Anda di halaman 1dari 5

FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN

Public Health and Preventive Medicine Archive (PHPMA) 2013, Volume 1, Number 2: 156-160
E-ISSN: 2503-2356

Kondisi penyakit-penyakit kronik: tantangan


Published by DiscoverSys pelayanan kesehatan abad ke-21 dan masukan
untuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional CrossMark
2014

I Wayan Weta*

Bagian Ilmu Kedokteran PENDAHULUAN Pasien dan keluarganya harus menjadi subyek
Komunitas dan Pencegahan, pelaku yang aktif dan partisipatif dalam program
Fakultas Kedokteran Universitas Seiring dengan perubahan lingkungan dan perawatan penyakit yang dideritanya. Karena
Udayana perilaku masyarakat, tidak ada satu negarapun perawatan penyakit kronik umumnya memerlukan
di dunia yang luput dari peningkatan kejadian perawatan dalam jangka waktu lama, terprogram,
*
Correspondence to: I Wayan Weta, penyakit kronik.. Peningkatan dramatis morbiditas pelayanan bersinambungan, dengan tingkat
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan mortalitas akibat penyakit-penyakit kronik,
dan Pencegahan, Fakultas partisipasi dan kepatuhan tinggi. Penanggulangan
baik penyakit tidak menular seperti kelompok penyakit degeneratif secara keseluruhan di
Kedokteran Universitas Udayana
penyakit degeneratif, metabolik, malnutrisi, masyarakat hendaknya memakai pendekatan yang
gangguan mental maupun beberapa penyakit bersifat komprehensif dan terpadu.
menular seperti tuberkulosis, HIV dan AIDS, Pendekatan secara komprehensif yang
menyebabkan peningkatan pembiayaan pelayanan meliputi upaya promotif, preventif dilakukan
kesehatan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian pada komunitas, selain kuratif dan rehabilitatif
dan penyikapan serius, oleh karena dalam pada penderita. Sedangkan pendekatan terpadu
penanggulangannya, penyakit kronik perlu umumnya merupakan kerja sama dari berbagai
manajemen pelayanan khusus dengan pembiayaan komponen terkait untuk ikut berkontribusi dalam
relatif besar. Penyakit degeneratif umumnya pengembangan sistem pelayanan kesehatan.
memerlukan perawatan secara berkesinambungan
dalam jangka waktu lama (sampai seumur hidup)
dengan pembiayaan yang cukup mahal. Untuk PEMBAHASAN
mengantisipasi masalah tersebut, sistem pelayanan Managed Care Pada Penyakit Kronik
kesehatan harus dikembangkan sesuai dengan pola
kejadian penyakit.1 Rendahnya efektivitas penanganan penyakit
Saat ini sebagian besar pola pelayanan dari kronik disebabkan oleh kelemahan pada setiap
semua strata di Indonesia, baik tingkat primer, level sistem penanganan pelayanan kesehatan.
sekunder maupun tersier, masih berorientasi Menurut WHO, sistem pelayanan kesehatan
pada pendekatan pelayanan yang sebenarnya berproses pada tiga tingkatan yaitu level mikro,
hanya efektif untuk penyakit akut (doctor centre). meso dan makro. Pada level mikro terjadi
Pendekatan pelayanan doctor centre tidak efektif interaksi dokter dengan pasien dan keluarganya,
untuk penanggulangan penyakit-penyakit sedangkan level meso merupakan proses
kronik.1,2 Pendekatan pelayanan penyakit kronik pelaksanaan peran organisasi pelayanan kesehatan
harusnya dibuat berbeda dengan pelayanan dan level makro merupakan peran pemegang
pada penyakit akut. Penyakit akut umumnya kebijakan. Ketiga level tersebut berinteraksi satu
memerlukan pendekatan pelayanan crossectional. sama lainnya secara dinamis. Bila level mikro,
Pelayanan dengan pendekatan doctor centre pada meso dan makro bekerja secara intensif, dan
penyakit kronik hanya akan meningkatkan unit interaksi satu sama lain berjalan dengan baik,
cost pelayanan, sehingga hasil akhirnya tidak cost- maka pelayanan kesehatan akan menjadi efisien
effective. Untuk menghasilkan pelayanan yang dan efektif. Sebaliknya disfungsi pada masing-
cost effective, haruslah dikembangkan pelayanan masing level akan menghasilkan pemborosan dan
kesehatan terkelola dan terstruktur yang dikenal mengakibatkan ketidak-efektifan.
sebagai managed health care (managed care). Beberapa kelemahan pada level mikro sering
Managed care berorientasi pada pelayanan terjadi berupa: (1) kegagalan pemberdayaan pasien
terkendali, baik dari segi mutu pelayanan maupun disebabkan oleh tidak efektifnya konseling, edukasi
pembiayaan. dan pemberian umpan balik dan (2) kegagalan
Pola penanggulangan penyakit kronik dalam hal berinteraksi dalam proses pengambilan
seharusnya mengacu pada sisi kepentingan dan keputusan dan rencana perawatan. Masalah
kapasitas pasien serta keluarganya (patient centre). pada level meso dapat berupa: (1) kegagalan

156 Open access: https://phpmajournal.org/index.php/phpma/issue/view/1


FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN

mengorganisasikan pelayanan penyakit-penyakit anggotanya.4 Untuk mewujudkan efektivitas


kronis, dimana penekanan pengobatannya pelayanan harus dibangun sistem kesehatan
umumnya hanya tertuju pada penyakitnya, bukan nasional yang merangkul dan memberi peran pada
pada siapa yang sakit, sehingga upaya pemberdayaan tiga komponen utama yang terdiri dari komunitas
pasien dan keluarganya melalui perubahan (mikro), organisasi pelayanan kesehatan (meso)
sikap dan perilaku sangat rendah; (2) rendahnya dan pemegang kebijakan (makro). Keharmonisan
penguasaan keilmuan dan tidak jelasnya standar antar komponen akan menciptakan hubungan
prosedur operasional (SPO) pelayanan, melahirkan sinergis satu sama lain. Komunitas berperan
pelayanan yang tidak berkualitas; (3) pelayanan dalam: peningkatan kepedulian dan mengurangi
yang tidak berbasis bukti (evidence-based practices); stigma, mendorong peningkatan outcome
(4) kegagalan melakukan pencegahan, orientasi melalui kepemimpinan dan pemberian
pelayanan kuratif; (5) sistem informasi tidak tepat dukungan, memobilisasi dan mengkoordinasi
guna; dan (6) kegagalan melakukan kontak dengan sumber daya dan bila perlu menciptakan
sumber daya masyarakat. Sedangkan kelemahan pelayanan pelengkap (komplementer).
menonjol pada level makro adalah dalam hal: (1) Organisasi pelayanan kesehatan beperan sebagai
kerangka kerja yang tidak jelas; (2) kebijakan dan motivator dalam hal: peningkatan kontinuitas
rencana yang tidak sesuai (outmodel); (3) investasi dan koordinasi, mendorong mutu pelayanan
pemerintah terbatas; (4) sistem pembiayaan melalui kepemimpinan, pemberian apresiasi
terfragmentasi; dan (5) incentive pada provider dan insentif, pengorganisasian dan pemerataan
rendah.1 tim pelayanan kesehatan, penggunaan sistem
Hasil akhirnya bisa kita lihat kondisi perawatan informasi dan pemberdayaan masyarakat dalam
penyakit-penyakit kronis saat ini seperti hipertensi, hal pencegahan dan penanganan mandiri.
diabetes melitus, tuberkulosis dan sebagainya, Sedangkan pemegang kebijakan berperan dalam
sangat tergantung pada dokter dan obat-obatan. hal: penguatan kemitraan, mendukung kerangka
Peran pasien dan keluarga hanya menonjol dari segi kerja legislasi, kebijakan terpadu, mewujudkan
pembiayaannya saja, sedangkan peran perubahan kepemimpinan dan advokasi, meningkatkan
sikap dan perilaku untuk memberdayakan konsistensi pembiayaan, membangun dan
mereka sebagai subjek pelaku utama dalam mengalokasikan sumber daya manusia.1 Dengan
penanggulangan penyakitnya masih sangat kurang. demikian diharapkan outcome pelayanan pada
Kalau kondisi ini terus dibiarkan akan berdampak penyakit-penyakit kronis akan menjadi lebih
pada rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam baik.
program perawatan dan pengobatan penyakitnya, Perubahan paradigma pendekatan pelayanan
sehingga dengan sendirinya mempengaruhi tingkat kesehatan di atas harus diikuti oleh suatu
kesembuhannya. perubahan sistem pelayanan kesehatan itu sendiri.
Menyadari kelemahan sistem pelayanan Pendekatan penanggulangan penyakitpun harus
kesehatan tersebut, sudah selayaknya ada dimulai pada saat sehat (paradigma sehat), melalui
perubahan paradigma pelayanan. Pendekatan upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif,
pelayanan penyakit-penyakit kronis harus disamping upaya yang bersifat kuratif dan
bertumpu pada peran pasien dan keluarganya rehabilitatif (paradigma sakit). Kondisi pelayanan
(patient centre), melalui perubahan perilaku kesehatan di negara-nagara maju umumnya
yang meliputi gaya hidup, pola makan, aktifitas sudah menerapkan sistem pelayanan kesehatan
fisik dan kepatuhan mengikuti aturan perawatan. yang terstruktur, sedangkan untuk negara-
Pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas negara berkembang mulai menciptakan sistem
pengobatan. Harus terjadi perubahan orientasi pelayanan tersebut. Di Indonesia, perubahan
dari pendekatan doctor centre ke arah patient paradigma ini dimulai dengan diwacanakannya
centre.3 Penanggulangan penyakit kronis berbasis Indonesia Sehat tahun 2010 oleh pemerintah di
perubahan perilaku pasien, memerlukan awal gerakan reformasi. Kemudian dilanjutkan
pendekatan komunikasi yang intensif antara dengan telah ditetapkannya Sistem Kesehatan
dokter dengan pasien dan keluarganya melalui Nasional melalui SK Menteri Kesehatan RI,5 dan
manajemen pelayanan partisipatif. Komunikasi diundangkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional
yang intensif, pelayanan yang komprehensif, (SJSN) (Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004),
kontinus, koordinatif dan kolaboratif yang dimana jaminan kesehatan ada di dalamnya.6
merupakan ciri dari pendekatan pelayanan Undang-undang SJSN diimplementasikan dalam
kedokteran keluarga, telah dianjurkan oleh bentuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
WHO dan Asosiasi Kedokteran Keluarga Dunia pada seluruh masyarakat Indonesia mulai tahun
(WONCA) untuk dilaksanakan di negara-negara 2014.7 Kemudian di level global juga dirumuskan

Published by DiscoverSys | Public Health and Preventive Medicine Archive 2013; 1(2): 156-160 | doi: 10.15562/phpma.v1i2.180 157
FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN

Millenium Development Goals (MDGs) yang agar para dokter meningkatkan kompetensi dan
menetapkan beberapa indikator yang harus dicapai profesionalismenya dalam pemberian pelayanan
khususnya untuk negara-negara berkembang pada kesehatan kepada masyarakat. Seorang dokter
akhir tahun 2015. Indikator kesehatan merupakan harus melaksanakan tugasnya secara profesional,
bagian utama dari semua indikator MDGs, terukur (accountable) dan bertanggung jawab.
dimana penyakit kronik juga masuk didalamnya. Sebab kalau tidak, ada konsekuensi sanksi baik
Pelayanan kesehatan berbasis asuransi kesehatan etika maupun hukum, yang mengintai para
sosial sebagai implementasi undang-undang SJSN dokter dalam melaksanakan profesinya, bila
2004, diterapkan secara universal mulai tahun 2014, seorang dokter melakukan pelanggaran dan atau
dalam bentuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). kesalahan.11
JKN memberikan pelayanan secara berjenjang
dengan sistem rujukan, mulai dari pelayanan primer Reformasi Pendidikan SDM Kesehatan
atau pemberi pelayanan strata 1 (PPK1), sekunder Dalam rangka penyiapan SDM kesehatan untuk
(PPK2) dan tersier (PPK3). JKN menerapkan sistem mengisi sistem tersebut, secara global di berbagai
pembiayaan prabayar, melalui sistem kapitasi pada belahan dunia juga mulai dilakukan reformasi
PPK1, dan INA CBGs (DRGs versi Indonesia) pada pendidikan dokter. Dalam Undergraduate
pelayanan PPK2 dan PPK3. Pembayaran kapitasi Medical Education for the 21st Century (UME-
pada PPK1 didasarkan atas jumlah anggota (tetap) 21) dirumuskan area konten dari kurikulum
dengan besaran tetap setiap bulan. Sedangkan pada pendidikan dokter meliputi: (1) sistem pembiayaan,
PPK2 dan PPK3, melalui INA CBGs pembayaran ekonomi, organisasi dan pelayanan kesehatan;
didasarkan atas kelompok diagnosis penyakit. (2) pendekatan evidence based, epidemiologi,
Satu kelompok diagnosis penyakit ditetapkan satu dengan penekanan pada perspektif populasi; (3)
tarif. Pembiayaan prabayar seperti ini menjamin etika; (4) pengembangan hubungan yang efektif
kepastian biaya kesehatan pada besaran tertentu. pasien-provider dan keterampilan komunikasi; (5)
Melalui pembiayaan prabayar dengan besaran kepemimpinan; (6) pengukuran dan peningkatan
tertentu tersebut, semua provider kesehatan pada kualitas, meliputi cost-effectiveness dan kepuasan
semua strata pelayanan, dipaksa melakukan efisiensi pasien; (7) pelayanan berbasis sistem; (8) medical
dalam melaksanakan pelayanan tanpa mengurangi informatics; dan (9) pemeliharaan kesehatan
kualitasnya.8 Sistem pelayanan kesehatan seperti (wellness) dan pencegahan penyakit (prevention).12
ini pada akhirnya akan melahirkan pelayanan Di Indonesia juga telah tersusun kurikulum
yang terkendali biaya dan terkendali mutu, yang nasional berbasis kompetensi (KBK) yang juga
dikenal sebagai pelayanan yang berbasis managed dikenal sebagai KIPDI-III. Kurikulum ini wajib
care. Pada PPK1, provider selayaknya mempunyai dilaksanakan oleh seluruh institusi pendidikan
kompetensi tertentu (kedokteran keluarga), dengan dokter di seluruh wilayah Indonesia.13 Dalam
pendekatan pelayanan yang komprehensif, yang kurikulum pendidikan dokter secara umum,
penekanannya lebih pada upaya yang bersifat yang dijiwai oleh butir-butir UME-21 di
promotif dan preventif.9 Demikian juga di level atas, dirumuskan kompetensi lulusan dokter
pelayanan sekunder dan tersier harus diisi oleh pelayanan primer melalui pendekatan kedokteran
provider yang kompeten di bidangnya sehingga keluarga.11,12 Dengan demikian the five stars doctor
menghasilkan output pelayanan yang cost-effective. yang direkomendasikan oleh WHO dan WONCA
Dengan penerapan managed care, biaya pelayanan, diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik
khususnya penyakit-penyakit kronik yang notabene dalam praktek kedokteran.
memerlukan perawatan jangka panjang dan mahal Para dokter yang telah ada dan lama
bisa ditekan. Pelaksanaan JKN yang berbasis berpraktikpun juga sudah mulai diupayakan
managed care ini akan mampu menyediakan pengenalan konsep dan implementasi pelayanan
pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan kedokteran keluarga melalui modul-modul
terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia. pelatihan kedokteran keluarga. Dokter yang
Untuk mewujudkan hal tersebut, semua pengampu telah lama menjalankan praktik mau tidak mau
kepentingan (stakeholders) terkait harus bekerja harus mengikutinya, bila tidak ingin tergilas roda
keras, bahu membahu satu sama lain sesuai dengan reformasi sistem pelayanan kesehatan tersebut.
kompetensinya guna menyukseskan program JKN Dengan demikian diharapkan akan memberikan
yang telah lama diimpikan masyarakat. solusi untuk menjawab tantangan kondisi penyakit-
Dari segi sumber daya manusia (SDM) penyakit kronis ke depan. Dokter di masa depan
kesehatan, telah disahkan Undang-Undang tentang tidak semata-mata menjadi penyembuh, akan
Praktek Kedokteran (UUPK) (Nomor 29 Tahun tetapi juga sebagai penyehat bagi kliennya melalui
2004).10 Dilihat dari sisi provider, secara implisit suatu hubungan partisipatif yang harmonis dan
dalam UUPK tersebut sebenarnya termaktub humanis.3,9

158 Published by DiscoverSys | Public Health and Preventive Medicine Archive 2013; 1(2): 156-160 | doi: 10.15562/phpma.v1i2.180
FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN

REKOMENDASI PPK3. Penguatan PPK1 (puskesmas dan dokter


umum/dokter keluarga), SDM kesehatan pada PPK1
Diterapkannya JKN mulai tahun 2014 merupakan harus kompeten dan terampil dalam melakukan
momentum yang sangat penting dalam penerapan upaya promotif dan preventif, disamping upaya
managed care guna menghasilkan pelayanan kuratif dan relabilitatif pada level pelayanan primer.
yang cost-effective. Untuk mencapai tujuan Penguatan rumah sakit/klinik spesialis, sebagai
tersebut diperlukan pembenahan dan penguatan PPK2 dan PPK3. Rumah sakit harus diisi oleh
kelembagaan pada masing-masing level komponen dokter spesialis yang terampil dalam bidangnya.
pelayanan kesehatan, mulai dari level makro, meso Asosiasi profesi seperti IDI, perkumpulan dokter
dan mikro. umum, organisasi dokter spesialis dan sebagainya
harus proaktif meningkatkan kompetensi dan
Level Makro profesionalisme anggotanya, melalui kegiatan
Pada level makro, pemerintah telah menetapkan continuing medical education dan atau continuing
kebijakan pelaksanaan JKN mulai tahun 2014, yang professional development. Disamping itu asosiasi
dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik profesi harus membenahi sistem pemberian
Indonesia, Nomor 12 Tahun 2013. Seyogyanya rekomendasi kelayakan kompetensi yang dimiliki
ditindaklanjuti pemerintah, melalui berbagai anggotanya sebagai provider kesehatan, yang
peraturan dan pedoman pelaksanaan, melakukan selama ini terkesan hanya formalitas belaka.
advokasi, sosialisasi, dan fasilitasi, sehingga JKN Harus ada sistem upaya deteksi dini (screening)
benar-benar siap diluncurkan pada awal tahun yang diakomodir oleh BPJS, misalnya general
2014. check up rutin agar penanggulangan penyakit
Penguatan Kelembagaan BPJS Kesehatan, (kronik) dapat dilakukan sedini mungkin. Setiap
transformasi PT Askes menjadi BPJS Kesehatan institusi pelayanan kesehatan harus memiliki
dirancang agar terjadi perubahan prinsip yang manajemen pelayanan yang terstruktur, harus
semula berorientasi profit ke arah sosial (nirlaba). memiliki SPO tertulis untuk setiap tindakan medis
berlawanan dari yang semula berorientasi profit ke yang dilaksanakan. Setiap tindakan medis yang
arah sosial (nirlaba). Visi dan misi utama dari BPJS dilaksanakan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Kesehatan haruslah semata-mata social oriented
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Level Mikro
melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang Harus dilakukan sosialisasi yang sistematis dan
layak, bermutu dan terjangkau. intensif pada seluruh masyarakat, agar tujuan yang
Penguatan kelembagaan pendidikan SDM mulia ini dipahami dan didukung oleh seluruh
kesehatan, kebijakan pendidikan tenaga kesehatan, lapisan masyarakat. Stigma yang mungkin ada
hendaknya dirancang untuk menghasilkan SDM akibat pengalaman pelayanan asuransi kesehatan
kesehatan yang berkualitas untuk mengemban sebelumnya, seperti pelayanan yang birokratis,
tugas pada sistem pelayanan JKN yang dilaksanakan pelayanan yang dijamin hanya yang berbiaya
secara berjenjang dengan penerapan managed care. murah, pelayanan yang mahal walau esensial sering
Besaran kapitasi dan tarif INA CBGs hendaknya tidak dilayani, sehingga mereka merasa kurang
layak untuk memenuhi kebutuhan hidup provider, puas pada pelayanan asuransi kesehatan. Persepsi
termasuk untuk memenuhi kebutuhan biaya ini harus diantisipasi, diluruskan dan disadarkan,
pengembangan diri atau profesionalisme. Hal ini bahwa oleh karena relatif mahalnya biaya pelayanan
sangat penting, karena setiap penduduk wajib sebagai kesehatan inilah diperlukan asuransi/jaminan
peserta JKN (universal coverage), PPK tidak lagi kesehatan dimana ada prinsip gotong royong
mendapat kesempatan pembayaran langsung dari (sharing risk) didalamnya. Ada subsidi silang antar
pasien, secara fee for service atau out of the pocket. BPJS peserta JKN yang berbasis asuransi sosial, yang
Kesehatan juga harus mengakomodir upaya-upaya sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu
yang bersifat promosi kesehatan dan pencegahan yang miskin, yang muda membantu yang tua.
penyakit, serta sistem penapisan dan penanganan Pada prinsipnya melalui JKN ini kita bergotong
penyakit kronik stadium dini. Dewan Jaminan royong dalam membiayai pelayanan kesehatan,
Sosial Nasional (DJSN) harus bekerja keras untuk mereka yang berisiko rendah membantu saudaranya
mewujudkan situasi dan kondisi tersebut di atas. yang berisiko tinggi. Untuk mencapai hal tersebut
perlu komunikasi yang sistematis dan intensif
Level Meso antara pemegang kebijakan dengan masyarakat,
Harus ada pembenahan dan penguatan pemberi antara organisasi PPK dengan masyarakat dan
pelayanan kesehatan mulai dari PPK1, PPK2 dan antara kelompok masyarakat itu sendiri.

Published by DiscoverSys | Public Health and Preventive Medicine Archive 2013; 1(2): 156-160 | doi: 10.15562/phpma.v1i2.180 159
FORUM KEBIJAKAN KESEHATAN

DAFTAR PUSTAKA 9. Weta, IW. Pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan


kedokteran keluarga, tantangan dan harapan kedepan.
1. WHO. Innovative care for chronic conditions- building MKU 2005; 36 (129): 149-154.
blocks for action; 2002. 10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2. Brodsky J, Habib J, Hirshfed M. Long-term care in 2004 tentang Praktek Kedokteran. Jakarta; 2003.
developing countries. Ten case-studies. WHO-Geneva and 11. Weta, IW. Menyongsong diberlakukannya undang-undang
JDC-Brookdale Institute; 2003. praktek kedokteran (editorial). MKU 2006; 37 (131):1
3. Goh LG, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family 12. Bazell C, Davis H, Glass J, Rodak J Jr, Bastacky SM. The
medicine practice. Singapore International Foundation; Undergraduate Medical Education for the 21st Century
2004. (UME-21) Project: The Federal Government Perspective.
4. Boelen C, Haq C, Hunt V, Rivo M, Shahady E. Improving Fam Med 2004; 36 (January suppl):S15-S19.
Health System: The Contriburtion of Family Medicine. A 13. Department of National Education. National Competency-
Guide Book. Wonca. Singapore; 2002. Based Curriculum for the Primary Care Physician in
5. Departemen Kesehatan RI. Sistem Kesehatan Nasional. Indonesia. Jakarta, 2004.
Jakarta; 2004.
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta;
2004.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 12 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta; 2013. This work is licensed under a Creative Commons Attribution
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peta Jalan
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2014-2019; 2013.

160 Published by DiscoverSys | Public Health and Preventive Medicine Archive 2013; 1(2): 156-160 | doi: 10.15562/phpma.v1i2.180

Anda mungkin juga menyukai