Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DI

RUMAH SAKIT DAERAH DATU BERUTAKENGON TAHUN 2021

Factors Affecting Patient Safety Incidents In Datu Beru


Takengon Regional Hospital In 2021

Indra Lutfi1, Arifah Devi Fitriani2, Mappeaty Nyorong3


1,2,3,
Institut Kesehatan Helvetia, Jl. Kapten Sumarsono No. 107, Medan 20124
1
inras.1965@gmail.com, 2arifahdevifitriani@helvetia.ac.id@usu.ac.id, 3mapp.pkip@gmail.com,
4
heru_php2@yahoo.com, 5zulfendri@usu.ac.id
ABSTRAK
Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana
sekarangbanyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.
Laporan komitePeningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) tahun 2020 di Rumah
Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon menunjukan bahwa terjadi insiden keselamatan
sebanyak 15 kejadian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh insiden
keselamatan pasiem di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional study yaitu
sebuah pengukuran variabel dependen dan variabel independen hubungan karateristik
perawat (usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan masa kerja unit), faktor organisasi,
faktor kerja sama tim, faktor lingkungan kerja, faktor individu dengan variabel dependen
keselamatan pasien dan menggunakan metode survey. Dari hasil penelitian faktor paling
dominan yang berpengaruh terhadap keselamatan pasien adalah variabel faktor kerja sama
tim p 0,000 < 0,05 dan 95% CI 0,014-0,244 artinya faktor kerjasama tim ada berpengaruh
terhadap terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon. Pada
penelitian ada pengaruh yang bermakna terjadinya insiden keselamatan pasien, baik itu yang
berasal dari individu perawat seperti usia, pendidikan, masa kerja, unit kerja, faktor
organisasi, faktor kerja sama tim, faktor lingkungan dan faktor individu. Kesimpulan
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor kerja sama tim merupakan variabel yang lebih
berpengaruh dari yang lainnya dalam terjadinya insiden keselamatan pasien di unit rawat
inap. Diharapkan pihak manajemen Rumah Sakit Datu Beru Takengon lebih serius untuk
membentuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP).
Kata Kunci : Insiden, Keselamatan Pasien, Rumah Sakit

Abstract
Patient safety is the most important global issue today where there are now many
reports of patient demands for medical errors that occur in patients. The report of the
Committee for Quality Improvement and Patient Safety (PMKP) in 2020 at the Datu Beru
Takengon Regional General Hospital showed that there were 15 safety incidents. This study
aims to analyze the effect of patient safety incidents at the Regional General Hospital Datu
Beru Takengon. This research is a quantitative research with a cross sectional study design,
which is a measurement of the dependent variable and the independent variable of the
relationship between nurse characteristics (age, gender, education, years of service and unit
tenure), organizational factors, teamwork factors, work environment factors, individual
factors with the dependent variable of patient safety and using a survey method. From the
results of the study, the most dominant factor influencing patient safety was the teamwork
factor variable p 0.000 <0.05 and 95% CI 0.014-0.244 meaning that the teamwork factor
had an effect on patient safety at Datu Beru Takengon General Hospital. In the study, there
was a significant influence on the occurrence of patient safety incidents, whether it was from
individual nurses such as age, education, years of service, work units, organizational factors,
teamwork factors, environmental factors and individual factors. The conclusion of this study
can be concluded that the teamwork factor is a more influential variable than the others in
the occurrence of patient safety incidents in the inpatient unit. It is hoped that the
management of Datu Beru Takengon Hospital is more serious in establishing quality
improvement and patient safety (PMKP).
Keywords :Incident, Patient Safety, Hospital

PENDAHULUAN
Konsep keselamatan pasien (patient safety secara mendasar diartikan sebagai “freedom
from accidental injury” oleh Institute of Medicine (IOM). Dalam beberapa tahun terakhir,
keselamatan pasien menjadi perhatian khusus dalam konteks pelayanan kesehatan dirumah
sakit. Akreditasi rumah sakit di Indonesia telah memasukkan penerapan keselamatanpasien di
seluruh lini sebagai penilaian penting dalam penentuan standar mutu di rumah sakit (1).
Penilaian mutu rumah sakit didapatkan melalui sistem akreditasi, salah satunya adalah
sasaran keselamatan pasien karena telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan di seluruh
dunia. Salah satu langkah memperbaiki mutu pelayanan melalui penerapan patient safety di
rumah sakit (2).
Berdasarkan lembaga kesehatan dunia World Health Organization (WHO),
keselamatan pasien di rumah sakit menjadi isu penting karena banyaknya kasus medical error
yang terjadi di berbagai Negara. Di negara Amerika Serikat kesalahan medis terjadi tepat di
seluruh spektrum, dan dapat dikaitkan dengan sistem dan faktor manusia. Insiden keamanan
buruk yang paling umum terkait dengan prosedur bedah (27%), kesalahan pengobatan
(18,3%) dan infeksi terkait perawatan kesehatan (12,2%) (3). Ministry Of Health Malaysia
melaporkan angka insiden keselamatan pasien dalam rentang waktu Januari-Desember 2013
sebanyak 2.769 kejadian dan untuk Negara Indonesia dalam rentang waktu 2006-2011
KKPRS melaporkan terdapat 8777 kejadian keselamatan pasien. Data insiden keselamatan
pasien tahun 2012 melaporkan analisis penyebab terjadinya insiden 46% berkaitan dengan
salah identifikasi, 36% dikarenakan komunikasi yang tidak efektif sehingga terjadi
medication error, 18% dikarenakan prosedur tidak dijalankan (4).
Berdasarkan beberapa penelitian terkait penerapan pasient safety di rumah sakit yang
telah terakreditasi versi 2012 di Indonesia. Penelitian Nurmalia & Nivalinda tahun 2016 pada
rumah sakit pemerintah di Semarang bahwa sebesar 56,2% mentoring pelaksanaan pasient
safety masih kurang baik (5). Sementara di rumah sakit swasta Panti Waluya Sawahan
Malang oleh Harus Bernadeta tahun dilaporkan data KTD 9 insiden (41%), KNC 6 insiden
(27%), KPC 5 insiden (23%), KTC 2 insiden (9%). Data insiden pasient safety masih banyak
ditemukan kurang baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta meskipun telah lulus
akreditasi, sehingga dapat menimbulkan dampak negative terhadap pelayanan kesehatan (6).
Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat diantaranya melalui Program Keselamatan Pasien dimana World Health
Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004. Di Indonesia Gerakan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (GKPRS) dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21
Agustus 2005. Setiap rumah sakit membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit. Gerakan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (7).
Di dalam pelayanan di rumah sakit seperti yang tertuang dalam undang-undang
nomor 44 tahun 2009 bahwa rumah sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, oleh karena itu rumah sakit wajib menerapkan
standar keselamatan pasien (8).
Laporan komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) tahun 2020 di
Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru TAkengon menunjukan bahwa terjadi insiden
keselamatan sebanyak 15 kejadian. Kejadian insiden keselamatan lebih banyak terjadi di
ruang rawat inap antara lain kejadian potensial cedera (KPC) yaitu 8 kejadian (seperti :
kerusakan alat ventilator, tempat tidur tanpa pengaman, kamar mandi licin dan jumlah
petugas yang kurang sedangkan pasien dalam jumlah banyak), Kejadian Tidak Cidera (KTC)
1 kejadian (seperti paisen yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yaitu kejadian seperti : suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi staff lain mengetahui dan membatalkansebelum
minum obat tersebut diberikan kepada pasien. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yaitu
kejadian seperti pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih karena kesalahan saat
membaca dosis obat pada resep sehimgga pasien mengeluhkan efek samping dari obat
tersebut. Hasil rekapitulasi safety di ruang rawat inap diperoleh pasien jatuh sebanyak 1
orang, pasien mengalami alergi setelah mendapatkan oabat 1 orang, pasien menolak
memasang infus dan NGT sehingga vital sign mengalami penurunan 1 orang.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan peneliti tentang faktor
yang mempengaruhi insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit Datu Beru Takengon.

TINJAUAN PUSTAKA
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan
lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi. Dalam mengurangi adanya insiden keselamatan
pasien, pemerintah mengadakan program Keselamatan pasien yang merupakan suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mecegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (9)
Keselamatan pasien sendiri juga mencakup pasien perioperative untuk mengurangi
jumlah kematian akibat operasi, keselamatan anestesi yang tidak memadai, infeksi bedah
yang dapat dihindari, dan komunikasi buruk diantara anggota tim. Dalam praktiknya WHO
menerapkan aplikasi Surgical Safety Checklist yang terdiri dari fase Sign In (sebelum
induksianestesi), fase Time Out (sebelum insisi kulit), fase Sign Out (sebelum pasien
meninggalkan ruang operasi) yang dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan keselamatan
pasien perioperative, mengurasi kematian bedah, dan komplikasi bedah yang tidak perlu (10).
Maksud dan tujuan sasaran keselamatan pasien oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah
Sakit), 2017 melalui SNARS (Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit), 2018 adalah untuk
mendorong rumah sakit melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. sistem
yang baik akan berdapakan pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan.
Surgical Safety Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan
pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien serta alat komunikasi untuk keselamatan
pasien yang digunakan oleh tim professional di ruang operasi. Yang menjadi pusat perhatian
dalam Surgical Safety Checklist ini adalah pencegahan infeksi, safety of anesthesia, safety of
surgical terms, surgical care and quality assurance mechanism (10).
Surgical Safety Checklist didirikan oleh World Alliance dalam program Patient Safety
yang menjadi salah satu bagian dari usaha WHO untuk mengurangi jumlah kematian akibat
operasi diseluruh dunia. Surgical Safety Checklist terbagi dari tiga fase yaitu; periode
sebelum dilakukannya induksi anestesi (Sign In), periode setelah induksi dan sebelum
sayatan (Time Out), dan periode selama atau segera setelah penutupan luka tetapi sebelum
mengeluarkan pasien dari ruang operasi (Sign Out) (10).

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional study
yaitu sebuah pengukuran variable dependen dan variable independen hubungan karateristik
perawat (usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja), faktor organisasi, faktor kerjasama tim,
faktor lingkungan kerja, faktor individu dengan variable dependen keselamatan pasien dan
menggunakan metode survei. Lokasi penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Datu
Beru Takengon di jalan Qurata Aini Nomor 153 Kebayakan Aceh Tengah dari bulan Oktober
2021 sampai dengan selesai.
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Datu Beru Takengon dengan
jumlah 642 orang perawat. Yang terbagi IGD 38 perawat, Poliklinik 45 perawat, Ruang rawat
inap 559 perawat. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling sehingga
diperoleh sampel sebanyak 246 perawat.
Metode pengumpulan data terdiri dari data primer diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan pedoman kuesioner terstruktur yang dikumpulkan dan diukur langsung oleh
peneliti. Data sekunder diperoleh dengan mengutip dari sumber terkait. Data sekunder
diperoleh dari Manajemen Rumah Sakit Datu Beru Takengon terkait kepuasan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Datu Beru Takengon Tahun 2021. Teknik pengumpulan data terdiri dari
prosedur administrasi penelitian dan prosedur teknis penelitian. Analisa data terdiri dari
analisa univariat, bivariat dan multivariat dengan uji regresi binari logistik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa dari 247 responden yang diteliti, mayoritas
responden pada kategori usia <30 tahun sebanyak 50,6% dan minioritas pada kategori usia
>30 tahun sebanyak 49,4%. Kategori pendidikan mayoritas D3 keperawatan sebanyak 38,5%
dan minoritas S1 keperawatan dan Ners sebanyak 30,8%, mayoritas responden pada kategori
masa kerja <10 tahun sebanyak 50,2% dan minoritas pada kategori >10 tahun 49,8%.
Kategori masa unit kerja unit mayoritas <3tahun sebanyak 65,2% dan minoritas pada kategori
masa kerja unit >3 tahun sebanyak 34,8%. Kategori unit kerja di rawat inap mayoritas
678,0%, dan minoritas pada unit kerja poliklinik 16,6% sedangkan unit kerja IGD sebanyak
15,4%.
Tabel 1. Distribusi Usia, Pendidikan, Masa Kerja, Masa Kerja, Masa Kerja Unit, Unit
Kerja di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2021
No. Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)
Usia
1 > 30 Tahun 122 49,4
2 <30 Tahun 125 50,6
Pendidikan
1 D3 Keperawatan 95 38, 5
2 S1 Keperawatan 76 30,8
3 Ners 76 30,8
Masa Kerja
1 <10 Tahun 124 50,2
2 >10 Tahun 123 49,8
Masa Kerja Unit
1 < 3 Tahun 161 65,2
2 > 3 Tahun 86 34,8
Unit Kerja
1 IGD 38 15,4
2 Rawat Inap 168 68,0
3 Poliklinik 41 16,6
Total 247 100

2. Analisa Univariat
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 247 responden yang diteliti mayoritas responden pada
kategori faktor organisasi baik sebanyak 76,5% dan minioritas pada kategori faktor organisasi
kurang sebanyak 23,5%, mayoritas responden pada kategori faktor kerja sama tim baik
sebanyak 63,2% dan minioritas pada kategori faktor kerja sama tim kurang sebanyak
36,8%, mayoritas responden pada kategori faktor lingkungan baik sebanyak 66,0% dan
minioritas pada kategori faktor lingkungan kurang sebanyak 34,0%, mayoritas responden
pada kategori faktor oindividu baik sebanyak 72,9% dan minioritas pada kategori faktor
individu kurang sebanyak 27,1%.

Tabel 2. Distribusi Insiden Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2021
No Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)
Faktor Organisasi
1 Baik 189 76,5
2 Kurang 58 23,5
Faktor Kerja Sama Tim
1 Baik 156 63,2
2 Kurang 91 36,8
Faktor Lingkungan
1 Baik 163 66,0
2 Kurang 84 34,0
Faktor Individu
1 Baik 180 72,9
2 Kurang 67 27,1
Total 247 100
Tabel 3. Distribusi Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2021
No Keselamatan Pasien F %
1 Baik 175 70,9
2 Kurang 72 29,1
Total 247 100

Tabel 3 menunjukan bahwa dari 247 responden yang diteliti, mayoritas dengan
Keselamatan pasien baik sebanyak 70,9% dan minoritas keselamatan pasien kurang sebanyak
29,1%.

3. Analisa Bivariat
Tabel 4. Pengaruh Usia, Pendidikan, Masa Kerja, Masa Kerja Unit, Faktor Organisasi,
Faktor Kerja Sama Tim, Faktor Lingkungan dan Faktor Individu terhadap
Keselamatan dan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2021
Keselamatan Pasien
Total
Variabel Baik Kurang Sig-p
f % f % F %
Usia
> 30 Tahun 80 45,7 42 58,3 122 49,4 0,071
< 30 Tahun 95 54,3 30 41,7 125 50,6
Pendidikan
D3 Keperawatan 73 41,7 22 30,6 95 38,5
0,203
S1 Keperawatan 53 30,3 23 31,9 76 30,8
Ners 49 28,0 27 37,5 76 30,8
Masa Kerja
<10 Tahun 81 46,3 43 59,7 124 50,2 0,055
>10 Tahun 94 53,7 29 40,3 123 49,8
Masa Kerja Unit
<3 Tahun 117 66,9 44 61,1 161 65,2 0,389
>3 Tahun 58 33,1 28 38,9 86 34,8
Faktor Organisasi
Baik 135 77,7 39 22,3 175 100 0,489
Kurang 53 73,6 19 26,4 72 100
Faktor Kerja Sama Tim
Baik 100 57,1 75 42,9 175 100 0,002
Kurang 56 77,8 16 22,2 72 100
Faktor Lingkungan
Baik 124 70,9 51 29,1 175 100 0,012
Kurang 39 54,2 33 45,8 72 100
Faktor Individu
Baik 167 95,4 8 4,6 175 100 0,000
Kurang 13 18,1 59 81,9 72 100
Total 180 72,9 67 27,1 247 100
4. Analisa Multivariat
Analisis Multivariat bertujuan untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel
bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent variable) secara simultan
sekaligus menentukan faktor yang lebih dominan berpengaruh terhadap keselamatan pasien.
Berdasarkan uji regresi logistik, Metode Enter untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
dengan variabel terikat jika variabel terikat mempunyai nilai p = < 0,05, yaitu variabel umur,
pendindikan, masa kerja, masa kerja unit.
Berdasarkan uji regresi logistik, tahap 7 untuk mengetahui pengaruh dominan variabel
bebas dengan variabel terikat mempunyai nilai p= < 0,05, yaitu faktor kerja sama tim, faktor
lingkungan dan faktor individu.

Tabel 5. Hasil Analisis Uji Regresi Logistik Tahap 7 Faktor yang Mempengaruhi Insiden
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon Tahun
2021
Variabel B Sig. Exp(B)
Step 7 a
Faktor Kerja Sama Tim -2,855 0,000 0,058
Faktor Lingkungan 2,749 0,000 15,625
Faktor Individu 6,278 0,000 532,665
Constant -3,591 0,00 0,028

Berdasarkan hasil dari tabel 5, dari hasil di atas faktor paling dominan yang
berpengaruh terhadap keselamatan pasien adalah variabel faktor kerja sama tim p = 0,000 <
0,05 dan 95% CI = 0,014-0,244 artinya faktor kerja sama tim ada berpengaruh terhadap
terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.

Pengaruh Usia, Pendidikan, Masa Kerja, Masa Kerja, Masa Kerja Unit, Unit Kerja
terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 247 responden yang diteliti,
mayoritas responden pada katagori usia <30 tahun sebanyak 50,6% dan minioritas pada
katagori usia >30 tahun sebanyak 49,4%. Katagori pendidikan mayoritas D3 keperawatan
sebanyak 38,5% dan minoritas S1 keperawatan dan Ners sebanyak 30,8%, mayoritas
responden pada katagori masa kerja <10 tahun sebanyak 50,2% dan minoritas pada katagori
>10 tahun 49,8%. Katagori masa unit kerja unit mayoritas <3 tahun sebanyak 65,2%
dan minoritas pada katagori masa kerja unit >3 tahun sebanyak 34,8%. Katagori unit kerja di
rawat inap mayoritas 678,0%, dan minoritas pada unit kerja poliklinik 16,6% sedangkan unit
kerja igd sebanyak 15,4%.
Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap sembilan variabel, yaitu usia,
pendidikan, masa kerja, masa kerja unit, unit kerja, faktor organisasi, faktor kerja sama tim,
faktor lingkungan dan faktor individu. Dari sembilan variabel tersebut terdapat tiga variabel
yang menjadi penyebab insiden keselamatan pasien (IKP) yakni faktor kerja sama tim, faktor
lingkungan dan faktor individu. Enam variabel lain yang tidak menjadi penyebab bisa jadi
berhubungan pula dengan terjadinya insiden keselamatan pasien akan tetapi dapat
dikendalikan oleh sistem dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Pengaruh Insiden Keselamatan Pasien terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu
Beru Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 247 responden yang diteliti,
mayoritas responden pada katagori faktor organisasi baik sebanyak 76,5% dan minioritas
pada katagori faktor organisasi kurang sebanyak 23,5%, mayoritas responden pada katagori
faktor kerja sama tim baik sebanyak 63,2% dan minioritas pada katagori faktor kerja sama
tim kurang sebanyak 36,8%, mayoritas responden pada katagori faktor lingkungan baik
sebanyak 66,0% dan minioritas pada katagori faktor lingkungan kurang sebanyak 34,0%,
mayoritas responden pada katagori faktor oindividu baik sebanyak 72,9% dan minioritas pada
katagori faktor individu kurang sebanyak 27,1%.
Walau hasil yang diharapkan pada implementasi sasaran keselamatan pasien menurut
KARS tahun 2017 seharusnya mencapai 100% (10). Namun jika dibandingkan dengan
penelitian lain di beberapa rumah sakit, tingkat implementasi sasaran keselamatan pasien
yang baik masih sangat minim dibandingkan yang kurang baik. Terlihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Mulyatiningsih tahun 2013 menunjukkan bahwa perilaku perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien kurang baik (53%) (11). Menurut Harus (2015), untuk
meningkatkan pelaksanaan atau implementasi patient safety, maka Rumah Sakit harus
melakukan pelatihan patient safety secara berkala dan melakukan monitoring atau evaluasi
pelaksanaan patient safety (12).

Pengaruh Usia terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon Tahun
2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 247 responden yang usia >30
tahun yang baik sebanyak 45,7% dan yang kurang sebanyak 58,3%. Sedangkan yang usia
<30 tahun yang baik sebanyak 54,3% dan yang kurang sebanyak 41,7%. Pada variabel usia,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara usia
dengan sebab terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit Datu
Beru Takengon yakni semakin meningkatnya usia perawat maka terjadinya IKP semakin
kecil sementara semakin muda usia perawat kecenderungan terjadi IKP semakin besar.
Secara teori, umur berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan maturasi, dalam arti
meningkatnya umur akan meningkat pula kedewasaan/ kematangan secara teknis dan
psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya (13). Davis dan Newstrom
berpendapat bahwa semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkat kepuasan
kerja dan semakin berprestasi (14). Sehingga dapat diartikan bahwa semakin dewasa usia
perawat semakin baik kinerjanya dalam asuhan keperawatan yang aman atau yang tidak
menyebabkan IKP.

Pengaruh Pendidikan terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon


Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 247 responden yang
pendidikan D3 keperawatan yang baik 41,7% dan yang kurang sebanyak 30,6%. Responden
pendidikan S1 keperawatan yang baik 30,3% dan yang kurang 31,9%. Responden pendidikan
ners yang baik 28,0% dan yang kurang sebanyak 37,5%. Hasil analisa Chi-Square pada
lampiran tabel uji Continuity Correction antara pengaruh pendidikan terhadap keselamatan
pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,203)< α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keselamatan pasien di
Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Sementara pada variabel pendidikan, hasil penelitian tidak menunjukkan hal yang
serupa dengan variabel usia. Variabel pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikannya pada pendidikan formal keperawatan minimal lulusan D3
Keperawatan. Latar belakang pendidikan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam
pekerjaannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar keinginan
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya (13).
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan di Rumah Sakit Datu Beru Takengon ini dapat
dikatakan cukup sering, hampir setiap bulan dilaksanakan IHT (In House Training) yang
meningkatkan kemampuan perawat pelaksana. Selain itu, terdapat sistem yang menjadi
sarana terjadinya transfer wawasan dan skill antara satu perawat dengan yang lain, dalam hal
ini adalah briefing atau ‘operan’ dari satu shift ke shift lain dimana terja di diskusi mengenai
masalah asuhan keperawatan yang perlu diatasi pada saat itu.

Pengaruh Masa Kerja terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon
Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 247 responden berdasarkan
masa kerja <10 tahun yang baik sebanyak 46,3 dan yang kurang sebanyak 59,7%. Sedangkan
masa kerja >10 tahun yang baik sebanyak 53,7% dan yang kurang sebanyak 40,3%. Hasil
analisa Chi-Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara masa kerja terhadap
keselamatan pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,055) sama dengan α = 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa masa kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Pengalaman kerja menjadi salah satu faktor kunci dalam keselamatan pasien di rumah
sakit (15). Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian ini dimana pengalaman kerja
menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian insiden keselamatan pasien.
Pengalaman kerja menjadi faktor yang berhubungan secara siginifikan pada kejadian insiden
keselamatan pasien karena ada kecenderungan dimana perawat yang telah bekerja lama di
rumah sakit memiliki kemampuan lebih baik dalam melakukan asuhan keperawatan yang
aman bagi pasien. Pengalaman kerja berkaitan dengan pengalaman seseorang, dan
pengalaman sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh perawat akan memberikan kemampuan berupa
pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku pada perawat tersebut yang menunjangnya
dalam bekerja.
Dengan Pengalaman kerja yang lebih lama tentunya perawat akan memiliki
pengalaman yang lebih lama pula dalam menangani pasien dengan berbagai permasalahan
yang dihadapinya. Selain karena pengalaman yang telah banyak dimiliki, pengalaman kerja
juga membuat perawat pelaksana lebih terampil dan berhati-hati agar asuhan keperawatan
yang dilakukan tidak menimbulkan cedera bagi pasien. Dari hasil pengamatan lapangan yang
dilakukan, ditemukan pula bahwa IKP yang terjadi selama ini lebih banyak dilakukan oleh
perawat yang masih muda dengan Pengalaman kerja yang masih terbilang baru.
Pengaruh Masa Kerja Unit terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru
Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 247 responden berdasarkan
masa kerja unit <3 tahun yang baik sebanyak 66,9% dan yang kurang sebanyak 61,1%.
Sedangkan masa kerja unit >3 tahun yang baik sebanyak 33,1% dan yang kurang sebanyak
38,9%. Hasil analisa Chi-Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara
pengaruh lama masa kerja unit terhadap kepuasan pasien, diketahui bahwa nilai
probabilitasnya (0,389)> α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa lama masa kerja unit
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum
Datu Beru Takengon.
Menurut Harus, lama kerja berkaitan dengan pengalaman kerja, dimana merupakan
salah satu faktor kunci dalam keselamatan pasien di rumah sakit. Hasil analisa hubungan
Lama Bekerja dengan Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien, diperoleh nilai p-value =
0.008 dimana nilai p-value < α 0.05, maka terdapat hubungan antara Lama kerja perawat
dengan Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien (12).

Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru


Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 247 responden berdasarkan
faktor organisasi yang baik sebanyak 77,7% dan yang kurang sebanyak 26,4%. Hasil analisa
Chi-Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara pengaruh faktor organisasi
terhadap keselamatan pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,489) > α = 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Faktor organisasi berkaitan dengan rendahnya umpan balik yang positif terhadap
pelaporan insiden serta tidak pernah dilakuakannya penyelidikan akar penyebab masalah.
Selain itu juga berkaitan dengan sistem pelaporan yang terlalu rumit dan kurang adanya
dukungan manajer, kurang diberikannya sosialisasi, dan pelatihan terhadap staf, serta masih
terdapat budaya menghukum, dan menganggap staf tidak kompeten apabila terjadi insiden
keselamatan pasien. Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku
seseorang secara optimal, hal ini di sebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal,
kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan kebutuhan, dorongan dan
kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja guna mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan atas perbuatannya (16).
Dalam perilaku organisasi motivasi merupakan kemauan yang kuat untuk berusaha ke
tingkat yang lebih tinggi atau lebih baik untuk mencapai tujuan organisasi, tanpa
mengabaikan kemampuan untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan pribadi.
Yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau bekerja adalah berfokus pada tiga
kebutuhan dasar yaitu: kebutuhan akan prestasi (achievement) dorongan untuk mengungguli
atau berprestasi, kebutuhan akan afiliasi atau ikatan hasrat untuk berhubungan antar pribadi
yang ramah dan karib, kebutuhan akan kekuasaan (power) kebutuhan yang mendorong
seseorang untuk menguasai atau mendominasi orang lain. Komitmen kerja memiliki peranan
penting untuk peningkatan kinerja perawat. Komitmen kerja perawat dapat meningkatkan
kinerja mereka yang meliputi aspek motivasi, kejelasan tugas dan kemampuan kerja. Dengan
komitmen kerja yang tinggi, perawat menjadi lebih giat bekerja dan mempunyai motivasi
kuat untuk melaksanakan atau menerapkan program keselamatan pasien sehingga tercapai
prestasi organisasi yang diharapkan.

Pengaruh Faktor Kerja Sama Tim terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru
Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keselamatan pasien katagori kerja
sama tim yang baik sebanyak 57,1% dan yang kurang sebanyak 22,2%. Hasil analisa Chi-
Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara pengaruh kerja sama tim
terhadap keselamatan pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,002) < α = 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kerja sama tim memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Kerjasama tim merupakan suatu kelompok kecil orang dengan keterampilan yang
saling melengkapi yang berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran kinerja dan
pendekatan yang mereka jadikan tanggung jawab bersama. Kerjasama merupakan bentuk
attitude dari perawat dalam bekerja di dalam tim karena membuat individu saling
mengingatkan, mengoreksi, berkomunikasi sehingga peluang terjadinya kesalahan dapat
dihindari (17).
Setiap perawat memiliki tanggung jawab dan tugasnya tersendiri terhadap pasien
sehingga perawat lain tidak saling mengetahui terhadap pekerjaan rekannya. Keadaan ini
jelas tidak akan terjadi saling cross check terhadap pekerjaan masing-masing sehingga
potensi timbulnya kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan akan besar. Dengan
demikian, hasil secara statistik ini bisa menjadi masukan bagi pihak rumah sakit untuk
meningkatkan kerja sama antara perawat. Tidak hanya untuk meningkatkan kinerja dalam
asuhan keperawatan tetapi juga untuk meningkatkan keselamatan pasien selama melakukan
perawatan.

Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru


Takengon Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keselamatan pasien katagori faktor
lingkungan yang baik sebanyak 70,9% dan yang kurang sebanyak 45,8%. Hasil analisa Chi-
Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara pengaruh kerja sama tim
terhadap keselamatan pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,012) < α = 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Variable lain yang terkait dengan insiden keselamatan pasien adalah faktor lingkungan
fisik yang meliputi: pencahayaan, tingkat kebisingan, temperature atau suhu ruangan,
susunan tata ruang, dan ventilasi. Pengelolaan gedung rumah sakit harus benar-benar
memikirkan standar keselamatan baik bagi pasien maupun keselamatan staf dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur di dalam
Permenkes nomor 1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
(18).
Dari hasil analisis, faktor kenyamanan tempat kerja tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Jika melihat distribusi jumlah
perawat berdasarkan persepsi terhadap kenyamanan tempat kerja, sebagian besar memiliki
persepsi kurang baik terhadap kenyamanan tempat kerja. Meski demikian, kenyamanan
tempat kerja tetap tidak cukup menjadi faktor penentu terlaksananya asuhan keperawatan
yang berpotensi menimbulkan terjadinya insiden keselamatan pasien. Kondisi setiap ruang
perawatan di Rumah Sakit Datu Beru Takengon ini berbeda-beda. Ada yang telah direnovasi
sehingga ruangan menjadi lebih terang tetapi ada pula yang masih dalam kondisi lama
dimana lantai dan pencahayaan alami yang kurang menyebabkan ruang perawatan
dirasa kurang mendukung bagi perawat pelaksana, terutama bagi perawat dengan
Pengalaman kerjabaru. Meskipun demikian, dengan melihat angka IKP yang sangat kecil, hal
ini menunjukkan bahwa perawat yang menjadi responden telah mampu beradaptasi dengan
kondisi tempat kerja dan kemampuan mereka pun telah terasah untuk tetap menjalankan
asuhan keperawatan yang aman bagi pasien.

Pengaruh Faktor Individu terhadap Keselamatan Pasien di RSUD Datu Beru Takengon
Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keselamatan pasien katagori faktor
individu yang baik sebanyak 95,4% dan yang kurang sebanyak 81,9%. Hasil analisa Chi-
Square pada lampiran tabel uji Continuity Correction antara pengaruh kerja sama tim
terhadap keselamatan pasien, diketahui bahwa nilai probabilitasnya (0,000) < α = 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor individu memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon.
Faktor individu berkaitan dengan adanya ketakutan akan hukuman dan intimidasi,
rendahnya pendidikan dan pengetahuan staf dalam melaporkan insiden, kecenderungan staf
dalam menghindari konflik, kelupaan karena beban kerja yang terlalu tinggi, dan adanya
anggapan bahwa pelaporan insiden teman sejawat berada diluar tanggung jawab individu.
Faktor sumber daya manusia adalah faktor yang signifikan untuk meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit. Manajemen rumah sakit perlu mengembangkan perawat untuk
melaksanakan Askep secara efektif, akurat, dan konsisten. Bagi Perawat Komitmen kerja
adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memelihara
keanggotaan dalam rumah sakit. Komitmen kerja juga didefinisikan sebagai tingkat
kepercayaan, keterikatan individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan untuk tetap
berada dalam rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kolaborasi Bidang Pendidikan Proyek P4K-RSP. Modul Pelatihan untuk Pelatih
Keselamatan Pasien. Jakarta: FK: UI, Unand, USM; 2015.
2. Joint Commission International (JCI). Standar Akreditasi Rumah Sakit : Enam Sasaran
Keselamatan Pasien. Jakarta; 2015.
3. WHO. 10 Facts on Patient Safety. Geneva: World Health Organization; 2017.
4. Depkes RI. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety)
Utamakan Keselamatan Pasien. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2011.
5. Nurmalia D, Nivalinda D. Fungsi Manajemen Keperawatan dalam Aplikasi Mentoring
Budaya Keselamatan Pasien. Media Med Muda. 2016;1(3):203–8.
6. Bernadeta Y. Peningkatan Sikap Toleransi Melalui Kegiatan Bercerita Pada Anak
Kelompok A TK Karya Rini Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta; 2015.
7. WHO. Patient Safety. Geneva: World Health Organization; 2016.
8. Depkes RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 2009, tentang Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009.
9. KPPRS. Pedoman Pelaporan IKP. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2015.
10. WHO. Nine Life Saving Patient Safety Solution. Geneva: World Health Organization;
2007.
11. Mulyatiningsih S. Determinan Perilaku Perawat dalam Melaksanakan Keselamatan
Pasien di Rawat Inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta. Depok: Tesis Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan,
Universitas Indonesia; 2013.
12. Harus BD, Sutriningsih A. Pengetahuan Perawat tentang Keselamatan dengan
Pelaksanaan Prosedur Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (KPRS) di Rumah Sakit Panti
Waluya Sawahan Malang. 2015;3(1).
13. Siagian S. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta; 2015.
14. Newstrom JW. Organizational Behavior: Human Behavior at Work. New York:
McGraw-Hill Education; 2011.
15. Ballard KA. Patient safety: A shared responsibility. Online J Issues Nurs. 2003;8(3):43–
57.
16. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara; 2016.
17. Cahyono SB. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran.
Yogyakarta: Kanisius; 2008.
18. Permenkes RI. Permenkes Nomor 1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2004.

Anda mungkin juga menyukai