dari target 79%, namun masih banyak persalinan yang dibantu

oleh tenaga non kesehatan, seperti dukun beranak. Salah satunya

Kabupaten Pasaman dengan cakupan pertolongan persalinan dengan

tenaga kesehatan masih 78% dari target 79% (Dinkes Sumatera Barat,

2018).

Berdasarkan penelitian (Nurhapipa, 2015) di Kabupaten Kampar,

Riau ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong

persalinan yaitu faktor pengetahuan, sikap, sosial budaya, status

ekonomi, akses/jarak ke pelayanan kesehatan dan dukungan keluarga.

Penelitian ini menyimpulkanbahwa ada hubungan dukungan keluarga

dalam memilih penolong persalinan. Dukungan keluarga memiliki peran


7

penting dalam memilih penolong, baik selama hamil, bersalin ataupun

nifas. Hal ini dikaitkan dengan seorang ibu usia muda sehingga

kemampuan dalam memilih atau mengambil keputusan secara mandiri

masih rendah. Jika mengikuti saran dari orang tua atau keluarga, maka

seluruh keluarga ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika keluarga

menyarankan untuk bersalin dengan dukun, ibu tersebut akan memilih

dukun sebagai penolongnya, begitu juga sebaliknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Meylanie (2017), seorang ibu

yang memiliki pengetahuan baik akan membuat ibu merasa lebih

percaya diri dan memiliki wawasan serta kemampuan untuk mengambil

keputusan bagi diri sendiri dan keluarga seperti dalam hal memilih siapa

penolong persalinannya. Penelitian lain oleh Simanjuntak (2012) di

Puskesmas Sipahutar, Sumatera Utara menunjukkan hasil bahwa ada

hubungan pengetahuan (p=0,005) dan dukungan keluarga (p=0,005)

dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang memiliki pengetahuan

tinggi memilih bidan sebagai penolong persalinannya dan ibu yang

berpengetahuan rendah memilih dukun sebagai penolong persalinannya.

Pada 118 ibu hamil yang di dukung oleh keluarganya termotivasi untuk

memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya dan 17

orang lagi memilih persalinan dengan dukun karena tidak mendapatkan

dukungan dari keluarganya. Penelitian lain oleh Asriani (2010)

menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemilihan

tenaga penolong persalinan. Seorang ibu dalam menentukan


8

pemanfaatan pertolongan persalinan dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan, semakin tinggitingkat pengetahuan ibu, semakin tinggi

pemanfaatan penolong persalinannya.

Berdasarkan profil kesehatan Seram Bagian Barat Provinsi

Maluku menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 39,8% kematian

bayi karena di tolong oleh tenaga non kesehatan dari 62 kasus kematian

yang terjadi. Pada tahun 2021 terdapat 41,5% kematian bayi yang

ditolong oleh tenaga non kesehatan dari 77 kasus kematian. Pada tahun

2012, terdapat 38% kematian bayi dari 83 kasus kematian bayi yang

terjadi. Untuk jumlah bidan di kabupaten Seram Bagian Barat terus

mengalami peningktan dari tahun ke tahun, namun tenaga non

kesehatan (dukun beranak) juga terus mengalami peningkatan. Hal ini

dikaitkan bahwa masih sangat minimnya pengetahuan yang dimiliki

masyarakat untuk bersalin dengan tenaga kesehatan. Masyarakat

tersebut juga menganggap bahwa kedatangan bidan muda ditempatnya

belum menikah dan belum pengalaman dalam bersalin dan menolong

persalinan.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti di

Puskesmas Kairatu Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat,

pada tahun 2021 total jumlah ibu hamil 309 (81,5%) diantaranya 118

(32,6%) ditolong oleh tenaga kesehatan, 31 (8,5%) persalinan di fasilitasi

kesehatan dan persalinan non fasilitas kesehatan (Dukun) 87 (24%).

Pada tahun 2022 total jumlah ibu hamil 203 (80,2%) diantaranya 123
9

(51%) ditolong oleh tenaga kesehatan, 30 (12,4%) persalinan di fasilitasi

kesehatan dan persalinan non fasilitas kesehatan (Dukun) 93 (24%) dan

di tahun 2023 dari bulan Januari – September total jumlah ibu hamil 159

(63,6%) diantaranya 147 (61,5%) ditolong oleh tenaga kesehatan, 62

(25,9%) persalinan di fasilitasi kesehatan. Dari data ibu hamil dan ibu

bersalain di Puskesmas Kairatu Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram

Bagian Barat dari tahun 2021 sampai dengan 2023 belum maksimal

karena belum mencapai sasaran ibu hamil dan ibu bersalain per tahun.

Dari banyaknya variabel diatas maka perlu dikaji lebih lanjut

variabel - variabel apa saja yang sangat mempengaruhi ibu dalam

memilih tenaga penolong persalinan sehingga upaya pemerintah dalam

menurunkan AKI dan AKB akibat pertolongan persalinan yang tidak

dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat ditekan. Oleh karena itu,

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Dengan

Pemilihan Tempat Persalinan Di Puskesmas Kairatu Kecamatan Kairatu

Kabupaten Seram Bagian Barat”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah penelitian

yang dapat dirumuskan adalah “Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku

Dengan Pemilihan Tempat Persalinan Di Puskesmas Kairatu Kecamatan

Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat”?


10

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahuai hubungan pengetahuan dan perilaku

dengan pemilihan tempat persalinan di Puskesmas Kairatu

Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Menganalisis hubungan pengetahuan dengan pemilihan

tempat persalinan di Puskesmas Kairatu Kecamatan Kairatu

Kabupaten Seram Bagian Barat

b. Untuk Menganalisis hubungan perilaku dengan pemilihan

tempat persalinan di Puskesmas Kairatu Kecamatan Kairatu

Kabupaten Seram Bagian Barat

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

dan pengalaman dalam melakukan sebuah penelitian mulai dari

perecanaan hingga pelaksanaan, sehingga dengan dilakukannya

penelitian ini dapat menjadi sebuah pengalaman yang sangat

berharga dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan peneliti

dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat selama kuliah.


11

2. Manfaat praktis

a. Bagi tempat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan infromasi

dan manfaat bagi Puskesmas Salopa mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong

persalinan agar petugas kesehatan di puskesmas dapat

memberikan pendekatan pada setiap ibu hamil sehingga

semua ibu bersalin memilih penolong persalinannya pada

tenaga kesehatan. Selain itu puskesmas dapat merencanakan

program yang lebih baik agar setiap persalinan ditolong oleh

tenaga kesehatan.

b. Bagi Dinas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

pengambilankebijakan yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA) dalamupaya meningkatkan cakupan

pertolongan persalinan oleh tenagakesehatan.

c. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan hubungan tingkat pengetahuan dan

perilaku ibu hamil tentang pentingnya persalinan di fasilitas

kesehatan sehingga dapat meningkatkan peran serta

masyarakat dalam membantu semua ibu yang akan bersalin


12

agar memilih tenaga penolong persalinan ke tenaga

kesehatan yang professional, sehingga diharapkan semua ibu

bersalin dapat ditolong persalinannya melalui proses

persalinan yang aman agar ibu serta bayinya sehat dan

selamat.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu sumber wacana, referensi dan

sumber kepustaka antentang hubungan tingkat pengetahuan

dan perilaku ibu hamil tentang pentingnya persalinan di

fasilitas kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai