Laporan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Ca Penis T3N2M0
yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2019 dalam rangka pelaksanaan Profesi
Keperawatan Medikal Bedah.
Disahkan,
18 Oktober 2019
Menyetujui,
(Dr. Ika Yuni W., S.Kep.,Ns., M.Kep. ,Sp. KMB) (Rini Winasih, S.Kep.,Ns., M. Kep)
NIP. 197806052008122001 NIP. 197506091997092005
Mengetahui,
Kepala Ruangan Bedah Dahlia
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga proposal seminar
dalam rangka pelaksanaan profesi keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “Laporan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa : ”AIDS disertai IO Community Acquired
Pneumonia dan Candidiasis Oral” ini dapat terselesaikan.
Dalam menyusun proposal ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya proposal ini bukan semata-mata karena
kemampuan individual belaka, melainkan karena adanya dukungan dan bantuan
dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketulusan hati
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rini Winasih, S. Kep.,Ns.,M.Kep. selaku kepala ruangan Bedah Dahlia RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dan sekaligus pembimbing klinik yang sudah memberikan waktu dan
ilmunya kepada mahasiswa selama profesi.
2. Dr. Ika Yuni W., S.Kep.,Ns., M.Kep. ,Sp. KMB selaku Pembimbing Akademik
3. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal berikutnya. Dan akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker dimulai ketika sel- sel normal berubah dan tumbuh tak terkendali, membentuk
massa yang disebut tumor . Suatu tumor dapat jinak (tidak bersifat kanker) atau ganas
(kanker, yang berarti dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh) (ASCO,2012). Kanker penis
merupakan keganasan yang tumbuh pada jaringan dan kulit penis. Kanker ini dapat
berkembang dibagian mana saja pada penis, terutama paling sering yaitu dibawah kulup
(foreskin) pada pria yang belum disirkumsisi dan di glans penis (cancer research UK).
Kanker penis merupakan keganasan yang jarang terjadi, namun jika terdiagnosa
penyakit ini dapat berujung pada kematian (Brosman, 2009). Jika ditemukan dini,
kemungkinan penyembuhan sangat tinggi. Frekuensi karsinoma pernis bervariasi sesuai
dengan praktek-praktek higienis dan kepercayaan budaya dan agama. Menurut statistik
American Cancer Society pada tahun 2010, 1250 kanker penis di diagnosis di Amerika
Serikat, dan 310 kematian dilaporkan (24,8%). Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di
Afrika dan Asia, yaitu 10- 20%. Di Indonesia sendiri sulit didapatkan insiden kejadian
Kanker Penis yang sebenarnya. Tingkat kematian yang tinggi menggaris bawahi keseriusan
kanker ini. Insiden kanker penis meningkat pada pria berusia 60 tahun atau lebih dan
puncaknya pada pria berusia 80 tahun. Kanker ini jarang pada pria muda. Sebuah penelitian
oleh Stanley A. Brosman melaporkan bahwa 22% pasien dengan kanker penis lebih muda
dari 40 tahun, dan 7 % lebih muda dari 30 tahun.
Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kanker penis, seperti pria yang belum
disirkumsisi, merokok, faktor usia dan infeksi HPV. Pria yang tidak di sirkumsisi saat lahir
memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker penis. Namun bukan berarti dengan sirkumsisi
saja dapat mencegah kanker ini (American Cancer Society). Oleh karena itu, vaksin HPV
juga dinilai bermanfaat bagi remaja pria untuk mencegah terjadinya kanker penis. Selama ini
vaksin HPV hanya direkomendasikan untuk remaja putri. Jarang membersihkan daerah penis
dapat menyebabkan kuman atau virus mudah berkembang. Maka pentingnya untuk menjaga
kehigienisan alat kelamin pada pria untuk mengurangi resiko kanker ini (Whaley, 2011).
Begitu banyaknya teori yang membahas tentang kanker jenis ini,membuat penulis
tertarik untuk membuat penelitiannya. Penulis ingin mengetahui jumlah kasus kanker penis
yang didapat di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik periode 2008- 2011.
Belum adanya penelitian yang dilakukan di Medan juga membuat penulis tertarik untuk
meneliti. Penulis ingin mengetahui bagaimana prevalensi kejadian kanker penis, jika
dibedakan menurut usia, riwayat sirkumsisi, ataupun suku bangsa.
Kanker Penis adalah keganasan pada penis (Anurogo, 2008). Kanker Penis adalah
kanker yang sangat ganas pada alat reproduksi pria, dan kalau tidak segera ditangani bisa
memicu kanker pada organ tubuh yang lain dan dapat menyebabkan amputasi pada penis (Bin
Muhsin, 2011). Kanker penis adalah kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan penis
(Asrul Sani, 2010). Kanker penis adalah karsinoma sel squamosa dari epitel glans penis atau
permukaan dalam prepusium (Tri Kurnianto, 2008).
4. PATHWAY
Usia > 60 th Berganti- Phimosis Tidak Hygiene
ganti melakukan kurang pada
pasangan sirkumsisi gland penis
seksual
Penurunan Preputium
degenerative tidak dapat di
Infeksi HPV Prepusium Point de entry
sel tarik
tipe 16 dan menutup kuman
17 gland penis
Preputium Merangsang
menempel Penimbunan pembentukan
Kulit
dengan gland smegma smegma
genetalis
penis
Displasia
Merangsang
pertumbuhan
sel skoumusa
dari epitel
Rmabut Tindakan
Mual muntah Poliferasi jaringan
Ca Penis glandTindakan
penis Discontinuita
pembedahan Risiko
s jaringan
rontok, kulit kemoterapi berlebih
Gangguan
kusam
citra tubuh
Penurunan Metastasis
BB
Ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang Ekstensi
dari kebutuhan langsung
Metastasis:
1) Ekstensi Langsung
Lesi distal, umumnya ke korpus penis.
Fasia Buck di penis dapat berfungsi sebagai rintangan sementara sehingga
urethra dan buli-buli jara terlibat.
2) Limfogen
Lesi kulit, preputium ke lnn Inguinalis superfisialis.
Lesi glans, corpus ke lnn inguinalis profundus, iliaca externa, pelvic.
Dapat terjadi penyebaran silang (bilateral), akibat limfe menyilang garis
tengah.
3) Hematogen
Terjadi pada stadium lanjut.
(Mellyssa Hutabarat, 2010)
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Bengkak pada penis meskipun tidak dalam kondisi ereksi.
b. Terdapat tanda-tanda radang seperti nyeri atau terdapat luka pada penis dengan
sebab yang tidak jelas.
c. Lesi yang sulit sembuh, disertai “subtle induration” pada kulit, pertumbuhan
kecil di kulit (a small excrescence), papula, pustula, tumbuhnya kutil atau
veruka (a warty growth), atau pertumbuhan exophytic.
d. Perubahan warna pada kulit penis juga dapat menjadi tanda awalnya.
e. Terdapat benjolan pada lipat paha, artinya terjadi pembesaran kelenjar getah
bening pada daerah tersebut. Terkadang ditemukan suatu massa, ulceration,
suppuration, atau perdarahan (hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal)
karena nodal metastases. Kondisi ini menandakan bahwa stadium kanker
sudah dalam taraf lanjut.
f. Nyeri penis dan perdarahan dari penis (pada stadium lanjut).
g. Penderita dengan kanker yang telah menyebar luas (advanced metastatic
cancer) dapat mengeluhkan lemah (weakness), penurunan berat badan (weight
loss), kelelahan (fatigue), lesi pada penis kemungkinan dapat berdarah.
h. Banyak pria tidak periksa ke dokter sampai kanker mengerosi (eroded)
preputium dan menjadi berbau tidak sedap karena infeksi dan nekrosis.
(Dito Anurogo, 2008)
e. MRI
Paling akurat dalam mendeteksi penyakit primer dan nodal. MRI
menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar rinci
dari tubuh. Sebuah media kontras dapat disuntikkan ke pembuluh darah pasien
untuk menciptakan gambaran yang lebih jelas.
f. Tomography Emisi Positron (PET) scan.
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan
dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke dalam tubuh pasien.
Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan energi.
Karena kanker cenderung untuk menggunakan energi secara aktif, menyerap
lebih dari zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk
menghasilkan gambar dari bagian dalam tubuh. Beberapa dokter akan
menggunakan PET scan untuk mencari bukti penyebaran kanker penis,
meskipun tidak secara khusus disetujui untuk menggunakan ini. Hal ini
diketahui bermanfaat dalam stadium kanker paru-paru skuamosa dan
kerongkongan, dan meningkatkan pengalaman yang pada akhirnya dapat
menjadi alat yang lebih standar dalam mendiagnosis kanker penis. (Dito
Anurogo, 2008)
8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kanker penis bervariasi, tergandung kepada lokasi dan beratnya tumor,
antara lain:
a. Terapi Medikamentosa
Neoplasma intraepitel seperti Bowen disease atau erythroplasia of Queyrat
dapat diterapi dengan topical 5-fluorouracil.
b. Pembedahan
Pembedahan yang paling sering dilakukan untuk pengobatankanker penis
adalah :
1) Eksisi local
Dilakukan jika kanker masih terbatas pada penis dan masih kecil.
2) Microsurgery
Adalah pembedahan pada tumor penis dengan mikroskop untuk
menghilangkan jaringan tumor dan mempertahankan jaringan yang sehat
sekecil mungkin.
3) Bedah laser
Merupakan pembedahan dengan menggunakan sinar laser untuk membakar
atau memotong sinar laser. Bedah laser (Laser surgery) digunakan pada pasien
dengan lesi jinak (benign) dan ganas (malignant) yang ada di permukaan
(superficial). Terapi ini telah diterapkan pada kasus-kasus “local and limited
invasive disease”. Empat tipe laser yang digunakan dalam bedah laser, yaitu:
carbon dioxide, argon, dan potassium-titanyl phosphate (KTP) lasers.
4) Sirkumsisi
Sirkumsisi adalah memotong ujung kulit penis yang terkena kanker. Pada pasien
dengan tumor yang berukuran kecil yang terbatas pada preputium, cukup dengan
khitan (sirkumsisi).
5) Penektomi
Penektomi adalah pemotongan penis sebagian atau total. Penectomi
merupakan pengobatan yang tepat untuk kanker penis. Jika tumornya terbatas
pada daerah kecil di ujung penis, dilakukan penektomi parsial (pengangkatan
sebagian kecil penis). Untuk stadium lanjut dilakukan penektomi total disertai
uretrostomi (pembuatan lubang uretra yang baru di daerah perineum).
Amputasi sebagian (amputasi parsial) cocok jika kanker meliputi glans penis
dan bagian distal penis saat ereksi (distal shaft).
Pada beberapa situasi/keadaan, local wedge resection dapat dikerjakan dengan
mudah, ini berhubungan dengan rata-rata rekurensi sebesar 50%. Jika surgical
resection baik dengan wedge maupun partial penectomy tidak memberikan
kebebasan yang cukup (adequate margin), maka strategi total penectomy
haruslah dipertimbangkan. Jika sebagian sisa penis (residual penis) dan
urethra tidak cukup bagi pasien untuk kencing sambil berdiri, maka dapat
dilakukan tindakan perineal urethrostomy.
2. Resiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.
tidak terjadi infeksi. Rasional: Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari
lingkungan dan orang lain.
Kriteria Hasil : 2. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan
- Tidak ada kemerahan dengan cara menutup dengan kasa streril.
- Tidak terjadi hipertermia Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.
- Tidak ada nyeri 3. Ajarkan klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.
- Tidak ada pembengkakan Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang
- Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ada di tangan.
- Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi 4. Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
- Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk
- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan membunuh bakteri.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan. Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
6. Terapkan Universal precaution.
Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan.
Rasional: untuk meminimalkan terkontaminasi mikroba atau
bakteri.
8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan cairan
adekuat. Rasional: Menjaga ketahanan sistem imun.
9. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk resiko infeksi
pada klien.
10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
Rasional: agar dapat melaporkan kepada petugas lebih cepat,
sehingga penangan lebih efisien.
11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi klien
12. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Rasional: agar memudahkan pengambilan intervensi.
13. Monitor hitung granulosit, WBC.
Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.
14. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Rasional: untuk mengetahui tinggi/rendahnya tingkat infeksi pada
klien, sehingga memudahkan pengambilan intervensi.
15. Berikan perawatan kulit.
Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari bakteri.
16. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
dan drainase.
Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya inspeksi.
17. Inspeksi kondisi luka.
Rasional: untuk mempermudah pengambilan intervensi
selanjutnya
5. PK : Perdarahan
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 12 jam, perawat 1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau
dapat meminimalkan perdarahan dan mencegah komplikasi hemoragi.
perdarahan. Rasional: untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan yang terjadi
dan mempermudah menentukan intervensi selanjutnya.
Kriteria Hasil: 2. Pantau hasil laboratorium berhubungan dengan tanda perdarahan.
- Nilai Hb dalam batas normal (12-16g/dL). Rasional: untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan sesuai dengan
- Nilai Ht dalam batas normal (40-45%). hasil laboratorium untuk mempermudah menentukan intervensi
- Klien tidak mengalami episode perdarahan. selanjutnya.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 3. Lindungi pasien terhadap cedera dan terjatuh.
60100 x/menit, suhu: 36-37,5°C, RR: 16-20 x/menit). Rasional: untuk menghindari terjadinya perdarahan.
4. Hindari aktivitas yang membuat pasien mengejan, mengangkat
atau membalik badan.
Rasional: untuk menghindari terjadinya perdarahan.
5. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk
terapi lain jika diperlukan.
Rasional: untuk menghindari komplikasi perdarahan.
6. Kolaborasi pemberian transfusi sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika untuk menghindari
kehilangan darah berlebih akibat pendarahan
6. Kelemahan
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Tentukan tingkat keterbatasan fisik klien, Tentukan persepsi klien
kelemahan teratasi. terhadap penyebab kelemahan, Tentukan penyebab kelemahan
(seperti nyeri, medikasi, perawatan)
Kriteria Hasil : Rasional : dengan menentukan persepsi penyebab dan tingkat
- Kesesuaian Saturasi oksigen dengan aktivitas keterbatasan fisik dapat membantu intervensi selanjutnya.
- Kesesuaian Denyut nadi dengan aktivitas 2. Monitor status nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energy yang
- Kesesuaian Respiratory rate dengan aktivitas adekuat.
- Kesesuaian Sistolic blood presure dengan aktivitas Rasional : status nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan energy
- Kesesuaian Diastolic blood presure dengan aktivitas sehingga mengatasi kelemahan.
- Peningkatan kemampuan dalam melakukan ADL 3. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
- Klien tidak mengalami kelemahan masukan makanan tinggi energi.
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari Rasional : konsultasi ahli gizi dapat menentukan komposisi
- Klien dapat melakukan aktivitas kerja makanan yang sesuai untuk klien dan dapat memberikan energy
- Kualitas istirahat klien tidak bermasalah yang adekuat.
- Keseimbangan diantara istirahat dan aktivitas klien tidak bermasalah 4. Monitor respon kardiopulmonal terhadap aktivitas (seperti
takikardi, disaritmia, dispnea, diaphoresis).
Rasional : takikardi, disaritmia, dispnea, dan diaphoresis
menunjukkan respon abnormal tubuh terhadap aktivitas terhadap
kelemahan.
5. Monitor dan catat pola tidur klien dan durasi tidur.
Rasional: tidur yang adekuat memungkinkan terjadi penyimpanan
energi.
6. Monitor lokasi ketidaknyaman/nyeri selama pergerakan atau
aktivitas.
Rasional: mengetahui lokasi nyeri dapat membantu membatasi
7. Anjurkan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Selama fase akut diperlukan energy yang lebih banyak
untuk melawan pertumbuhan penyakit.
8. Atur aktivitasi fisik (contoh kurangi aktifitas setelah makan).
Rasional: untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
9. Lakukan latihan ROM pasif atau aktif.
Rasional: untuk menurunkan tekanan otot, mencegah atropi otot.
10. Bantu klien untuk membuat jadwal istirahat.
Rasional: keseimbangan antara aktivitas dan istirahat membantu
manajemen pengeluaran energy sehingga tidak terjadi kelemahan
lebih lanjut.
11. Rencanakan aktivitas ketika klien memiliki cukup energy.
Rasional: untuk meningkatkan toleransi klien terhadap aktivitas.
7. Ansietas
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan dan menenteramkan hati.
level ansietas klien berkurang. Rasional: pendekatan yang menenangkan dapat mengurangi
kecemasan klien.
2. Kaji mengenai pandangan klien tentang situasi stress.
Kriteria Hasil: Rasional: untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
- Klien tidak gelisah 3. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosa, terapi, dan
- Klien tidak mengalami distress prognosis.
- Klien tidak panik Rasional: pemberian informasi yang aktual dapat mengurangi
- Klien tidak mengungkapkan ansietas kecemasan klien terhadap penyakitnya.
- Klien tidak mengalami peningkatan tekanan darah (TD = 120/80 4. Temani klien untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi
mmHg) rasa takut.
- Klien tidak mengalami peningkatan denyut nadi (60-100 x/menit) - Rasional: dengan menemani klien, dapat memberikan rasa aman
Klien tidak mengalami peningkatan RR (16-20 x/menit) dan mengurangi kecemasan klien.
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani klien.
Rasional : dengan ditemani keluarga, klien akan merasa
termotivasi menghadapi penyakitnya.
6. Dorong klien untuk dapat mengungkapkan perasaan, persepsi dan
rasa takut secara verbal.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
7. Identifikasi apabila level ansietas klien berubah.
Rasional: untuk memberikan intervensi yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang dapat
memunculkan kecemasan.
Rasional: untuk membantu klien mengatasi kecemasan yang
dialami secara mandiri
9. Kontrol stimuli secara tepat sesuai dengan kebutuhan klien.
Rasional: membantu klien untuk mengontrol faktor-faktor yang
dapat menstimulasi kecemasannya.
10. Dukung mekanisme pertahanan yang diperlukan secara tepat.
Rasional: mekanisme pertahanan diri yang tepat dapat membantu
mengurangi kecemasan.
11. Instruksikan klien dalam penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membantu memberikan rasa
nyaman kepada klien
12. Observasi tanda verbal dan nonverbal ansietas klien.
Rasional: dengan mengobservasi tanda verbal dan nonverbal dapat
mengetahui tingkat ansietas klien.
13. Berikan informasi yang memadai pada pasien tentang
penatalaksanaa seperti operasi penektomi yang dilakukan,
prosedur, akibat operasi, tujuan dan proses operasi.
Rasional: informasi yang memadai dapat mengurangi kecemasan
klien dan meningkatkan kesiapan klien dalam menghadapi
operasi.
8. Gangguan Citra Tubuh
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan 1. Kaji harapan citra tubuh klien yang berdasarkan tahap
klien tidak mengalami gangguan citra tubuh dengan perkembangan.
Rasional: dengan mengetahui harapan klien mengenai citra
Kriteria Hasil : tubuhnya dapat membantu kita menilai seberapa besar gangguan
- Klien mengatakan bisa menerima kondisi fisiknya. citra diri yang dialami klien.
- Klien mengungkapkan kesesuaian antara body reality, body ideal, 2. Bantu klien untuk mendiskusikan penyebab perubahan karena
dan body presentation. penyakitnya.
Rasional: dengan mengetahui penyebab perubahan diri klien
karena penyakitnya diharapkan klien dapat memahami proses
penyakitnya dan bisa menerima kondisinya.
3. Monitor frekuensi pernyataan mengkritik diri.
Rasional: dengan menghitung frekuensi klien dalam mengkritik
dirinya dapat membantu mengevaluasi beratnya gangguan citra
diri klien.
4. Identifikasi strategi koping yang digunakan klien dalam merespon
perubahan penampilan.
Rasional: untuk mengetahui koping klien terhadap perubahan
kondisi fisiknya.
5. Bantu klien dalam mengidentifikasi bagian tubuh yang
dipersepsikan positif.
Rasional: dengan mengetahui dan dapat menilai sisi positif dari
tubuh klien diharapkan klien tidak malu lagi terhadap dirinya.
6. Fasilitasi kontak dengan individu yang memiliki perubahan pada
9. Nausea
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen mual
terjadi penurunan derajat mual dan muntah. Rasional: Dengan mendorong klien untuk mempelajari strategi
manajemen mual, akan membantu klien untuk melakukan
Kriteria Hasil: manajemen mual secara mandiri.
- Klien mengatakan tidak ada mual 2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, factor frekuensi,
- Klien mengatakan tidak muntah presipitasi yang menyebabkan mual.
- Tidak ada peningkatan sekresi saliva Rasional: Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan
- Keinginan klien untuk makan meningkat faktorfaktor yang dapat menyebabkan atau meningkatkan mual
- Intake makanan adekuat muntah pada klien dan membantu dalam memberikan intervensi yang
- Intake cairan adekuat tepat.
3. Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai, disukai, dan
budaya makan.
Rasional: Untuk mengetahui makanan yang dapat menurunkan dan
meningkatkan nafsu makan klien selama tidak ada kontra indikasi.
4. Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.
Rasional: Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak
sedap saat makan dapat meningkatkan perasaan mual pada klien.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi,
guide imagery, distraksi).
Rasional: Teknik manajemen mual nonfarmakologi dapat membantu
mengurangi mual secara nonfarmakologi dan tanpa efek samping.
6. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk meringankan nausea.
Rasional: Tidur dan istirahat dapat membantu klien lebih relaks
sehingga mengurangi mual yang dirasakan.
7. Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung kenyaman
dan mengurangi rasa mual.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa
makanan dan menimbulkan mual.
8. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.
Rasional: Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk
mengurangi rasa penuh dan enek di perut.
9. Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.
Rasional: Kebutuhan kalori perlu dipertimbangkan untuk tetap
mempertahankan asupan nutrisi adekuat.
10. PK : Anemia
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, perawat 1. Pantau tanda dan gejala anemia yg terjadi.
dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi. Rasional: memantau gejala anemia klien penting dilakukan agar
tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut.
Kriteria Hasil: 2. Pantau tanda-tanda vital klien.
- TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-100 x/menit, Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada
suhu: 36-37,5°C, RR: 16-20 x/menit). kondisi klien.
- Konjungtiva berwarna merah muda. 3. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang mengandung
- Hb klien dalam batas normal (12-16 g/dL). banyak zat besi dan vit B12.
- Mukosa bibir berwarna merah muda. Rasional: konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12 dan
- Klien tidak mengalami lemas dan lesu. asam volat dapat menstimulasi pemebntukan Hemoglobin.
4. Minimalkan prosedur yg bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional: prosedur yang menyebabkan perdarahan dapat
memperparah kondisi klien yang mengalami anemia.
5. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia klien
buruk untuk menambah jumlah darah dalam tubuh
DAFTAR PUSTAKA
IDENTITAS
1. NamaPasien : Tn.K
2. Umur : 54 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : Cleaning service BPJS Bojonegoro
7. Alamat : Bojonegoro
8. Sumber Biaya : BPJS
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama: Nyeri
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal serumah
: Ny. K
4. Sistem Persyarafan
a. S: 36, 1 oC
b. GCS : E 4 V 5 M 6
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan nyeri : ya tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak ada masalah
g. Pupil anisokor isokor Diameter :3mm/3mm
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 8 Jam/Hari
Gangguan tidur : tidak terjadi
k. IVD : -
l. EVD : - Masalah Keperawatan :
m. ICP : -
n. Lain-lain : -
5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genitalia : Bersih Kotor
b. Sekret : Ada Tidak
c. Kebersihan meatus uretra : Ada Tidak
d. Keluhan kencing : Ada Tidak
Bila ada, jelaskan : Pasien tidak dapat kencing spontan karena penisnya
sakit dan terasa nyeri
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu
Jenis : Folley cath
Masalah Keperawatan :
Ukuran : 16
Nyeri Kronis
Hari ke: 5
f. Produksi urine : 2530 cc/hari
Warna : kuning agak jernih
Bau : khas urin
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : 3000 cc /hari
Parenteral: -
Injeksi : 30 ml
j. Balance cairan:
Input = Output + IWL
3030 cc/hari= 2530 cc/hari + 500
3030 cc/hari= 3030 cc/hari
k. Lain-lain : Pasien mengeluh nyeri area penis sejak 9 bulan yang lalu
P : Kanker penis
Q : Seperti dicengkram
R : Area penis
S : Skala 4
T : Hilang timbul, nyeri timbul saat bergerak dan terkena penis
6. Sistem Pencernaan
a. TB : 170 cm BB : 68 kg
b. IMT : 23,53 Interpretasi : Normal
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan : tidak ada masalah pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain ada tidak
Masalah Keperawatan :
- Jumlah :-
Ketidak seimbangan nutrisi kurang
- Warna :-
dari kebutuhan tubuh (00002)
- Kondisi area sekitar insersi :-
i. Peristaltik : 8 x/menit
j. BAB : 1 x/ hari
Terakhir tanggal : 7 Oktober 2019
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. Diet khusus : Diet TETP 2200 kkal/hari
n. Nafsu makan : baik menurun
Frekuensi: 3x/ hari (biasanya tambah porsi makan di luar RS)
o. Porsi makan : habis tidak
p. Lain-lain: tidak ada
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD OS
Normal Visus Normal
Dapat membuka dan Palpebra Dapat membuka dan
menutup mata serta menutup mata serta
tidak ada edema tidak ada edema
Normal, ananemis Konjungtiva Normal, ananemis
Jernih, transparan Kornea Jernih, transparan
Tidak terkaji BMD Tidak terkaji
Reflek pupil baik dan Pupil Reflek pupil baik dan
diameter 3 mm diameter 3 mm
Hitam Iris Hitam
Jernih Lensa Jernih
Tidak terkaji TIO Tidak terkaji
8. Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan masalah keperawatan
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
Frankel :-
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. Traksi : ya tidak
Jenis :-
Beban :-
Lama pemasangan :-
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi :-
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain : ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi: -
n. ROM : aktif/ bebas Masalah Keperawatan :
o. POD : - Tidak ditemukan MK
p. Cardinal sign : -
b. Warna : merah
c. Pitting edema : +/- grade : tidak ada
d. Ekskoriasis : ya tidak
e. Psoriasis : ya tidak Masalah Keperawatan :
f. Pruritus : ya tidak
Tidak ditemukan MK
g. Urtikaria : ya tidak
h. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Ansietas (00146)
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Pasien menerima kondisi saat ini dan pasrah dengan pengobatan yang
dijalaninya untuk mendapatkan kesembuhan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya :
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri : Pasien tidak terjadi gangguan konsep diri
e. Lain-lain : Tidak ada
TERAPI
07/10/2019 08/10/2019
1. Antrain 1 g 3x1 inj IV Antrain 3x1 inj. IV
2. Kalnex 500 mg 3x1 inj IV
3. Ranitidine 2x1 inj IV
Berganti-ganti pasangan/ hubungan seksual tanpa pengaman
(kondom)
Penggunaan jarum suntik/tindik yang bergantian
ASI dari ibu yang positif HIV
Tranfusi darah dari seseorang yang terinfeksi HIV
Replikasi Virus
Penurunan imunitas
INFEKSI OPORTUNISTIK
Sulit menelan
Candidiasis
B1 B5 (Bowel) oral Penurunan nafsu
(Breathing) makan
CAP
Gastroenteritis
Proses akut MK :
ventilasi Ketidakseimbangan
terganggu Nutrisi Kurang dari
Bakteri masuk & Reaksi Kebutuhan
RR ↑ berkembang di inflamasi
dalam usus hebat
Sesak,
Nyeri
demam
Hipersekresi air MK : ulu hati
MK : Gangguan dan elektrolit Hipertemi
Pertukaran Gas
MK : Nyeri
Memperbesar isi Kronis
rongga usus Diare
MK : Defisit Pengeluaran
Volume Cairan cairan berlebih
ANALISIS DATA
TANG
DATA ETIOLOGI MASALAH
GAL
DS : Pasien mengeluh Ca Penis Nyeri Kronis
nyeri pada area penis (00133)
sejak 9 bulan yang lalu Poliferasi jaringan
berlebihan
P : Kanker penis
Q : seperti dicengkram Metastasis
R : area penis
S : Skala 4 Ekstensi langsung
07 T : Hilang timbul,
Oktober muncul saat bergerak Peradangan
2019 dan terkena penis
Lesi
DO : Pasien tampak
meringis Pelepasan bradikinin,
TD : 120/80 mmHg histamin, prostaglandin
N : 86 x/menit
RR : 18 x/menit Penekanan ujung saraf
S : 36,1
Respon nyeri
DS: Pasien mengatakan Ca penis Ansietas
takut karena akan
dioperasi dan Akan dilakukan
mengatakan takut jika pembedahan
terjadi apa apa ketika
operasi Kekhawatiran terjadi
10
kegagalan
Oktober
DO: Pasien tampak
2018
tegang Ansietas
TD : 144/131 mmHg
N : 79x/menit
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN
TANGGAL:
07 Oktober 2019
Rabu, 9 Oktober 1 16.00 1. Menginjeksi antrain 1 gr IV (Pasien tidak 20.30 S : Pasien mengatakan nyeri semakin
2019 (Sore) ada keluhan) berkurang
16.10 2. Mengidentifikasi nyeri (skala, frekuensi, P : Adanya luka pada penis dan CA
intensitas, kualitas) Q : Seperti dicengkram
P : Adanya luka pada penis R : Area penis
Q : Seperti dicengkram S : Skala 2
R : Area penis T : Hilang timbul
S : Skala 3 O : Klien tampak tenang
T : Hilang timbul (TD : 121/81 mmhg, S : 36,5°C
16.20 3. Menganjurkan untuk istirahat (nyeri pasien RR : 20x/menit, N: 78x/menit
berkurang saat dibuat tidur) A : Masalah belum teratasi
17.00 4. Memonitor TTV P : Melanjutkan intervensi pasien
(TD : 112/72 mmhg, S : 36,4°C (1,2,3,4,5,6)
RR : 20x/menit, N: 78x/menit Pasien rencana operasi hari Jumat
Kamis, 10 1 22.00 1. Menginjeksi antrain 1gr IV (pasien tidak ada 06.00 S : Pasien mengatakan masih nyeri
Oktober 2019 keluhan) P : Adanya luka pada penis
(Malam) 2. Mengidentifikasi nyeri (skal, frekuensi, Q : Seperti dicengkram
intensitas, kualitas)\ R : Area penis
P : Adanya luka pada penis S : Skala 2
Q : Seperti dicengkram T : Hilang timbul
R : Area penis Klien mangatakan sedikit takut ketika
S : Skala 2 akan dioperasi
T : Hilang timbul O : Klien tampak tenang
3. Menganjurkan untuk istirahat dan nafas (TD : 144/131 mmhg, S : 36,1°C
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
dalam ketika terasa sakit (nyeri pasien RR : 22x/menit, N: 79x/menit
berkurang saat pasien tidur) A : Masalah belum teratasi
4. Memonitor TTV Muncul masalah baru ansietas
(TD : 144/131 mmhg, S : 36,1°C P : Pasien operasi hari ini ronde satu
RR : 22x/menit, N: 79x/menit) I : - Melatih teknik relaksasi (nafas
dalam)
- Menganjurkan untuk terus berdoa
hingga akan dilakukan operasi
- Menganjurkan keluarga untuk ttap
medampingi pasien
- Mengantar pasien ke ruang operasi
Kamis, 10-10- Ansieta 06.15 1. Melatih teknik relaksasi (nafas dalam sambil 06.30 S : Pasien mengatakan sedikit lebih
2019 (Malam) s berdzikir) tenang dan memasrahkan semua kepada
06.18 2. Menganjurkan untuk terus berdoa hingga Tuhan
masuk ke ruang operasi O : Pasien tampak lebih tenang
06.20 3. Menganjurkan keluarga untuk tetap A: Masalah teratasi
mendampingi pasien P: Intervensi dihentikan
06.30 4. Mengantar pasien ke ruang operasi
Jumat, 11-10- 15.00 1. Pasien telah kembali ke ruangan bedah dahlia 21.00 S : Pasien mengatakan mulai terasa nyeri
2019 (Sore) setelah dilakukan operasi penektomi di area bekas operasi di penis
17.20 2. Monitor TTV P : Tindakan pembedahan
(TD : 117/79 mmhg, S : 36,5°C Q : seperti ditusuk tusuk
RR : 20x/menit, N: 63x/menit) R : Area penis
18.30 3. Mengidentifikasi keluhaan setelah dilakukan S : Skala 3
operasi T : Hilang timbul, nyeri bertambah saat
(Pasien mengeluh mulai terasa sakit, efek batuk atau bersin. Nyeri berkurang saat
biusnya mulai hilang) pasien tidur
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
P : Nyeri bekas operasi (di penis) Pasien mengatakan khawatir jika nanti
Q : Seperti ditusuk tusuk batuk atau bersin jahitan operasinya
R: Area penis bekas operasi lepas
S : Skala 3 O : Pasien tampak meringis
T : Hilang timbul, nyeri berkurang jika dibuat (TD : 117/79 mmhg, S : 36,5°C
tidur, nyeri semakin terasa saat batuk. RR : 20x/menit, N: 63x/menit)
4. Pasien mengatakan khawatir jika nanti batuk A:
atau bersin jahitan operasinya lepas 1. Muncul masalah keperawatan nyeri
akut
2. muncul masalah keperawatan ansietas
3. Muncul masalah keperawatan resiko
infeksi karena telah dilakukan tindakan
invasif (pembedahan)
P : Manajemen nyeri
Reduksi ansietas
Perawatan area insisi
Pencegahan infeksi
Sabtu, 12 Post op 09.30 1. Menginjeksi 1 gr per IV 13.30 S : Pasien megatakan masih nyeri
Oktober 2019 Nyeri 10.00 2. Monitor tanda tanda vital P : Tindakan pembedahan
(Pagi) akut (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C Q : seperti ditusuk tusuk
RR : 20x/menit, N: 73x/menit) R : Area penis
10.10 3. Memberikan teknik relaksasi dengan nafas S : Skala 3
daam dan berdzikir T : Hilang timbul
Ansie 10.15 4. Menganjurkan keluarga untuk tetap menemani O : Pasien tampak meringis
Tas pasien (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C
10.20 5. Memberikan motivasi pada pasien bahwa yang RR : 20x/menit, N: 73x/menit)
dilakukan saat itu adalah pengobatan demi A : Masalah belum teratasi
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
kesembuhan pasien P : manajemen nyeri dilanjutkan
Resiko 09.35 6. Menginjeksi gentamicin 80 mg per IV
infeksi S : Pasien mengatakan masih khawatir
jika jahitan lepas
O : (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C
RR : 20x/menit, N: 73x/menit)
Pasien tampak gelisah
A : Masalah belum teratasi
P : Reduksi ansietas dilanjutkan
S:-
O : Area bekas operasi masih tertutup
kasa dengan kondisi yang baik
A : Masalah belum teratasi
P : Perawatan luka operasi
BAB IV
PENUTUP
Kanker penis adalah pertumbuhan sel abnormal bersifat malignant yang
terjadi di kulit dan jaringan penis. Kanker ini hanya bisa terjadi pada pria. Kanker
penis merupakan keganasan yang jarang terjadi. Kanker penis lebih sering terjadi
pada beberapa bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Kebanyakan kanker
penis adalah jenis karsinoma sel skuamosa (Sardjito, Prayoga dan Tranggono,
2016).
Faktor resiko terjadinya kanker penis adalah infeksi HPV, kutil
kelamin/condyloma, peradangan, lichen sclerosis, phymosis, kebersihan yang
buruk, kurangnya sirkumsis selama masa kanak kanak, paparan bahan kimia,
merokok, latar belakang genetic, dan retensi smegma (Fadlilah et al., 2016).
Smegma dapat memicu terjadinya inflamasi kronis dan berulangnya infeksi pada
fimosis maupun yang tidak disirkumsisi. Inflamasi kronis merupakan salah satu
faktor yang memicu perkembangan dan tumbuhnya karsinoma penis (Putu,
Lestari dan Mulyadi, 2015). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa ca penis
kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan usia 40-60 tahun dan sudah menikah
(Sardjito, Prayoga dan Tranggono, 2016). Selain itu, merokok merupakan faktor
resiko yang tinggi yang bisa menyebabkan kanker penis. Rokok merupakan bahan
kimia karsinogesik yang menyebabkan kerusakan DNA pada sel-sel dalam penis
dan terjadi pertumbuhan sel abnormal yang bersifat malignant.
Tanda dan gejala yang bisa terjadi pada pasien dengan kanker penis adalah
kulit berubah warna menjadi lebih tebal. Adanya suatu ulkus (luka) atau benjolan
di penis, luka terbuka pada penis, dan kadang ditemukan nyeri serta pendarahan
pada penis pada stadium lanjut. Diagnosa awal pada kanker penis dapat dilakukan
melalui anamnesa yang lengkap dengan pasien untuk mengetahui gejala klinis
serta faktor resiko yang mungkin dimiliki pasien. Selain itu, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostik juga dilakukan seperti X-Ray, CT-Scan, atau USG, lalu
biopsi (Yossela, Kedokteran dan Lampung, 2016).
Tn K. berusia 54 tahun dengan kanker penis. Klien sudah menjalani
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan diagnostik dan didapatkan diagnose
kanker penis stadium T3N2M0. Tn K sudah menikah dan mempunyai dua orang
anak. Tn K memiliki riwayat merokok sejak usia 25 tahun sebanyak satu bungkus
perhari. Masalah yang terjadi sebelum operasi yaitu nyeri kronis. Saat dilakukan
pengkajian sebelum operasi, klien mengeluh nyeri di bagian penis sejak 9 bulan
yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti di remas-remas dengan skala 4 (skala 1-
10) dan nyeri yang dirasakan hilang timbul serta faktor yang memperberat nyeri
adalah saat bergerak dan terkena penis. Berdasarkan data tersebut maka diangkat
diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan penekanan syaraf
ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan tampak meringis. Masalah yang terjadi
setelah operasi yaitu nyeri, ansietas, dan risiko infeksi. Saat dilakukan pengkajian
klien mengeluh nyeri terasa sakit saat bius sudah mulai hilang. Nyeri terjadi di
bekas operasi, klien mengatakan nyerinya seperti ditusuk-tusuk dengan skala 3
(skala 1-10), dan nyeri hilang timbul serta berkurang saat klien tidur. Selain itu,
nyeri memberat saat klien batuk. Berdasarkan data tersebut maka diangkat
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi) ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan tampak meringis
Klien juga mengatakan ia khawatir jahitan di luka operasi terlepas karena klien
sering batuk dan bersin. Berdasarkan data tersebut, maka diangkat diagnosa
keperawatan ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi dan
merasa bingung. Klien juga menjalani pengobatan operasi berupa penektomi
maka terdapat luka terbuka di kulit yang bisa menjadi akses bakteri masuk
kedalam tubuh. Berdasarkan data tersebut, maka diangkat diagnosa keperawatan
risiko infeksi yang ditandai dengan efek prosedur invasif.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapinya ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.
Pre-operasi
1. Nyeri kronis
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah
mengidentifikasi nyeri (skala,frekuensi, intensitas, kualitas dan faktor yang
memperberat maupun memperingan nyeri), memberikan terapi farmakologis
berupa antagesik yaitu memberikan injeksi antrain dosis 1 gr intravena. Selain
itu, klien diajarkan melalukan terapi nonfarmakologis berupa edukasi cara
teknik nafas dalam dan menganjurkan klien untuk istirahat ditempat tidur.
Post-operasi
1. Nyeri akut
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah
mengidentifikasi nyeri (skala,frekuensi, intensitas, kualitas dan faktor yang
memperberat maupun memperingan nyeri), memberikan terapi
farmakologis berupa antagesik yaitu memberikan injeksi antrain dosis 1 gr
intravena. Selain itu, klien diajarkan melalukan terapi nonfarmakologis
berupa menganjurkan untuk melanjutkan melakukan teknik nafas dalam
dan mengajarkan distraksi untuk mengurangi nyeri yang dirasakan yaitu
dengan berdzikir.
2. Ansietas
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnose ini adalah
menganjurkan keluarga klien untuk tetap menemani klien saat dilakukan
perawatan post operasi dan memberikan motivasi untuk klien bahwa yang
dilakukan saat ini adalah pengobatan demi kesembuhan klien.
3. Risiko infeksi
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnose ini adalah memberikan
antibiotik berupa injeksi gentamicin dengan dosis 80 mg yang diberikan
secara intravena untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien.
Evaluasi
1. Nyeri Kronis
Kriteria hasil untuk diagnose diatas adalah keluhan nyeri klien
menurun menjadi skala 0, wajah klien tidak tampak meringis, frekuensi
nadi normal, dan tekanan darah normal. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diperoleh hasil :
S : klien mengatakan nyeri semakin berkurang menjadi skala 2
O : klien tampak tenang, TD : 121/81 mmHg, N : 78x/menit, RR :
20x/menit, S : 36,5oC
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : intervensi dilanjutkan no 1-6
2. Nyeri Akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S : klien mengatakan masih nyeri (P : tindakan pembedahan, Q : seperti
ditusuk-tusuk, R : area insisi di sekitar penis, S : skala 3, T : hilang timbul)
O : pasien masih tampak meringis, TD : 117/84 mmHg, N : 73x/menit, S :
36,5oC, RR : 20x/menit
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : manajemen nyeri dilanjutkan
3. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S : pasien mengatakan masih khawatir
O : klien tampak masih gelisah, TD : 117/84 mmHg, N : 73x/menit, S :
36,5oC, RR : 20x/menit
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : reduksi ansietas dilanjutkan
4. Risiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S:-
O : area bekas operasi masih tertutup dengan kasa steril dalam kondisi
yang baik
A : masalah belum teratasi
P : perawatan luka operasi
Kanker penis merupakan kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan penis
dan kalau tidak segera ditangani bisa memicu kanker pada organ tubuh yang lain
dan dapat menyebabkan amputasi pada penis. Pada kasus Tn. K dari ketiga
masalah yang muncul selama pengkajian yang menjadi masalah utama adalah
nyeri kronis sehingga perlu kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik,
mengajarkan teknik nafas dalam dan menganjurkan istirahat untuk meredakan
nyeri. Selain itu masalah lain ansietas perlu penanganan mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam sambil berdzikir, mengajarkan keluarga untuk mendampingi
pasien agar dapat meringankan tingkat ansietas. Masalah selanjutnya adalah
resiko infeksi, masalah tersebut muncul karena post operasi panektomi yang mana
perlu penanganan kolaborasi dengan dokter pemberian gentamicin untuk
mencegah infeksi sehingga implementasi ketiga diagnosa tersebut dapat
meningkatkan status kesehatan Tn. K.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., (2004). Jawets, Melnick & Adelberg’s
Medical Microbiology: Twenty-third Edition ed USA:McGraw Hill
Cyntia, T. 2013. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. EGC: Jakarta.
Reece, Jane B., et al. (2014). Campbell Biology (tenth Edition). Boston: Pearson.
Tjokroprawiro, A. et al. (2015). buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2nd ed.).
Surabaya: Airlangga University Press (AUP).
Smeltzer and Bare C, 2000, Buku Ajar Medikal Bedah Brunner and Suddarth,
Edisi8, Volume 2, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta :
EGC
WHO. (2017). WHO, 2017. Retrieved April 20, 2018, from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/