Anda di halaman 1dari 73

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS CA


PENIS T3N2M0
DI RUANG BEDAH DAHLIA
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh: Kelompok 3


1. Adhe Kukuh Sukma L. P., S.Kep. 131913143001
2. Ucik Nurmalaningsih, S.Kep 131913143072
3. Qurrata Ayuni Rasyidah, S.Kep 131913143011
4. Diah Ayu Mustika, S.Kep. 131913143064
5. Meilia Dwi Cahyani S.Kep. 131913143067
6. Herlyn Afifah Nurwitanti, S.Kep. 131913143075

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Ca Penis T3N2M0
yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2019 dalam rangka pelaksanaan Profesi
Keperawatan Medikal Bedah.

Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Medikal Bedah.

Disahkan,
18 Oktober 2019

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Dr. Ika Yuni W., S.Kep.,Ns., M.Kep. ,Sp. KMB) (Rini Winasih, S.Kep.,Ns., M. Kep)
NIP. 197806052008122001 NIP. 197506091997092005

Mengetahui,
Kepala Ruangan Bedah Dahlia

(Rini Winasih, S.Kep.,Ns., M. Kep)


NIP. 197506091997092005
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga proposal seminar
dalam rangka pelaksanaan profesi keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “Laporan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa : ”AIDS disertai IO Community Acquired
Pneumonia dan Candidiasis Oral” ini dapat terselesaikan.
Dalam menyusun proposal ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya proposal ini bukan semata-mata karena
kemampuan individual belaka, melainkan karena adanya dukungan dan bantuan
dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketulusan hati
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rini Winasih, S. Kep.,Ns.,M.Kep. selaku kepala ruangan Bedah Dahlia RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dan sekaligus pembimbing klinik yang sudah memberikan waktu dan
ilmunya kepada mahasiswa selama profesi.
2. Dr. Ika Yuni W., S.Kep.,Ns., M.Kep. ,Sp. KMB selaku Pembimbing Akademik
3. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal berikutnya. Dan akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.

Surabaya, 18 Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker dimulai ketika sel- sel normal berubah dan tumbuh tak terkendali, membentuk
massa yang disebut tumor . Suatu tumor dapat jinak (tidak bersifat kanker) atau ganas
(kanker, yang berarti dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh) (ASCO,2012). Kanker penis
merupakan keganasan yang tumbuh pada jaringan dan kulit penis. Kanker ini dapat
berkembang dibagian mana saja pada penis, terutama paling sering yaitu dibawah kulup
(foreskin) pada pria yang belum disirkumsisi dan di glans penis (cancer research UK).
Kanker penis merupakan keganasan yang jarang terjadi, namun jika terdiagnosa
penyakit ini dapat berujung pada kematian (Brosman, 2009). Jika ditemukan dini,
kemungkinan penyembuhan sangat tinggi. Frekuensi karsinoma pernis bervariasi sesuai
dengan praktek-praktek higienis dan kepercayaan budaya dan agama. Menurut statistik
American Cancer Society pada tahun 2010, 1250 kanker penis di diagnosis di Amerika
Serikat, dan 310 kematian dilaporkan (24,8%). Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di
Afrika dan Asia, yaitu 10- 20%. Di Indonesia sendiri sulit didapatkan insiden kejadian
Kanker Penis yang sebenarnya. Tingkat kematian yang tinggi menggaris bawahi keseriusan
kanker ini. Insiden kanker penis meningkat pada pria berusia 60 tahun atau lebih dan
puncaknya pada pria berusia 80 tahun. Kanker ini jarang pada pria muda. Sebuah penelitian
oleh Stanley A. Brosman melaporkan bahwa 22% pasien dengan kanker penis lebih muda
dari 40 tahun, dan 7 % lebih muda dari 30 tahun.
Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kanker penis, seperti pria yang belum
disirkumsisi, merokok, faktor usia dan infeksi HPV. Pria yang tidak di sirkumsisi saat lahir
memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker penis. Namun bukan berarti dengan sirkumsisi
saja dapat mencegah kanker ini (American Cancer Society). Oleh karena itu, vaksin HPV
juga dinilai bermanfaat bagi remaja pria untuk mencegah terjadinya kanker penis. Selama ini
vaksin HPV hanya direkomendasikan untuk remaja putri. Jarang membersihkan daerah penis
dapat menyebabkan kuman atau virus mudah berkembang. Maka pentingnya untuk menjaga
kehigienisan alat kelamin pada pria untuk mengurangi resiko kanker ini (Whaley, 2011).
Begitu banyaknya teori yang membahas tentang kanker jenis ini,membuat penulis
tertarik untuk membuat penelitiannya. Penulis ingin mengetahui jumlah kasus kanker penis
yang didapat di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik periode 2008- 2011.
Belum adanya penelitian yang dilakukan di Medan juga membuat penulis tertarik untuk
meneliti. Penulis ingin mengetahui bagaimana prevalensi kejadian kanker penis, jika
dibedakan menurut usia, riwayat sirkumsisi, ataupun suku bangsa.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latarbelakang di atas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik pasien dengan diagnosa kanker penis?
2. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan diagnosa kanker
penis?
3. Apa sajakah Intervensi Keperawatan yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi
masalah keperawatan pada pasien dengan diagnosa kanker penis?
4. Apa sajakah Implementasi Keperawatan yang dapt dilakukan untuk membantu mengatasi
masalah keperawatan pada pasien dengan diagnosa kanker penis?
5. Bagaimanakah Evaluasi Keperawatan Pada Pasien dengan diagnosa kanker penis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan yang professional pada pasien dengan
diagnosa dengan diagnosa kanker penis di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi mengerti, dan memahami patofisiologi, etiologi penyakit pada
pasien dengan diagnosa kanker penis di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2. Mampu membuat diagnosa Keperawatan pada pasien dengan diagnosa kanker penis di
Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3. Mampu memberikan intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa kanker penis
di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4. Mampu mengevaluasi hasil dari pemberian asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa
kanker penis di Ruang Bedah Dahlia RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Penis adalah keganasan pada penis (Anurogo, 2008). Kanker Penis adalah
kanker yang sangat ganas pada alat reproduksi pria, dan kalau tidak segera ditangani bisa
memicu kanker pada organ tubuh yang lain dan dapat menyebabkan amputasi pada penis (Bin
Muhsin, 2011). Kanker penis adalah kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan penis
(Asrul Sani, 2010). Kanker penis adalah karsinoma sel squamosa dari epitel glans penis atau
permukaan dalam prepusium (Tri Kurnianto, 2008).

Gambar 1. Kanker Penis


2. ETIOLOGI
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker penis. Diduga
penyebabnya adalah smegma (cairan berbau yang menyerupai keju, yang terdapat di bawah
kulit depan glans penis). Tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
Pria tidak disunat yang tidak menjaga kebersihan daerah di bawah kulit depan glans
penis dan pria yang pernah menderita herpes genitalis memiliki resiko tinggi menderita
kanker penis.
Beberapa hal diketahui menjadi faktor resiko penyakit ini, diantaranya :
a. Usia tua.
Usia tua insiden meningkat (85 tahun : 9,2 %).
b. Pria yang tak menjalani sunat.
Sirkumsisi dilakukan untuk membantu mencegah infeksi human papillomavirus
(HPV).
c. Kebersihan daerah kemaluan yang tak terjaga.
Pria yang menghindari personal hygiene tubuh akan meningkatkan risiko terkena
kanker.
d. Infeksi Human Papilloma Virus, biasanya tertular melalui hubungan intim bebas
e. Penggunaan produk tembakau.
f. Laki-laki yang kebiasaan mengunyah tembakau dan produk-produk terkait berada
pada risiko lebih tinggi terkena kanker.
g. Kondisi fimosis atau tertutupnya saluran pembuangan akibat lubang pada kulit bagian
depan yang menutup sehingga sulit buang air kecil.
h. Ca serviks pada pasangan seksualnya.
Peranan infeksi virus terus dipelajari. Kanker penis (penile cancer) berhubungan
dengan keberadaan infeksi virus herpes dan human papilloma virus (HPV). Human
papilloma viruses (HPV) tipe 16 dan 18 telah ditemukan pada sepertiga pria yang menderita
kanker penis. Apakah virus ini menyebabkan kanker ataukah hanya berperan sebagai
saprophytes, belum ditetapkan.
Penile intraepithelial neoplasia dipertimbangkan sebagai precursor, tetapi hanya 5-
15% dari lesi ini yang berkembang menjadi invasive squamous cell carcinoma. Belum ada
bukti nyata bahwa smegma merupakan karsinogen (zat penyebab kanker), meskipun hal ini
telah dipercaya secara luas (Dito Anurogo, 2008).
3. PATOFISIOLOGI
Kanker penis biasanya dimulai sebagai lesi kecil pada glans atau kepala penis. Kanker
penis berkisar dari putih-abu-abu, tidak teratur, exophytic, massa endofit datar dan ulserasi.
Sel kanker berangsur-angsur tumbuh secara lateral di sepanjang permukaan penis dan bisa
menutupi seluruh kelenjar serta preputium sebelum menyerang corpora dan keseluruhan
batang penis. Semakin luas lesi, semakin besar kemungkinan invasi lokal dan metastasis
nodal. Kanker penis mungkin papilari dan exophytic atau datar serta ulseratif. Jika kanker
penis ini tidak diobati secara dini makan dapat terjadi autoamputasi. Lesi papilaris dan colitis
memiliki tingkat pertumbuhan yang serupa, tetapi lesi ulseratif cenderung bermetastasis ke
kelenjar getah bening dan hal ini berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dimana
lebih rendah dari 5 tahun. Ukuran kanker yang lebih besar dari 5 cm dan melibatkan lebih
dari 75% dari poros tersebut berasosiasi dengan prevalensi tinggi metastasis nodal dan tingkat
kelangsungan hidup lebih rendah, tetapi hubungan yang konsisten antara ukuran kanker,
kehadiran metastasis inguinal node, dan kelangsungan hidup belum diidentifikasi.
Fasia Buck, yang mengelilingi corpora, bertindak sebagai penghalang sementara. Jika
kanker telah menembus fasia Buck dan albuginea tunika, kanker telah dapat menyebar ke
pembuluh darah dan bahkan secara sistemik. Metastasis ke kelenjar getah bening femoral dan
inguinal adalah jalur awal untuk penyebaran kanker penis. Oleh karena, crossover kelenjar
getah bening maka sel kanker dapat menyebar secara bilateral ke kedua kelenjar getah bening
inguinalis.
Metastase pada simpul-simpul daerah inguinal menyebabkan terjadinya nekrosis kulit,
infeksi kronis, dan, akhirnya kematian akibat dari sepsis atau perdarahan sekunder terhadap
erosi ke dalam pembuluh femoral. Metastase jauh dari sel kanker dapat menyerang hati,
tulang, paru-paru, atau otak. Karsinoma penis terjadi secara progresif dan terbukti berakibat
fatal pada pasien yang tidak diobati dalam waktu 2 tahun (Brosman, 2011).
Gambar 2. Tahap-tahap terjadinya kanker

4. PATHWAY
Usia > 60 th Berganti- Phimosis Tidak Hygiene
ganti melakukan kurang pada
pasangan sirkumsisi gland penis
seksual
Penurunan Preputium
degenerative tidak dapat di
Infeksi HPV Prepusium Point de entry
sel tarik
tipe 16 dan menutup kuman
17 gland penis

Preputium Merangsang
menempel Penimbunan pembentukan
Kulit
dengan gland smegma smegma
genetalis
penis

Displasia
Merangsang
pertumbuhan
sel skoumusa
dari epitel
Rmabut Tindakan
Mual muntah Poliferasi jaringan
Ca Penis glandTindakan
penis Discontinuita
pembedahan Risiko
s jaringan
rontok, kulit kemoterapi berlebih
Gangguan
kusam
citra tubuh
Penurunan Metastasis
BB
Ketidak
seimbangan
nutrisi: kurang Ekstensi
dari kebutuhan langsung

Pembesaran Pelepasan Penekanan


Menekan Radang
pada gland bradikinin, ujung saraf
ureter penis Histamine dan simpatik
Prostaglandin
Lesi

Pengeluaran Tidak dapat Luka, ulkus, bau Respon nyeri


urine tidak melakukan tak sedap,
adekuat hubungan seksual, Gesekan, pendarahan/push
tidak dapat benturan pada penis Nyeri Akut
mempertahankan
ereksi
Gangguan
eliminasi Kerusakan
urine Intergritas
Kulit
Disfungsi
seksual
5. KLASIFIKASI
Pada kanker penis, biasa digunakan sistem klasifikasi Jackson dan TNM sebagai
berikut:
a. Klasifikasi Jackson:
Stage I (A) : tumor terbatas pada glans, prepusium, atau keduanya.
Stage II (B) : tumor mencapai batang penis.
Stage III (C) : tumor bermetastase ke inguinal.
Stage IV (D) : tumor menginvasi struktur di sekitarnya, metastase ke
inguinal, atau metastase jauh.
b. Menurut TNM (tumor, nodus, metastase):
TX : tumor tidak dapat dikaji.
T0 : tumor tidak jelas.
Tis : ada CIS (Carsinoma In Situ).
Ta : ada carsinoma verrucos yang tidak infasif.
T1 : tumor infasif ke jaringan sub epitel.
T2 : tumor infasif ke corpora spongiosum atau cavernosum.
T3 : tumor infasif ke uretra atau prostat.
T4 : tumor infasif ke struktur yang berdekatan.
N : Kelenjar Limfe
N0 : Tidak terdapat metatase ke kelenjar limfe regional.
N1 : Metatase didalam kelenjar limfe inguinal superfasial.
N2 : Metatase multiple / bilateral di kelenjar limfe inguinal superfasial.
N3 : Metatase di kelenjar inguinal profunda/didalam pelvis (unilateral atau
belateral).
M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh Stadium:
Stadium 0 : Tis - N0 - M0
Stadium I : T1 - N0 - M0
Stadium II : T2,T3 - N0 - M0
Stadium III : T4 – N1 - M0
Stadium IV : Tiap T - Tiap N -
M1

Metastasis:
1) Ekstensi Langsung
Lesi distal, umumnya ke korpus penis.
Fasia Buck di penis dapat berfungsi sebagai rintangan sementara sehingga
urethra dan buli-buli jara terlibat.
2) Limfogen
Lesi kulit, preputium ke lnn Inguinalis superfisialis.
Lesi glans, corpus ke lnn inguinalis profundus, iliaca externa, pelvic.
Dapat terjadi penyebaran silang (bilateral), akibat limfe menyilang garis
tengah.
3) Hematogen
Terjadi pada stadium lanjut.
(Mellyssa Hutabarat, 2010)
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Bengkak pada penis meskipun tidak dalam kondisi ereksi.
b. Terdapat tanda-tanda radang seperti nyeri atau terdapat luka pada penis dengan
sebab yang tidak jelas.
c. Lesi yang sulit sembuh, disertai “subtle induration” pada kulit, pertumbuhan
kecil di kulit (a small excrescence), papula, pustula, tumbuhnya kutil atau
veruka (a warty growth), atau pertumbuhan exophytic.
d. Perubahan warna pada kulit penis juga dapat menjadi tanda awalnya.
e. Terdapat benjolan pada lipat paha, artinya terjadi pembesaran kelenjar getah
bening pada daerah tersebut. Terkadang ditemukan suatu massa, ulceration,
suppuration, atau perdarahan (hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal)
karena nodal metastases. Kondisi ini menandakan bahwa stadium kanker
sudah dalam taraf lanjut.
f. Nyeri penis dan perdarahan dari penis (pada stadium lanjut).
g. Penderita dengan kanker yang telah menyebar luas (advanced metastatic
cancer) dapat mengeluhkan lemah (weakness), penurunan berat badan (weight
loss), kelelahan (fatigue), lesi pada penis kemungkinan dapat berdarah.
h. Banyak pria tidak periksa ke dokter sampai kanker mengerosi (eroded)
preputium dan menjadi berbau tidak sedap karena infeksi dan nekrosis.
(Dito Anurogo, 2008)

Gambar 3. Kanker penis


Kategori lesi pada penis:
a. Lesi yang jinak (benign lesions)
Misalnya: pearly penile papules, hirsute papillomas, dan coronal papillae.
b. Lesi yang berpotensi menjadi ganas (premalignant)
Ini berhubungan dengan Leukoplakia dan squamous cell carcinoma. Contoh
yang paling umum adalah balanitis xerotica obliterans.
c. Lesi yang ganas (malignant neoplasm atau malignant carcinoma)
Ini termasuk variants dari squamous cell carcinoma seperti: carcinoma in situ
(CIS), erythroplasia of Queyrat, dan Bowen disease.
(Dito Anurogo, 2008)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus (specific) atau petanda tumor
(tumor markers) pada kanker penis.
b. Pemeriksaan umum, meliputi: hitung darah lengkap, pemeriksaan kimia
dengan tes fungsi hati (a chemistry panel with liver function tests), dan
penilaian (assessment) status jantung, paru-paru, dan ginjal, sangat membantu
untuk mendeteksi masalah yang tak terduga.
c. Pasien dengan penyakit yang parah dapat anemis, dengan leukocytosis dan
hypoalbuminemia.
d. Hypercalcemia ditemukan pada beberapa pasien saat ketiadaan penyebaran
(absence of metastases).
Prosedur diagnostic:
a. Biopsi
Tes diagnostik yang paling penting adalah biopsi. Biopsi diperlukan
untuk menentukan perluasan tumor sehingga dapat direncanakan
pengobatannya. Biopsi adalah pengangkatan dalam jumlah kecil jaringan
untuk diperiksa di bawah mikroskop. Tes-tes lain juga dapat mengindikasikan
kanker yang ada, tetapi hanya biopsi yang dapat membuat diagnosis pasti.
Biopsi kelenjar getah bening sentinel adalah jenis lain dari biopsi. Hal ini
penting untuk mengetahui apakah sel-sel kanker telah menyebar ke daerah lain
di luar penis. Dalam teknik ini, dokter menghapus satu atau beberapa kelenjar
getah bening sentinel-node pertama ke dalam sistem getah bening yang
mengalir dekat dengan nodul untuk memeriksa sel-sel kanker. Dalam kasus
kanker penis, kelenjar getah bening sentinel terletak tepat di bawah kulit di
pangkal paha. Jika sel kanker yang terdeteksi, itu berarti bahwa penyakit ini
mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening lain di wilayah ini atau di
luar melalui pembuluh darah dan getah bening.
b. Imaging Modalitas
Direkomendasikan untuk:
▪ Mengetahui staging dari penyakit
▪ Untuk menentukan tindak lanjut pasien
▪ Untuk menilai penyebaran (metastase) sel kanker
c. USG
USG dilakukan untuk:
▪ Menilai keadaan, luas dan resectability kanker penis.
▪ Penilaian terhadap kelenjar getah bening.
▪ Mendeteksi adanya metastase
d. CT SCAN
CT SCAN dilakukan untuk:
▪ Penilaian kelenjar getah bening
▪ Limited utilitas di lesi primer

e. MRI
Paling akurat dalam mendeteksi penyakit primer dan nodal. MRI
menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar rinci
dari tubuh. Sebuah media kontras dapat disuntikkan ke pembuluh darah pasien
untuk menciptakan gambaran yang lebih jelas.
f. Tomography Emisi Positron (PET) scan.
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan
dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke dalam tubuh pasien.
Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan energi.
Karena kanker cenderung untuk menggunakan energi secara aktif, menyerap
lebih dari zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk
menghasilkan gambar dari bagian dalam tubuh. Beberapa dokter akan
menggunakan PET scan untuk mencari bukti penyebaran kanker penis,
meskipun tidak secara khusus disetujui untuk menggunakan ini. Hal ini
diketahui bermanfaat dalam stadium kanker paru-paru skuamosa dan
kerongkongan, dan meningkatkan pengalaman yang pada akhirnya dapat
menjadi alat yang lebih standar dalam mendiagnosis kanker penis. (Dito
Anurogo, 2008)
8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kanker penis bervariasi, tergandung kepada lokasi dan beratnya tumor,
antara lain:
a. Terapi Medikamentosa
Neoplasma intraepitel seperti Bowen disease atau erythroplasia of Queyrat
dapat diterapi dengan topical 5-fluorouracil.
b. Pembedahan
Pembedahan yang paling sering dilakukan untuk pengobatankanker penis
adalah :
1) Eksisi local
Dilakukan jika kanker masih terbatas pada penis dan masih kecil.
2) Microsurgery
Adalah pembedahan pada tumor penis dengan mikroskop untuk
menghilangkan jaringan tumor dan mempertahankan jaringan yang sehat
sekecil mungkin.
3) Bedah laser
Merupakan pembedahan dengan menggunakan sinar laser untuk membakar
atau memotong sinar laser. Bedah laser (Laser surgery) digunakan pada pasien
dengan lesi jinak (benign) dan ganas (malignant) yang ada di permukaan
(superficial). Terapi ini telah diterapkan pada kasus-kasus “local and limited
invasive disease”. Empat tipe laser yang digunakan dalam bedah laser, yaitu:
carbon dioxide, argon, dan potassium-titanyl phosphate (KTP) lasers.
4) Sirkumsisi
Sirkumsisi adalah memotong ujung kulit penis yang terkena kanker. Pada pasien
dengan tumor yang berukuran kecil yang terbatas pada preputium, cukup dengan
khitan (sirkumsisi).

5) Penektomi
Penektomi adalah pemotongan penis sebagian atau total. Penectomi
merupakan pengobatan yang tepat untuk kanker penis. Jika tumornya terbatas
pada daerah kecil di ujung penis, dilakukan penektomi parsial (pengangkatan
sebagian kecil penis). Untuk stadium lanjut dilakukan penektomi total disertai
uretrostomi (pembuatan lubang uretra yang baru di daerah perineum).
Amputasi sebagian (amputasi parsial) cocok jika kanker meliputi glans penis
dan bagian distal penis saat ereksi (distal shaft).
Pada beberapa situasi/keadaan, local wedge resection dapat dikerjakan dengan
mudah, ini berhubungan dengan rata-rata rekurensi sebesar 50%. Jika surgical
resection baik dengan wedge maupun partial penectomy tidak memberikan
kebebasan yang cukup (adequate margin), maka strategi total penectomy
haruslah dipertimbangkan. Jika sebagian sisa penis (residual penis) dan
urethra tidak cukup bagi pasien untuk kencing sambil berdiri, maka dapat
dilakukan tindakan perineal urethrostomy.

Gambar 5. Post Operasi Penektomi


6) Mohs micrographic surgery (MMS)
Teknik bedah lainnya adalah Mohs micrographic surgery (MMS), yang dapat
dipakai (applicable) untuk pasien dengan noninvasive disease.
c. Kemoterapi
Kemoterapi bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap pengangkatan tumor.
Obatobatan yang paling banyak digunakan antara lain: cisplatin, bleomycin,
methotrexate, dan fluorouracil.
d. Terapi Radiasi/Radioterapi
Radioterapi perupakan pengobatan pelengkap dari pembedahan yang bertujuan
mengurangi resiko kekambuhan/rekurensi. Pada stadium lanjut kombinasi
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi mungkin diperlukan.
Macamnya:
1. External beam radiation therapy
2. Brachytherapy
Indikasi terapi radiasi:
1. Pria muda dengan kanker pada glans atau coronal sulcus dengan ukuran
kecil (<3 cm), superficial, lesi exophytic, atau noninvasive.
2. Pasien menolak tindakan bedah atau datang dengan metastatic disease dan
memerlukan terapi "palliative". Khitan/sunat (circumcision)
direkomendasikan sebelumnya untuk memulai terapi radiasi untuk kanker
yang melibatkan/menyertai preputium (kulup zakar).
3. Terapi radiasi memiliki kekurangan. Squamous cell carcinomas cenderung
resistant, dan dosis untuk “high tumor” yaitu 0.6 Gy yang diperlukan
untuk merawat tumor dapat menyebabkan urethral fistulae, strictures,
penile necrosis, nyeri, dan edema.
Jika kanker terinfeksi, maka efek terapi dapat berkurang, sedangkan risiko terjadinya
komplikasi akan meningkat.
Terapi radiasi dilakukan setelah pengangkatan tumor yang terlokalisir dan tumor yang
belum menyebar. Efek samping dari terapi radiasi adalah nafsu makan berkurang,
lelah, reaksi kulit (misalnya iritasi dan kemerahan), cedera atau luka bakar pada
rektum, sistitis dan hematuria. Radiasi biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu
selama 6-8 minggu. (Asrul, 2010).
Penatalaksanaan berdasarkan stadium tumor:
A. Tumor primer.
1) Sirkumsisi.
Terbatas pada lesi superfisial, noninvasif terbatas pada/di preputium.
2) Partial panectomy.
Pilihan untuk lesi distal (amputasi 2 cm dati tepi tumor).
3) Total panectomy dengan oerineal urethrostomy.
Lesi proximal, ada infiltasi ke profunda.
4) Lymphadenectomy.
Radial ilioinguinal lymphadenectomy pada Ca Penis masih kontroversi.
5) Sentinel node biopsy (cabanas 1977).
Sentinel node terletak 32 jari laterodistal dari tuberculum pubicum pada
pertemuan v. epigastrica superficial dan v. saphena. Bila kelenjar positif
dilakukan Lymphadenectomy.
B. Tumor lanjut dan metastasis.
Bersifat paliatif. Untuk mengatasi nyeri, perdarahan, massa inguinal superfisial.
1) Kemoterapi : Bleomycin, methorexate, cisplatin, 5FU.
2) Radiasi : Bila penderita menolak operasi.
6.000 rad selama 3 – 6 minggu. Dapat digunakan brakiterapi dengan Iridium
192. (Tri Kurnianto, 2008)
9. KOMPLIKASI
Sedikit komplikasi bedah yang dijumpai pada eksisi tumor primer, penectomy partial
atau complete, misalnya:
a. Infeksi
b. Edema
c. Striktua uretra jika urethral meatus yang baru harus dibuat.
Komplikasi yang berhubungan dengan inguinal node dissections:
a. Komplikasi dini (early complications) misalnya: infeksi luka (wound
infection), seroma, skin flap necrosis, phlebitis, dan emboli paru-paru
(pulmonary embolus)
b. Komplikasi lanjutan (late complications) misalnya: lymphedema pada scrotum
dan anggota gerak bagian bawah (kaki).
Komplikasi terapi radiasi:
Biasanya terlihat pada tumor yang berukuran lebih besar dari 4 cm.
a. urethral strictures (pada 50% pasien)
b. urethral fistula
c. penile necrosis
d. edema
e. nyeri pada penis
Pembedahan setelah terapi radiasi diperlukan pada 20-60% pasien. (Dito Anurogo,
2008)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
1) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
2) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: pada kanker yang telah lanjut, awitan nyeri yang timbul
dapat meningkatkan tekanan darah (>120/80 mmHg).
2. Pulse rate: biasanya meningkat akibat nyeri yang dirasakan (di atas
100x/menit pada orang dewasa, dan di atas 120x/menit pada anak kecil).
3. Respiratory rate: biasanya meningkat (di atas 20x/menit), perubahan RR
dapat terjadi jika adanya metastase sel kanker yang mencapai paru-paru.
4. Suhu: biasanya normal (36-37,5°C), dapat terjadi peningkatan suhu yang
mengindikasikan terjadinya infeksi sistemik.
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan sebelumnya apakah klien pernah menderita tumor atau keganasan
lainnya. Ditanyakan apakah istrinya menderita Ca servix karena dapat menjadi
risiko untuk meningkatkan kejadian ca penis.
4) Anamnesa dan observasi
a. Aktivitas dan istirahat
 Klien mengatakan mengalami nyeri sehingga mengganggu
aktivitasnya.
 Klien tampak meringis ketika menggerakkan tubuhnya (daerah
perineal sampai ke paha).
 Klien mengatakan mengalami kelemahan dan/keletihan.
 Klien tampak lemah.
 Klien mengatakan apabila merasa nyeri istirahatnya menjadi
sedikit terganggu.
 Klien mengatakan aktivitas di luar rumah berkurang karena klien
merasa malu dengan penyakitnya.
b. Sirkulasi
 Tekanan darah dapat meningkat (>120/80 mmHg) akibat nyeri
yang dirasakan.
 Takikardi.
 Akral dingin.
 Klien mengalami perdarahan akibat luka terbuka pada penis.
 Terjadi peningkatan leukosit (leukositosis)
c. Integritas ego
 Masalah tentang perubahan dalam penampilan dan kondisi fisik.
 Menyangkal, menarik diri.
d. Eliminasi
 Klien bisa mengalami gangguan eliminasi seperti nyeri berkemih
dan kesulitan dalam berkemih.
e. Makan/cairan
 Nafsu makan klien dapat normal atau berkurang terkait psikologis
klien, dan perkembangan kanker.
 Berat badan klien menurun.
 Kadar albumin klien menurun (<3,4 g/dL).
f. Sensori/neural
 Klien tidak mengalami gangguan neural, persepsi, maupun sensori.
g. Nyeri/kenyamanan
 Klien mengatakan merasa nyeri:
P : nyeri terjadi akibat hyperplasia sel kanker yang mendesak dan
mensensitisasi jaringan sekitar kanker.
Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk.
R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah penis, menjalar ke
lipatan paha.
S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.
T : klien mengatakan nyeri berlangsung terus-menerus.
 Klien tampak tidak nyaman (posisi melindungi bagian yang nyeri).
 Klien tampak berhati-hati saat menggerakkan bagian tubuh yang
nyeri
 Klien tampak gelisah.
h. Respirasi
 Tidak adanya sesak
 Tidak tampak adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
 Frekuensi pernapasan klien normal/meningkat.
i. Keamanan
 Klien mengatakan cemas.
 Klien mengatakan merasa malu terhadap penyakitnya.
j. Seksualitas
 Klien mengatakan mengalami masalah seksual dalam melakukan
coitus karena penyakit yang dideritanya.
k. Interaksi sosial
 Klien mengalami masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran
dalam memenuhi kebutuhan biologis (seksualitas) dengan
pasangannya.
5) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
• Tampak adanya bengkak pada penis
• Tampak adanya perubahan warna pada penis
• Tampak adanya kutil pada kulit penis
• Tampak adanya lesi pada penis
• Tampak adanya massa, ulceration, suppuration, atau perdarahan
(hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal) karena nodal metastases.
• Tampak adanya nekrosis pada preputium dan berbau tak sedap.
• Klien tampak meringis akibat nyeri
• Apabila kanker sampai metastase jauh maka klien tampak kurus dan
lemah.
b. Palpasi :
• Adanya massa pada daerah inguinal.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. DIAGNOSA PRE-OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (kanker), ditandai dengan
klien mengatakan merasa nyeri pada daerah penis, klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri terus-menerus dengan skala
nyeri 1-10, klien tampak gelisah dan meringis kesakitan, klien tampak
melidungi bagian tubuh yang nyeri, TD klien meningkat (>120/80 mmHg),
nadi klien meningkat (>100 kali/menit).
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak
utuh, trauma jaringan).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme akibat kanker, ditandai dengan klien mengatakan
mengalami penurunan BB >20%, kadar albumin klien menurun (<3,4 g/dL),
terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hyperplasia sel kanker,
ditandai dengan adanya luka terbuka yang menyerupai jerawat atau kutil pada
penis.
5. PK : Perdarahan
6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan kondisi fisik akibat pertumbuhan
sel kanker, ditandai dengan klien mengeluh lemah, klien mengatakan tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari, adanya ketidaksanggupan dalam
menjaga level aktivitas fisik seperti biasa, meningkatnya kebutuhan
beristirahat dan kekurangan energi.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, ditandai
dengan klien tampak gelisah, klien mengungkapkan perasaan takut, khawatir,
wajah tampak tegang, peningkatan tanda-tanda vital (TD klien meningkat
(>120/80 mmHg), nadi klien meningkat (>100 kali/menit).
B. DIAGNOSA POST OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (tindakan pembedahan),
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada daerah pembedahan,
klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri hilang
timbul, bertambah berat saat bergerak dan berkurang saat istirahat dengan
skala nyeri 110, klien tampak gelisah dan meringis kesakitan, klien tampak
melidungi bagian tubuh yang nyeri, TD klien meningkat (>120/80 mmHg,
nadi klien meningkat (>100 kali/menit).
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit
tidak utuh) akibat luka post operasi.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, ditandai dengan
pasien mengatakan malu dengan kondisi dirinya karena penisnya sudah tidak
utuh lagi.
C. DIAGNOSA POST KEMOTERAPI
1. Nausea berhubungan dengan terapi (kemoterapi) ditandai dengan klien
mengeluh mual, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan saliva,
klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan efek kemoterapi.
3. PK: Anemia
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh
ditandai dengan pasien mengatakan malu dengan kondisi dirinya, dimana
rambutnya menjadi rontok.
3. INTEVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi
nyeri dapat berkurang. lokasi, karasteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri, serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri.
Kriteria Hasil: Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang
- Klien tidak melaporkan adanya nyeri (skala nyeri 1 – 2) dialami klien meliputi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi,
- Klien tidak merintih ataupun menangis kualitas, intensitas nyeri serta faktor-faktor yang dapat memicu
- Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri nyeri klien sehinggga dapat menentukan intervensi yang tepat.
- Klien tidak tampak berkeringat dingin 2. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari
- RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) ketidaknyamanan. Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman
- Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) klien secara non verbal maka dapat membantu mengetahui tingkat
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) dan perkembangan nyeri klien.
- Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji
manajemen nyeri non farmakologis pengalaman nyeri dan menyampaikan penerimaan terhadap respon
- Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi klien terhadap nyeri.
- Klien melaporkan nyeri terkontrol Rasional: membantu klien dalam menginterpretasikan nyerinya.
4. Kaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate, dan denyut
nadi umumnya menandakan adanya peningkatan nyeri yang
dirasakan.
5. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari faktor-faktor
yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan klien.
6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, teknik
terapi musik, distraksi, guided imagery, masase dll)
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien, serta
membantu klien untuk mengontrol nyerinya.
7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien.

2. Resiko Infeksi
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.
tidak terjadi infeksi. Rasional: Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari
lingkungan dan orang lain.
Kriteria Hasil : 2. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan
- Tidak ada kemerahan dengan cara menutup dengan kasa streril.
- Tidak terjadi hipertermia Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.
- Tidak ada nyeri 3. Ajarkan klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.
- Tidak ada pembengkakan Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang
- Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ada di tangan.
- Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi 4. Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
- Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk
- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan membunuh bakteri.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan. Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
6. Terapkan Universal precaution.
Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan.
Rasional: untuk meminimalkan terkontaminasi mikroba atau
bakteri.
8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan cairan
adekuat. Rasional: Menjaga ketahanan sistem imun.
9. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk resiko infeksi
pada klien.
10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
Rasional: agar dapat melaporkan kepada petugas lebih cepat,
sehingga penangan lebih efisien.
11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi klien
12. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Rasional: agar memudahkan pengambilan intervensi.
13. Monitor hitung granulosit, WBC.
Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.
14. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Rasional: untuk mengetahui tinggi/rendahnya tingkat infeksi pada
klien, sehingga memudahkan pengambilan intervensi.
15. Berikan perawatan kulit.
Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari bakteri.
16. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
dan drainase.
Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya inspeksi.
17. Inspeksi kondisi luka.
Rasional: untuk mempermudah pengambilan intervensi
selanjutnya

3. Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan 1. Kaji status nutrisi klien
pemenuhan nutrisi adekuat. Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi
klien dapat menentukan intervensi yang tepat.
Kriteria Hasil: 2. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan
- Masukan makanan dalam batas normal kalori harian.
- Masukan kalori dalam batas normal Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat
- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, mengetahui apakah kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau
karbohidrat, serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium belum.
- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) 3. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap
mempertimbangkan aspek agama dan budaya klien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan tetap
memperhatikan aspek agama dan budaya klien sehingga klien
bersedia mengikuti diet yang ditentukan.
4. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari
diet yang ditentukan.
5. Dorong klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori, tinggi
protein sesuai kebutuhan.
Rasional: untuk membantu memenuhi kalori, dan protein sesuai
kebutuhan.
6. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada klien/keluarga.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu
makan.
7. Ajarkan orang tua klien tentang pengaturan diet sesuai kebutuhan.
Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet klien
agar dapat diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhan klien.
9. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan klien dengan teratur
dapat mengetahui kenaikan ataupun penurunan status gizi.
10. Diskusikan dengan keluarga klien hal-hal yang menyebabkan
penurunan berat badan.
Rasional: membantu memilih alternative pemenuhan nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
11. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian klien
disesuaikan dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
12. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan
elektrolit. Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal
menunjukkan status nutrisi baik. Sajikan makanan dengan
menarik.
13. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas
yang maksimal.
14. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan klien
sehingga dapat meningkatkan masukan nutrisi.

4. Kerusakan integritas kulit


Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Pantau perkembangan kerusakan kulit klien setiap hari. Rasional:
integritas kulit klien tidak mengalami kerusakan lebih jauh. mengevaluasi status kerusakan kulit sehingga dapat memberikan
intervensi yang tepat.
Kriteria Hasil : 2. Cegah penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar linen tetap
- Temperatur kulit normal bersih, tidak lembab, dan tidak kusut.
- Sensasi kulit normal Rasional: keadaan yang lembab dapat meningkatkan
- Elastisitas kulit normal perkembangbiakan mikroorganisme dan untuk mencegah
- Hidrasi kulit normal terjadinya
- Warna kulit normal 3. Lakukan perawatan kulit secara aseptik 2 kali sehari.
- Tekstur kulit normal Rasional: untuk meningkatkan proses penyembuhan lesi kulit
- Ketebalan kulit normal serta mencegah terjadinya infeksi sekunder
- Bebas lesi jaringan
- Kulit intak (tidak ada eritema dan nekrosis)

5. PK : Perdarahan
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 12 jam, perawat 1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau
dapat meminimalkan perdarahan dan mencegah komplikasi hemoragi.
perdarahan. Rasional: untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan yang terjadi
dan mempermudah menentukan intervensi selanjutnya.
Kriteria Hasil: 2. Pantau hasil laboratorium berhubungan dengan tanda perdarahan.
- Nilai Hb dalam batas normal (12-16g/dL). Rasional: untuk mengetahui tanda-tanda perdarahan sesuai dengan
- Nilai Ht dalam batas normal (40-45%). hasil laboratorium untuk mempermudah menentukan intervensi
- Klien tidak mengalami episode perdarahan. selanjutnya.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 3. Lindungi pasien terhadap cedera dan terjatuh.
60100 x/menit, suhu: 36-37,5°C, RR: 16-20 x/menit). Rasional: untuk menghindari terjadinya perdarahan.
4. Hindari aktivitas yang membuat pasien mengejan, mengangkat
atau membalik badan.
Rasional: untuk menghindari terjadinya perdarahan.
5. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk
terapi lain jika diperlukan.
Rasional: untuk menghindari komplikasi perdarahan.
6. Kolaborasi pemberian transfusi sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika untuk menghindari
kehilangan darah berlebih akibat pendarahan

6. Kelemahan
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Tentukan tingkat keterbatasan fisik klien, Tentukan persepsi klien
kelemahan teratasi. terhadap penyebab kelemahan, Tentukan penyebab kelemahan
(seperti nyeri, medikasi, perawatan)
Kriteria Hasil : Rasional : dengan menentukan persepsi penyebab dan tingkat
- Kesesuaian Saturasi oksigen dengan aktivitas keterbatasan fisik dapat membantu intervensi selanjutnya.
- Kesesuaian Denyut nadi dengan aktivitas 2. Monitor status nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energy yang
- Kesesuaian Respiratory rate dengan aktivitas adekuat.
- Kesesuaian Sistolic blood presure dengan aktivitas Rasional : status nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan energy
- Kesesuaian Diastolic blood presure dengan aktivitas sehingga mengatasi kelemahan.
- Peningkatan kemampuan dalam melakukan ADL 3. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
- Klien tidak mengalami kelemahan masukan makanan tinggi energi.
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari Rasional : konsultasi ahli gizi dapat menentukan komposisi
- Klien dapat melakukan aktivitas kerja makanan yang sesuai untuk klien dan dapat memberikan energy
- Kualitas istirahat klien tidak bermasalah yang adekuat.
- Keseimbangan diantara istirahat dan aktivitas klien tidak bermasalah 4. Monitor respon kardiopulmonal terhadap aktivitas (seperti
takikardi, disaritmia, dispnea, diaphoresis).
Rasional : takikardi, disaritmia, dispnea, dan diaphoresis
menunjukkan respon abnormal tubuh terhadap aktivitas terhadap
kelemahan.
5. Monitor dan catat pola tidur klien dan durasi tidur.
Rasional: tidur yang adekuat memungkinkan terjadi penyimpanan
energi.
6. Monitor lokasi ketidaknyaman/nyeri selama pergerakan atau
aktivitas.
Rasional: mengetahui lokasi nyeri dapat membantu membatasi
7. Anjurkan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Selama fase akut diperlukan energy yang lebih banyak
untuk melawan pertumbuhan penyakit.
8. Atur aktivitasi fisik (contoh kurangi aktifitas setelah makan).
Rasional: untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
9. Lakukan latihan ROM pasif atau aktif.
Rasional: untuk menurunkan tekanan otot, mencegah atropi otot.
10. Bantu klien untuk membuat jadwal istirahat.
Rasional: keseimbangan antara aktivitas dan istirahat membantu
manajemen pengeluaran energy sehingga tidak terjadi kelemahan
lebih lanjut.
11. Rencanakan aktivitas ketika klien memiliki cukup energy.
Rasional: untuk meningkatkan toleransi klien terhadap aktivitas.

7. Ansietas
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan dan menenteramkan hati.
level ansietas klien berkurang. Rasional: pendekatan yang menenangkan dapat mengurangi
kecemasan klien.
2. Kaji mengenai pandangan klien tentang situasi stress.
Kriteria Hasil: Rasional: untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
- Klien tidak gelisah 3. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosa, terapi, dan
- Klien tidak mengalami distress prognosis.
- Klien tidak panik Rasional: pemberian informasi yang aktual dapat mengurangi
- Klien tidak mengungkapkan ansietas kecemasan klien terhadap penyakitnya.
- Klien tidak mengalami peningkatan tekanan darah (TD = 120/80 4. Temani klien untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi
mmHg) rasa takut.
- Klien tidak mengalami peningkatan denyut nadi (60-100 x/menit) - Rasional: dengan menemani klien, dapat memberikan rasa aman
Klien tidak mengalami peningkatan RR (16-20 x/menit) dan mengurangi kecemasan klien.
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani klien.
Rasional : dengan ditemani keluarga, klien akan merasa
termotivasi menghadapi penyakitnya.
6. Dorong klien untuk dapat mengungkapkan perasaan, persepsi dan
rasa takut secara verbal.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
7. Identifikasi apabila level ansietas klien berubah.
Rasional: untuk memberikan intervensi yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang dapat
memunculkan kecemasan.
Rasional: untuk membantu klien mengatasi kecemasan yang
dialami secara mandiri
9. Kontrol stimuli secara tepat sesuai dengan kebutuhan klien.
Rasional: membantu klien untuk mengontrol faktor-faktor yang
dapat menstimulasi kecemasannya.
10. Dukung mekanisme pertahanan yang diperlukan secara tepat.
Rasional: mekanisme pertahanan diri yang tepat dapat membantu
mengurangi kecemasan.
11. Instruksikan klien dalam penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membantu memberikan rasa
nyaman kepada klien
12. Observasi tanda verbal dan nonverbal ansietas klien.
Rasional: dengan mengobservasi tanda verbal dan nonverbal dapat
mengetahui tingkat ansietas klien.
13. Berikan informasi yang memadai pada pasien tentang
penatalaksanaa seperti operasi penektomi yang dilakukan,
prosedur, akibat operasi, tujuan dan proses operasi.
Rasional: informasi yang memadai dapat mengurangi kecemasan
klien dan meningkatkan kesiapan klien dalam menghadapi
operasi.
8. Gangguan Citra Tubuh
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan 1. Kaji harapan citra tubuh klien yang berdasarkan tahap
klien tidak mengalami gangguan citra tubuh dengan perkembangan.
Rasional: dengan mengetahui harapan klien mengenai citra
Kriteria Hasil : tubuhnya dapat membantu kita menilai seberapa besar gangguan
- Klien mengatakan bisa menerima kondisi fisiknya. citra diri yang dialami klien.
- Klien mengungkapkan kesesuaian antara body reality, body ideal, 2. Bantu klien untuk mendiskusikan penyebab perubahan karena
dan body presentation. penyakitnya.
Rasional: dengan mengetahui penyebab perubahan diri klien
karena penyakitnya diharapkan klien dapat memahami proses
penyakitnya dan bisa menerima kondisinya.
3. Monitor frekuensi pernyataan mengkritik diri.
Rasional: dengan menghitung frekuensi klien dalam mengkritik
dirinya dapat membantu mengevaluasi beratnya gangguan citra
diri klien.
4. Identifikasi strategi koping yang digunakan klien dalam merespon
perubahan penampilan.
Rasional: untuk mengetahui koping klien terhadap perubahan
kondisi fisiknya.
5. Bantu klien dalam mengidentifikasi bagian tubuh yang
dipersepsikan positif.
Rasional: dengan mengetahui dan dapat menilai sisi positif dari
tubuh klien diharapkan klien tidak malu lagi terhadap dirinya.
6. Fasilitasi kontak dengan individu yang memiliki perubahan pada
9. Nausea
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen mual
terjadi penurunan derajat mual dan muntah. Rasional: Dengan mendorong klien untuk mempelajari strategi
manajemen mual, akan membantu klien untuk melakukan
Kriteria Hasil: manajemen mual secara mandiri.
- Klien mengatakan tidak ada mual 2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, factor frekuensi,
- Klien mengatakan tidak muntah presipitasi yang menyebabkan mual.
- Tidak ada peningkatan sekresi saliva Rasional: Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan
- Keinginan klien untuk makan meningkat faktorfaktor yang dapat menyebabkan atau meningkatkan mual
- Intake makanan adekuat muntah pada klien dan membantu dalam memberikan intervensi yang
- Intake cairan adekuat tepat.
3. Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai, disukai, dan
budaya makan.
Rasional: Untuk mengetahui makanan yang dapat menurunkan dan
meningkatkan nafsu makan klien selama tidak ada kontra indikasi.
4. Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.
Rasional: Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak
sedap saat makan dapat meningkatkan perasaan mual pada klien.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi,
guide imagery, distraksi).
Rasional: Teknik manajemen mual nonfarmakologi dapat membantu
mengurangi mual secara nonfarmakologi dan tanpa efek samping.
6. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk meringankan nausea.
Rasional: Tidur dan istirahat dapat membantu klien lebih relaks
sehingga mengurangi mual yang dirasakan.
7. Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung kenyaman
dan mengurangi rasa mual.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa
makanan dan menimbulkan mual.
8. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.
Rasional: Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk
mengurangi rasa penuh dan enek di perut.
9. Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.
Rasional: Kebutuhan kalori perlu dipertimbangkan untuk tetap
mempertahankan asupan nutrisi adekuat.

10. PK : Anemia
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, perawat 1. Pantau tanda dan gejala anemia yg terjadi.
dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi. Rasional: memantau gejala anemia klien penting dilakukan agar
tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut.
Kriteria Hasil: 2. Pantau tanda-tanda vital klien.
- TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-100 x/menit, Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada
suhu: 36-37,5°C, RR: 16-20 x/menit). kondisi klien.
- Konjungtiva berwarna merah muda. 3. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang mengandung
- Hb klien dalam batas normal (12-16 g/dL). banyak zat besi dan vit B12.
- Mukosa bibir berwarna merah muda. Rasional: konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12 dan
- Klien tidak mengalami lemas dan lesu. asam volat dapat menstimulasi pemebntukan Hemoglobin.
4. Minimalkan prosedur yg bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional: prosedur yang menyebabkan perdarahan dapat
memperparah kondisi klien yang mengalami anemia.
5. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia klien
buruk untuk menambah jumlah darah dalam tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Akatsuki. 2010. Kanker Penis. http://akatsuki-ners.blogspot.com/ [Akses: 5


Februari 2018]
Anurogo, Dito. 2008. Kanker Penis.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php? pil=3&dn=20080218175411.
[Akses: 5 Februari 2018]
Asrul. 2010. Kanker Penis. http://dokter-herbal.com/kanker-penis.html. [Akses: 5
Februari 2018]
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brosman, Stanley. 2011. Penile Cancer. http://emedicine.medscape.
com/article/446554overview#a0199 [Akses: 5 Februari 2018]
Craft, Martha. 2010. Diagnosa Keperawatan Nanda. Yogyakarta: Digna Pustaka
Hutabarat, Mellyssa. 2010. Kanker Penis. http://www.meillyssach.
co.cc/2010/09/kankerpenis.html. [Akses: 5 Februari 2018]
Kurnianto, Tri. 2008. Perawatan Ca Penis. http://trikurnianto.multiply.
com/photos/album/19/Perawatan_CA_penis. [Akses: 5 Februari 2018]
Muhsin, Bin. 2011. Kanker Penis.
http://islamicherbalmedicine.blogspot.com/2011/03/ kanker-penis.html.
[Akses: 5 Februari 2018]
Sylvia & Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EG
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Tanggal MRS : 03 Oktober 2019


Jam Masuk : 17.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 07 Oktober 2019
No.RM : 12.77.3x.xx
Jam Pengkajian : 13.00 WIB
Diagnosa Masuk : Ca Penis T2N2M0
Hari rawat ke :1

IDENTITAS
1. NamaPasien : Tn.K
2. Umur : 54 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : Cleaning service BPJS Bojonegoro
7. Alamat : Bojonegoro
8. Sumber Biaya : BPJS

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama: Nyeri

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien post biopsi penis pada Bulan Agustus di Bojonegoro dirujuk
ke RSUD Dr. Soetomo untuk kontrol di poli urologi. Pada hari Kamis saat
kontrol di RSUD Dr. Soetomo, pasien bersin dan terjadi perdarahan di
penisnya hingga pasien pingsan. Akhirnya dibawa ke IGD dan hari kamis
jam 5 sore dan masuk ke ruangan bedah dahlia. Sebelumnya klien merasa
nyeri pada area penis sejak 9 bulan yang lalu. Awalnya penis gatal dan ada
benjolan, lama kelamaan penis semakin besar.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak kapan: Bulan Agustus 2019
diagnosa: Ca Penis
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak Jenis:
Riwayat kontrol : Kontrol di RSUD Dr.Soetomo Poli Urologi
Riwayat penggunaan obat : Tidak
3. Riwayat alergi :
Obat ya tidak jenis :
Makanan ya tidak jenis :
Lain-lain ya tidak jenis :
4. Riwayat operasi ya tidak
Kapan : Agustus 2019
Jenis operasi : Biopsi penis
5. Riwayat Lainnya: Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


ya tidak
Jenis :-
Genogram :
Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Garis Keturunan

: Tinggal serumah

: Ny. K

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan :
Alkohol : ya tidak
Masalah Keperawatan :
keterangan : Tidak mengkonsumsi alkohol
Merokok : ya tidak Perilaku kesehatan cenderung
berisiko (00188)
keterangan : Sejak umur 25 tahun satu bungkus satu hari
Obat : ya tidak
keterangan : ± 15 tahun mengkonsumsi narkoba
Olahraga : ya tidak
keterangan : aktivitas biasa

Lain-lain : Pasien tidak dilakukan sirkumsisi sewaktu kecil

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda Vital
S : 36,1 oC N : 86 x/menit TD: 120/80 mmHg RR: 18 x/menit SpO2: 97%
Kesadaran: Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 18 x/menit
b. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : produktif tidak produktif
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
c. Penggunaan otot bantu nafas :
d. PCH ya tidak
e. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Friction rub : Tidak
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronkhi Wheezing
Crackles
i. Alat bantu nafas ya tidak
Jenis : - Flow : -
j. Penggunaan WSD
Masalah Keperawatan :
- Jenis :-
- Jumlah caira : - Tidak ditemukan masalah
keperawatan
- Undulasi :-
- Tekanan :-
k. Tracheostomy ya tidak
l. Lain-lain : Tidak ada
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 120/80 mmHg
b. N : 86 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : ya tidak
d. Irama jantung : regular ireguler
e. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : -
g. CRT : 2 detik
h. Akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. Sirkulasi perifer normal
j. JVP : - Masalah Keperawatan :

Tidak ditemukan masalah


keperawatan
k. CVP : -
l. CTR : -
m. ECG & Interpretasi: Tidak ada

4. Sistem Persyarafan
a. S: 36, 1 oC
b. GCS : E 4 V 5 M 6
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan nyeri : ya tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak ada masalah
g. Pupil anisokor isokor Diameter :3mm/3mm
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 8 Jam/Hari
Gangguan tidur : tidak terjadi
k. IVD : -
l. EVD : - Masalah Keperawatan :

m. ICP : -
n. Lain-lain : -

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genitalia : Bersih Kotor
b. Sekret : Ada Tidak
c. Kebersihan meatus uretra : Ada Tidak
d. Keluhan kencing : Ada Tidak
Bila ada, jelaskan : Pasien tidak dapat kencing spontan karena penisnya
sakit dan terasa nyeri
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu
Jenis : Folley cath
Masalah Keperawatan :
Ukuran : 16
Nyeri Kronis
Hari ke: 5
f. Produksi urine : 2530 cc/hari
Warna : kuning agak jernih
Bau : khas urin
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : 3000 cc /hari
Parenteral: -
Injeksi : 30 ml
j. Balance cairan:
Input = Output + IWL
3030 cc/hari= 2530 cc/hari + 500
3030 cc/hari= 3030 cc/hari
k. Lain-lain : Pasien mengeluh nyeri area penis sejak 9 bulan yang lalu
P : Kanker penis
Q : Seperti dicengkram
R : Area penis
S : Skala 4
T : Hilang timbul, nyeri timbul saat bergerak dan terkena penis

6. Sistem Pencernaan
a. TB : 170 cm BB : 68 kg
b. IMT : 23,53 Interpretasi : Normal
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan : tidak ada masalah pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain ada tidak
Masalah Keperawatan :
- Jumlah :-
Ketidak seimbangan nutrisi kurang
- Warna :-
dari kebutuhan tubuh (00002)
- Kondisi area sekitar insersi :-
i. Peristaltik : 8 x/menit
j. BAB : 1 x/ hari
Terakhir tanggal : 7 Oktober 2019
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. Diet khusus : Diet TETP 2200 kkal/hari
n. Nafsu makan : baik menurun
Frekuensi: 3x/ hari (biasanya tambah porsi makan di luar RS)
o. Porsi makan : habis tidak
p. Lain-lain: tidak ada

7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD OS
Normal Visus Normal
Dapat membuka dan Palpebra Dapat membuka dan
menutup mata serta menutup mata serta
tidak ada edema tidak ada edema
Normal, ananemis Konjungtiva Normal, ananemis
Jernih, transparan Kornea Jernih, transparan
Tidak terkaji BMD Tidak terkaji
Reflek pupil baik dan Pupil Reflek pupil baik dan
diameter 3 mm diameter 3 mm
Hitam Iris Hitam
Jernih Lensa Jernih
Tidak terkaji TIO Tidak terkaji

b. Keluhan nyeri : ya tidak


P:-
Q:-
R:-
S:-
T:-
c. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi : -
Lokasi :- Masalah Keperawatan :
Keadaan :-
Tidak ditemukan MK
d. Pemeriksaan penunjang lain : -
e. Lain-lain : -

8. Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan masalah keperawatan

9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
Frankel :-
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. Traksi : ya tidak
Jenis :-
Beban :-
Lama pemasangan :-
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi :-
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain : ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi: -
n. ROM : aktif/ bebas Masalah Keperawatan :
o. POD : - Tidak ditemukan MK
p. Cardinal sign : -

10. Sistem Integumen


a. Penilaian risiko decubitus :
Aspek Kriteria penilaian
yang Nilai
1 2 3 4
dinilai
Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak ada 3
sensori sepenuhnya terbatas ringan gangguan
Terus Sangat Kadang2 Jarang 3
Kelem
menerus lembab basah basah
baban
basah
Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih 3
Aktivit
jalan sering
as
jalan
Immobile Sangat Keterbatasan Tidak ada 3
Mobili
sepenuhnya terbatas ringan keterbatas
sasi
an
Sangat buruk Kemungkina Adekuat Sangat 3
Nutrisi n tidak baik
adekuat
Aspek Kriteria penilaian
yang Nilai
1 2 3 4
dinilai
Gesekan Bermasalah Potensial Tidak 2
& bermasalah menimbulkan
pergesek masalah
an
Note: pasien dengan nilai total <16 maka dapat 17
dikatakan bahwa pasien berisiko mengalami decubitus Total
(pressure ulcers) nilai
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or
less = high risk)

b. Warna : merah
c. Pitting edema : +/- grade : tidak ada
d. Ekskoriasis : ya tidak
e. Psoriasis : ya tidak Masalah Keperawatan :
f. Pruritus : ya tidak
Tidak ditemukan MK
g. Urtikaria : ya tidak
h. Lain-lain : -

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid : ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : ya tidak
c. Hipoglikemia : ya tidak
d. Hiperglikemia : ya tidak
e. Kondisi kaki DM :
- Luka gangrene ya tidak
Jenis :-
- Lama luka :
- Warna :
- Luas luka : Masalah Keperawatan :
- Kedalaman :
Tidak ditemukan MK
- Kulit kaki :
- Kuku kaki
- Telapak kaki :
- Jari kaki :
- Infeksi ya tidak
- Riwayat luka sebelumnya ya tidak
Jika ya :
- Tahun :-
- Jenis luka :-
- Lokasi :-
- Riwayat amputasi sebelumnya ya tidak
Jika ya :
- Tahun :
- Lokasi :
f. ABI : -
g. Lain-lain:

Masalah Keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Ansietas (00146)
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Pasien menerima kondisi saat ini dan pasrah dengan pengobatan yang
dijalaninya untuk mendapatkan kesembuhan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya :
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri : Pasien tidak terjadi gangguan konsep diri
e. Lain-lain : Tidak ada

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN Masalah Keperawatan :


a. Kebersihan diri : Tidak ditemukan MK
Pasien mandi sehari sekali di kamar mandi
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebetuhan :
- Mandi : di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Ganti pakaian :
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Keramas : bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Sikat gigi : bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Memotong kuku :
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Berhias bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Makan bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
Masalah Keperawatan :

PENGKAJIAN SPIRITUAL Tidak ditemukan MK


a. Kebiasaanberibadah
- Sebelum sakit: sering kadang-kadang tidakpernah
- Selama sakit: sering kadang-kadang tidakpernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhanberibadah:-
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG ,
dll)
1. Lab. Kimia klinik
03/ 10/ 2019
- Hb = 11 g/ dl - HbsAg = NR
- WBC = 19,07 - PPT = 11,4 s
- Pit = 374 - APTT = 23,3 s
- Bun/SK = 8/ 0,97 mg/dl - GDA = 128 mg/ dl
- Na = 137 mmol/L - Alb = 3,4 mg/ dl
- K = 3,9 mmol/L - SGOT = 18 U/ L
- Cl = 102 mmol/ L - SGPT = 18 U/ L

03/10/2019 (Urin) Kulltur urin


- Ph =7 Escherichia coli ESBL :
- eritrosit =- Pseudomonas slutzeri
- Leukosit = 3+

TERAPI
07/10/2019 08/10/2019
1. Antrain 1 g 3x1 inj IV Antrain 3x1 inj. IV
2. Kalnex 500 mg 3x1 inj IV
3. Ranitidine 2x1 inj IV
Berganti-ganti pasangan/ hubungan seksual tanpa pengaman
(kondom)
Penggunaan jarum suntik/tindik yang bergantian
ASI dari ibu yang positif HIV
Tranfusi darah dari seseorang yang terinfeksi HIV

HIV masuk ke dalam tubuh

Menginfeksi sel yang memiliki


CD4

Replikasi Virus

Rusaknya sel limfosit T4

Penurunan imunitas

INFEKSI OPORTUNISTIK
Sulit menelan
Candidiasis
B1 B5 (Bowel) oral Penurunan nafsu
(Breathing) makan
CAP
Gastroenteritis
Proses akut MK :
ventilasi Ketidakseimbangan
terganggu Nutrisi Kurang dari
Bakteri masuk & Reaksi Kebutuhan
RR ↑ berkembang di inflamasi
dalam usus hebat
Sesak,
Nyeri
demam
Hipersekresi air MK : ulu hati
MK : Gangguan dan elektrolit Hipertemi
Pertukaran Gas
MK : Nyeri
Memperbesar isi Kronis
rongga usus Diare

MK : Defisit Pengeluaran
Volume Cairan cairan berlebih
ANALISIS DATA

TANG
DATA ETIOLOGI MASALAH
GAL
DS : Pasien mengeluh Ca Penis Nyeri Kronis
nyeri pada area penis (00133)
sejak 9 bulan yang lalu Poliferasi jaringan
berlebihan
P : Kanker penis
Q : seperti dicengkram Metastasis
R : area penis
S : Skala 4 Ekstensi langsung
07 T : Hilang timbul,
Oktober muncul saat bergerak Peradangan
2019 dan terkena penis
Lesi
DO : Pasien tampak
meringis Pelepasan bradikinin,
TD : 120/80 mmHg histamin, prostaglandin
N : 86 x/menit
RR : 18 x/menit Penekanan ujung saraf
S : 36,1
Respon nyeri
DS: Pasien mengatakan Ca penis Ansietas
takut karena akan
dioperasi dan Akan dilakukan
mengatakan takut jika pembedahan
terjadi apa apa ketika
operasi Kekhawatiran terjadi
10
kegagalan
Oktober
DO: Pasien tampak
2018
tegang Ansietas
TD : 144/131 mmHg
N : 79x/menit
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN

TANGGAL:

07 Oktober 2019

1. Nyeri kronis (00133) b.d penekanan saraf d.d. mengeluh nyeri


2. Ansietas b.d. Ancaman terhadap kematian d.d. tampak gelisah
RENCANA INTERVENSI

HARI/ DIAGNOSIS KEPERAWATAN


WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
Nyeri kronis (00133) b.d penekanan saraf d.d. Manejemen nyeri

mengeluh nyeri 1. Kolaborasi pemberian analgesik


2. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3. Identifikasi karakteristik nyeri dan skala nyeri
Senin, 3x24 jam, diharapkan nyeri berkurang dengan
4. Identifikasi faktor yang membuat nyeri
07 Oktober 13.00 kriteria hasil :
5. Identifikasi respon nyeri non verbal
2019
1. Keluhan nyeri menurun (skala 0)
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Wajah tidak tampak meringis
3. Frekuensi nadi membaik
4. TD membaik

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Senin, 07 1 13.10 1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri, 14.00 S : klien masih mengeluh nyeri
Oktober 2019, frekuensi nyeri, intensitas, kualitas dan skala P : Adanya luka pada penis
(Pagi) P : Adanya luka pada penis Q : Seperti dicengkram
Q : Seperti dicengkram R : Area penis
R : Area penis S : Skala 4
S : Skala 4 T : Hilang timbul. Nyeri bertambah saat
T : Hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak dan menyentuh area penis
terjadi gesekan O : Klien tampak kadang meringis
13.20 2. Mengajarkan teknik non farmakologis (tarik A : Nyeri kronis, masalah belum teratasi
nafas dalam, menganjurkan untuk istirahat) TD : 115/87 mmhg RR : 18 x/menit
Respon : pasien mengatakan nyeri tidak S : 36, 1 N : 80 x/ menit
terasa saat dibuat tidur P : melanjutka intervesi nomer 1,2,3,4,5,6
3. Memonitor TTV
13.30 (TD : 115/87 mmhg, S : 36,1, RR :
18x/menit, N: 80x/menit)
Selasa, 08 1 09.10 1. Menginjeksi Antrain 1 gr per iv 14.00 S : Klien mengatakan nyeri berkurang
Oktober 2019 09.15 2. Mengajarkan teknik non farmakologis (tarik P : Adanya luka pada penis
(Pagi) nafas dalam, menganjurkan untuk istirahat) Q : Seperti dicengkram
3. Mengidentifikasi karakteristik nyeri, R : Area penis
09.20 frekuensi nyeri, intensitas, kualitas dan skala S : Skala 3
P : Adanya luka pada penis T : Hilang timbul
Q : Seperti dicengkram/ dicengkeram O : Klien tampak mulai tenang
R : Area penis (TD : 111/89 mmhg, S : 36,1°C,
S : Skala 4 RR : 20x/menit, N: 84x/menit)
T : Hilang timbul A : Masalah belum teratasi
4. Memonitor TTV P : Intervensi dilanjutkan
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
(TD : 111/89 mmhg, S : 36,1°C
13.00 RR : 18x/menit, N: 80x/menit)

Rabu, 9 Oktober 1 16.00 1. Menginjeksi antrain 1 gr IV (Pasien tidak 20.30 S : Pasien mengatakan nyeri semakin
2019 (Sore) ada keluhan) berkurang
16.10 2. Mengidentifikasi nyeri (skala, frekuensi, P : Adanya luka pada penis dan CA
intensitas, kualitas) Q : Seperti dicengkram
P : Adanya luka pada penis R : Area penis
Q : Seperti dicengkram S : Skala 2
R : Area penis T : Hilang timbul
S : Skala 3 O : Klien tampak tenang
T : Hilang timbul (TD : 121/81 mmhg, S : 36,5°C
16.20 3. Menganjurkan untuk istirahat (nyeri pasien RR : 20x/menit, N: 78x/menit
berkurang saat dibuat tidur) A : Masalah belum teratasi
17.00 4. Memonitor TTV P : Melanjutkan intervensi pasien
(TD : 112/72 mmhg, S : 36,4°C (1,2,3,4,5,6)
RR : 20x/menit, N: 78x/menit Pasien rencana operasi hari Jumat
Kamis, 10 1 22.00 1. Menginjeksi antrain 1gr IV (pasien tidak ada 06.00 S : Pasien mengatakan masih nyeri
Oktober 2019 keluhan) P : Adanya luka pada penis
(Malam) 2. Mengidentifikasi nyeri (skal, frekuensi, Q : Seperti dicengkram
intensitas, kualitas)\ R : Area penis
P : Adanya luka pada penis S : Skala 2
Q : Seperti dicengkram T : Hilang timbul
R : Area penis Klien mangatakan sedikit takut ketika
S : Skala 2 akan dioperasi
T : Hilang timbul O : Klien tampak tenang
3. Menganjurkan untuk istirahat dan nafas (TD : 144/131 mmhg, S : 36,1°C
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
dalam ketika terasa sakit (nyeri pasien RR : 22x/menit, N: 79x/menit
berkurang saat pasien tidur) A : Masalah belum teratasi
4. Memonitor TTV Muncul masalah baru ansietas
(TD : 144/131 mmhg, S : 36,1°C P : Pasien operasi hari ini ronde satu
RR : 22x/menit, N: 79x/menit) I : - Melatih teknik relaksasi (nafas
dalam)
- Menganjurkan untuk terus berdoa
hingga akan dilakukan operasi
- Menganjurkan keluarga untuk ttap
medampingi pasien
- Mengantar pasien ke ruang operasi
Kamis, 10-10- Ansieta 06.15 1. Melatih teknik relaksasi (nafas dalam sambil 06.30 S : Pasien mengatakan sedikit lebih
2019 (Malam) s berdzikir) tenang dan memasrahkan semua kepada
06.18 2. Menganjurkan untuk terus berdoa hingga Tuhan
masuk ke ruang operasi O : Pasien tampak lebih tenang
06.20 3. Menganjurkan keluarga untuk tetap A: Masalah teratasi
mendampingi pasien P: Intervensi dihentikan
06.30 4. Mengantar pasien ke ruang operasi
Jumat, 11-10- 15.00 1. Pasien telah kembali ke ruangan bedah dahlia 21.00 S : Pasien mengatakan mulai terasa nyeri
2019 (Sore) setelah dilakukan operasi penektomi di area bekas operasi di penis
17.20 2. Monitor TTV P : Tindakan pembedahan
(TD : 117/79 mmhg, S : 36,5°C Q : seperti ditusuk tusuk
RR : 20x/menit, N: 63x/menit) R : Area penis
18.30 3. Mengidentifikasi keluhaan setelah dilakukan S : Skala 3
operasi T : Hilang timbul, nyeri bertambah saat
(Pasien mengeluh mulai terasa sakit, efek batuk atau bersin. Nyeri berkurang saat
biusnya mulai hilang) pasien tidur
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
P : Nyeri bekas operasi (di penis) Pasien mengatakan khawatir jika nanti
Q : Seperti ditusuk tusuk batuk atau bersin jahitan operasinya
R: Area penis bekas operasi lepas
S : Skala 3 O : Pasien tampak meringis
T : Hilang timbul, nyeri berkurang jika dibuat (TD : 117/79 mmhg, S : 36,5°C
tidur, nyeri semakin terasa saat batuk. RR : 20x/menit, N: 63x/menit)
4. Pasien mengatakan khawatir jika nanti batuk A:
atau bersin jahitan operasinya lepas 1. Muncul masalah keperawatan nyeri
akut
2. muncul masalah keperawatan ansietas
3. Muncul masalah keperawatan resiko
infeksi karena telah dilakukan tindakan
invasif (pembedahan)
P : Manajemen nyeri
Reduksi ansietas
Perawatan area insisi
Pencegahan infeksi
Sabtu, 12 Post op 09.30 1. Menginjeksi 1 gr per IV 13.30 S : Pasien megatakan masih nyeri
Oktober 2019 Nyeri 10.00 2. Monitor tanda tanda vital P : Tindakan pembedahan
(Pagi) akut (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C Q : seperti ditusuk tusuk
RR : 20x/menit, N: 73x/menit) R : Area penis
10.10 3. Memberikan teknik relaksasi dengan nafas S : Skala 3
daam dan berdzikir T : Hilang timbul
Ansie 10.15 4. Menganjurkan keluarga untuk tetap menemani O : Pasien tampak meringis
Tas pasien (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C
10.20 5. Memberikan motivasi pada pasien bahwa yang RR : 20x/menit, N: 73x/menit)
dilakukan saat itu adalah pengobatan demi A : Masalah belum teratasi
Hari/Tgl/Shift No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
kesembuhan pasien P : manajemen nyeri dilanjutkan
Resiko 09.35 6. Menginjeksi gentamicin 80 mg per IV
infeksi S : Pasien mengatakan masih khawatir
jika jahitan lepas
O : (TD : 117/84 mmhg, S : 36,5°C
RR : 20x/menit, N: 73x/menit)
Pasien tampak gelisah
A : Masalah belum teratasi
P : Reduksi ansietas dilanjutkan
S:-
O : Area bekas operasi masih tertutup
kasa dengan kondisi yang baik
A : Masalah belum teratasi
P : Perawatan luka operasi
BAB IV
PENUTUP
Kanker penis adalah pertumbuhan sel abnormal bersifat malignant yang
terjadi di kulit dan jaringan penis. Kanker ini hanya bisa terjadi pada pria. Kanker
penis merupakan keganasan yang jarang terjadi. Kanker penis lebih sering terjadi
pada beberapa bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Kebanyakan kanker
penis adalah jenis karsinoma sel skuamosa (Sardjito, Prayoga dan Tranggono,
2016).
Faktor resiko terjadinya kanker penis adalah infeksi HPV, kutil
kelamin/condyloma, peradangan, lichen sclerosis, phymosis, kebersihan yang
buruk, kurangnya sirkumsis selama masa kanak kanak, paparan bahan kimia,
merokok, latar belakang genetic, dan retensi smegma (Fadlilah et al., 2016).
Smegma dapat memicu terjadinya inflamasi kronis dan berulangnya infeksi pada
fimosis maupun yang tidak disirkumsisi. Inflamasi kronis merupakan salah satu
faktor yang memicu perkembangan dan tumbuhnya karsinoma penis (Putu,
Lestari dan Mulyadi, 2015). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa ca penis
kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan usia 40-60 tahun dan sudah menikah
(Sardjito, Prayoga dan Tranggono, 2016). Selain itu, merokok merupakan faktor
resiko yang tinggi yang bisa menyebabkan kanker penis. Rokok merupakan bahan
kimia karsinogesik yang menyebabkan kerusakan DNA pada sel-sel dalam penis
dan terjadi pertumbuhan sel abnormal yang bersifat malignant.
Tanda dan gejala yang bisa terjadi pada pasien dengan kanker penis adalah
kulit berubah warna menjadi lebih tebal. Adanya suatu ulkus (luka) atau benjolan
di penis, luka terbuka pada penis, dan kadang ditemukan nyeri serta pendarahan
pada penis pada stadium lanjut. Diagnosa awal pada kanker penis dapat dilakukan
melalui anamnesa yang lengkap dengan pasien untuk mengetahui gejala klinis
serta faktor resiko yang mungkin dimiliki pasien. Selain itu, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostik juga dilakukan seperti X-Ray, CT-Scan, atau USG, lalu
biopsi (Yossela, Kedokteran dan Lampung, 2016).
Tn K. berusia 54 tahun dengan kanker penis. Klien sudah menjalani
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan diagnostik dan didapatkan diagnose
kanker penis stadium T3N2M0. Tn K sudah menikah dan mempunyai dua orang
anak. Tn K memiliki riwayat merokok sejak usia 25 tahun sebanyak satu bungkus
perhari. Masalah yang terjadi sebelum operasi yaitu nyeri kronis. Saat dilakukan
pengkajian sebelum operasi, klien mengeluh nyeri di bagian penis sejak 9 bulan
yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti di remas-remas dengan skala 4 (skala 1-
10) dan nyeri yang dirasakan hilang timbul serta faktor yang memperberat nyeri
adalah saat bergerak dan terkena penis. Berdasarkan data tersebut maka diangkat
diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan penekanan syaraf
ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan tampak meringis. Masalah yang terjadi
setelah operasi yaitu nyeri, ansietas, dan risiko infeksi. Saat dilakukan pengkajian
klien mengeluh nyeri terasa sakit saat bius sudah mulai hilang. Nyeri terjadi di
bekas operasi, klien mengatakan nyerinya seperti ditusuk-tusuk dengan skala 3
(skala 1-10), dan nyeri hilang timbul serta berkurang saat klien tidur. Selain itu,
nyeri memberat saat klien batuk. Berdasarkan data tersebut maka diangkat
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi) ditandai dengan klien mengeluh nyeri dan tampak meringis
Klien juga mengatakan ia khawatir jahitan di luka operasi terlepas karena klien
sering batuk dan bersin. Berdasarkan data tersebut, maka diangkat diagnosa
keperawatan ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi dan
merasa bingung. Klien juga menjalani pengobatan operasi berupa penektomi
maka terdapat luka terbuka di kulit yang bisa menjadi akses bakteri masuk
kedalam tubuh. Berdasarkan data tersebut, maka diangkat diagnosa keperawatan
risiko infeksi yang ditandai dengan efek prosedur invasif.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapinya ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.
Pre-operasi
1. Nyeri kronis
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah
mengidentifikasi nyeri (skala,frekuensi, intensitas, kualitas dan faktor yang
memperberat maupun memperingan nyeri), memberikan terapi farmakologis
berupa antagesik yaitu memberikan injeksi antrain dosis 1 gr intravena. Selain
itu, klien diajarkan melalukan terapi nonfarmakologis berupa edukasi cara
teknik nafas dalam dan menganjurkan klien untuk istirahat ditempat tidur.

Post-operasi
1. Nyeri akut
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah
mengidentifikasi nyeri (skala,frekuensi, intensitas, kualitas dan faktor yang
memperberat maupun memperingan nyeri), memberikan terapi
farmakologis berupa antagesik yaitu memberikan injeksi antrain dosis 1 gr
intravena. Selain itu, klien diajarkan melalukan terapi nonfarmakologis
berupa menganjurkan untuk melanjutkan melakukan teknik nafas dalam
dan mengajarkan distraksi untuk mengurangi nyeri yang dirasakan yaitu
dengan berdzikir.
2. Ansietas
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnose ini adalah
menganjurkan keluarga klien untuk tetap menemani klien saat dilakukan
perawatan post operasi dan memberikan motivasi untuk klien bahwa yang
dilakukan saat ini adalah pengobatan demi kesembuhan klien.
3. Risiko infeksi
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnose ini adalah memberikan
antibiotik berupa injeksi gentamicin dengan dosis 80 mg yang diberikan
secara intravena untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien.
Evaluasi
1. Nyeri Kronis
Kriteria hasil untuk diagnose diatas adalah keluhan nyeri klien
menurun menjadi skala 0, wajah klien tidak tampak meringis, frekuensi
nadi normal, dan tekanan darah normal. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diperoleh hasil :
S : klien mengatakan nyeri semakin berkurang menjadi skala 2
O : klien tampak tenang, TD : 121/81 mmHg, N : 78x/menit, RR :
20x/menit, S : 36,5oC
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : intervensi dilanjutkan no 1-6
2. Nyeri Akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S : klien mengatakan masih nyeri (P : tindakan pembedahan, Q : seperti
ditusuk-tusuk, R : area insisi di sekitar penis, S : skala 3, T : hilang timbul)
O : pasien masih tampak meringis, TD : 117/84 mmHg, N : 73x/menit, S :
36,5oC, RR : 20x/menit
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : manajemen nyeri dilanjutkan
3. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S : pasien mengatakan masih khawatir
O : klien tampak masih gelisah, TD : 117/84 mmHg, N : 73x/menit, S :
36,5oC, RR : 20x/menit
A : masalah belum teratasi keseluruhan
P : reduksi ansietas dilanjutkan
4. Risiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil :
S:-
O : area bekas operasi masih tertutup dengan kasa steril dalam kondisi
yang baik
A : masalah belum teratasi
P : perawatan luka operasi
Kanker penis merupakan kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan penis
dan kalau tidak segera ditangani bisa memicu kanker pada organ tubuh yang lain
dan dapat menyebabkan amputasi pada penis. Pada kasus Tn. K dari ketiga
masalah yang muncul selama pengkajian yang menjadi masalah utama adalah
nyeri kronis sehingga perlu kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik,
mengajarkan teknik nafas dalam dan menganjurkan istirahat untuk meredakan
nyeri. Selain itu masalah lain ansietas perlu penanganan mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam sambil berdzikir, mengajarkan keluarga untuk mendampingi
pasien agar dapat meringankan tingkat ansietas. Masalah selanjutnya adalah
resiko infeksi, masalah tersebut muncul karena post operasi panektomi yang mana
perlu penanganan kolaborasi dengan dokter pemberian gentamicin untuk
mencegah infeksi sehingga implementasi ketiga diagnosa tersebut dapat
meningkatkan status kesehatan Tn. K.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., (2004). Jawets, Melnick & Adelberg’s
Medical Microbiology: Twenty-third Edition ed USA:McGraw Hill
Cyntia, T. 2013. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. EGC: Jakarta.

Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 2000. Rencana


AsuhanKeperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta.


FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI: Jakarta.
Hasan Rusepno. 2005. Ilmu Keperawatan. Jakarta: FKUI.

Kemenkes. (2014). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis


dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan
Nasronudin. (2014). HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan
Sosial (Edisi 2). Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

Nursalam & Kurniawati N. D. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terinfeksi HIV dan AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Purwaningsih et al. (2014). Modul Mata Kuliah Keperawatan Hematologi dan


Imunologi II. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Reece, Jane B., et al. (2014). Campbell Biology (tenth Edition). Boston: Pearson.

Tjokroprawiro, A. et al. (2015). buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2nd ed.).
Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

Smeltzer and Bare C, 2000, Buku Ajar Medikal Bedah Brunner and Suddarth,
Edisi8, Volume 2, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta :
EGC
WHO. (2017). WHO, 2017. Retrieved April 20, 2018, from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/

Wong, Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai