Anda di halaman 1dari 4

SOP INDUKSI PERSALINAN

Definisi Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil


yang belum inpartu, baik secara operatif maupun
mecanical, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim
sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda
dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi
persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada
wanita hamil yang sudah inpartu (Saifudin, 2014 dalam
Retnaningsih, 2018).
Tujuan Mencapai kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit lamanya
40
detik.
Indikasi 1. Post-term
2. Oligohidramnion
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
4. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
5. IUGR (Intra Uterine Growth Restriction)
6. Penyakit jantung
7. Preeklampsia (Cuninggham et.al., 2013 dalam
Retnaningsih, 2018)
Kontraindikasi 1. Absolut
a. Kontraindikasi ibu: kondisi medis kronis yang
serius.
b. Kontraindikasi janin: malpresentasi, gawat janin.
c. Kontraindikasi uteroplacenta: prolaps tali pusat,
plasenta previa, vasa previa.
2. Relatif
a. Kontraindikasi ibu: karsinoma serviks, kelainan
bentuk panggul.
b. Kontraindikasi janin: makrosomia yang berat.
c. Kontraindikasi uteroplacenta: plasenta letak rendah,
perdarahan pervaginam yang tidak dapat dijelaskan,
miomektomi yang melibatkan rongga uterus.
(Berghella, 2012 dalam Retnaningsih, 2018)
Prosedur a. Lakukan cuci tangan sebelum ke lingkungan pasien
b. Ucapkan salam
c. Lakukan identifikasi pasien
d. Jelaskan maksud dan tujuan dilakukannya prosedur
e. Petugas meminta persetujuan tindakan medic
f. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
1. Amniotomi
a) Kaji ulang indikasi
b) Periksa denyut jantung janin (DJJ)
c) Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi,
posisi, penipisan, dan pembukaannya dengan
menggunakan sarung tangan DTT
d) Masukkan setengah kocher yang dipegang tangan
kiri dan dengan bimbingan jari tengah kanan hingga
menyentuh selaput ketuban
e) Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk
memorehkan gigi kocher hingga merobek selaput
ketuban.
f) Cairan ketuban mengalir perlahan. Catat warnanya,
kejernihan, pewarnaan mekoneum dan jumlahnya.
Jika ada pewarnaan mekoneum tandanya suspek
gawat janin.
g) Pertahankan jari tangan dalam vagina agar air
ketuban mengalir perlahan dan yakin tidak teraba
bagian kecil janin atau tali pusat yang menumbung.
h) Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi
dan sesudah kontraksi uterus. Apabila ada kelainan
DJJ (<100 atau >160/menit) tandanya suspek gawat
janin.
i) Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18
jam, berikan antibiotika pencegahan dengan
penicilin G (2 juta IU) iv atau Ampicillin (2 gram)
iv. Ulangi tiap 6 jam sampai kelahiran. Jika tidak
ada tanda-tanda infeksi pada pasien sesudah
melahirkan pemberian antibiotika dihentikan.
j) Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam
1 jam setelah aminiotomi, mulailah infus dengan
oksitosin.
k) Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis
atau eklampsia, infus oksitosin dilakukan
bersamaan dengan amniotomi.

2. Cara Oksitosin
a) Kaji ulang indikasi
b) Baringkan pasien miring kiri
c) Gunakan Oksitosin secara hati-hati karena gawat
janin dapat terjadi diakhiri hiperstimulasi.
Walaupun jarang, ruptura uteri dapat pula terjadi
terutama pada multi para. Dosis efektif oksitosin
bervariasi, infus oksitosin dalam Dextrose atau
Garam Fisiologik dengan tetesan dinaikkan secara
gradual sampai kontraksi uterus adekuat.
d) Pantau denyut nadi, tekanan darah dan kontraksi
uterus pasien, juga DJJ
e) Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30
menit, kecepatan infus, frekuensi dan lamanya
kontraksi uterus, DJJ didengarkan tiap 30 menit
atau langsung setelah kontraksi uterus. Apabila
terjadi gawat janin segera hentikan infus
f) Infus oksitosin 5 unit dalam 500 cc dextrosa 55 /
Garam Fisiologis mulai 8 tetes/menit. Setiap 15
menit dinaikkan kecepatannya sebanyak 4 tetes
sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat (3
kali kontraksi dalam 10 menit dengan lama 40-50
detik) dengan tetesan maksimal 40 tetes/menit.
g) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi uterus
lebih dari 4 kali dalam 10 menit atau lama kontraksi
uterus lebih dari 60 detik), hentikan infus dan
kurangi hiperstimulasi dengan:
- Terbutolin 250 mcg pelan-pelan selama 5 menit
- Salbutamol 5 mg dalam 500 cc cairan garam
fisiologik atau Ringer Laktat 10 tetes/menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus yang
adekuat dengan dosis oksitosin maksimal maka
induksi dianggap gagal dilakukan Seksio Sesarea.

3. Cara Prostaglandin
a. Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi uterus
pasien dan DJJ. Catat semua pengamatan pada
partograf.
b. Kaji ulang indikasi.
c. Prostraglandin E2 (PG E2) bentuk ovula 3 mg atau
gel 2-3 mg ditempatkan pada forniks posterior
vagina, dapat diulang 6 jam kemudian (jika
kontraksi tidak timbul).
d. Hentikan pemberian prostaglandin dan mulai infus
oksitosin jika:
- Ketuban pecah
- Pematangan serviks telah tercapai
- Proses persalinan telah berlangsung
- Pemakaian prostaglandin telah berlangsung 24
jam

4. Cara Misoprostol
- Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks
hanya pada kasus-kasus tertentu, misalnya: Pre-
eklampsia berat/eklampsia dan serviks belum
matang, sedangkan seksio sesarea belum dapat
segera dilakukan atau bayi masih terlalu prematur
untuk hidup.
- Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu
belum inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan
pembekuan darah:
Cara:
a. Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg pada
forniks posterior vagina, jika konstraksi uterus
tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam.
b. Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian
25 mcg naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap 6
jam. Setiap kali pemberian tidak boleh lebih
dari 50 mcg dan jangan lebih dari 4 dosis atau
200 mcg.
Misoprostol mempunyai resiko peningkatan ruptura
uteri, oleh karena itu hanya dikerjakan di pelayanan
kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi).

g. Lakukan dekontaminasi
h. Lakukan cuci tangan setelah kontak denngan pasien dan
lingkungan pasien
i. Lakukan dokumentasi
Link video
Daftar Pustaka Reni & Sunarsih. 2017. Efektivitas Pemberian Misoprostol
Pervaginam Dengan Oksitoin Intravena Tehadap
Kemajuan Persalinan Pada Ibu Bersalin Indikasi
KPD di RS Islam Asy-syifaa Bandar Jaya Tahun
2016. Jurnal Kebidanan. Volume 3 (3): 121-126.
Retnaningsih, H. 2018. Pengaruh Jenis Induksi Persalinan
Terhadap Keberhasilan Persalinan Pervaginam Pada
Ibu Hamil Postterm Di RSUD Wonosari Tahun
2017. Skripsi. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan
Rhomadona, S. W. & Widyawati, M. N. 2019. Analis
Aktivitas Kontaksi Uterus Dan Perinatal Outcome
Pada Ibu Bersalin Dengan Induksi. Jurnal
Keperawatan Silampari. Volume 2 (2).
https://doi.org/10.31539/jks.v2i2.517

Anda mungkin juga menyukai