Anda di halaman 1dari 149

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN KELUARGA

SEBAGAI CAREGIVER DALAM MERAWAT


PASIEN STROKE DI RUMAH

TESIS

Oleh

NANDA MASRAINI DAULAY


127046041 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN KELUARGA
SEBAGAI CAREGIVER DALAM MERAWAT
PASIEN STROKE DI RUMAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

NANDA MASRAINI DAULAY


127046041 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji

Pada tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D

Anggota : 1. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, Ns., MNS

2. Dr. Ir. Evawani Yunita Aritonang., M.Si

3. Ikram, S.Kep, Ns., M.Kep

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai

Caregiver dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah

Nama Mahasiswa : Nanda Masraini Daulay

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Pasien stroke yang kembali ke rumah mengalami kecacatan. Kecacatan

akibat stroke tidak hanya berdampak bagi pasien stroke, akan tetapi juga

berdampak bagi anggota keluarga yang akan menjadi caregiver. Perhatian pada

caregiver ini penting karena keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien stroke

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh caregiver.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang makna

pengalaman keluarga sebagai caregiver pasien stroke di rumah. Penelitian ini

merupakan studi fenomenologi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan

indepth interview, observasi, dan fieldnote. Partisipan dalam penelitian ini

berjumlah 16 orang yang dipilih dengan teknik purpossive sampling. Data yang

diperoleh dianalisis dengan pendekatan Colaizzi. Hasil analisis penelitian

ditemukan 5 tema yaitu: memberikan dukungan total, memenuhi kebutuhan dasar,

penderitaan dan hikmah bagi caregiver, kurangnya keterampilan dalam merawat,

dan keterbatasan caregiver. Caregiver menderita masalah fisik, psikologis, dan

Universitas Sumatera Utara


sosial. Pada umumnya, caregiver merasa terabaikan, mereka membutuhkan

informasi terkait penyakit pasien, cara merawat pasien stroke, dan sumber-sumber

komunitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan

perencanaan pulang individual lebih berpusat pada keluarga daripada pendekatan

berpusat pada pasien.

Kata kunci: caregiver keluarga, merawat, pasien stroke

Universitas Sumatera Utara


Thesis Title : The Phenomenology Study on the Experience of

Family as Caregiver in Treating Stroke Patient at

Home.

Name : Nanda Masraini Daulay

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Stroke patients who returned home have disabilities. Disability from stroke

not only impact on stroke patients, but also has implications for family members

who will be the caregiver. Attention to the caregiver is important because the

success of the treatment and care of stroke patients can not be separated from the

help and support provided by the caregiver. This study aims to explore the depth

of the meaning of experience as a family caregiver for stroke patients at home.

This study is a descriptive phenomenological study. Data was collected through

in-depth interview, observation, and fieldnote. Participants in this study of 16

people were selected by purposive sampling technique. Data were analyzed with

Collaizi approach. Results of analysis found 5 (five) themes, namely: total

support, meet basic needs, suffering and wisdom for the caregiver, lack of skills in

caring for, and limitations of caregiver. Caregiver suffering from physical

problems, psychological, and social. In general, caregivers feel neglected, they

Universitas Sumatera Utara


require information related to the patient's illness, how to care for stroke patients,

and other sources of community health services. Based on the research results, it

is suggested that discharge planning more individualized family-centered rather

than patient-centered approach.

Keywords: caregiver, family, treating, stroke patient

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai Caregiver dalam

Merawat Pasien Stroke di Rumah”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat

untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister

Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta

jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan USU sekaligus dosen pembimbing I.

Terima kasih telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis

dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai. Terima kasih juga atas

kesempatan yang telah beliau berikan kepada penulis dalam meningkatkan

aktualisasi diri selama masa pendidikan.

3. Nunung Febriany, S, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing II yang

tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi

kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


4. Dr. Ir. Evawani J. Aritonang, M.Si, dan bapak Ikram, S.Kep, Ns, M.Kep

sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan

penulisan tesis ini.

5. RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

6. Ayah, Ibu, dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan

materil dan moril dalam penyelesaian tesis ini.

7. Yayasan Pendidikan Haji Sumatera Utara atas kesempatan dan dukungan

yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini

dengan baik.

8. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu

dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 26 Agustus 2014


Penulis

Nanda Masraini Daulay

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Nama : Nanda Masraini Daulay

Tempat Tanggal Lahir : Padang Sidempuan, 12 Januari 1988

Alamat Asal : Jln. Perwakilan/Perdata No. 8B, Kec. Medan

Timur, Medan

No. Telp/HP : 085297737764

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 142442/ 26 Padangsidempuan 2000

SLTP MTs Negeri Model Padangsidempuan 2003

SMA SMA Negeri 1 (Plus) Matauli Pandan 2006

Ners Fakultas Keperawatan Universitas 2011

Sumatera Utara

Magister Fakultas Keperawatan Universitas 2014

Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan :

Bekerja sebagai Staf Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Haji

Sumatera Utara 2011- sekarang.

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan Akademik Selama Studi :

Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan

Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop

Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012,

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Seminar Keperawatan Nursing Leadership menyongsong Asean

Community 2015, 30 Januari 2013 Fakultas Keperawatan, USU.

Peserta pada 2013 MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE

“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical

Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera

Utara.

Presentasi poster pada Seminar Nasional "Peningkatan Kualitas Pelayanan Pada

Neonatus melalui Implementasi Developmental Care" pada tanggal 10

Oktober 2013.

Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic,

24 November 2014, Fakultas Keperawatan, USU.

Peserta “Pelatihan Perawatan Luka Dasar Certified Wound Care Clinician

Associate (CWCCA)”, 24-29 Februari 2014, Indonesian Etnep.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8


2.1. Konsep Stroke .......................................................................... 8
2.1.1. Definisi ............................................................................ 8
2.1.2. Klasifikasi Stroke ............................................................ 9
2.1.3. Faktor Risiko ................................................................... 12
2.1.4. Manifestasi Klinis ........................................................... 12
2.1.5. Penatalaksanaan Stroke ................................................... 17
2.1.6. Dukungan Sosial bagi Pasien Stroke Paska Akut ........... 19
2.2. Konsep Caregiver ..................................................................... 19
2.2.1. Definisi ............................................................................ 19
2.2.2. Jenis Caregiver .............................................................. 20
2.2.3. Tugas dan Peran Caregiver Keluarga ............................. 21
2.2.4. Beban pada Caregiver ..................................................... 23
2.2.5. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver ............................. 25
2.3. Landasan Teori Keperawatan ................................................... 31
2.3.1. Konsep Teori ................................................................... 32
2.3.2. Hubungan antar Konsep dalam Dinamika Caregiving ... 38
2.4. Konsep Fenomenologi ............................................................. 39

BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 47


3.1. Desain Penelitian ..................................................................... 47
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 47
3.3. Partisipan .................................................................................. 49
3.4. Pengumpulan Data ................................................................... 50
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ........................................... 55
3.6. Metode Analisis Data ............................................................... 56
3.6. Tingkat Keabsahan Data .......................................................... 58
3.7. Pertimbangan Etik .................................................................... 60

Universitas Sumatera Utara


BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................... 63
4.1. Karakteristik Demografi Partisipan ......................................... 63
4.2. Pengalaman Caregiver dalam Merawat Penderita Stroke di
Rumah ....................................................................................... 65
4.2.1. Memberikan dukungan secara total terhadap anggota
keluarga yang menderita Stroke ....................................... 66
4.2.2. Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota
keluarga yang menderita stroke ...................................... 72
4.2.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama
merawat anggota keluarga yang menderita stroke ........... 76
4.2.4. Kurangnya keterampilan caregiver dalam merawat
anggota keluarga yang menderita stroke .......................... 80
4.2.5. Keterbatasan Caregiver ................................................. . 83
4.3. Hasil Observasi Caregiver dalam Merawat Anggota Keluarga
yang Menderita Stroke di Rumah ................................................ 86
4.3.1. Hasil observasi caregiver memberikan dukungan secara
Total .................................................................................. 86
4.3.2. Hasil observasi caregiver memenuhi kebutuhan dasar
penderita stroke ................................................................... 86
4.3.3. Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................. 92


5.1. Interpretasi Hasil Penelitian ..................................................... 92
5.1.1. Memberikan dukungan secara total ................................ 93
5.1.2. Caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan
dasar penderita Stroke ...................................................... 96
5.1.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver .......................... 98
5.1.4. Kurangnya keterampilan caregiver dalam merawat
anggota keluarga yang menderita stroke .......................... 102
5.1.5. Keterbatasan caregiver .................................................... 100
5.2. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 105
5.3. Implikasi Hasil Penelitian ........................................................ 105

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 108


6.1. Kesimpulan .............................................................................. 108
6.2. Saran ........................................................................................ 110

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 112


LAMPIRAN ................................................................................................. 118

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Responden ........................................... 64

Tabel 4.2 Tema 1 Memberikan Dukungan Secara Total Terhadap Anggota


Keluarga Yang Menderita .......................................................... 71

Tabel 4.3 Tema 2 Memenuhi Kebutuhan Dasar Penderita Stroke .............. 75

Tabel 4.4 Tema 3 Penderitaan Dan Hikmah Bagi Caregiver Selama


Merawat Anggota Keluarga ........................................................ 79

Tabel 4.5 Tema 4 Kurangnya Keterampilan Dalam Merawat Keluarga


yang Menderita ........................................................................... 82

Tabel 4.6 Tema 5 Keterbatasan Caregiver Dalam Merawat Pasien Stroke 85

Tabel 4.7 Hasil Observasi dukungan caregiver mencakup berbagai aspek 86

Tabel 4.8 Hasil Observasi caregiver membantu dalam memenuhi


kebutuhan dasar pasien .............................................................. 87

Tabel 4.9 Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver ............ 87

Tabel 4.10 Matriks Kumpulan Tema dan Hasil Observasi ........................... 88

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Perawatan Stroke Berkelanjutan dan Beban Caregiver
Keluarga ..................................................................................... 28

Gambar 2.2 Caregiving Dynamics ................................................................ 38

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian .................................................................. 118

a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian ............................................... 119

b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden .......................................... 120

c. Kuesioner Data Demografi ................................................................ 121

d. Panduan Wawancara ......................................................................... 122

e. Lembar Observasi ............................................................................. 123

f. Field Note .......................................................................................... 124

Lampiran 2 Biodata Expert ........................................................................... 125

Lampiran 3 Izin Penelitian ............................................................................ 127

a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ............. 128

b. Surat Persetujuan Etik Peneltian ....................................................... 129

c. Surat Ijin Pengambilan Data dari RSUD Dr. Pirngadi Medan .......... 130

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai

Caregiver dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah

Nama Mahasiswa : Nanda Masraini Daulay

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Pasien stroke yang kembali ke rumah mengalami kecacatan. Kecacatan

akibat stroke tidak hanya berdampak bagi pasien stroke, akan tetapi juga

berdampak bagi anggota keluarga yang akan menjadi caregiver. Perhatian pada

caregiver ini penting karena keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien stroke

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh caregiver.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang makna

pengalaman keluarga sebagai caregiver pasien stroke di rumah. Penelitian ini

merupakan studi fenomenologi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan

indepth interview, observasi, dan fieldnote. Partisipan dalam penelitian ini

berjumlah 16 orang yang dipilih dengan teknik purpossive sampling. Data yang

diperoleh dianalisis dengan pendekatan Colaizzi. Hasil analisis penelitian

ditemukan 5 tema yaitu: memberikan dukungan total, memenuhi kebutuhan dasar,

penderitaan dan hikmah bagi caregiver, kurangnya keterampilan dalam merawat,

dan keterbatasan caregiver. Caregiver menderita masalah fisik, psikologis, dan

Universitas Sumatera Utara


sosial. Pada umumnya, caregiver merasa terabaikan, mereka membutuhkan

informasi terkait penyakit pasien, cara merawat pasien stroke, dan sumber-sumber

komunitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan

perencanaan pulang individual lebih berpusat pada keluarga daripada pendekatan

berpusat pada pasien.

Kata kunci: caregiver keluarga, merawat, pasien stroke

Universitas Sumatera Utara


Thesis Title : The Phenomenology Study on the Experience of

Family as Caregiver in Treating Stroke Patient at

Home.

Name : Nanda Masraini Daulay

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Stroke patients who returned home have disabilities. Disability from stroke

not only impact on stroke patients, but also has implications for family members

who will be the caregiver. Attention to the caregiver is important because the

success of the treatment and care of stroke patients can not be separated from the

help and support provided by the caregiver. This study aims to explore the depth

of the meaning of experience as a family caregiver for stroke patients at home.

This study is a descriptive phenomenological study. Data was collected through

in-depth interview, observation, and fieldnote. Participants in this study of 16

people were selected by purposive sampling technique. Data were analyzed with

Collaizi approach. Results of analysis found 5 (five) themes, namely: total

support, meet basic needs, suffering and wisdom for the caregiver, lack of skills in

caring for, and limitations of caregiver. Caregiver suffering from physical

problems, psychological, and social. In general, caregivers feel neglected, they

Universitas Sumatera Utara


require information related to the patient's illness, how to care for stroke patients,

and other sources of community health services. Based on the research results, it

is suggested that discharge planning more individualized family-centered rather

than patient-centered approach.

Keywords: caregiver, family, treating, stroke patient

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan

penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar & Isezuo, 2012).

Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.

American Heart Association tahun 2009 melaporkan sekitar 795.000 orang di

Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Jumlah penderita stroke di

Amerika Serikat tersebut tercatat sebagai serangan stroke pertama sebanyak

610.000 orang, sedangkan 185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada

4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke

dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control

and Prevention, 2009).

Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahun, bukan hanya

menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda

dan produktif. Prevalensi penderita stroke di Amerika pada tahun 2009 meliputi

penderita stroke dengan pemulihan total sekitar 460 orang dari 100.000 penderita,

50-70% dari penderita stroke mengalami perbaikan fungsional, namun 15-30%

cacat permanen, dan 20% memerlukan perawatan institusional pada 3 bulan

setelah onset. Sebagian besar pasien stroke mengalami cacat tetap stabil antara 6-9

bulan dan 5 tahun setelah stroke dan sepertiganya memerlukan perawatan dan

bantuan dalam aktivitas sehari-hari (Artal & Egido, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar

di Asia. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Jumlah penderita stroke di

Indonesia mencapai 500.000 penduduk setiap tahunnya, sekitar 2,5 % atau

125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Yayasan

Stroke Indonesia, 2009). Riset Kesehatan Dasar (2013) melaporkan prevalensi

stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara

(10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta

masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke di Sumatera Utara mencapai 10, 3%.

Laporan World Stroke Organization (WSO) tahun 2009, memperlihatkan

bahwa stroke merupakan penyebab utama hilangnya pekerjaan dan kualitas hidup

yang buruk. Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak bagi penyandangnya,

akan tetapi juga berdampak bagi anggota keluarga. Penderita stroke yang

mengalami kecacatan bergantung pada dukungan emosional dan fisik dari

informal caregiver yang biasanya adalah anggota keluarga (Akosile, Okoye,

Nwankwo, Akosile & Mbada, 2011). Penelitian Artal dan Egido (2009) di

Amerika, sebesar 38% penderita stroke mengalami depresi yang disebabkan

ketidakmampuan bekerja karena cacat dan kegiatan sosial berkurang. Status

fungsional dan depresi yang dialami penderita stroke diidentifikasi sebagai

prediktor kualitas hidup.

Kualitas hidup penderita stroke sangat bergantung pada kualitas

penatalaksanaan stroke yang diberikan secara holistik oleh tenaga kesehatan dan

interdisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, pasien, dan keluarga (Almborg et

Universitas Sumatera Utara


al, 2009). Penanganan stroke secara umum dibagi menjadi dua tahap. Tahap akut

dan tahap paska akut atau tahap pemulihan. Sasaran pengobatan dititikberatkan

pada tindakan rehabilitasi, pencegahan komplikasi dan terjadinya stroke berulang

(National Institute of Neurological Disorder and Stroke, 2008, Harsono, 2000).

Namun apabila pasien stroke ini ditangani dengan baik, maka akan dapat

meminimalkan kecacatan dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam

beraktifitas. Perawat mempunyai peranan yang sangat besar dalam memberikan

asuhan keperawatan dan dukungan pada pasien stroke dan keluarganya. Peran

perawat dimulai dari tahap akut hingga tahap rehabilitasi, serta pencegahan

terjadinya komplikasi pada pasien stroke (National Institute of Neurological

Disorder and Stroke, 2008).

Peran perawat pada tahap paska rehabilitasi bukan hanya dalam hal

pencegahan komplikasi dan mengurangi faktor resiko terjadinya stroke berulang,

tetapi juga mengidentifikasi kebutuhan akan perencanaan pulang yang sesuai

dengan kebutuhan keluarga, dan memberikan informasi yang dibutuhkan, serta

mendorong keluarga untuk lebih efektif dalam melaksanakan perannya dan

bergerak melampaui ketidakmampuan mereka. Sedangkan peran utama perawat

terhadap keluarga pasien stroke yaitu meningkatkan koping keluarga melalui

penyuluhan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Keluarga pasien sendiri berperan

besar dalam tahap pemulihan, sehingga sejak awal perawatan keluarga diharapkan

ikut terlibat pada penanganan pasien stroke.

Keluarga sebagai caregiver merupakan mitra penting dalam pemberian

pelayanan perawatan kesehatan yang kompleks seperti halnya selama perawatan

Universitas Sumatera Utara


pasien pasca stroke. Menurut Wilkinson (2009), dengan tren penyakit kronis saat

ini, seperti stroke yang menimbulkan ketidakberdayaan, kebutuhan perawatan

jangka panjang dan berkurangnya masa rawat di rumah sakit, keberadaan keluarga

sebagai caregiver dalam memberikan perawatan sangat berarti bagi pemulihan

pasien. Informal caregiver (anggota keluarga atau teman) memberikan perawatan

kepada individu dengan berbagai kondisi, seperti pada lansia, demensia dan

stroke.

Perhatian kesehatan lebih banyak berfokus pada penderita stroke.

Keluarga pasien sebagai caregiver yang selalu setia mendampingi selama hampir

24 jam disamping pasien, memberikan perawatan dan memberikan dukungan

emosional sering terlupakan untuk diteliti. Perawat menghabiskan waktu

terbanyak dengan pasien selama rawat inap, akan tetapi tetap saja mempunyai

waktu yang terbatas dalam interaksi dengan pasien stroke (Reinhard et al, 2008).

Perhatian pada caregiver ini penting karena keberhasilan pengobatan dan

perawatan pasien stroke tidak lepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan.

Informasi tentang fluktuatif kondisi pasien, tanda dan gejala, respon pasien akan

pengobatan yang dijalani, hanya bisa didapatkan dari keluarga pasien yang

menjadi caregiver. Given, Given & Sherwood (2011), menyatakan bahwa

caregiver merupakan sumber dukungan utama individu dengan stroke dan

merupakan orang pertama yang merespon perubahan status pasien selama fase

perjalanan penyakitnya.

Seseorang yang menjadi caregiver dalam keluarga biasanya dilihat dari

kedekatan dan kesempatannya dalam menjalankan perannya. Pada pasien stroke

Universitas Sumatera Utara


baik sebagai suami/istri, yang menjadi caregiver primer adalah pasangannya,

sementara bagi pasien stroke lansia, anak yang sudah beranjak dewasalah yang

menjadi caregiver sekunder setelah pasangan lansia tersebut. Caregiver yang

sudah berusia lanjut memiliki level ketidakberdayaan lebih besar (Lowenstein &

Gilbar, 2000). Given et al (2005) menguraikan bahwa caregiver usia dewasa

pertengahan dan bekerja memiliki tingkat gejala depresi tertinggi daripada yang

lain, memiliki perasaan seolah akan ditinggalkan pasien, dan gangguan rutinitas

sehari-hari menjadi sumber konflik mereka.

Beberapa penelitian tentang caregiver menunjukkan hasil bahwa caregiver

merasa terbebani dalam merawat pasien stroke dan berdampak negatif terhadap

kesehatannya. Sekitar 30-48% caregiver keluarga mengalami stress psikologis

lebih besar dibandingkan dengan pasien yang dirawatnya. Williams (2003, dalam

Smith & Liehr, 2008) mengungkapkan dalam teori keperawatannya dinamika

caregiving (the dinamics of caregiving) bahwa komitmen, harapan dan hubungan

caregiver dengan pasien baik di masa lalu, sekarang dan masa depan memiliki

pengaruh dalam bentuk caring yang diberikan oleh caregiver. Penelitian kualitatif

tentang persepsi keluarga sebagai caregiver di Tanzania, oleh Walker (2007),

menunjukkan adanya dampak emosional negatif pada caregiver.

Pengalaman caregiver dalam merawat pasien stroke beragam dirasakan

masing-masing individu, mengingat keunikan yang ada pada diri manusia.

Penelitian kualitatif digunakan dalam menggali hal tersebut. Perhatian pemerintah

di beberapa negara maju terhadap caregiver sudah sangat luar biasa, dengan

banyak bermunculan organisasi nasional caregiver seperti NFCA (National

Universitas Sumatera Utara


Family Caregiver Association), National Alliance of caregiver di Amerika

Serikat. Semenjak tahun 1997, Amerika Serikat sudah menghargai keberadaan

caregiver, hak-hak caregiver dituangkan dalam a caregiver’s bill of right, dan

bulan November dijadikan sebagai bulan nasional caregiver keluarga (NFCA,

2012).

Melihat berbagai fenomena terkait peran keluarga sebagai caregiver

pasien stroke, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana

pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke di rumah.

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan fenomenologi karena masih

sangat sedikit penelitian terkait pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam

merawat pasien stroke di rumah yang dilakukan dengan desain kualitatif. Selain

itu, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi akan diperoleh informasi

baru yang lebih banyak secara komprehensif dan mendalam terkait fenomena

keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke di rumah yang belum

tentu dapat diperoleh melalui desain penelitian lain.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman

keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke di rumah?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang

makna pengalaman keluarga sebagai caregiver pasien stroke di rumah.

Universitas Sumatera Utara


1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat berkontribusi terhadap praktik keperawatan terkait

peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik pada pasien

stroke dan keluarga sebagai caregiver. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan makna pengalaman keluarga sebagai caregiver pasien stroke

sehingga dapat diidentifikasi intervensi keperawatan terhadap caregiver dalam

merawat pasien stroke agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien stroke yang

dirawatnya di rumah serta kualitas hidup caregiver yang merawatnya, sehingga

pada akhirnya akan menurunkan kejadian stroke berulang.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan riset

keperawatan. Data yang ditemukan dapat dipakai sebagai data dasar penelitian

selanjutnya terkait permasalahan yang muncul pada keluarga sebagai caregiver

dalam merawat pasien stroke di rumah.

Penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi pendidikan keperawatan.

Peran keluarga sebagai caregiver selama mendampingi pasien sangat penting

dalam pemulihan pasien stroke, sehingga penting dipelajari tentang cara

meningkatkan kualitas peran dan fungsi caregiver dalam merawat pasien stroke.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan

suatu gangguan neurologis yang disebabkan terputusnya aliran darah ke sebagian

otak (Black & Hawks, 2009). Smeltzer dan Bare (2008) mendefinisikan stroke/

Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/ Cerebro Vascular Disease (CVD),

Cerebro Vascular Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah sebagian otak Sedangkan menurut

Ginsberg (2007), stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala

hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat.

Istilah Cerebro Vascular Disease (CVD) menunjukkan setiap kelainan

serebral yang disebabkan karena proses patologis pembuluh darah serebral yang

disebabkan karena proses patologis pembuluh darah serebral seperti sumbatan

pada lumen pembuluh darah otak oleh trombus atau embolus, pecahnya pembuluh

darah serebri, lesi atau perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

peningkatan viskositas atau perubahan lain pada kualitas darah yang

menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi ke serebral terhambat (Mokhtar, 2009

dan Standford Stroke Center, 2009).

Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga paling sering di Amerika

Serikat, disamping kanker dan penyakit jantung. Lebih dari 275.000 orang

meninggal karena stroke (Lewis, et al, 2011). Stroke merupakan penyebab utama

Universitas Sumatera Utara


ketidakmampuan/kecacatan pada orang dewasa dan membutuhkan perawatan

jangka panjang. Lebih dari 4 juta penderita stroke hidup dalam derajat

ketidakmampuan di Amerika Serikat. Dari penderita stroke tersebut, 31%

membutuhkan bantuan dalam perawatan diri, 20% membutuhkan bantuan dalam

hal ambulasi, 71% mengalami beberapa kerusakan dalam kemampuan bicara

bahkan sampai 7 tahun setelah terkena stroke, dan 16% membutuhkan perawatan

institusional (Black & Hawks, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Stroke

Price dan Wilson (2006) mengklasifikasikan stroke berdasarkan patologi

anatomi dan penyebabnya, yaitu:

1. Stroke Iskemia

Iskemia serebrum ini menduduki 80-85% dari seluruh kasus stroke.

Penyakit serbrovaskular iskemia ini dibagi menjadi dua kategori besar yaitu oklusi

trombolitik dan oklusi embolitik. Penyebab pasti stroke iskemia masih belum

dapat ditentukan dengan pasti. Lima belas persen stroke iskemia disebabkan oleh

stroke lakunar. Iskemia serebrum disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke

otak yang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, dimana bila

terjadi lebih dari beberapa menit akan terjadi infark pada jaringan otak Price dan

Wilson (2006).

Lewis et al (2011) menyatakan bahwa stroke iskemik dihasilkan dari tidak

adekuatnya aliran darah ke otak yang disebabkan adanya sumbatan sebagian atau

total pembuluh darah arteri. Transient Ischemic Attack (TIA) biasanya prekursor

terjadinya stroke iskemik. Berdasarkan penyebab dan patofisiologi terjadinya,

Universitas Sumatera Utara


stroke iskemik dapat dibagi menjadi: Transient Ischemic Attack (TIA), Thrombotic

Stroke, A Lacunar Stroke, dan Embolic Stroke (Lewis et al, 2011).

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik menduduki 15-20% dari semua kasus stroke. Pendarahan

intrakranium ini dapat terjadi di jaringan otak itu sendiri (parenkim), ruang

subarachnoid, subdural atau epidural. Stroke jenis ini disebabkan oleh pecahnya

pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian berlangsung

saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.

Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi 2 yaitu:

a. Perdarahan Intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama karena hipertensi

yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa

yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan

intrakranial (TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak

karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi

sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.

b. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisme berry atau arterivenous

malvormation (AVM). Aneurisma yang pecah ini berasalh dari pembuluh darah

sirkulasi willis dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak

(Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan keluar ke ruang subarachnoid menyebabkan

TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyaeri dan vasospasme

pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,

Universitas Sumatera Utara


penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia,

dll). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid mengakibatkan

terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,

sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-

tanda rangsangan selaput otak lainnya.

Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan

subarachnoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid

dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme

seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya

pada hari kelima sampai kesembilan, dan dapat menghilang setelah minggu kedua

sampai kelima. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-

bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serbrospinalos

dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid. Vasospasme ini dapat

mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun

fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat

berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang

dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak

tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kerusakan dan kekurangan aliran darah

otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar

metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan

koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala

Universitas Sumatera Utara


disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen

melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh

darah otak (Price & Wilson, 2006).

2.1.3 Faktor Risiko Stroke

Lewis, et al (2011) membagi faktor resiko stroke menjadi dua bagian yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, riwayat

keluarga, jenis kelamin, dan ras. Usia sangat berperan dalam resiko peningkatan

penyakit stroke, yaitu pada usia 55 tahun ke atas. Prevalensi kejadian stroke pada

pria dan wanita hampir sama, hanya saja wanita lebih banyak meninggal akibat

stroke dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih rendah dalam bertahan

hidup. Ras African American mempunyai insiden tertinggi dari stroke dan

kejadian meninggal lebih tinggi dibandingkan berkulit putih.

Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, kadar

kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, aktivitas fisik,

penggunaan kontrasepsi hormonal, dan obesitas. Faktor resiko yang dapat diubah

ini sangat berhubungan dengan gaya hidup, sehingga sangat diperlukan kerjasama

keluarga dalam perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Smeltzer dan Bare (2008) menyebutkan stroke dapat menyebabkan

berbagai defisit neurologis yang bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang terkena), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran

Universitas Sumatera Utara


darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Beberapa defisit neurologis yang dapat

ditimbulkan akibat stroke yaitu defisit motorik, defisit sensori, defisit perceptual,

kerusakan bahasa dan komunikasi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik,

disfungsi aktifitas mental dan psikologik, dan gangguan eliminasi.

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

control volenteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motor paling umum adalah

hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh), dan hemiparesis (kelemahan

pada salah satu sisi tubuh). Defisit motorik yang lainnya adalah disatria

(kerusakan otot-otot bicara) dan disfagia (kerusakan otot-otot menelan) (Smeltzer

& Bare 2002). Lewis et al (2011) menyebutkan bahwa defisit motorik pada stroke

adalah efek yang paling sering ditemukan. Defisi motorik meliputi kerusakan (1)

mobilitas, (2) fungsi respirasi, (3) menelan dan berbicara, (4) reflex gag, (5)

ketidakmampuan self-care.

Defisit sensori pada pasien stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan

atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam

menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan audiotorius (Smeltzer & Bare,

2008). Defisit visual umum terjadi karena jaras visual terpotong sebagian besar

pada hemisfer serebri. Defisit visual ini terdiri dari hemianopsia homonimosa

(kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang sama),

diplopia (penglihatan ganda), serta penurunan ketajaman penglihatan. Defisit

sensori yang lain yaitu hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,

Universitas Sumatera Utara


nyeri, tekanan, panas dan dingin) dan tidak memberikan atau hilangnya respon

terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).

Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan

menginterpretasi diri dan/ atau lingkungan) juga dapat terjadi pada penderita

stroke. Defisit perseptual ini terdiri dari gangguan skem/maksud tubuh (amnesia

atau menyangkal terhadap ektremitas yang mengalami paralisis; kelainan

unilateral), disorientasi (waktu, tempat, orang), apraksia (kehilangan kemampuan

untuk menggunakan objek dengan tepat) dan agnosia (ketidakmampuan untuk

mengidentifikasi lingkungan melalui indera). Selain itu juga dapat terjadi kelainan

dalam menemukan letak objek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan

menilai jauhnya, kerusakan memori untuk mengingat letak spasial objek atau

tempat, serta disorientasi kanan kiri (Smeltzer & Bare, 2008).

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi. Defisit bahasa dan kemunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal

berikut yaitu afasia ekspresif, berupa kesulitan dalam mengubah suara menjadi

pola-pola bicara yang dapat dipahami. Pada afasia ekspresif, pasien stroke dapat

berbicara dengan menggunakan respons satu kata. Afasia reseptif yaitu kerusakan

kelengkapan kata yang diucapkan. Pada afasia jenis ini, pasien stroke mampu

untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar

tentang kesalahan ini. Afasia global adalah kombinasi afasia ekspresif dan

reseptif, dimana pasien stroke tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat.

Aleksia dimanifestasikan sebagai ketidakmampuan untuk mengerti kata yang

Universitas Sumatera Utara


dituliskan. Sedangkan agrafasia dimanifestasikan sebagai ketidakmampuan untuk

mengekspresikan ide-ide dalam tulisan (Smeltzer & Bare, 2002).

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik pada pasien stroke muncul

bila terjadi kerusakan pada lobus frontal serebrum. Disfungsi dapat ditujukan

dengan lapang perhatian yang terbatas, peningkatan distraksibilitas (mudah

buyar), kesulitan dalam pemahaman, kehilangan memori (mudah lupa),

ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak,

ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang

lain, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien mengalami rasa frustasi

dalam program rehabilitasi yang dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).

Disfungsi aktifitas mental dan psikologik yang umumnya terjadi pada

pasien stroke, biasanya dimanifestasikan dengan labilitas emosional yang

menunjukkan reaksi dengan mudah atau ridak tepat. Selain itu, biasanya pasien

stroke menunjukkan kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan

toleransi terhadap stres, rasa ketakutan, pemusuhan, frustasi, dan mudah marah.

Pada tahap lanjut dapat terjadi kekacauan mental, menarik diri, isolasi dan depresi

(Smeltzer & Bare, 2008).

Disfungsi kandung kemih biasanya dimanifestasikan dengan inkontinesia

urinarius yang biasanya terjadi sementara. Hal ini terjadi karena konfusi,

ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk

menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Lesi

unilateral karena stroke mengakibatkan sensasi dan kontrol parsial kandung

kemih, sehingga klien sering mengalami dorongan/rasa ingin berkemih dan

Universitas Sumatera Utara


inkontinensia urine. Jika lesi ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan

lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih

kehilangan semua kontrol miksinya. Sedangkan kerusakan fungsi usus biasanya

diakibatkan karena penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi atau immobilisasi. Hal

ini biasanya menimbulkan masalah konstipasi dan pengerasan feses pada pasien

stroke. Inkontinensia urine dan alvi yang berkelanjutan menunjukkan kerusakan

neurologi luas (Smeltzer & Bare, 2008).

Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan pascastroke

sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu. Keterbatasan yang dialami

oleh penderita kelumpuhan pascastroke akan sangat mempengaruhi kehidupan

penderita. Untuk melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke,

berikut ada skala yang digunakan yaitu Skala Kecacatan Stroke (The Modified

Rankin Scale):

1. Kecacatan derajat 0

Tidak ada gangguan fungsi

2. Kecacatan derajat 1

Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau gangguan

minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari.

3. Kecacatan derajat 2 (Slight disability)

Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi

tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Universitas Sumatera Utara


4. Kecacatan derajat 3 (Moderate disability)

Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri

tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan tongkat.

5. Kecacatan derajat 4 (Moderately severe disability)

Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain

untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, merias

diri, dan lain-lain.

6. Kecacatan derajat 5 (Severe disability)

Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar dan kecil

tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan perhatian.

7. Derajat 6 (Kematian)

Peneliti memasukkan skala kecacatan stroke tersebut mengingat bahwa

asumsi peneliti yang mengganggap bahwa tingkat keparahan dari kelumpuhan

yang dialami oleh penderita pascastroke akan berdampak pada penyesuaian

individu tersebut.

2.1.5 Penatalaksanaan Stroke

Lewis (2011) dan Harsono (2000) membedakan penatalaksanaan stroke ke

dalam tahap akut dan paska tahap akut, yang meliputi:

1. Tahap Akut (hari ke 0-14 setelah onset penyakit)

Pada tahap akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan neuron yang

cedera agari tidak terjadi nekrosis, serta agar proses patologis lainnya yang

menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang

diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak adekuat dengan pemeliharaan

Universitas Sumatera Utara


beberapa fungsi diantaranya respirasi yang ahrus dijaga agar tetap bersih dan

bebas dari benda asing. Fungsi jantung harus tetap dipertahankan pada tingkat

yang optimal agar tidak menurunkan perfusi otak. Kadar gula darah yang tinggi

pada tahap akut, tidak diturunkan dengan drastis.

Bila pasien telah masuk dalam kondisi kegawatan dan terjadi penurunan

kesadaran, maka kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa darah harus

dipantau dengan ketat. Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan aliran darah

dan metabolisme otak diantaranya adalah obat-obatan anti edema seperti gliserol

10% dan kortikosteroid. Selain itu digunakan anti agregasi trombosit dan

antikoagulansia. Untuk stroke hemoragik, pengobatan perdarahan otak ditujukan

untuk hemostasis (Lewis, 2011 & Harsono, 2000).

2. Tahap paska akut/ tahap rehabilitasi

Setelah tahap akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan

rehabilitasi penderita dan pencegahan terjadinya stroke berulang. Rehabilitasi

yang dilakukan berujuan untuk pemulihan keadaan dan mengurangi derajat

ketidakmampuan. Ini dilakukan dengan pendekatan memulihkan keterampilan

lama, untuk anggota tubuh yang lumpuh, memperkenalkan sekaligus melatih

keterampilan baru untuk anggota tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan,

memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang telah hilang diluar kelumpuhan,

serta mempengaruhi sikap penderita, keluarga, dan terapeutik tim

(Lewis, 2011 & Harsono, 2000).

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Dukungan Sosial bagi Pasien Stroke Paska Akut

Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu,

khususnya saat dibutuhkan oleh orang yang memiliki hubungan emosional yang

dekat dengan orang tersebut. Dukungan sosial ini dapat bersumber dari keluarga,

teman atau sahabat, dokter, perawat atau siapapun yang memiliki hubungan

berarti bagi individu tersebut (Gonallen & Bloney, dalam As’ari, 2005).

Keluarga sangat memegang peranan penting selama perawatan tahap paska

akut pasien stroke di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan perawatan sehari-

hari dan rehabilitasi. Merawat pasien dengan stroke merupakan suatu hal yang

serius. Keluarga, berapapun usia dan keadaan mereka, memerlukan informasi,

edukasi dan dukungan sosial untuk dapat melaksanakan perawatan pasien dan

dapat beradaptasi dengan peran baru mereka.

2.2. Konsep Caregiver

2.2.1 Definisi

Definisi caregiver dalam Merriam-Webster Dictionary (2012) adalah

orang yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang

menderita penyakit kronis. Elsevier (2009) menyatakan caregiver sebagai

seseorang yang memberikan bantuan medis, sosial, ekonomi, atau sumber daya

lingkungan kepada seseorang individu yang mengalami ketergantungan baik

sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Definisi caregiver dari literatur bahasa Indonesia, dikemukakan oleh

Subroto (2012) sebagai:

.. seseorang yang bertugas untuk membantu orang-orang yang ada hambatan


untuk melakukan kegiatan fisik sehari-hari baik yang bersifat kegiatan harian
personal (personal activity daily living) seperti makan, minum, berjalan, atau
kegiatan harian yang bersifat instrumental (instrumental daily living) seperti
memakai pakaian, mandi, menelpon atau belanja.

Menurut Mifflin (2007) menyatakan caregiver sebagai seseorang dalam

keluarga, baik itu orang tua angkat, atau anggota keluarga lain yang membantu

memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami ketergantungan.

Caregiver keluarga (family caregiver) didefinisikan sebagai individu yang

memberikan asuhan keperawatan berkelanjutan untuk sebagai waktunya secara

sungguh-sungguh setiap hari dan dalam waktu periode yang lama, bagi anggota

keluarganya yang menderita penyakit kronis (Pfeiffer, dalam Tantono dkk, 2006).

Caregiving merupakan suatu istilah yang berarti memberikan perawatan kepada

seseorang dengan kondisi medis yang kronis. Informal atau lay caregiving adalah

aktivitas membantu individu yang memiliki hubungan personal dengan caregiver

(Tantono, 2006).

2.2.2. Jenis Caregiver

Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal.

Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota keluarga, teman, atau

tetangga) yang memberikan perawatan tanpa di bayar, paruh waktu atau sepanjang

waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan

formal caregiver adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan,

baik di bayar maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Timonen (2009) menyebutkan terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal

dan informal. Caregiver formal atau disebut juga penyedia layanan kesehatan

adalah anggota suatu organisasi yang dibayar dan dapat menjelaskan norma

praktik, profesional, perawat atau relawan. Sementara informal caregiver

bukanlah anggota organisasi, tidak memiliki pelatihan formal dan tidak

bertanggung jawab terhadap standar praktik, dapat berupa anggota keluarga

ataupun teman. Dengan demikian caregiver keluarga merupakan bagian dari

informal caregiver.

Family caregiver atau caregiver keluarga menurut Wenberg (2011) adalah

pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki hubungan

pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan yang tidak dibayar

untuk orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis atau lemah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa caregiver keluarga adalah

anggota keluarga pasien, yang bersedia dan bertanggung jawab dalam merawat,

memberikan dukungan secara fisik, sosial, emosional serta menyediakan

waktunya untuk pasien yang menderita stroke hingga pulih atau bahkan hingga

akhir hayatnya.

2.2.3. Tugas dan Peran Caregiver Keluarga

Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makanan, membawa pasien ke

dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang dan perhatian

(Tantono, 2006). Seperti kita ketahui gangguan fisik pasien stroke sendiri adalah

gangguan dimana faktor psikis yang berperan. Caregiver juga membantu pasien

dalam mengambil keputusan atau pada stadium akhir penyakitnya, justru

Universitas Sumatera Utara


caregiver ini yang membuat keputusan untuk pasiennya. Keluarga sebagai

caregiver merupakan penasihat yang sangat penting dan diperlukan oleh pasien

(Tantono, 2006).

Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Arksey, et al (2005) tentang

tugas-tugas yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain termasuk:

a. Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting.

b. Bantuan dalam mobilitas seperti: berjalan, naik atau turun dari tempat tidur

c. Melakukan tugas keperawata seperti: memberikan obat dan mengganti balutan

luka.

d. Memberikan dukungan emosional

e. Menjadi pendamping

f. Melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti: memasak, belanja, pekerjaan

kebersihan rumah, dan

g. Bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor.

Milligan (2004) dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta

tugas caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas

kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, sebagai

berikut:

a. Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu: memberi makan, mengganti pakaian,

memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

b. Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat hiburan,

menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar

perawatan di rumah.

Universitas Sumatera Utara


c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada

pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan namun ditunjukkan

melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.

d. Quality care, yaitu: memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan

indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.

2.2.4. Beban pada Caregiver

Beban keluarga merupakan suatu tolak ukur utama dalam menilai dampak

terhadap anggota keluarga lain dari perawatan penderita gangguan jiwa

(Djatmiko, 2004). Beban caregiver (caregiver burden) didefinisikan sebagai

tekanan-tekanan mental atau beban yang muncul pada orang yang merawat lansia,

penyakit kronis, anggota keluarga atau orang lain yang cacat. Beban caregiver

merupakan stress multidimensi yang tampak pada diri seorang caregiver.

Pengalaman caregiving berhubungan dengan respon yang multidimensi terhadap

tekanan-tekanan fisik, psikologis, emosi, sosial dan financial (Tantono, 2006).

Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subjektif dan beban objektif.

Beban subjektif caregiver adalah respon psikologis yang di alami caregiver

sebagai akibat perannya dalam merawat pasien. Sedangkan beban objektif

caregiver yaitu masalah praktis yang di alami oleh caregiver, seperti masalah

keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktivitas

sosial (Sukmarini, 2009).

Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan

sosial caregiver, beban psikologis dan perasaan bersalah. Caregiver harus

memberikan sejumlah waktu energi dan uang. Tugas ini dirasakan tidak

Universitas Sumatera Utara


menyenangkan, menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik.

Beban psikologis yang dirasakan oleh caregiver antara lain rasa malu, marah,

tegang, tertekan, lelah dan tidak pasti. Faktor terakhir berhubungan dengan

perasaan bersalah seperti seharusnya dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat

merawat dengan baik dan sebagainya (Anneke, 2009).

Perawatan yang dilakukan caregiver tergantung pada level

ketidakmampuan pasien (progress penyakit). Lefley (1996, dalam Sales, 2003),

menjabarkan beban caregiver dengan penyakit kronis secara rinci antara lain:

(1) Ketergantungan ekonomi pasien, (2) Gangguan rutinitas harian,

(3) Manajemen perilaku, (4) Permintaan waktu dan energi, (5) Interaksi yang

membingungkan atau memalukan dengan penyedia layanan kesehatan, (6) Biaya

pengobatan dan perawatan, (7) Penyimpangan kebutuhan anggota keluarga lain,

(8) Gangguan bersosialisasi, (9) Ketidakmampuan menemukan setting perawatan

yang memuaskan.

Penelitian yang dilakukan Aoun (2004), menemukan dampak caregiving

pada caregiver dengan pasien paliatif di Australia, yaitu:

a. Pendapatan sering tidak cukup karena biaya yang dikeluarkan selama

perawatan.

b. Dampak kesehatan yang umum pada caregiver, akan tetapi caregiver sering

mengabaikannya atau mengurangi pentingnya menjaga kesehatan.

c. Gangguan tidur menyebabkan kelelahan caregiver.

d. Berkurangnya kegiatan sosial dan aktivitas fisik caregiver sehingga

mengakibatkan isolasi sosial.

Universitas Sumatera Utara


e. Perawatan pada pasien dengan paliative care secara emosional menuntut

caregiver sehingga mengalami rasa bersalah, kecemasan, kemarahan, frustasi,

takut, depresi, kehilangan kendali, dan perasaan tidak mampu.

2.2.5. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver

Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu

kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan dari

rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara pasien dan caregiver.

Caregiver mungkin membutuhkan bantuan dalam mempelajari perawatan fisik

dan teknik penggunaan alat bantu perawatan., menemukan sumber home care,

menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah untuk mengakomodasi

kesembuhan pasien (Lewis, et al, 2011).

Pasien dan caregiver mungkin memiliki kebutuhan akan pengajaran yang

berbeda. Misalnya, prioritas utama untuk pasien lansia yang menderita diabetes

dengan luka ynag luas di telapak kaki perlu pengajaran tentang bagaimana

berpindah dari kursi dengan cara yang benar. Di lain pihak, caregiver harus lebih

fokus mengetahui teknik mengganti balutan luka. Pemberian rencana pengajaran

yang sukses disarankan untuk melihat dari kebutuhan pasien dan kebutuhan

caregiver yang merawat pasien (Lewis, et al, 2011).

Penelitian Yedidia dan Tiedemann, (2008) berdasarkan tugas caregiver,

menyimpulkan kebutuhan caregiver yaitu: (1) Kebutuhan akan informasi tentang

pelayanan yang tersedia, (2) Manajemen stress dan strategi koping, (3) Masalah

keuangan dan asuransi, (4) Masalah komunikasi dengan profesional kesehatan,

(5) Informasi tentang penyakit, (6) Menggunakan bantuan yang kompeten,

Universitas Sumatera Utara


(7) Bantuan tentang tugas-tugas perawatan, (8) Bantuan berkomunikasi dengan

pasien, (9) Nasihat hukum, (10) Informasi tentang obat, (11) Bantuan mengatasi

masalah akhir kehidupan, (12) Panduan memindahkan pasien ke fasilitas yang

mendukung, (13) Bantuan berurusan dengan keluarga.

Kebutuhan-kebutuhan caregiver tersebut hendaknya dapat dikaji oleh

perawat agar beban yang dirasakan caregiver stroke dapat berkurang. WGBH

(Western Great Blue Hill) Educational Foundation (2008) menyatakan bahwa

dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai tujuan caring, caregiver

diharapkan memiliki keahlian dalam:

a. Berkomunikasi

Mengekspresikan kebutuhan dan perasaan serta mampu mendengar

kebutuhan dan perasaan orang lain merupakan keterampilan penting dalam

menangani pasien stroke. Saat perasaan pasien dan caregiver mampu diutarakan,

hal tersebut dapat mendukung satu sama lain, dan mengurangi stres yang diikuti

oleh kemarahan atau kesedihan. Dengan melepaskan masalah, perawatan pasien

stroek dapat ditata sedemikian rupa sehingga pengobatan dapat lebih efektif.

b. Menemukan informasi

Kebutuhan akan informasi stroke sangat diperlukan untuk membuat

keputusan, memecahkan masalah, dan mencari pertolongan. Dengan mencari

informasi, caregiver akan lebih mampu memahami penyakit dan pengobatan,

seperti halnya dengan menentukan sumber dan dukungan caring.

Universitas Sumatera Utara


c. Membuat keputusan

Diagnosis stroke membutuhkan keputusan penting tentang pilihan

pengobatan dan gaya hidup. Bagi pasien stroke ini membutuhkan bantuan

caregiver dan pandangannya dalam memutuskan sesuatu.

d. Memecahkan masalah

Dalam menghadapi perubahan yang disebabkan oleh stroke dan

beradaptasi akan kondisi tersebut, membutuhkan bantuan luar, seperti dari

perawat, pekerja sosial, organisasi stroke, kelompok sosial lainnya, internet,

teman dan keluarga.

e. Bernegosiasi

Dengan adanya persetujuan kerja bagi masing-masing orang, akan

mengurangi ketegangan peran caregiver.

f. Memberanikan diri

Menghilangkan keraguan untuk mencari bantuan apa saja untuk caregiver

sendiri dan pasien.

Universitas Sumatera Utara


Karakteristik Sistem rawatan
Caregiver: informal:
Usia, Jenis Keluarga dan teman
kelamin,
Status
pernikahan,
Peran, Sifat stroke &
Latar belakang Sumber situasi rawatan:
Permintaan
keluarga: Area yang
caregiver &
Hubungan terkena,
pasien:
keluarga pengobatan
Pengalaman
terdahulu, & efek
gejala pasien,
Jaringan samping,
ketergantungan
keluarga, Kebutuhan
pasien, peran
Tahap perawatan
ketergantungan
perkembangan
keluarga, status Karakteristik
sosioeko, Pasien:
Pengaturan Usia, Jenis
peran kelamin, Tujuan caregiver:
Sistem
Status Beban
perawatan
pernikahan, caregiver,
formal:
Peran, depresi,
Rawat jalan,
Sumber cemas, beban
Rawat inap,
peran, beban
home care
ekonomi

Gbr. 2.1. Perawatan Stroke Berkelanjutan dan Beban Caregiver Keluarga


Sumber: (Mc Cockle, Grant, Frank-Stromborg, & Baird, 1996)
Dari gambaran di atas, latar belakang keluarga berupa hubungan keluarga

terdahulu, harmonis, penuh konflik atau tidak, perlu dikaji sehubungan dengan

kualitas rawatan yang akan diberikan pada pasen stroke. Integrasi sosial mereka

sebelumnya mempengaruhi keefektifan perawatan dan ketegangan yang

dihasilkan. Tahap perkembangan keluarga caregiver juga perlu dikaji, oleh karena

pada caregiver dewasa dan bekerja, ketegangan peran timbul dikarenakan ia

harus mengurangi waktu untuk dirinya sendiri. Aktivitas sosial dan privasi bagi

Universitas Sumatera Utara


yang pensiun tidak menimbulkan masalah, namun bagi anak dewasa merupakan

masalah penting.

Karakteristik pasien berupa faktor usia menimbulkan pengaruh, seperti

pada caregiver lansia dengan masalah penurunan kemampuan fisiknya,

memerlukan bantuan untuk perawata fisik dan masalah administrasi yang

mengarah kepada ketegangan dan stres caregiver. Dari segi pengaturan hidup,

dengan adanya perpindahan pasien dari rumah ke rumah sakit atau sebaliknya

misalnya, alam menimbulkan distres. Karakteristik pasien berupa usia, jenis

kelamin, pekerjaan, status finansial, status pernikahan, pengaturan hidup dan

peran biasanya, ini perlu dipertimbangkan dalam kontribusinya terhadap beban

caregiver.

Semakin jauh hubungan kekerabatan dengan caregiver, semakin kurang

pula perasaan caregiver untuk merawat pasien. Pada caregiver pasangan,

memiliki beban tertentu oleh karena perawatan yang diberikannya mencakup

aspek keseluruhan, berperan lebih lama, toleransi lebih tinggi, apabila

dibandingkan dengan yang bukan pasangannya, kewajiban dan harapannya dalam

merawat kurang.

Menurut Walker (2007), beban yang dirasakan caregiver, dapat dibagi atas

2 hal, yaitu: respon emosi caregiver dan kesehatan fisik caregiver.

a. Respon emosi caregiver.

Distres pada caregiver biasanya diperlihatkan sebagai depresi atau beban

caregiver. Depresi caregiver adalah gangguan mood yang dihasilkan dari stres

Universitas Sumatera Utara


penyedia layanan keperawatan, yang dimanifestasikan oleh perasaan kesendirian,

isolasi, ketakutan dan merasa mudah diganggu.

Hirst (2005) menemukan masalah kesehatan mental yang timbul secara

langsung terhadap caregiver dalam proses perawatan pasien. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa caregiver yang memberikan perawatan kepada pasien/

keluarga lebih dari 20 jam atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko

mengalami tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.

Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath (2000) di Selandia Baru pada

caregiver pasien stroke, menemukan terdapat kelelahan emosional dikaitkan

dengan gejala kelelahan, depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi.

Cameron et al (2006) menemukan sebesar 44% dari 94 orang caregiver

berkebangsaan Canada pada pasien stroke beresiko terkena depresi klinis.

b. Kesehatan fisik caregiver.

Pengalaman caregiver akan kondisi yang menghasilkan stres kronik yang

kemudian menimbulkan respon dengan melepas glukokortikoid dan katekolamin

sebagai hasil progres penyakit dan pengobatan yang lama, dimana dapat

berdampak negatif pada sistem imunitas caregiver dan mempengaruhi

kesehatannya.

Hasil survey yang dilakukan oleh Vitaliano, et al (2003, 2004)

menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia dengan demensia.

Pada penelitian tersebut, caregiver melaporkan mengalami gangguan kesehatan

fisik dan membutuhkan pengobatan yang lebih sering dibandingkan bukan

caregiver. Sebesar 23% terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver. Hasil

Universitas Sumatera Utara


lain menunjukkan bahwa caregiver menghasilkan produksi antibodi yang rendah,

tingginya gangguan tidur dan kurang adekuatnya diet.

Sebagian besar caregiver adalah wanita. Menurut Montgomery, Rowse,

dan Kosloski (2007), wanita diketahui memiliki waktu istirahat dan latihan yang

kurang dibandingkan pria. Sehingga terjadi perubahan kardiovaskuler seperti

tekanan darah meningkat. Kurangnya waktu untuk merawat diri sendiri karena

permintaan rawatan yang berkesinambungan dapat berdampak negatif pada

kesehatan caregiver.

2.3. Landasan Teori Keperawatan (Theory of Caregiving Dynamics)

Theory of Caregiving Dynamics merupakan bagian dari pengembangan

middle range theory dalam keperawatan. Teori ini diciptakan oleh Loretta A.

Williams pada tahun 2003 dengan konsep nama “ Informal Caregiving Dynamic”.

Kata informal menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikannya, sehingga

konsep nama teori tersebut diganti menjadi theory of caregiving dynamics. Proses

caregiving dalam hal ini mengacu terhadap perawatan yang dilakukan oleh

anggota keluarga, teman, dan tetangga (Williams, 2003).

Theory of Caregiving Dynamics dipilih sebagai model konseptual dalam

penelitian ini karena teori ini sangat cocok dengan tujuan penelitian yaitu untuk

mengeskplorasi pengalaman keluarga/ informal caregiving dalam merawat pasien

stroke di rumah. Informal caregiving adalah seseorang yang memberikan bantuan

tanpa bayaran kepada seseorang yang memiliki masalah kesehatan. Selanjutnya,

yang dimaksud informal caregiving biasanya anggota keluarga, teman, atau

tetangga (Schoenfelder, Swanson, Specht, Maas, & Johnson, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Informal caregiving sering melakukan beberapa tugas yang melibatkan

tuntutan secara fisik, emosional, sosial, atau finansial (Biegel, Sales, & Schulz,

1991) dan menyebabkan perubahan dalam status kesehatan caregiver. Sebuah

tugas penting bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk membantu

informal caregiver untuk meningkatkan peran caregiver bagi dirinya sendiri dan

keluarga yang dirawat. Untuk mewujudkan peran perawat tersebut, diperlukan

pemahaman tentang konsep dynamics of caregiving.

2.3.1. Konsep Teori

Konsep mayor teori dinamika caregiving adalah komitmen, manajemen

ekspektasi, dan negosiasi peran. Self care (perawatan diri), pengetahuan baru, dan

dukungan adalah konsep yang saling terkait, masing-masing terhubung dengan

konsep mayor. Dinamika caregiving adalah suatu proses interaksi dari komitmen,

manajemen ekspektasi, dan negosiasi peran yang didukung oleh perawatan diri,

pengetahuan baru, dan dukungan yang menggerakkan hubungan caregiving yang

erat sepanjang perjalanan penyakit (Smith & Liehr, 2014).

A. Komitmen

Komitmen yaitu caregiver bertanggung jawab dalam menginspirasi

perubahan hidup dan membuat pasien menjadi prioritas. Komitmen merupakan

panggilan jiwa bagi seorang caregiver untuk selalu ada memberikan dukungan

meskipun mereka tidak memiliki pengalaman yang sama, akan tetapi mempunyai

hubungan kasih sayang dengan pasien. Komitmen menjadi seorang caregiver

merupakan komitmen jangka panjang. Apalagi menjadi caregiver pasien dengan

penyakit kronis, hal ini bukanlah komitmen jangka pendek. Menurut Williams

Universitas Sumatera Utara


(2007), terdapat empat dimensi komitmen, yaitu: (1) enduring responsibility /

bertanggung jawab, (2) making the patient a priority / menjadikan pasien

prioritas, (3) supportive presence/ selalu ada memberikan dukungan, dan (4) self-

affirming loving connection / keyakinan adanya hubungan kasih sayang.

Enduring responsibility adalah tekad caregiver untuk memberikan

perawatan meskipun sulit dan dalam waktu yang lama. Enduring responsibility

berdasarkan kewajiban, hubungan timabal balik, atau cinta yang telah dijalin jauh

sebelum sakit dan terus berlanjut sampai sembuh (Williams, 2007). Making the

patient a priority adalah menempatkan kebutuhan merawat pasien diatas

kebutuhan dan keinginan lainnya karena kesejahteraan pasien adalah tujuan yang

paling penting (Williams, 2007). Supportive presence adalah memberikan pasien

kenyamanan, dorongan, dan sikap yang positif ketika caregiver tidak melakukan

hal lain selain untuk membantu pasien. Perasaan caregiver yang kuat dalam

memahami secara penuh apa yang dirasakan pasien, kebutuhan emosional pasien,

keinginan pasien secara akurat diidentifikasi dan dipenuhi (Williams, 2007). Self-

affirming loving connection adalah suatu perasaan yang saling terbuka antara

caregiver dan pasien sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasien adalah kepuasan

tersendiri bagi caregiver (Williams, 2007). Self Care (perawatan diri) adalah

sebuah konsep yang berkaitan dengan komitmen.

Self-Care (Perawatan Diri)

Perawatan diri yaitu bertindak untuk menjaga kesehatan dengan

mengembangkan kebiasaan hidup sehat sambil mengeluarkan perasaan dan

frustrasi dalam proses caregiving serta menjauh dari caregiving demand ketika

Universitas Sumatera Utara


diperlukan. Terdapat empat dimensi dari self-care, yaitu dukungan lingkungan

fisik, menanamkan kebiasaan hidup sehat, mengungkapkan perasaan, dan

menjauh darinya (Williams, 2007).

Dukungan lingkungan fisik terdiri dari tempat tinggal, makanan, dan

fasilitas lainnya yang memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi caregiver

dan pasien. Menanamkan kebiasaan hidup sehat yaitu melakukan tindakan untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan selama proses pemberian

perawatan. Caregiver dan pasien saling mendukung untuk meningkatkan

kesehatan seperti makan teratur dan olahraga. Mengeluarkan perasaan yaitu

menemukan suatu cara untuk mengungkapkan perasaan dan frustasi selama proses

pemberian perawatan. Caregiver bisa komunikasi dengan intens dengan orang

lain untuk mengungkapkan perasaannya atau dengan menulis dan metode lain

untuk mengekspresikan perasaannya. Menjauh darinya diartikan bahwa caregiver

ingin menjauh dari situasi tuntutan penyakit, pengobatan, dan proses pemberian

perawatan. Akan tetapi, secara hati nurani, caregiver merasa bersalah untuk

meninggalkan pasien (Williams, 2007).

B. Expectation Mangement/ Manajemen Ekspektasi

Mengatur ekspektasi pada pasien, merupakan suatu kondisi yang

diharapkan dimasa mendatang untuk kembali kepada kondisi normal. Pandangan

ke masa depan, akan dihadapkan pada ketakutan akan masa depan apakah bisa

kembali kepada kondisi normal atau tidak. Kenyataan dan ekspektasi merupakan

bagian yang perlu dibangun oleh caregiver untuk memperbaiki kualitas hubungan

caregiving antara pasien dengan caregiver. Ada 5 dimensi dari manajemen

Universitas Sumatera Utara


ekspektasi, yaitu: (1) envisioning tomorrow/ membayangkan besok, (2) getting

back to normal/ kembali ke keadaan normal, (3) taking one day at time/

menyediakan satu hari pada suatu waktu, (4) gauging behaviour/ mengukur

perilaku, dan (5) reconciling treatment twist and turns.

Envisioning tomorrow yaitu berbaur dengan masa depan yang ambigu

dengan harapan dan ketakutan. Gambaran masa depan berada pada rentang

tertentu dan spesifik serta sangat samar dan umum. Membayangkan masa depan

yang penuh harapan, memiliki caregiver dengan tujuan berjuang untuk bertahan

dalam kesulitan bahkan membayangkan masa depan yang penuh ketakutan

memungkinkan caregiver mengalami kerugian dan mempersiapkan diri kecewa di

masa depan (Williams, 2007). Getting back to normal adalah melihat seberkas

cahaya kecil harapan dan mengantisipasi kembalinya ke keadaan akibat tuntutan

penyakit atau pengobatan (Williams, 2007). Taking one day at time yaitu

berfokus pada saat ini sebagai sarana berurusan dengan masa depan yang tidak

dapat dibayangkan. Sebagai perspektif dan prioritas berubah dengan orientasi saat

ini, upaya dapat dilakukan untuk memperlambat dan membuat yang terbaik saat

ini menuju masa depan yang pasti. Caregiver kadang-kadang menghindari masa

depan karena mereka takut apa yang akan terjadi, tetapi di lain waktu mereka

menikmati aspek-aspek positif pada saat ini (Williams, 2007). Gauging behaviour

yaitu menjelaskan, memprediksi, atau bereaksi terhadap tindakan atau pernyataan

pasien berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pasien. Ekspektasi yang

dikembangkan dari gauging behaviour memungkinkan caregiver dapat bereaksi

positif terhadap perilaku sulit pasien (Williams, 2007). Reconciling treatment

Universitas Sumatera Utara


twist and turns yaitu perbandingan sebenarnya agar diantisipasi respon pasien

untuk mengkonfirmasi, menjelaskan, dan bahkan menerima kenyataan respon

pasien yang sebenarnya (Williams, 2007).

Caregiver dan pasien secara natural membawa ekspektasi ke dalam situasi

perawatan. Ekspekstasi adalah antisipasi atau menantikan sesuatu yang akan

terjadi di masa depan. Ekspektasi mempertimbangkan kemungkinan terjadi,

tertentu, wajar, beralasan, kebutuhan, atau terikat oleh tugas dan kewajiban

(Merriam-Webster online, 2013). New Insight adalah sebuah konsep yang

berhubungan dengan manajemen ekspektasi.

New Insight/ Pengetahuan atau Pandangan Baru

New insight yaitu merubah kesadaran berdasarkan pengalaman

pertumbuhan manusia, percaya bahwa ada kekuatan besar yang mengontrol

situasi, dan mengakui respon yang positif. Ada tiga dimensi dari new insight yaitu

pengalaman manusia bertumbuh, percaya dengan kekuasaan yang besar, dan

mengakui respon yang positif. New insight secara khusus membantu dalam proses

perjalanan penyakit terus maju dan caregiver berjuang agar manajemen ekspektasi

berjalan sukses (Williams, 2007).

C. Role Negotiation/ Negosiasi Peran

Negosiasi peran akan terjadi saat kondisi pasien mulai pulih dan saat

pasien menghadapi perawatan kompleks yang memerlukan pembagian tanggung

jawab. Hal ini diperlukan caregiver untuk menentukan tindakan yang memerlukan

perhatian pasien. Apabila peran diterima, maka akan terdapat kekuatan hubungan

caregiving. Negosiasi peran terjadi sebagai tindakan yang ditentukan caregiver

Universitas Sumatera Utara


dengan memperhatikan pendapat pasien dan jembatan komunikasi antara pasien

dengan pelayanan kesehatan. Ada lima dimensi negosiasi peran yaitu: (1)

pushing/ dorongan, (2) getting a handle on it/ mendapatkan pegangan, (3) sharing

responsibilities/ berbagi tanggung jawab, (4) attending to patient voice/ mengikuti

keinginan pasien, dan (5) vigilant bridging/ kewaspadaan (Williams, 2007).

Komitmen antara caregiver dengan pasien dalam hubungan perawatan

memulai serangkaian negosiasi untuk mendefinisikan peran dalam interaksi

perawatan (Shyu, 2000). Dengan negosiasi, hubungan caregiver dengan pasien

menjadi dinamika yang menyeluruh, dimana peran caregiver dan pasien mengalir

secara timbal balik yang konstan dalam menciptakan keseimbangan yang paling

bisa diterima oleh caregiver dan pasien (Schumacher, 1996). Ketika hasil

negosiasi dapat diterima baik oleh caregiver maupun pasien, maka akan menjadi

kekuatan hubungan caregiving (Schumacher, 1996). Role Support adalah sebuah

konsep yang tekait dengan negosiasi peran.

Role Support/ Dukungan Peran

Role syaitu mengatahui bahwa orang lain peduli dalam memberikan

perawatan yang kompeten, menemukan dukungan lain untuk bertanggung jawab,

dan menerima informasi yang membantu. Selain itu juga dapat memberikan

bantuan dalam hal finansial atau caregiver dapat mencari cara-cara kreatif dalam

memenuhi kebutuhan finansial. Ada lima dimensi dari role support yaitu:

encountering competent/ kompeten menghadapi, compassionate care/ perawatan

penuh kasih, finding support for other responsibilities/ mencari dukungan lain

Universitas Sumatera Utara


yang dpaat bertanggung jawab, and receiving helpful information/ menerima

informasi yang membantu (Williams, 2007).

2.3.2. Hubungan antar Konsep dalam Dinamika Caregiving

Caregiving dynamics merupakan proses interaksi dari komitmen,

manajemen ekspektasi, dan negosiasi peran yang didukung oleh konsep self-care,

new insight, dan role support. Semua komponen tersebut saling terkait dan

berputar sejalan dengan hubungan caregiving sepanjang perjalanan penyakit

(Gambar 2.2 ).

Illness Trajectory

Commitment
(Self Care)
Expectations Management
(New Insight)
Role Negotiation
(Role Support)

Past Present Future


caregiving caregiving caregiving
relationship relationship relationship

Gbr. 2.2. Caregiving Dynamics


Sumber: (Williams, 2007)

Lingkaran dalam model/gambar tersebut mewakili keterkaitan antara

caregiver dan pasien di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Hubungan

caregiver dan pasien saat ini adalah yang paling menonjol, tetapi

berkesinambungan terhubung dengan masa lalu dan masa depan. Komitmen,

Universitas Sumatera Utara


manajemen ekspektasi, dan negosiasi peran menghubungkan caregiver dan pasien

dan menggerakkan hubungan sepanjang waktu, menyediakan energi untuk

aktifitas caregiving, sebagai perubahan hidup dalam proses caregiving. Lintasan

penyakit melapisi hubungan informal caregiving bergerak maju dari waktu ke

waktu secara paralel dengan mempengaruhi hubungan tersebut. Komitmen,

ekspektasi, dan negosiasi menyediakan energi untuk beraktifitas dan menjelaskan

perubahan yang terjadi antara caregiver dan pasien di setiap waktu (Williams,

2007).

2.4. Konsep Studi Fenomenologis (Phenomenological studies)

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata Fenomena dan

logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti

menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya

sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena

bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan

sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.

Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu

“menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,

fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam

kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih

dahulu melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang

murni (Moeryadi, 2009). Donny (2005) menuliskan fenomenologi adalah ilmu

tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai

korelasi dengan kesadaran.

Universitas Sumatera Utara


Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk

menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran

untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan

yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan

apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya

digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.

Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan

seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam

fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari

pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial

dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith et al,

2009).

Prinsip-prinsip penelitian fenomenologis ini pertama kali diperkenalkan

oleh Husserl. Husserl mengenalkan cara mengekspos makna dengan

mengeksplisitkan struktur pengalaman yang masih implisit. Konsep lain

fenomenologis yaitu Intensionalitas dan Intersubyektifitas, dan juga mengenal

istilah Phenomenologic Hermeneutic yang diperkenalkan oleh Heidegger. Setiap

hari manusia sibuk dengan aktifitas dan aktifitas itu penuh dengan pengalaman.

Esensi dari pengalaman dibangun oleh dua asumsi (Smith, et al 2009).

Pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu ekspresi dari

kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan pengalamannya sendiri

yang memang bersifat subyektif. Kedua, setiap bentuk kesadaran selalu

merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika melihat mobil melewati kita, kita

Universitas Sumatera Utara


berpikir siapa yang mengemudikannya, mengharapkan memiliki mobil seperti itu,

kemudian menginginkan pergi dengan mobil itu. Sama kuatnya antara ingin

bepergian dengan mobil seperti itu, ketika itu pula tidak dapat melakukannya. Itu

semua adalah aktifitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sebuah sikap

yang natural. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu yang dilihat, dipikirkan,

diingat dan diharapkan, inilah yang disebut dengan menjadi fenomenologi.

Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam

kesadaran individu, yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas

(intentionality), menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam

kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term

fenomenologi, pengalaman atau kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat

adalah melihat sesuatu, mengingat adalah mengingat sesuatu, menilai adalah

menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek dari kesadaran yang telah distimulasi

oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” atau melalui tindakan mengingat atau

daya cipta (Smith et al, 2009).

Intensionalitas tidak hanya terkait dengan tujuan dari tindakan manusia,

tetapi juga merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran tidak pernah

pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran

selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas

adalah keterarahan kesadaran (directedness of consciousness). Dan intensionalitas

juga merupakan keterarahan tindakan, yakni tindakan yang bertujuan pada satu

obyek.

Universitas Sumatera Utara


Smith, et al (2009) menuliskan bahwa menurut Heidegger pandangan lain

dalam konsep fenomenologi adalah mengenai person (orang) yang selalu tidak

dapat dihapuskan dari dalam konteks dunianya (person-in-context) dan

intersubyektifitas. Keduanya juga merupakan central dalam fenomenologi.

Intersubyektifitas berhubungan dengan peranan berbagi (shared), tumpang tindih

(overlapping) dan hubungan alamiah dari tindakan di dalam alam semesta.

Polit dan Beck (2008) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian

fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif.

1. Descriptive Phenomenology

Fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962.

Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh

manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat,

dievaluasi, dilakukan, dan seterusnya. Fokus utama fenomenologi deskriptif

adalah ‘knowing’. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu bracketing,

intuiting, analyzing, dan describing.

Bracketing merupakan proses mengidentifikasi dan membebaskan diri dari

teori-teori yang diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam upaya

memperoleh data yang murni. Intuting merupakan langkah kedua dimana peneliti

tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang dialami oleh

partisipan. Analyzing merupakan proses analisa data yang dilakukan melalui

beberapa fase seperti; mencari pernyataan-pernyataan signifikan kemudian

mengkategorikan dan menemukan makna esensial dari fenomena yang dialami.

Universitas Sumatera Utara


Describing merupakan tahap terakhir dalam fenomenologi deskriptif. Langkah ini

peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.

Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif

adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga

fenomenologis tersebut berpedoman pada Filosofi Husserl yang mana fokus

utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena.

2. Interpretive Phenomenology

Interpretive Phenomenology dikembangkan oleh Heidegger pada tahun

1962. Filosofi yang dianut oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti

filosofinya ditekankan pada pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak sekedar

deskripsi pengalaman manusia. Pengalaman hidup manusia merupakan suatu

proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia.

Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna

pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan. Pemahaman

yang dimaksud adalah pemahaman setiap bagian dan bagian-bagian secara

keseluruhan.

Van Manen adalah ahli fenomonelogi interpretif yang berpedoman pada

filosofi Heiddegrian. Metode analisis datanya menggunakan kombinasi

karakteristik pendekatan fenomenologi deskriptif dan interpretif (Polit & Beck,

2008).

Van Manen (2006) dalam Polit dan Beck (2008) menekankan bahwa

pendekatan metode fenomenologi tidak terpisahkan dari praktik menulis.

Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami

Universitas Sumatera Utara


dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam

bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat

mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami fenomena tersebut. Van

Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya

diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh

dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang

dapat menyediakan wawasan bagi peneliti dalam melakukan interpretasi dan

pencarian makna dari suatu fenomena.

Penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas

dan integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa

bagaimana tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk

fenomenologi. Tingkat keabsahan data dikenal dengan istilah Thusthworthiness of

Data.

Menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa untuk memperoleh hasil

penelitian yang dapat dipercaya dan mempertahankan kepadatan data (rigor)

maka data divalidasi dengan 4 kriteria yaitu: derajat kepercayaan (credibilty),

keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian

(confirmability). Keabsahan data penelitian kualitatif ini dapat dicapai sejak

melakukan penelitian, pengkodingan atau analisis data, dan presentasi hasil

temuan.

Credibility berarti keyakinan pada kebenaran dan interpretasi data. Lincoln

dan Guba (1985) menyatakan bahwa kredibiltas suatu penelitian dapat dicapai

sejak proses penelitian dilakukan melalui beberapa teknik seperti prolonged

Universitas Sumatera Utara


engagement; catatan lapangan yang komprehensif (comprehensive field note);

hasil rekaman dan transkrip (audotaping dan verbatim transcription); triangulasi

data atau metode,; saturasi data; dan member checking. Kredibilitas pada saat

proses pengkodingan atau analisis data dapat dilakukan dengan teknik transkripsi

yang rigor, adanya pengembangan buku kode (intercoder book); triangulasi dari

peneliti lain, teori, analisis; peer review/debriefing. Sedangkan pada saat

presentasi hasil temuan, kredibilitas dapat dicapai melalui teknik dokumentasi dari

peneliti, dokumentasi refleksi.

Dependability berarti stabilitas atau reliabilitas dari data yang diperoleh

dari waktu ke waktu (Lincoln & Guba, 1985). Dependability sangat bergantung

pada credibility karena apabila dilakukan pengulangan penelitian dengan

partisipan dan konteks yang sama, akan mempunyai hasil yang sama dengan

syarat data yang diperoleh kredibel. Dependability dapat dilakukan selama proses

penelitian melalui teknik dokumentasi yang baik (careful documentation) dan

triangulasi data atau metode. Sedangkan pada saat proses pengkodingan atau

analisis data, dependability dilakukan audit (inquiry audit).

Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa Transferability berarti

bagaimana suatu penelitian dapat dilakukan di tempat lain. Seorang peneliti harus

dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan penelitiannya sehingga

pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain. Saat

proses penelitian, transferability dapat dicapai melalui catatan lapangan yang

komprehensif dan saturasi data. Sedangkan pada saat presentasi hasil temuan

Universitas Sumatera Utara


dapat dicapai melalui thick description dan upaya peningkatan kualitas

dokumentasi.

Confirmability yang dinyatakan Lincoln dan Guba (1985) mempunyai

objektivitas, yang mana adanya kesamaan tentang akurasi data, relevansi, atau

makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kriteria ini dilaksanakan dengan

menetapkan bahwa data mewakili informasi yang diberikan partisipan, saat proses

penelitian, confirmability dapat dilakukan dengan strategi pendokumentasian yang

cukup baik (careful documentation). Confirmability juga dapat dilakukan selama

proses pengkodingan atau analisis data, yaitu dengan cara mengembangan suatu

kode (codebook), triangulasi (investigator, teori, dan analisis, peer review, dan

inquiry audit.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan metode penelitian meliputi: desain penelitian yang

digunakan, partisipan, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, teknik

pengumpulan data, pengolahan dan analisis data yang dilakukan serta keabsahan

data.

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan desain fenomenologi

deskriptif. Fenomenologi deskriptif merupakan desain penelitian yang melibatkan

eksplorasi langsung, analisa data dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas

mungkin dari dugaan yang belum teruji, yang bertujuan mendapatkan hasil yang

maksimal dari pengalaman individu tentang ‘sesuatu’ baik yang dilihat, dirasakan,

diingat, dipercayai, diputuskan, dilakukan dan seterusnya (Spiegelberg, (1975

dalam Streubert & Carpenter (2011)). Desain fenomenologi deskriptif dipilih

agar dapat dieksplorasi lebih mendalam tentang pengalaman keluarga sebagai

caregiver dalam merawat pasien stroke di rumah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan mengambil data pasien

stroke melalui data kunjungan pasien stroke ke RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Pengambilan data tentang informasi partisipan dilakukan di rumah sakit tersebut

karena merupakan rumah sakit umum daerah yang merupakan pusat rujukan dari

Universitas Sumatera Utara


berbagai daerah di kota Medan. RSUD Dr. Pirngadi Medan juga memiliki unit

stroke yang lengkap, sehingga jumlah pasien post stroke yang kontrol ke

Poliklinik Neurologi juga cukup banyak.

Waktu penelitian diawali dari proses pembuatan proposal yang dimulai

sejak bulan Desember 2013 - Maret 2014. Proses pengumpulan data dilakukan

dari bulan Mei 2014 - Juni 2014, dan analisa data dilakukan di bulan Juni - Juli

2014.

3.2.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota

Medan. Sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, maka peneliti mengambil data

pasien stroke yang berkunjung ke Poliklinik Neurologi. Setelah data berupa

alamat pasien dan partisipan didapatkan, peneliti melakukan kontrak dengan

partisipan untuk melakukan wawancara secara mendalam di rumah partisipan

sebagai caregiver pasien stroke di rumah.

Perkembangan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan

tidak terlepas dari dimensi historis (sejarah) yang merupakan Pusat Pelayanan

Kesehatan di Kota Medan dimana sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera

Utara yang menjadi tempat kedudukan perwakilan/ konsulat, negara-negara

sahabat, perwakilan perusahaan, bisnis, pusat pertumbuhan ekonomi, keuangan

dan pintu gerbang regional, internasional, kepariwisataan dan sebagai Rumah

Sakit Rujukan se-Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3.3. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah keluarga sebagai caregiver pada

pasien stroke yang dirawat di rumah. Secara definitif, agar hasil penelitian lebih

kredibel dan dapat dipercaya, dibutuhkan minimum 10-20 partisipan (Saldana,

2011). Penelitian yang dilakukan oleh Pornchai, Azeredo, Pául, & Subgranon

(2005) melakukan wawancara terhadap 20 partisipan pada studi fenomenologi.

Jumlah partisipan dalam penelitian ini berjumlah 16 orang karena sudah terjadi

saturasi data.

Jika saturasi data telah terjadi dimana tidak ada informasi baru yang

didapatkan, informasi yang ditemukan mengalami pengulangan (repetitive) secara

isinya dan mempunyai makna yang sama dengan partisipan-partisipan

sebelumnya, data cukup kaya dengan mendapatkan semua aspek ketertarikan pada

pertanyaan yang sama dan telah menutupi fenomena dari tujuan penelitian, maka

pengambilan data dapat dihentikan dan jumlah partisipan tidak bertambah (Polit

& Beck, 2008; Speziale & Carpender, 2003).

Jumlah partisipan ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu

partisipan yang dipilih adalah orang yang dianggap mampu membantu

menjelaskan fenomena keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke

di rumah (LoBiondo-Wood & Haber, 2010). Adapun kriteria inklusi partisipan

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Caregiver pada pasien stroke yang mengalami kecacatan dan membutuhkan

bantuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari yang dirawat di rumah.

2. Partisipan merupakan caregiver keluarga, non-profesional dan tidak dibayar.

Universitas Sumatera Utara


3. Caregiver mengetahui kondisi pasien (pernah merawat pasien di rumah)

minimal telah merawat selama 1 bulan sebelum penelitian.

4. Bukan caregiver primer bagi pasien lain.

5. Pasien dan partisipan tidak keberatan mengikuti proses pengambilan data,

yang ditandai dengan penandatanganan surat pernyataan persetujuan

penelitian oleh partisipan.

6. Mampu menceritakan pengalamannya sehingga diperoleh informasi yang

lebih kaya (rich information).

3.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan metode, alat dan

prosedur pengumpulan data sebagai berikut:

3.4.1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

wawancara secara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan oleh peneliti

sendiri dengan durasi 60-90 menit dan metode observasi. Metode wawancara

secara mendalam (in-depth interview) atau disebut juga sebagai wawancara tak

terstruktur bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari

semua partisipan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri

tiap partisipan. Metode wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara

yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada partisipan. Hal ini hanya

untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara, menggali informasi,

keterangan, data, dan selanjutnya tergantung improvisasi dari peneliti sewaktu

berada di lokasi penelitian (Ghony & Almanshur, 2012).

Universitas Sumatera Utara


3.4.2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner data

demografi, panduan wawancara, lembar observasi dan field note. Alat

pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata

lain peneliti sebagai instrumen penelitian. Peneliti melakukan studi fenomenologi

dengan menggunakan dirinya sendiri untuk mengumpulkan data yang “kaya”

tentang pengalaman keluarga sebagai caregiver dan mengembangkan hubungan

antara peneliti dan partisipan melalui wawancara intensif (Polit & Beck, 2012).

Peneliti menggunakan kuesioner data demografi partisipan yang

mencakup inisial, usia partisipan, usia pasien, jenis kelamin partisipan, jenis

kelamin pasien, alamat, suku, agama, pendidikan hubungan partisipan dengan

pasien, lama waktu merawat pasien stroke dan tingkat ketergantungan pasien.

Selain itu, peneliti juga menggunakan panduan wawancara dan lembar observasi

pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke selama

proses pengumpulan data.

Panduan wawancara tersebut berisi pertanyaan yang diajukan kepada

patisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat sendiri oleh peneliti. Panduan

wawancara dibuat berdasarkan landasan teori yang relevan dengan masalah yang

akan digali dalam penelitian. Panduan wawancara dibuat mendalam, dimulai

dengan pertanyaan terbuka, dan tidak bersifat kaku. Pertanyaan dapat berkembang

sesuai proses yang sedang berlangsung selama wawancara tanpa meninggalkan

landasan teori yang telah ditetapkan. Panduan wawancara dibuat untuk

memudahkan peneliti supaya jalannya wawancara terarah dan sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


tujuan penelitian. Selain itu panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan

peneliti terhadap pokok permasalahan yang dibahas (Speziale & Carpenter, 2003).

Hal-hal yang ditanyakan terkait pengalaman keluarga sebagai caregiver

dalam merawat pasien stroke. Panduan wawancara tersebut telah dilakukan

content validity oleh 3 expert dalam perawatan pasien stroke yaitu Rosina

Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp. KMB, Yesi Ariani, S.Kp, M.Kep, dan Eliadi, S.Kep,

Ns. Hasil Content Validity Index (CVI) untuk panduan wawancara adalah 0,94

(nilai CVI > 0,8), hal ini bermakna bahwa panduan wawancara memiliki isi yang

valid.

Selain panduan wawancara, lembar observasi kegiatan yang dilakukan

caregiver selama merawat pasien stroke juga digunakan oleh peneliti untuk

melihat perilaku serta aktivitas perawatan yang dilakukan caregiver dalam

merawat pasien stroke. Lembar observasi telah dilakukan content validity dengan

expert yang sama dengan panduan wawancara. Hasil CVI untuk lembar observasi

didapatkan nilai 0,98. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah participant

observation passive, dimana peneliti melakukan observasi dengan berada di

rumah partisipan, tetapi tidak ikut terlibat aktif dalam kegiatan partisipan.

Observasi akan dilakukan oleh peneliti selama 2 waktu yaitu pada pagi dan siang

hari.

Catatan lapangan (field note) juga digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data. Catatan lapangan (field note) merupakan catatan tertulis

tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka pengumpulan

data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan

Universitas Sumatera Utara


berupa dokumentasi respon non verbal selama proses wawancara berlangsung

(Polit & Beck, 2008). Hasil catatan lapangan pada peneltian ini berisi tanggal,

waktu, suasana tempat, deskripsi atau gambaran partisipan, serta respon non

verbal partisipan selama proses wawancara. Hasil catatan lapangan tersebut

memperkuat temuan observasi sehingga memperkaya data yang diperoleh (thick

description). Peneliti menggunakan alat perekam suara recorder untuk merekam

percakapan selama wawancara. Kemudian hasil wawancara diketik dalam bentuk

transkrip.

3.4.3. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dimulai dari surat keterangan lulus uji etik

(ethical clearence) dan ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara (F.Kep-USU). Surat tersebut diserahkan kepada bagian penelitian

dan pengembangan RSUD Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan ijin dari rumah sakit

tempat penelitian, peneliti mengunjungi poliklinik neurologi, menjelaskan tentang

penelitian yang dilakukan dan meminta data pasien stroke yang kontrol di

poliklinik neurologi tersebut. Kemudian peneliti meminta saran kepada perawat di

poliklinik neurologi untuk memilih partisipan yang cocok untuk penelitian ini.

Sebelum melakukan wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti

melakukan pilot study yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik

wawancara. Pilot study dilakukan pada 1 partisipan. Setelah itu, hasil wawancara

dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dikonsultasikan

dengan pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, kemudian

peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


Sebelum melakukan penelitian, dilakukan pendekatan (prolonged

engagement) kepada caregiver pasien stroke kurang lebih 2 minggu. Pendekatan

(prolonged engagement) bertujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya

antara peneliti dan partisipan sekaligus tahap pengenalan situasi dan kondisi

caregiver dan pasien stroke. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri,

menjelaskan maksud, tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap

partisipan.

Setelah itu, memberikan informed consent untuk mendapatkan persetujuan

menjadi partisipan dalam penelitian ini. Kemudian jika partisipan bersedia,

dilanjutkan dengan membuat kontrak waktu dan tempat untuk wawancara. Semua

wawancara dilakukan dengan kondisi tenang, nyaman, dan menjaga privasi

partisipan. Peneliti melakukan wawancara di rumah caregiver pasien stroke.

Meminta izin untuk merekam percakapan selama wawancara berlangsung.

Wawancara dilakukan dengan metode indepth interview dengan durasi 60-90

menit. Pertanyaan yang diajukan selama wawancara berdasarkan panduan

wawancara yang telah ada. Kemudian melanjutkan mengajukan berbagai

pertanyaan dengan menggunakan teknik probing.

Teknik diam (silent) digunakan sebagai cara untuk memberikan

kesempatan kepada partisipan untuk mengingat kembali dan menceritakan

pengalamannya. Peneliti juga berupaya untuk tidak mengarahkan jawaban

partisipan dan membiarkan pastisipan mengungkapkan pengalamannya secara

bebas terhadap pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara sehingga data

Universitas Sumatera Utara


yang diperoleh merupakan informasi alamiah yang sesuai dengan pengalaman

partisipan.

Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti menyimpulkan hasil wawancara

yang bertujuan untuk mengklarifikasi segera hasil wawancara. Setelah wawancara

selesai peneliti menyatakan kesediaannya untuk membantu partisipan. Partisipan

juga disarankan untuk menghubungi peneliti baik secara langsung ataupun

melalui telepon jika partisipan merasa perlu untuk menceritakan lebih lanjut

tentang pengalamannya.

Apabila data hasil wawancara, hasil observasi, dan catatan lapangan yang

ada sudah dilengkapi, maka dibuat transkrip hasil wawancara. Transkrip

wawancara divalidasi oleh partisipan untuk menambahkan, mengurangi serta

meluruskan catatan dalam transkrip. Peneliti melakukan analisis terhadap data

yang didapat bersamaan dengan proses bimbingan dengan dosen, dan penelitian

akan terus dilakukan sampai dirasa tidak ada lagi hal-hal yang ingin diketahui dari

partisipan. Pencarian informasi dari partisipan lain terus dilakukan sesuai dengan

prosedur dan dihentikan setelah tercapai saturasi. Setelah semua partisipan

melakukan validasi hasil transkrip dan rekaman wawancara, untuk meyakinkan

kesesuaian dengan fakta. Peneliti melakukan terminasi akhir dengan partisipan

dalam penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional dari pengalaman caregiver pasien stroke adalah

pengalaman anggota keluarga baik suami, istri, anak, orang tua, sepupu yang

memberikan perawatan kepada pasien stroke di rumah.

Universitas Sumatera Utara


3.6. Metode Analisis Data

Setelah melakukan proses pengumpulan data, maka peneliti melakukan

analisis data. Dalam menganalisis data penelitian, peneliti menggunakan

pendekatan dari Colaizzi, karena metode ini memberikan langkah-langkah yang

sederhana, jelas, dan rinci (1978, dalam Speziale & Carpenter, 2003). Tahapan

metode analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah diungkapkan

oleh partisipan.

Dalam proses analisis ini, pernyataan partisipan ditranskripsi dari audio

rekaman wawancara dengan masing-masing partisipan. Menurut Colaizzi (1978a),

narasi tidak perlu ditulis kata demi kata, asalkan esensi dari apa yang partisipan

sampaikan pada saat wawancara terjaring dalam transkripsi. Transkrip wawancara

kemudian divalidasi oleh partisipan yang bersangkutan.

2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan signifikan (pernyataan yang secara

langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti).

Setiap pernyataan dalam transkrip partisipan yang berhubungan langsung

dengan fenomena yang diteliti dianggap signifikan. Pernyataan yang signifikan

diekstraksi dari masing-masing transkrip dan diberikan nomor. Pernyataan

signifikan secara numerik dimasukkan ke dalam daftar (mis., 1,2,3,4, ....) yaitu

kumpulan dari seluruh pernyataan signifikan.

Universitas Sumatera Utara


3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan.

Dalam tahap analisis ini, Colaizzi (1978a) menyarankan agar peneliti

berupaya untuk memformulasikan kembali pernyataan signifikan umum

diekstraksi dari transkrip partisipan.

4. Menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok tema.

Colaizzi (1978a) menyarankan peneliti untuk menetapkan atau mengatur

makna yang telah dirumuskan ke dalam kelompok sejenis. Dengan kata lain,

makna yang dirumuskan dikelompokkan ke dalam kelompok tema. Artinya,

beberapa pernyataan mungkin berhubungan.

5. Mengembangkan sebuah deskripsi tema dengan lengkap (yaitu deskripsi yang

komprehensif dari pengalaman yang diungkapkan partisipan)

Sebuah deskripsi yang lengkap dikembangkan melalui sintesis dari semua

kelompok tema dan makna yang dirumuskan dijelaskan oleh peneliti.

6. Mengidentifikasi landasan struktur dari fenomena tersebut.

Struktur dasar mengacu kepada esensi dari fenomena pengalaman yang

diungkapkan dengan analisis ketat dari setiap deskripsi lengkap dari fenomena

tersebut.

7. Kembali ke partisipan untuk melakukan validasi.

Sebuah janji untuk tindak lanjut dibuat antara peneliti dengan masing –

masing partisipan untuk tujuan memvalidasi esensi dari fenomena dengan

partisipan. Setiap perubahan yang dibuat disesuaikan dengan umpan balik

partisipan untuk memastikan makna yang dimaksudkan partisipan tersampaikan

dalam struktur dasar dari fenomena tersebut.Integrasi dari informasi tambahan

Universitas Sumatera Utara


oleh partisipan untuk dimasukkan ke dalam deskripsi final dari fenomena yang

terjadi saat ini.

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis

segera setelah selesai setiap proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya

transkrip data. Dalam melakukan content analysis, peneliti menggunakan bantuan

software Weft QDA. Program ini memungkinkan seluruh data dimasukkan

kedalam komputer, setiap bagian dari data akan diberi kode. Kemudian teks lain

yang sesuai dengan kode tersebut dikelompokkan kemudian dianalisa.

3.7. Tingkat Keabsahan Data (Thrusthworhiness of Data)

Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa penelitian kualitatif termasuk

fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integitas dalam proses penelitian

melalui tingkat keabsahan data (thrusthworhiness of data). Tingkat keabsahan

data yang dilakukan pada penelitian adalah credibility, dependability,

transferability, dan confirmability.

Credibility pada penelitian ini dicapai sejak proses penelitian dilakukan

melalui beberapa teknik yaitu prolonged engagement, catatan lapangan yang

komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data atau metode, dan

member checking. Prolonged engagement pada penelitian ini adalah mengadakan

pertemuan dengan partisipan selama 2 jam setiap pertemuan. Peneliti bertemu

dengan partisipan 2 kali dalam seminggu selama 1 minggu sebelum pengumpulan

data. Hal ini bertujuan agar terjalin hubungan saling percaya antara peneliti

dengan partisipan, sehingga partisipan dapat dengan aman dan nyaman

memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.

Universitas Sumatera Utara


Catatan lapangan juga merupakan salah satu aspek kredibilitas berupa

dokumentasi nonverbal selama wawancara untuk menambahkan informasi dari

hasil wawancara. Hasil wawancara yang direkam dan transkrip juga memperkuat

kredibilitas penelitian ini.

Triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi sumber, teori, dan metode.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mewawancarai beberapa partisipan

dengan topik yanga sama. Triangulasi teori dilakukan dengan menggunakan

beberapa perspektif untuk menginterpretasikan data. Selanjutnya dilakukan

triangulasi metode dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data,

yaitu wawancara dan observasi (Lincoln & Guba, 1985).

Selain itu, credibility dipertahankan dengan cara member checking yang

akan dilakukan kepada partisipan untuk memvalidasi hasil tematik yang telah

ditemukan. Member checking dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir

atau deskripsi atau tema-tema spesifik yang telah dianalisa peneliti kepada

partisipan dan meminta partisipan membaca dan melihat keakuratan transkrip

tersebut, menanyakan kepada partisipan, apakah diantara ungkapan, kata kunci

dan tema yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Partisipan diberikan hak

untuk mengubah, menambah atau mengurangi kata kunci atau tema yang sudah

diangkat. Selain itu, untuk lebih meyakinkan partisipan dengan kata kunci dan

tema yang diangkat, peneliti juga akan memperdengarkan hasil wawancara yang

telah direkam kepada setiap partisipan (Creswell, 1998).

Dependability yaitu apabila dilakukan penelitian pada partisipan yang

sama dalam konteks yang sama menghasilkan hasil yang sama. Oleh karena itu,

Universitas Sumatera Utara


selama proses penelitian dependability dilakukan melalui teknik

pendokumentasian yang baik (careful documentation) dan metode triangulasi.

Dependability dalam hal ini akan dilakukan dengan cara menyerahkan semua

hasil transkrip kegiatan penelitian kepada pembimbing tesis dan kemudian

mendiskusikan kata kunci, kategori, sub tema, dan tema-tema yang sesuai dengan

tujuan dari penelitian sehingga terbentuk sebuah analisa data.

Confirmability yang dilakukan pada penelitian ini adalah audit trial.

Selama proses penelitian berlangsung, peneliti berusaha mempertahankan

pendokumentasian dengan baik seperti jika terdapat hal-hal yang kurang jelas,

peneliti melakukan konfirmasi kepada partisipan. Selain itu hasil temuan tema

diperlihatkan kepada partisipan dan dilakukan validasi oleh partisipan. Audit trial

diperkuat dengan peneliti juga menyerahkan hasil temuan selama proses

penelitian kepada pembimbing untuk dikonfirmasi sehingga lebih objektif.

Transferability yaitu bagaimana penelitian ini dapat dilakukan di tempat

yang lain. Transferability yang dilakukan pada penelitian ini melalui penyediaan

laporan penelitian sebagai thick description. Thick description proses penelitian

berarti peneliti menyimpan semua arsip dan materi selama proses penelitian.

3.8. Pertimbangan Etik

Pengambilan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi

dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan

yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Partisipan dalam hal ini adalah

keluarga sebagai caregiver pasien stroke, orang yang secara tidak langsung

Universitas Sumatera Utara


berhubungan dengan pasien, walaupun demikian peneliti tetap mempergunakan

etika penelitian untuk mengantisipasi dampak yang timbul saat penelitian

berlangsung.

Selanjutnya, peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan memberikan

informed consent berisi informasi penelitian, menjelaskan tujuan penelitian,

prosedur, resiko, ketidaknyamanan dan keuntungan serta harapan atas patisipasi

individu dalam penelitian. Secara operasional, peneliti memberikan lembaran

informed consent yang bila disetujui partisipan ditandatangani dan bila tidak,

partisipan bebas atas tindakannya. Individu memiliki kebebasan untuk memilih

tanpa kontrol eksternal, ia dapat menentukan apakah akan berperan serta dalam

penelitian ini atau tidak, ia dapat saja menarik diri dari penelitian tanpa ada

konsekuensi (Creswell, 2003).

Hak privasi dan martabat (Right to privacy and dignity) dilakukan peneliti

dengan menyapa/memperlakukan partisipan sesuai dengan keinginan mereka

untuk diperlakukan. Memberikan lingkungan yang dapat menjamin kenyamanan

partisipan untuk mendapatkan privasi saat pengambilan data/wawancara

dilakukan, lokasi dan waktu disepakati sesuai dengan yang diinginkan partisipan.

Demi menjaga privasi, wawancara dihentikan sementara disaat adanya gangguan

datang. Wawancara kembali dilanjutkan setelah kondisi kembali kondusif dan

partisipan bersedia diwawancara tak lama kemudian.

Keberadaan anonimity (tanpa nama) pada partisipan diberikan agar

identitas subjek tidak dihubungkan bahkan oleh peneliti sendiri dengan resonnya.

Subjek hanya diberikan kode nomor. Identitas individu tidak akan dihubungkan

Universitas Sumatera Utara


dengan informasi serta tidak dipublikasikan dengan bebas (confidentiality).

Perekaman dan pengolahan data diolah langsung oleh peneliti.

Pada pelaksanaan hak mendapatkan perlakuan yang sama (Right to fair

treatment) individu diperlakukan adil, dan mendapatkan perlakuan yang sama.

Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu

kejelasan prosedur penelitian. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti

mempertimbangkan aspek keadilan, siapa pun partisipan, baik perempuan atau

laki-laki mendapatkan hak dan perlakuan yang sama baik sebelum, selama,

maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek

(nonmaleficence). Dalam penelitian ini peneliti meminimalisir hal tersebut hanya

terkait dengan pengumpulan data berupa wawancara pada partisipan.

Ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses wawancara seperti

kelelahan, bosan, diantisipasi peneliti dengan memberitahukan hak partisipan

terkait dengan kebebasan memilih waktu dan tempat, bebas untuk berhenti

sewaktu-waktu apabila ada urusan, untuk kemudian dilanjutkan lagi wawancara

sesuai kesepakatan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Pemaparan hasil penelitian diuraikan pada bab ini yang bertujuan untuk

menjelaskan pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke

di rumah. Bab ini terdiri dari 3 bagian yaitu deskripsi karakteristik demografi

partisipan, hasil tema yang didapatkan dari wawancara secara mendalam dengan

partisipan di rumah keluarga sebagai caregiver pasien stroke, dan hasil observasi

terhadap caregiver sebagai triangulasi data.

4.1. Karakteristik Demografi Partisipan

Partisipan dalam penelitian berjumlah 16 orang caregiver yang merawat

anggota keluarga yang menderita stroke di rumah dan memenuhi kriteria

penelitian. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik partisipan yang akan

dipaparkan mencakup jenis kelamin partisipan, jenis kelamin pasien, usia

partisipan, usia pasien, pendidikan terakhir, agama, suku, pekerjaan, hubungan

dengan pasien, lama merawat pasien dan tingkat ketergantungan pasien.

Dari data yang diperoleh (tabel 4.1) menunjukkan mayoritas partisipan

berjenis kelamin perempuan (93,8%), jenis kelamin pasien yang dirawat

mayoritas laki-laki (56,2%), usia partisipan 46-55 tahun (50%), usia pasien >55

tahun (50%), agama Islam (81,2%), suku Batak (68,8%), pendidikan terakhir

SMA (56,2%), pekerjaan IRT/ tidak bekerja (62,5%), hubungan dengan pasien

sebagai istri (50%), lama merawat pasien 1-3 tahun (43,8%), pengobatan yang

dilakukan secara medis & tradisional (43,8%), ketidakmampuan derajat 4 sebesar

Universitas Sumatera Utara


56,2%, dan tingkat ketergantungan berat (56,2%). Data demografi partisipan

ditampilkan secara rinci dalam bentuk tabel distribusi frekuensi pada di bawah ini.

Tabel 4.1
Karakteristik Demografi Responden

Data Demografi Partisipan f %


Jenis Kelamin Caregiver
Perempuan 15 93,8
Laki-laki 1 6,2
Jenis Kelamin Pasien
Perempuan 7 43,8
Laki-laki 9 56,2
Usia Caregiver
18-25 tahun 1 6,2
26-45 tahun 4 25
46-55 tahun 8 50
>55 tahun 3 18,8
Usia Pasien
26-45 tahun 1 6,2
46-55 tahun 7 43,8
>55 tahun 8 50
Agama
Islam 13 81,2
Protestan 3 18,8
Suku
Batak 11 68,8
Jawa 3 18,8
Melayu 1 6,2
Lain-lain/ Aceh 1 6,2
Pendidikan
SMP 5 31,2
SMA 9 56,2
PT 2 12,5
Pekerjaan
PNS 2 12,5
Wiraswasta 4 25
IRT/ Tidak Bekerja 10 62,5
Hubungan dengan pasien
Istri 8 50
Suami 1 6,2
Anak 3 18,8
Adik 3 18,8
Menantu 1 6,2

Universitas Sumatera Utara


Lama merawat pasien
< 1 tahun 3 18,8
1-3 tahun 7 43,8
> 3 tahun 6 37,5
Lanjutan Tabel 4.1.

Data Demografi Partisipan f %


Pengobatan
Medis 3 18,8
Tradisional 6 37,5
Medis & tradisional 7 43,8
Tingkat keparahan stroke
Derajat 4 (Moderately 9 56,2
Severe disability)
Derajat 5 (Severe disability) 7 43,8
Tingkat ketergantungan pasien
Ketergantungan berat 9 56,2
Ketergantungan total 7 43,8

4.2. Pengalaman Caregiver dalam Merawat Penderita Stroke di Rumah

Peneliti mengumpulkan data dengan metode indepth interview, observasi,

dan fieldnote. Penelitian pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat

pasien stroke di rumah sesuai dengan metode Colaizi (Cresswel, 2003). Hasil

wawancara berupa transkrip tertulis dilakukan content analysis dengan bantuan

software Weft-QDA. Berdasarkan hasil analisis ditemukan beberapa tema yaitu:

(1) Memberikan dukungan secara total terhadap anggota keluarga yang menderita

stroke, (2) Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarga yang

menderita stroke, (3) Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat

anggota keluarga yang menderita stroke, (4) Kurangnya keterampilan caregiver

dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke, dan (5) Keterbatasan

caregiver dalam merawat keluarga yang menderita stroke. Tema-tema ini akan

Universitas Sumatera Utara


dibahas secara terperinci untuk memaknai pengalaman keluarga sebagai caregiver

dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke di rumah.

4.2.1. Memberikan dukungan secara total terhadap anggota keluarga yang


menderita Stroke

Bantuan dan dukungan yang diberikan caregiver selama merawat

penderita stroke di rumah dilakukan secara total mencakup berbagai aspek

kehidupan. Hal tersebut tergambar dari beberapa kategori yaitu: (1) Dukungan

moril, (2) Dukungan finansial, (3) Dukungan lingkungan fisik, dan

(4) Memberikan pengobatan. Masing-masing kategori dijelaskan sebagai berikut:

1). Dukungan moril

Dukungan moril yang diberikan caregiver kepada penderita stroke

tergambar dari beberapa kategori yaitu: selalu ada untuk penderita stroke,

bertanggung jawab demi kesembuhan penderita stroke, mendahulukan

kepentingan penderita stroke, dan memberikan motivasi.

Seorang partisipan mengungkapkan bahwa selalu ada disamping penderita

stroke dan tidak pernah meninggalkannya. Pernyataan ini sesuai dengan

ungkapan:

“Ooh,, itulah harus disamping bou tadi, dia kan malu juga
walaupun gak bisa ngomong, matanya melihat harus minta
ditemani jadi yah ditemani semua. Anak pun kadang saya
tinggalkan untuk menjaga dia tidur disebelah dia”. [P1]

Universitas Sumatera Utara


Pernyataan lain menyatakan bahwa selalu mendahulukan kepentingan

penderita stroke diatas kepentingan pribadi partisipan. Ungkapan tersebut dapat

terlihat di bawah ini:

“...saya ini dulu lah saya siapkan makannya, mandinya, baru saya
makan, baru saya apa mandi, pokoknya semua saya apakan lah
kakak ini kepentingannya, saya kasian juga lah nengoknya.” [P9]

Partisipan juga memberikan dukungan moril dengan selalu memberikan

motivasi agar penderita stroke lebih semangat untuk sembuh. Hal ini diungkapkan

partisipan dalam pernyataan:

“....heem, biar cepat sembuh, ayok gitu cepat sembuh, nanti kalau
misalnya sembuh nazar nya tah apa, ke kampung, nanti jalannya
jelek nanti cemana, misalnya ga bisa jalan orang itu pasti ada
tinggal cacatnya kan, kita mau meminimalkan itu jadi kita support
– support dia lah kan. Jadi kadang – kadang kita bisa, eem gimana
ya kita takuti gitu biar jadi semangat dia, nanti kaya gini, gitu kan
nanti dia berfikir gitu, nanti mama mau kaya gini jalannya kaya
ibu itu kalau sudah sembuh jalannya, pincang – pincang, ya kaya
gitulah supaya bikin dia semangat. Supaya terpikir, takut dia kan.
Kadang – kadang macem lah kita mau kesini kita, kalau sembuh,
atau si ini mau datang, makanya cepat bisa jalan, habis itu
semangat dia latihan.” [P5]

2). Dukungan Finansial

Tidak dapak dipungkiri bahwa kebanyakan caregiver penderita stroke

adalah sebagai caregiver primer yang merupakan keluarga inti pasien. Ikatan

keluarga inti ini menyebabkan caregiver juga harus ikut menanggung biaya yang

dibutuhkan selama merawat penderita stroke antara lain menyediakan semua

kebutuhan penderita stroke.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan

dalam menanggung semua biaya hidup penderita stroke. Adapun pernyataan

tersebut diungkapkan sebagai berikut:

“...kalok ngutang-ngutang untuk berobat enggak la, itu la takutnya


nenek, apa adanya la dibuat, kalo dari dulu apa adanya la di jual
ada perhiasan kecil-kecil, sudah abis semua, ya udah la
kamplingan tanah ini, di jual,..”[P8]

“..iya gitulah besar – besar apa, memang untuk perawatannya pun


saya rasa mahal jadi ee apalah bagian apa namanya pakai gaji
abang itu gitu, ee kan anaknya pun kuliah jadi memang agak
kesulitan lah kalau soal biaya ini memang, karena perawatannya
pun mahal, obatnya pun mahal – mahal, bayar tukang kusuknya
lagi, fisioterapinya lagi,..” [P9]

Partisipan lain mengatakan bahwa tidak merasa keberatan dengan biaya

perawatan penderita stroke karena punya tabungan dan kebun untuk membiayai

kebutuhan pasien dan partisipan. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai berikut:

“...apa namanya, apa ya kekmana ya paling dia berobatnya dari


kebun kamilah. Bisalah pakai itu yakan, sedikit – sedikit adalah.”
[P5]

3) Dukungan Lingkungan Fisik

Keterlibatan pasien stroke dalam mempercepat penyembuhan sangat

diperlukan, sehingga caregiver harus membantu memfasilitasi penderita stroke

agar bisa terlibat langsung dalam memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan

kanyamanan pasien melalui dukungan lingkungan fisik. Dukungan lingkungan

fisik yang diberikan caregiver terdiri dari dua kategori yaitu memfasilitasi

penderita stroke dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan kenyamanan

pada penderita stroke.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa mereka melakukan beberapa

modifikasi dari kamar mandi dan kamar tidur untuk memfasilitasi penderita stroke

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Ungkapan partisipan tersebut dapat dilihat

sebagai berikut:

“Bangun tengah malam sih enggak, paling kalau misalnya sudah


tengah malam gitu kami bawa tong untuk dia kencing sama air jadi
dia gak usah ke kamar mandi. Jadi malam takutnya dia gak
nampak atau apa dia kan gak stabil, jadi dekat dia.” [P6]

“..iya, di usahakan semua pegang ini ya pak, kalok mau duduk ini
kursinya, kalok mau ke belakang nanti dorong kursinya pake
tangan, makanya kalok kebelakang dia, berisik, di dorongnya
kursinya, jalan dia ke belakang,. iya, tempat tidurnya pun saya
pisahkan, tapi gak pake kasur saya bikin,..” [P7]

“..kalok waktu itu baru-baru kenak itu tau sangkin pinginnya dia
jalan, tali tambang dari dapur sampek kesini dibuat adekku kan,
mau dia jalan, pelan-pelan, dari situ la agak begerak tangannya,
kakinya semua, itulah yang ku bilang, mulai bisa jalan dari sini,
sampek sini, beli tongkat bisa la dia jalan dari sini sampek ke
kamar mandi,,,” [P4]

Selain memfasilitasi penderita stroke untuk memudahkan mobilisasinya,

seorang partisipan juga memikirkan untuk memberikan kenyamanan kepada

penderita stroke. Hal ini terungkap sebagai berikut:

“ Kemarin itu, beli springbed yang kecil gitu, bawah, rencananya


pengin untuk dia nanti di ruang tv beli ambal kecil yang empuk
gitukan..” [P6]

“Disarankan itu katanya tilam khusus, karna pake springbed itu


mengikuti bentuk tubuh, jadi katanya pake itu dulu buk, tapi
daripada bouknya gak bisa tidur, dan mengganggu kesehatannya
juga, udah kami sarankan lagi gimana bouknya ini dibikin, yaudah
gakpapa kata fisioterapisnya. Gak jadi jadinya, padahal udah
dibelik..” [P10]

4). Memberikan Pengobatan

Universitas Sumatera Utara


Stroke merupakan penyakit menahun yang menyisakan kecacatan atau

kelumpuhan pada penderitanya, sehingga pengobatan pada penderita stroke harus

terus diusahakan baik dari segi pengobatan medis dan alternatif. Dalam hal

memberikan pengobatan caregiver sangat berperan penting untuk mencari

pengobatan yang sesuai dengan penderita stroke baik medis maupun alternatif.

Beberapa partisipan mengatakan bahwa ketika penderita pertama sekali

terkena serangan stroke selalu dibawa ke rumah sakit ataupun ke dokter untuk

mendapatkan pengobatan medis. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:

“,,,di ledong itu kaya gitu juga tegeletak aja, gak terbuka matanya,
kan masuk ICU, yaudah 2 hari bisa masuk ruangan, berarti 8 hari
di ruangan..” [P5]

“,,,tetap saya kasi, iya kok masi begitu dok? Kita kasi obat la gak
papa, ya gitu la kata dokter itu kan, tapi ada terus obat yang
diganti sama dokter itu, tetap kami konsul kesana...” [P7]

Selain pengobatan medis, beberapa partisipan juga membawa pasien untuk

mendapatkan pengobatan alternatif. Hal diungkapkan partisipan sebagai berikut:

“,,,itulah pengobatan alternatif itu, datang dia cara ngobat dia


pake kayu bekam,. ada juga dia ini terapi stroke dari jambi.. ya
gitu lah udah dikasi obat keling itu, ya udah lancar. dikusuk,
dikusuk sama dikasi obat rebus, seminggu dua kali, tpi itulah bisa
jalan, iya, itulah dibilang yang dibinje itu dicucuk-cucuk, jarumnya
pun dibawak pulang,,” [P12]

“,,,pertama kan agak peyot mulutnya sebelah kanan sampek


menetes netes ludahnya, udah di infus dia gak merot lagi mulutnya,
ngomongnya pun dah bagus, udah itu di bawa la dulu berobat
kampung, bekusuk, akupuntur,,” [P13]

Kesimpulan dari penjelasan tema 1 di atas dapat dilihat pada matriks di

bawah ini pada Tabel 4.2

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2
Tema 1 Memberikan Dukungan Secara Total Terhadap Anggota Keluarga Yang Menderita Stroke

TEMA 1 MEMBERIKAN DUKUNGAN SECARA TOTAL TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE

Dukungan
KATEGORI Dukungan Moril Dukungan lingkungan fisik Memberikan Pengobatan
Finansial
Bertanggung
Selalu ada Mendahulukan Menyediakan Memberikan Memfasilitasi
jawab demi Memberikan Pengobatan Pengobatan
SUB- untuk kepentingan kebutuhan Kenyamanan pasien dalam
kesembuhan motivasi alternatif medis
KATEGORI pasien pasien pasien pada pasien memenuhi
pasien
kebutuhan dasar
KODE Komitmen Menemani Mendahulukan Motivasi Memberikan Menyediakan Merombak kamar Berobat ke Fisioterapis
sembuh Selalu Makan berjalan sesuai tempat tidur mandi dukun Berobat ke
Melakukan disamping Mendahulukan Motivasi keinginan yg nyaman Pakai kipas Kusuk dokter
semua Menjaga mandi beribadah Biaya dari Menyediakan Memasang tali Terapi Opname/rawat
Tanggung Pengertian Mengutamakan Memberikan anak TV untuk berjalan herbal inap
jawab Bangun pasien pujian dan Berhutang Lantai tidak Memberikan Bekam
Mengusahakan tengah reward Pekerjaan licin tongkat Akupunktur
semua malam Membawa sampingan Menyediakan
Tidur di refreshing ember untuk BAK
samping Menyediakan
pasien kursi untuk
Rumah pegangan jalan
tidak Tempat tidur
pernah khusus
kosong Menyediakan

Universitas Sumatera Utara


pispot

Universitas Sumatera Utara


4.2.2. Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarga yang
menderita stroke

Pasien stroke mengalami kelemahan dan kelumpuhan fisik sehingga

hampir semua kebutuhan dasar penderita stroke harus dibantu oleh caregiver.

Adapun kategori dari tema tersebut di atas antara lain: (1) Kebutuhan fisiologis,

(2) Kebutuhan rasa aman dan nyaman, dan (3) Kebutuhan Spiritual. Masing-

masing kategori dijelaskan di bawah ini:

1). Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis pasien dalam hal ini dibagi menjadi sub kategori

kebutuhan mobilisasi, kebutuhan eliminasi (BAK & BAB), serta kebutuhan

nutrisi. Sub kategori tersebut adalah kebutuhan fisiologis penderita stroke yang

secara umum membutuhkan bantuan caregiver.

Seorang partisipan mengatakan bahwa untuk berpindah atau mobilisasi,

penderita stroke selalu membutuhkan caregiver untuk membantunya. Hal ini

diungkapkan partisipan sebagai berikut:

“,,ya di rawat-rawat aja, mau duduk dia di bantu, tarek la


tanganku katanya ditarek, harus kita dudukkan dia, dudukkan nanti
yaudah, mandi mandi sendiri, tapi dudukkan la dia, di kamar
mandi. ya dibopong la ke kamar mandi..” [P13]

Kebutuhan nutrisi penderita stroke juga sangat penting untuk diperhatikan,

baik dari jenis makanannya maupun cara pemberiannya. Hal ini diungkapkan

partisipan sebagai berikut:

“Cuma makan kami iniin ,kami banyakkan rebusan. Hmm makan


ga banyak, gatau kayamana ga perhatian juga sebelumnya
makannya garam atau ga, ga pernah masak, Cuma semenjak sakit
itu dikurangi semua, ga pakai apa – apa lagi. Nanti kalau dia ga
marah lagi, ditanya lagi maunya gimana, mau makan atau tidak?

Universitas Sumatera Utara


Pelan – pelan ngasih nya, sedikit – sedikit. Makannya tetap sedikit
– sedikit kak, tetap dari sendok.” [P15]

Kebutuhan eliminasi penderita stroke juga sering dikeluhkan caregiver

dalam membantu untuk BAB dan BAK. Hal ini diungkapkan beberapa partisipan

antara lain:

“,,,tapi kan waktu puasa kemaren, pake pempers, memang parah


kali, siap buka, buka pempers baru turs ambil air sembahyang,
teraweh, itu teringat kali, itulah kayaknya kita mau pigi terawh kita
gantikan dulu pempersnya, kalok sebelum apa tadi kan kita masik
puasa kan, tidur la sama bayi, kami kan masak di dapur untuk
buka puasa, udah kursi di geser semua, dibentang tilam,,,” [P3]

“,,oo, waktu baru-baru sakit itu BAK pake pispot, kesian awak
bolak balek dia ke kamar mandi. ke kamar mandi, gak pernah
buang air besar di tempat tidur,,” [P4]

“Jadi kubantulah dia, mau BAB kan, kuangkatkan kakinya,


kubantu dia sementara nunggu dokter diangkat kaya gini, yaudah
gapapa abis itu. hmm kalau sekarang kadang kencing dulu kan
sampai dua kali baru aku pampersin. Takutnya kecepatan kadang
kan nanti bocor..” [P14]

2). Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Kebutuhan rasa aman dan nyaman meliputi beberapa sub-kategori antara

lain: membantu penderita stroke untuk melakukan self care dan memberikan

kenyamanan untuk penderita stroke. Kebanyakan penderita stroke mengalami

ketergantungan partial care dan total care, sehingga untuk melakukan self care

tentu saja harus dibantu caregiver.

Beberapa partisipan mengungkapkan hal tersebut sebagai berikut:

“,,dia gak bisa karna pake pempers, pagi dimandikan sore,


ngangkat- ngangkat ke kursi roda dua orang, nunggu orang lewat
manggil-manggil. Udah duduk di kursi roda, kita dorong ke luar,
ngangkat air panas keluar, heheh, udah lama juga hampir setaun
tiap hari di mandikan di teras, terus menurunkannya dari kursi

Universitas Sumatera Utara


roda lagi, panggil orang tadi lagi untuk menurunkan kan, ihh lama
kali itu kayaknya hampir setaun.” [P3]

“,,soalnya kami kan orang karo, kalok misalnya la adekku yang


mandikan kan malu, ya aku sendiri la yang mandikan. udah selesai
saya lap smua, saya kasi sarung, baru kami angkat lagi ke rumah,
dirumah, ditutup tirei gitu baru saya apakan, di lap smua, di
bajui.” [P16]

3). Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual merupakan salah satu hal penting yang harus

diingatkan oleh caregiver terhadap penderita stroke. Hal ini diungkapkan seorang

partisipan sebagai berikut:

“,,kalau dia mau sholat, ngambil air wudunya ke kamar mandi itu
yang repot, sholatnya pun harus sholat kami yang menguatkan.
kami ke spiritualnya itu yang kami ini kan dan psikis dia udah
banyak yang dilakukan dia sebagai nenek, sebagai ibu,” [P10]

“,,beribadah lah dek, kalau misalnya apa solat lima waktu tetap
kakak itu solat, kalau mau wudhu dibawa ke kamar mandi. iya
kakak itu ga tahan duduk lama – lama, apalagi berdiri, di dalam
islam pun boleh kan tidur apa golek gitukan. Jadi islam pun
memudahkan tidak ada yang menyusahkan beribadah. iya selalu
diingatkan sholat..” [P9]

Kesimpulan dari penjelasan tema 2 di atas dapat dilihat pada matriks di

bawah ini pada Tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3
Tema 2 Memenuhi Kebutuhan Dasar Penderita Stroke

TEMA 2
MEMENUHI KEBUTUHAN DASAR PENDERITA STROKE
Kebutuhan rasa aman dan Kebutuhan Kebutuhan
KATEGORI Kebutuhan Fisiologis
nyaman Psikologis Spiritual
Membantu Memenuhi Membantu
SUB- Eliminasi: Memberikan Menyenangkan
Mobilisasi Self care kenyamanan pasien
KATEGORI BAB & BAK Nutrisi pasien
pasien pasien beribadah
KODE Latihan gerak Membantu Nyuapin makan Memandikan Menggaruk Bermuka Membantu
dan jalan eliminasi Memberikan pasien bagian tubuh manis di depan wudhu
Memindahkan dengan pispot minum Melap pasien yang gatal pasien Mengingatkan
pasien Membuang Memasak makanan Memasang Menyediakan Tidak tampak sholat
Mendorong eliminasi pasien pakaian air hangat kesal di depan Baca ayat al-
kursi roda Membantu Memberikan pasien untuk mandi pasien qur’an
Mengangkat eliminasi makanan ringan Mencuci
pasien dengan Memberikan jus pakaian
Miring pampers secara rutin pasien
kanan/kiri Memilih makanan
yg sesuai

Universitas Sumatera Utara


4.2.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat anggota
keluarga yang menderita stroke

Caregiver pada pasien stroke memiliki tugas yang sangat berat karena

hampir seluruh aspek kehidupan penderita stroke tergantung bantuan dari

caregiver. Banyaknya tugas caregiver yang selama bertahun-bertahun merawat

penderita stroke mengakibatkan dampak yaitu: (1) Penderitaan caregiver dan

(2) Hikmah bagi hidup caregiver.

Adapun masing-masing kategori akan dibahas sebagai berikut:

1). Penderitaan caregiver

Penderitaan caregiver sangat banyak dikeluhkan oleh caregiver penderita

stroke. Penderitaan caregiver yang didapatkan dari wawancara terdiri dari sub-

kategori: dampak fisik, dampak psikologis, dan dampak sosial. Dampak fisik yang

dirasakan oleh beberapa caregiver berupa kelelahan, kurang tidur, pegal-pegal

bahkan ada yang sampai jatuh sakit. Hal tersebut di atas diungkapkan oleh

beberapa caregiver sebagai berikut:

“Lelah, kadang pinggang, kebetulan kan melahirkan operasi, jadi


memapah bouk ke kamar mandi, Demam, flu, tapi sakitnya sampe
berobat-berobat ke klinik karna kecapean memang.” [P1]

“,,ya kadang dia gak bisa juga tidur kan tapi karna kita capek kan,
ya tidur juga, biar pun dia ribut, gelisah kan, goyang-goyang kan
tempat tidurnya ribut, tapi karna saya capek kali ya tidur,.” [P12]

Universitas Sumatera Utara


Selain dampak fisik, ternyata yang paling dikeluhkan caregiver adalah

dampak psikologis yang dirasakan selama merawat penderita stroke. Berikut ini

ungkapan beberapa partisipan:

“Frustasi ya itu tadi kadang yang dibilangnya kadang bouk


nangis ya sedih juga, tapi berarti kami yang gak beres merawat
dia,,” [P10]

“,,terkadang datang la pulak palak awak kan, ini bukan sakit ini,
ini karna stroke saja ku bilang, merokok lagi, minum air dingin,
makan enak. capek awak melarangnya malah awak di marahinnya,
kau kok sibuk kali, katanya. gak ada itu katanya, memang kau
cerewet kau, kan bukan uang kau yang ku habiskan katanya, jadi
mrepet, yaudah la mampus la situ, ku bilang la, dia gak bisa
dilarang tau, minum air dingin tengah malam, udah kasi klen aja,
biar senang dia kubilang,” [P4]

“,,sempat kesal. Karena kan sama – sama cape juga, kadang ya ga


juga, tergantung lah, kadang lagi cape bawannya marah. Kalau
misalnya kami makan gitukan beli diluar, mau minta gitu, dilarang
juga gamau, sedikit saja gitu, agak keras gitu dia, bukan dia yang
mau menjaga dirinya, kami yang banyak melarang, dia apa – apa
kepingin, jadi kan kasian juga, tapi tetap minum obat. Sabar ya
sabar kak, Cuma yang terakhir inilah, capek kali, capek kali disitu
memang, sumber stress nya itukan sudah dari rumah, diluar juga,
jadi itu benar – benar gak tahan disitu.” [P6]

Dampak sosial juga ternyata dirasakan oleh caregiver karena hampir

seluruh waktu dihabiskan untuk merawat dan menjaga penderita stroke. Hal ini

dikeluhkan oleh beberapa caregiver, sebagai berikut:

“iya terganggu la, kegiatannya yang kayak wirid udah terganggu.


pokoknya udah ku bilang sama ketuanya itu, kan orang tu kan
sempat juga datang kesini, mintak maaf aku ya, jangan klen protes
aku jarang datang ya, nampak klennya ini, iya kata orang tu,,”
[P4]

“,,jadi semenjak sakit apa pun gak bisa, nenek pun gak bisa
keman-mana, anak nenek ini lah. mana bisa lagi pengajian,
ngiirim-ngirim sama kawan aja la, gak pergii, nanti kita gak
ngirim di keluarkan orang juga la. cemana lah gak datang apa
kita, nampak kawan-kawan pigi gitu, awak gak pigi, sekarang ini

Universitas Sumatera Utara


lumayannnya kalok udah mandi dia, udah makan dia, bisa ditaksir-
taksir udah bisa pigi la, apalagi kalok macem kami orang karo
kalok pesta 1 hari tok kan, gak bisa lagi nenek pigi”. [P8]

Kesimpulan dari penjelasan tema 3 di atas dapat dilihat pada matriks di

bawah ini pada Tabel 4.4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4
Tema 3 Penderitaan Dan Hikmah Bagi Caregiver Selama Merawat Anggota Keluarga Yang Menderita Stroke

PENDERITAAN DAN HIKMAH BAGI CAREGIVER SELAMA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA
TEMA 3
STROKE

KATEGORI Penderitaan caregiver Hikmah bagi caregiver


Lebih dekat
SUB- Menjaga Meningkatkan Memandirikan
Dampak Fisik Dampak Psikologis Dampak Sosial dengan
KATEGORI Kesehatan spritualitas anak-anak
keluarga
KODE Lupa makan Frustasi Tidak bisa jalan- Persiapan Rajin mengaji Selalu ada di Bisa
Kelelahan Kesal jalan ke luar diri saat tua Menghafal rumah mengerjakan
Sakit Tidak Sabar Tidak bisa belanja Lebih ayat sholat Sering sendiri PR
pinggang Bosan Kegiatan pengajian menjaga Lebih sering komunikasi Jadi lebih
Kurang tidur Pasrah terbaikan makanan beribadah mandiri
Hipotensi Nangis Tidak bisa
Rematik Sakit hati mengunjungi
Badan pegal- Kasihan saudara
pegal Stres Berhenti bekerja
Pasien sulit diatur
Ingin bertukar posisi
dengan pasien

Universitas Sumatera Utara


4.2.4. Kurangnya keterampilan caregiver dalam merawat anggota keluarga
yang menderita stroke

Kebanyakan caregiver adalah orang awam yang memang baru pertama

kali merawat penderita stroke, sehingga caregiver kurang memiliki keterampilan

dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke. Tema ini terdiri dari dua

kategori yaitu: (1) Kebutuhan edukasi dan informasi dan penderita stroke dan

(2) Kebutuhan psikologis. Kategori akan dibahas masing-masing di bawah ini:

1). Kebutuhan edukasi dan informasi

Ada beberapa sub-kategori kebutuhan edukasi dan informasi yang

dibutuhkan caregiver yaitu: informasi terkait stroke dan pengobatannya, informasi

cara perawatan penderita stroke, dan informasi terkait psikologis penderita stroke.

Caregiver mengungkapkan bahwa kebutuhan akan edukasi dan informasi ini

penting karena mereka merasa bingung dan tidak tahu cara merawat penderita

stroke yang sebenarnya. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut ini:

“Untuk ini sendiri dokternya ngasi tau, cuma gak jelas kasi taunya.
Kadang kami pengen informasi mau sih dokternya langsung
ditelpon. Misalnya ada obat ini, kami rasa, ini obat dok bisa
dilanjut? Mau dia dihubungi. Kalo untuk latihannya dari
fisioterapi kami dapat cara kakinya gimana digerak-gerakkan.”
[P10]

“Kalok maunya saya sih diterapkan semuanya, mulai dari obatnya,


kemudian kapan berhenti obatnya, kapan ditambah, dan
bagaimana menghadapi mertua yang seperti itu psikisnya,” [P1]

“,,gatau juga karena itu membantu karena kan dicampur,


pokoknya abis minum jus dikasih lah propolis. Dari berobat kan
sudah berapa jam obat kan, dikasih propolis kukasih jus apel.
Nanti dia mau cemilan dikasih kerupuk. tapi iya gak sih kalau
misalnya dilatih dipaksakan itu ga ada keseimbangan cacat atau
gimana ya?” [P5]

Universitas Sumatera Utara


2). Kebutuhan Psikologis

Seorang partisipan merasa butuh tempat untuk berkeluh kesah

mencurahkan semua perasaan serta stres yang dirasakan selama merawat

penderita stroke. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai berikut:

“,,kadang-kadang keluar, sholat, kita kembalikan ke Allah, kalok


kita cerita ke orang, yang ada orang marah ngecap kita, tukang
berantam, paling sering saya apa ke anak yang di surabaya itu,
kalok itu memang betul-betul bertelepon kita bisa nangis, nelpon
dia terus dia ngasi nasehat, itulah untuk menenangkan hati,” [P3]

Kesimpulan dari penjelasan tema 4 di atas dapat dilihat pada matriks di

bawah ini pada Tabel 4.5.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5
Tema 4 Kurangnya Keterampilan Dalam Merawat Keluarga Yang Menderita Stroke

KURANGNYA KETERAMPILAN DALAM MERAWAT KELUARGA YANG MENDERITA


TEMA 4
STROKE

KATEGORI Kebutuhan edukasi dan informasi Kebutuhan Psikologis


SUB- Informasi Perawatan Informasi
Informasi Stroke Tempat sharing
KATEGORI Stroke pengobatan
KODE Informasi gejala stroke Cara memindahkan Informasi obat Butuh orang lain
Informasi rehabilitasi stroke pasien yang diberikan untuk bertukar
Informasi nutrisi Cara memberikan Informasi tempat pikiran
makan
pengobatan
Cara membantu BAB &
BAK Informasi
Informasi rentang gerak pengobatan
alternatif

Universitas Sumatera Utara


4.2.5. Keterbatasan Caregiver

Dalam menjalankan perannya, caregiver memiliki banyak keterbatasan

yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor

finansial, dan (3) Faktor fasilitas. Masing-masing kategori dibahas berikut ini:

1). Faktor masalah fisik

Keterbatasan fisik caregiver ditentukan berbagai faktor yang dibagi

menjadi dua sub-kategori yaitu: penyakit yang dialami caregiver dan fisik yang

lemah. Hampir seluruh caregiver dalam penelitian ini adalah perempuan yang

memiliki fisik yang lemah. Ada juga beberapa caregiver yang merupakan istri

dari pasien dan sudah lansia sehingga sudah mengalami berbagai maslah

kesehatan. Hal ini diungkapkan beberapa caregiver antara lain:

“Memang kondisi ibuk udah sakit-sakitan, apalagi ini ku bilang 2


minggu la kami gak masak, udah beli, sapa lah yang mau, ku
bilang sama si hakim, kim, kita selamatkan la perut masing-
masing, ku bilang, iya bouk, katanya, yaudah siapa mau makan ya
makan, mau belik nasi, ya belik, mau belik bakso ya belik bakso,
yang perempuan, repot ngurusin anaknya,” [P4]

“,,ada anak kos, orang sebelah-sebelah ini mintak tolong, biar di


angkatkan ke kursi roda. pernah kami sekali, perempuan 3, nenek
yang nyuci, yeni, sama sebelah, kami bertiga, jatuh gak bisa, gak
kuat.” [P3]

2). Faktor finansial

Kurangnya biaya merupakan keterbatasan caregiver sehingga tidak bisa

maksimal dalam merawat penderita stroke. Hal ini sering dikeluhkan caregiver

sebagai keterbatasannya, seperti yang diungkapkan salah satu caregiver di bawah

ini:

Universitas Sumatera Utara


“Lupa ibu, ga ada mempannya. Terakhir di panggil ponco
kerumah, terapi disini, gak sanggup ibu lagi, sudah habis duit
berobatnya. Dikasih obat dia dari dokter saraf segini banyaknya
Capek, kalau berobat dia satu setengah juta, darimana duit ?”
[P2]

“,,soalnya namanya pun berobat, udah tau dia uang pun sudah
habis, anak pun masi ada yang sekolah, iya, dua lagi sekolah, itu
pun yang laki-laki itu tulang punggung, itu semua, kuliah, yang
paling kecil masi smp. masi panjang ya kan, masi banyak
tanggungan, tapi gimana kalok begitu di kasi Tuhan, mau gimana
lagi?” [P7]

3). Faktor fasilitas

Sulitnya alat transportasi ternyata mempengaruhi caregiver dalam

membawa penderita stroke untuk berobat. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai

berikut:

“Makanya itu gamau dia berobat lagi, ga ada yang bawa, anak
awak kerja semua, nanti sore baru berpulangan.” [P11]

“,,iya, gak ada lagi yang bawakkan, naik kreta gak sanggup orang
tu, gak brani. di terapi aja sering di ajaknya itu, siapa yang mau
bawak ku bilang, ya kita aja la, ah gak sanggup la ku bilang,” [P4]

Kesimpulan dari penjelasan tema 5 di atas dapat dilihat pada matriks di

bawah ini pada Tabel 4.6.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6
Tema 5 Keterbatasan Caregiver Dalam Merawat Pasien Stroke

TEMA 5 KETERBATASAN CAREGIVER DALAM MERAWAT PASIEN STROKE

KATEGORI Faktor masalah fisik Faktor Finansial Faktor Fasilitas


SUB- Penyakit yang dialami Fisik yang lemah
Kurangnya biaya Alat transportasi
KATEGORI caregiver
KODE Rematik Usia lansia Uang sudah habis Tidak ada kendaraan
Hipertensi Kondisi fisik lebih kecil dari Anak masih kecil sebagai Kesulitan mencara
Post-operasi SC pasien tanggungan kendaraan
Sakit maag Tidak ada orang yang bantu Biaya sehari-hari kurang
Biaya pengobatan yang
mahal

Universitas Sumatera Utara


4.3. Hasil Observasi Caregiver dalam Merawat Anggota Keluarga yang
Menderita Stroke di Rumah

Hasil observasi yang dilakukan terhadap caregiver selama merawat

penderita stroke di rumah yaitu: caregiver memberikan dukungan secara total,

caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita stroke, dan

penderitaan dan hikmah bagi caregiver.

4.3.1. Hasil observasi caregiver memberikan dukungan secara total

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,6% caregiver

memberikan dukungan secara total antara lain selalu ada di samping penderita

stroke, selalu memberikan motivasi untuk sembuh, dan mengutamakan

kepentingan penderita stroke di atas kepentingan pribadi caregiver.

Tabel 4.7.
Hasil observasi caregiver memberikan dukungan secara total

Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
Caregiver memberikan motivasi dan semangat
1. 13 (81,2) 3 (18,8)
kepada pasien stroke
Caregiver mengutamakan kepentingan pasien dalam
2. 12 (75) 4 (25)
kegiatan sehari-hari.
3. Caregiver selalu ada untuk pasien stroke 11 (68,8) 5 (31,2)
Caregiver mendiskusikan tentang perawatan dengan
4. 6 (37,5) 10 (62,5)
pasien stroke
Caregiver mendengarkan pendapat/keluhan pasien
5. 12 (75) 4 (25)
stroke
Caregiver tampak semangat dan optimis dalam
6. 8 (50) 8 (50)
merawat pasien stroke
Total rata-rata 10,3 (64,6) 5.7 (35,4)

Universitas Sumatera Utara


4.3.2. Hasil observasi caregiver memenuhi kebutuhan dasar penderita stroke

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,7% membantu

penderita stroke dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dan memberikan

kenyaman untuk pasien.

Tabel 4.8.
Hasil observasi caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita
stroke
Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
1. Caregiver merawat pasien stroke dengan lemah
8 (50) 8 (50)
lembut
2. Caregiver membantu pasien stroke dalam memenuhi
16 (100) 0 (0)
kebutuhan dasar sehari-hari
3. Caregiver melibatkan pasien stroke dalam perawatan
9 (56,2) 7 (43,8)
diri pasien
4. Caregiver memberikan kenyamanan kepada pasien
10 (62,5) 6 (37,5)
stroke
5. Caregiver cekatan dan terampil dalam merawat
4 (25) 12 (75)
pasien stroke
Total rata-rata 9,4 (58,7) 6,6 (41,3)

4.3.3. Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 60,9% caregiver

mengalami penderitaan berupa dampak fisik dan psikologis selama merawat

penderita stroke.

Tabel 4.9.
Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver\
Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
1. Caregiver sabar dalam merawat pasien stroke 7 (43,8) 9 (56,2)
2. Caregiver tampak stress dalam merawat pasien stroke 9 (56,2) 7 (43,8)
3. Caregiver tampak kelelahan dalam merawat pasien 13 (81,2) 3 (18,8)
stroke
4. Caregiver tampak pasrah dengan keadaan pasien 10 (62,5) 6 (37,5)
stroke
Total rata-rata 9,8 (60,9) 6,3 (39,1)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10
Matriks Kumpulan Tema dan Hasil Observasi
Observas
No Tema Kategori Sub-Kategori Koding
i
1. Memberika Dukungan Bertanggung Komitmen sembuh 64,6%
n Dukungan Moril jawab demi Melakukan semua
Secara kesembuhan Tanggung jawab
Total pasien Mengusahakan semua
Terhadap Selalu ada untuk Menemani 68,8%
Anggota pasien Selalu disamping
Keluarga Menjaga
Yang Pengertian
Menderita Bangun tengah malam
Stroke Tidur di samping pasien
Rumah tidak pernah kosong
Mendahulukan Mendahulukan Makan 75%
kepentingan Mendahulukan mandi
pasien Mengutamakan pasien
Motivasi berjalan 81,2%
Motivasi beribadah
Memberikan
Memberikan pujian dan
motivasi
reward
Membawa refreshing
Dukungan Menyediakan Memberikan sesuai keinginan -
Finansial kebutuhan Biaya dari anak
pasien Berhutang
Pekerjaan sampingan
Dukungan Memberikan Menyediakan tempat tidur yg 62,5%
lingkungan Kenyamanan nyaman
fisik pada pasien Menyediakan TV
Lantai tidak licin
Memfasilitasi Merombak kamar mandi -
pasien dalam Pakai kipas
memenuhi Memasang tali untuk berjalan
kebutuhan dasar Memberikan tongkat
Menyediakan ember untuk
BAK
Menyediakan kursi untuk
pegangan jalan
Tempat tidur khusus
Menyediakan pispot
Memberikan Pengobatan Berobat ke dukun -
Pengobatan alternatif Kusuk
Terapi herbal
Bekam

Universitas Sumatera Utara


Akupunktur
Pengobatan Fisioterapis -
medis Berobat ke dokter
Opname/rawat inap

Lanjutan Tabel 4.11

NO TEMA KATEGORI SUB-KATEGORI KODING Observasi


2. Memenuhi Kebutuhan Latihan gerak dan jalan 100%
kebutuhan Fisiologis Memindahkan pasien
dasar Mobilisasi Mendorong kursi roda
penderita Mengangkat pasien
stroke Miring kanan/kiri
Membantu eliminasi dengan
pispot
Eliminasi: BAB &
Membuang feses
BAK
Membantu eliminasi dengan
pampers
Nyuapin makan
Memberikan minum
Memberikan Memasak makanan pasien
Nutrisi Memberikan makanan ringan
Memberikan jus secara rutin
Memilih makanan yg sesuai
Kebutuhan Memandikan pasien 62,5%
rasa aman Membantu Self Melap pasien
dan nyaman care pasien Memasang pakaian pasien
Mencuci pakaian pasien
Menggaruk bagian tubuh 62,5%
Memenuhi
yang gatal
kenyamanan
Menyediakan air hangat
pasien
untuk mandi
Kebutuhan Bermuka manis di depan 50%
Psikologis Membuat pasien pasien
senang Tidak tampak kesal di depan
pasien
Kebutuhan Membantu wudhu -
Membantu pasien
Spiritual Mengingatkan sholat
beribadah
Baca ayat al-qur’an

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 4.11

KATEGOR SUB- Observas


NO TEMA KODING
I KATEGORI i
3. Penderitaan Penderitaan Dampak Fisik Lupa makan 81,2%
dan hikmah caregiver Kelelahan
bagi Sakit pinggang
caregiver Kurang tidur
selama Hipotensi
merawat Rematik
anggota Badan pegal-pegal
keluarga Dampak Frustasi 56,2%
yang Psikologis Kesal
menderita Tidak Sabar
stroke Bosan
Pasrah
Nangis
Sakit hati
Kasihan
Stres
Pasien sulit diatur
Ingin bertukar posisi
dengan pasien
Tidak bisa jalan-jalan ke
luar
Tidak bisa belanja
Dampak Kegiatan pengajian
Sosial terbaikan
Tidak bisa mengunjungi
saudara
Berhenti bekerja
Hikmah Menjaga Persiapan diri saat tua
bagi Kesehatan Lebih menjaga makanan
caregiver Rajin mengaji
Meningkatka
Menghafal ayat sholat
n spritualitas
Lebih sering beribadah
Lebih dekat Selalu ada di rumah
dengan Sering komunikasi
keluarga
Bisa mengerjakan sendiri -
Membuat
PR
anak mandiri
Jadi lebih mandiri

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 4.11

SUB-
NO TEMA KATEGORI
KATEGORI KODING
4. Kurangnya Kebutuhan Informasi gejala stroke
Informasi
keterampilan edukasi dan Informasi rehabilitasi stroke
Stroke
dalam informasi Informasi nutrisi
merawat Cara memindahkan pasien
keluarga Informasi Cara memberikan makan
yang Perawatan Cara membantu BAB &
menderita Stroke BAK
stroke Informasi rentang gerak
Informasi obat yang
diberikan
Informasi
Informasi tempat pengobatan
pengobatan
Informasi pengobatan
alternatif
Kebutuhan Tempat Butuh orang lain untuk
Psikologis sharing bertukar pikiran
5. Keterbatasan Faktor Rematik
caregiver masalah fisik Penyakit Hipertensi
dalam yang dialami Post-operasi SC b
merawat caregiver Sakit maag
pasien stroke
Fisik yang Usia lansia
lemah Kondisi fisik lebih kecil dari
pasien
Tidak ada orang yang bantu
Uang sudah habis
Anak masih kecil sebagai
Faktor Kurangnya tanggungan
Finansial biaya Biaya sehari-hari kurang
Biaya pengobatan yang
mahal
Faktor Alat Tidak ada kendaraan
Fasilitas transportasi Kesulitan mencara kendaraan

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Bab 5 pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan dan membahas hasil

penelitian serta membandingkannya dengan teori-teori atau konsep serta hasil

penelitian sebelumnya yang pernah ada. Interpretasi hasil ini dilakukan sesuai

dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh pemahaman yang mendalam

tentang pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat penderita stroke

di rumah. Selain itu, pada bab ini juga dibahas keterbatasan penelitian dengan

membandingkan proses penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti dengan

kondisi ideal yang seharusnya dicapai. Bagian akhir dari bab ini juga akan

membahas implikasi penelitian bagi keperawatan.

5.1. Interpretasi Hasil Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam

merawat penderita stroke. Partisipan yang terpilih sesuai dengan kriteria inklusi

penelitian dan berasal dari wilayah Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian ini,

peneliti mengidentifikasi 5 tema. Lima tema tersebut adalah: (1) Memberikan

dukungan secara total, (2) Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita

stroke, (3) Penderitaan dan hikmah bagi caregiver, (4) Kurangnya keterampilan

caregiver, dan (5) Keterbatasan caregiver. Selanjutnya peneliti akan membahas

secara rinci masing-masing tema yang teridentifikasi.

Universitas Sumatera Utara


5.1.1. Memberikan dukungan secara total

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa caregiver memberikan dukungan

secara total selama merawat penderita stroke. Fungsi dari caregiver adalah

menyediakan makanan, membawa pasien ke dokter, dan memberikan dukungan

emosional, kasih sayang dan perhatian (Tantono, 2006). Dukungan yang diberikan

caregiver mencakup seluruh aspek kehidupan penderita stroke dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya. Caregiver memberikan dukungan dalam bentuk dukungan

moril, finansial, lingkungan fisik, dan memberikan pengobatan.

Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu

kesembuhan penderita stroke baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual.

Tujuan dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara penderita stroke

dan caregiver. Caregiver mungkin membutuhkan bantuan dalam mempelajari

perawatan fisik dan teknik penggunaan alat bantu perawatan, menemukan sumber

home care, menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah untuk

mengakomodasi kesembuhan pasien (Lewis, et al, 2011).

Dukungan moril yang diberikan caregiver kepada pasien stroke tergambar

dari beberapa sub-kategori yaitu: selalu ada untuk penderita stroke, bertanggung

jawab demi kesembuhan penderita stroke, mendahulukan kepentingan penderita

stroke, dan memberikan motivasi. Seorang partisipan mengungkapkan bahwa

selalu ada disamping penderita stroke dan tidak pernah meninggalkan penderita

stroke. Hal ini sesuai dengan teori keperawatan yang dibuat oleh Williams (2003),

bahwa seorang caregiver haruslah memiliki komitmen selama merawat pasien.

Universitas Sumatera Utara


Komitmen tersebut mencakup bertanggung jawab, menjadikan pasien prioritas,

selalu ada memberikan dukungan, dan keyakinan akan kasih sayang.

Hasil observasi menunjukkan bahwa sebesar 64,6% caregiver memberikan

dukungan secara total antara lain selalu ada di samping penderita stroke, selalu

memberikan motivasi untuk sembuh, dan mengutamakan kepentingan penderita

stroke di atas kepentingan pribadi caregiver. Keterlibatan anggota keluarga pasien

stroke dalam peran caregiver adalah kejadian yang tak terduga, karena sifat cepat

penyakit ini. Keluarga penderita stroke merasa bahwa mereka berkewajiban

secara moral, dan tidak punya pilihan selain untuk menerima peran caregiver dan

mereka menganggap caregiving sebagai "bagian integral dari kehidupan" dan

sebagai "tugas yang tidak dapat dihindari" (Jones & Morris, 2012).

Caregiver selama merawat penderita stroke, turut mendampingi penderita

stroke untuk berobat, memfasilitasi hingga membantu dalam aplikasi pengobatan

tersebut. Akibat kecacatan yang dialami hampir sebagian besar penderita stroke,

sehingga rata-rata partisipan mengatakan membawa penderita stroke ke

pengobatan medis dan juga alternatif. Dari ungkapan partisipan didapatkan

beberapa pasien yang lebih cepat pemulihannya setelah mendapatkan pengobatan

alternatif disamping pengobatan medis. Data demografi penggunaan pengobatan

medis & tradisional menunjukkan bahwa sebesar 43,8% caregiver memberikan

pengobatan pasien stroke kombinasi dari pengobatan medis dan tradisional.

Secara ilmiah, terdapat pengobatan komplementer dan alternatif (CAM/

Complemetary and Alternative Medication), yang mana didefinisikan oleh The

National Center for Complementary and Alternative Medicine sebagai

Universitas Sumatera Utara


“sekelompok sistem medis dan kesehatan yang beragam, praktik, dan produk yang

saat ini tidak dianggap sebagai bagian dari pengobatan konvensional”. Pengobatan

alternatif dapat didefinisikan sebagai suatu cara mencari pengobatan dengan

memilih diantara dua atau beberapa kemungkinan untuk menyembuhkan penyakit

(Depdiknas, 2005).

Nahin, Barnes, Stussman, Bloom (2009), dalam National Center for

Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) menyebutkan terdapat

berbagai macam pengobatan alternatif antara lain terapi herbal, terapi nutrisi,

terapi jus, pijat/massage, akupunktur, akupressur, refleksiologi, dll. Berdasarkan

wawancara dengan beberapa partisipan didapatkan bahwa pengobatan alternatif

yang rata-rata dilakukan adalah pijat/ masase. Ada juga beberapa partisipan yang

membawa penderita stroke untuk mendapatkan terapi akupunktur dan herbal.

Caregiver mengatakan bahwa mereka membawa penderita stroke untuk

mendapatkan pengobatan alternatif karena tidak adanya perkembangan kesehatan

setelah mendapatkan pengobatan medis, kondisi ekonomi keluarga, informasi dari

teman atau saudara, dan kepercayaan/agama ataupun budaya dari suku.

Dalam penelitian yang dilakukan Varghese (2004) disebutkan bahwa

pengaruh sosial memang sangat kompleks salah satunya adalah pengaruh orang

lain atau sugesti teman memiliki angka 11,59% dari alasan pemilihan pengobatan

alternatif. Dalam penelitiannya, Varghese (2004) menyebutkan bahwa 13,04%

responden menyatakan pengobatan alternatif dipilih karena alasan murah.

Kedokteran konvensional sangat tergantung dari teknologi yang mahal untuk

Universitas Sumatera Utara


memecahkan masalah kesehatan, meskipun kadang pula hal tersebut tidak efektif

(Turana, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas partisipan bersuku

Batak (68,8%) dan agama Islam (81,2%). Nilai-nilai budaya yang dominan pada

diri individu sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.

Selanjutnya, kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia,

termasuk perilaku dalam hal memilih pengobatan (Notoatmodjo, 2007).

Selain pengobatan alternatif, ternyata penderita stroke juga masih

mendapatkan pengobatan medis. Kebanyakan partisipan masih terus melanjutkan

pengobatan medis dari dokter. Hal ini dikarenakan partisipan berpendapat apabila

pengobatan alternatif dan medis dikombinasikan dapat mempercepat pemulihan

penderita stroke.

Akan tetapi, partisipan yang lain memilih menghentikan pengobatan

medis karena alasan sudah tidak ada biaya dan tidak ada perkembangan kesehatan

pasien. Seorang partisipan tidak membawa penderita stroke untuk mendapatkan

pengobatan medis karena tidak ada biaya dan mengalami kesulitan dalam

mengurus jamkesmas. Karena faktor ekonomi, partisipan tersebut terpaksa

menghentikan semua pengobatan medis dan alternatif penderita stroke. Partisipan

tersebut memilih untuk pasrah dengan kesembuhan penderita stroke.

5.1.2. Caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita


Stroke

Penderita stroke mengalami kelemahan dan kelumpuhan fisik sehingga

hampir semua kebutuhan dasar pasien harus dibantu oleh caregiver. Berdasarkan

hasil penelitian, kebutuhan dasar yang dibantu oleh caregiver antara lain

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, dan kebutuhan spiritual.

Berdasarkan hasil observasi, menunjukkan bahwa 58,7% membantu penderita

stroke dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dan memberikan kenyaman

untuk penderita stroke.

Penelitian yang dilakukan oleh Arksey, et al (2005) terhadap 80 caregiver di

Inggris menyebutkan bahwa secara umum, caregiver memberikan bantuan dalam

eliminasi pasien yang terdiri dari buang air kecil dan buang air besar, membantu

self care pasien, dan mobilisasi pasien. Selain itu, Milligan (2004) dalam

penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas caregiver pada lansia. Tugas

yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga,

akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, sebagai berikut:

a. Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu: memberi makan, mengganti pakaian,

memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

b. Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat hiburan,

menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar

perawatan di rumah.

c. Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang

kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan namun

ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan.

d. Quality care, yaitu: memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan

indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa beberapa caregiver juga membantu

dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas penderita stroke. Berdasarkan hasil

Universitas Sumatera Utara


penelitian didapatkan mayoritas partisipan beragama Islam (81,2%). Beberapa

partisipan yang beragama Islam mengungkapkan bahwa mereka memfasilitasi

pasien stroke ketika berwudhu dan menjalankan sholat. Hal ini dikaitkan dengan

kepercayaan atau ajaran agama yang menganjurkan untuk beribadah baik ketika

keadaan sehat maupun sakit dan ketika senang maupun sulit.

5.1.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver

Caregiver pada penderita stroke memiliki tugas yang sangat berat karena

hampir seluruh aspek kehidupan pasien stroke tergantung bantuan dari caregiver.

Banyaknya tugas caregiver yang selama bertahun-bertahun merawat pasien stroke

mengakibatkan dampak yaitu: (1) Penderitaan dan (2) Hikmah dalam hidup

caregiver. Mayoritas caregiver mengeluhkan banyaknya penderitaan selama

merawat penderita stroke. Adapun penderitaan yang dirasakan caregiver

mencakup dampak fisik, psikologis, dan sosial. Hasil observasi peneliti

menemukan bahwa 60,9 % caregiver mengalami penderitaan berupa dampak fisik

dan psikologis selama merawat penderita stroke.

Penderitaan Caregivers dimulai ketika mereka pertama kali diberitahukan

tentang diagnosis pasien. Selama pasien di rumah sakit, perhatian besar caregiver

yaitu kondisi kesehatan pasien dan ketakutan bahwa pasien bisa mati. Hanya

setelah kesehatan pasien stabil, caregiver mulai kembali ke kehidupan rutin

mereka dan melakukan banyak pekerjaan (Pierce, Thompson, Govoni & Steiner,

2012; Kerr & Smith, 2000). Hasil data demografi menunjukkan bahwa mayoritas

partisipan merawat pasien stroke 1-3 tahun sebesar 43,8%.

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan oleh Pierce, Steiner, Govoni, Thompson &

Firdemann tahun 2007 menunjukkan bahwa caregiver akan berhasil dalam

menjalankan tugasnya dalam merawat pasien stroke dalam rentang 1 tahun ke

atas. Dalam kurun waktu 3-6 bulan pertama setelah serangan stroke, caregiver

masih berusaha untuk menerima kondisi pasien stroke, belajar untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan, dan belajar cara merawat pasien stroke.

Sehingga dalam penelitian ini, beberapa caregiver yang merawat pasien stroke <1

tahun mengeluh mengalami beban psikologis dan stres dalam merawat anggota

keluarga yang menderita stroke. Akan tetapi, berbeda dengan hasil penelitian

tersebut, caregiver yang sudah merawat pasien stroke >3 tahun justru merasa

stres dan mengalami beban fisik dan psikologis karena jenuh dan putus asa

merawat anggota keluarga yang menderita stroke dan tidak kunjung sembuh.

Banyak caregiver penderita stroke adalah lansia yang merupakan

pasangannya dan mungkin rentan terhadap masalah kesehatan yang serius, atau

sebelumnya memiliki sejarah penyakit kronis. Pada saat yang sama, caregiver

menderita masalah akibat perawatan pasien antara lain terkait masalah fisik

seperti kelelahan, keletihan, pusing, masalah tidur, nyeri, dan kelemahan

(Pornchai., et al, 2005; Pierce., et al, 2012) .

Stroke sebagai peristiwa traumatis, dampaknya tidak hanya pada orang

yang terkena, tetapi juga seluruh keluarga. Stres, marah, temperamen, melukai

perasaan, putus asa, ketidaknyamanan, dan kejenuhan adalah beberapa

konsekuensi emosional negatif caregiving (Pornchai., et al, 2005; Pierce, 2001;

Pierce., et al, 2012; Jones & Morris, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Perasaan ketidakpastian umumnya dialami oleh caregiver. Selama

pertemuan dengan tim perawatan kesehatan, adanya kesadaran mengenai potensi

penderitaan caregiver karena "perawat terlalu sibuk", saling berhubungan dengan

pertanyaan yang belum terjawab dan kegagalan tim kesehatan dalam memberikan

informasi yang cukup dan benar mengenai penyakit menjadi pencetus

ketidakpastian (Pornchai., et al, 2005; Ang., et al, 2013; ).

Perubahan perilaku pasien, masalah keuangan, dukungan yang tidak

memadai, tugas caregiving yang terlalu banyak, dan kesulitan tidur bisa menjadi

sumber caregiving distress (Pierce., et al, 2012). Caregiver berjuang untuk

mengelola kondisi kehidupan yang sulit dengan menerapkan strategi koping

berbeda, seperti tetap positif, menjadi fleksibel dengan perubahan mendadak,

membandingkan hal baru dengan pengalaman merawat pasien sebelumnya,

menggunakan humor, dan dukungan keluarga dan teman-teman (Jones., et al,

2012). Terlibat dalam kegiatan keagamaan dan mengandalkan sistem dukungan

sosial dan tokoh agama, kemampuan koping yang penting untuk meningkatkan

kehidupan caregiver dan memelihara kesejahteraan fisik dan emosional mereka

(Pornchai., et al, 2005).

Hirst (2005) menemukan masalah kesehatan mental yang timbul secara

langsung terhadap caregiver dalam proses perawatan pasien. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa caregiver yang memberikan perawatan kepada pasien/

keluarga lebih dari 20 jam atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko

mengalami tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.

Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath (2000) di Selandia Baru pada

Universitas Sumatera Utara


caregiver pasien stroke, menemukan terdapat kelelahan emosional dikaitkan

dengan gejala kelelahan, depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi.

Cameron et al (2006) menemukan sebesar 44% dari 94 orang caregiver

berkebangsaan Canada pada pasien stroke beresiko terkena depresi klinis.

Hasil survey yang dilakukan oleh Vitaliano, et al (2003, 2004)

menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia dengan demensia.

Pada penelitian tersebut, caregiver melaporkan mengalami gangguan kesehatan

fisik dan membutuhkan pengobatan yang lebih sering dibandingkan bukan

caregiver. Sebesar 23% terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver. Hasil

lain menunjukkan bahwa caregiver menghasilkan produksi antibodi yang rendah,

tingginya gangguan tidur dan kurang adekuatnya diet.

Selain penderitaan caregiver di atas, ternyata proses caregiving yang

dilakukan caregiver memiliki hikmah juga bagi kehidupannya. Hal ini

diungkapkan partisipan bahwa, selama merawat penderita stroke dapat lebih

menjaga kesehatannya, meningkatkan spiritualitas, dan pasien menjadi lebih dekat

dengan keluarga selama sakit stroke.

Studi yang dilakukan Patterson (1997) menemukan dampak positif

caregiving dari 11 orang caregiver perempuan. Seorang anak perempuan

mengungkapkan bahwa hubungannya menjadi lebih baik dengan orang tuanya,

seorang istri mengatakan merasa lebih dekat dengan suaminya yang sakit stroke

dan merasa dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Nikora (2004) di Selandia

Baru, menemukan bahwa menjadi caregiver dapat menambah pengalaman, ilmu,

serta dapat meningkatkan spiritualitas.

Universitas Sumatera Utara


5.1.4. Kurangnya keterampilan caregiver dalam merawat anggota keluarga
yang menderita stroke

Kebanyakan caregiver adalah orang awam yang memang baru pertama

kali merawat penderita stroke, sehingga ada beberapa keterampilan yang

diperlukan caregiver untuk memudahkan pekerjaannya dalam merawat pasien

stroke. Tema ini terdiri dari dua kategori yaitu: (1) Kebutuhan edukasi dan

informasi dan (2) Kebutuhan psikologis.

Penelitian Yedidia dan Tiedemann, (2008) berdasarkan tugas caregiver,

menyimpulkan kebutuhan caregiver yaitu: (1) Kebutuhan akan informasi tentang

pelayanan yang tersedia, (2) Manajemen stress dan strategi koping, (3) Masalah

keuangan dan asuransi, (4) Masalah komunikasi dengan profesional kesehatan,

(5) Informasi tentang penyakit, (6) Menggunakan bantuan yang kompeten,

(7) Bantuan tentang tugas-tugas perawatan, (8) Bantuan berkomunikasi dengan

pasien, (9) Nasihat hukum, (10) Informasi tentang obat, (11) Bantuan mengatasi

masalah akhir kehidupan, (12) Panduan memindahkan pasien ke fasilitas yang

mendukung, (13) Bantuan berurusan dengan keluarga.

Secara umum, pelayanan kesehatan ditujukan bagi penderita stroke,

sedangkan kebutuhan caregiver belum terselesaikan. Caregiver seringkali salah

mengerti tentang istilah "Stroke". Oleh karena itu, mereka termotivasi untuk

menemukan sumber-sumber lain selain tim kesehatan untuk mendapatkan

informasi dan untuk belajar keterampilan caregiving dengan cara yang kompeten

dan percaya diri. Kadang-kadang, mencari informasi yang diperlukan bisa sulit

dan frustasi untuk keluarga (Pornchai., et al, 2005; Ang., et al, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Kurang memadainya persiapan untuk tugas-tugas caregiving sering disorot

(Cobley., et al, 2012). Menyediakan caregiver dengan harapan yang realistis,

kepastian, informasi yang diperlukan, dan pelatihan keterampilan fisik sangat

penting. Untuk merasa yakin tentang keterampilan, caregiver membutuhkan

umpan balik yang konstruktif dan memvalidasi praktik mereka dari tenaga

pelayanan kesehatan profesional (Kerr & Smith, 2000).

Ketidakpuasan dan keluhan tentang kurangnya perawatan holistik yang

multidisipliner yang diterima dari institusi terkait membuat caregiver

menginginkan tim kesehatan profesional yang dapat memfasilitasi peran mereka

yang lebih baik dalam mengkoordinasikan perawatan yang diberikan, membantu

dalam kemajuan pasien dan pengasuh kehidupan menuju normal, menerapkan

penguasaan peran caregiving, dan memiliki sumber daya yang dapat diakses

masyarakat.

Keluarga penderita stroke merasa bahwa dalam bekerja, akan lebih mudah

bagi mereka untuk memberikan perawatan yang aman dan kompeten jika mereka

menerima dukungan profesional dan sosial yang memadai (Pornchai., et al, 2005).

Hal ini penting bagi tim pelayanan kesehatan untuk membangun hubungan

suportif dengan caregiver, dan peran profesional perawatan kesehatan harus

diperluas untuk mencakup tindak lanjut kunjungan ke rumah caregiver. Sebuah

penilaian kebutuhan keuangan, layanan rujukan yang tepat, dan peralatan

terjangkau ditekankan kebutuhan sebagai yang diidentifikasi oleh caregiver

(Ang., et al, 2013). Namun, kepuasan caregiver oleh dukungan dan layanan

masyarakat jarang didokumentasikan.

Universitas Sumatera Utara


5.1.5. Keterbatasan caregiver

Dalam menjalankan perannya, caregiver memiliki banyak keterbatasan

yang dibagi menjadi kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor finansial,

dan (3) Faktor fasilitas. Faktor masalah fisik yang dialami caregiver mencakup

dari sakit yang dialami caregiver, jenis kelamin caregiver dan pasien yang

dirawat, dan juga faktor usia caregiver.

Adapun jenis kelamin partisipan mayoritas adalah perempuan (93,8%),

sedangkan jenis kelamin penderita stroke yang terbanyak adalah laki-laki

(56,2%). Usia caregiver berada pada rentang 46-55 tahun (50%). Sebagian besar

caregiver adalah wanita. Menurut Montgomery, Rowse, dan Kosloski (2007),

wanita diketahui memiliki waktu istirahat dan latihan yang kurang dibandingkan

pria. Sehingga terjadi perubahan kardiovaskuler seperti tekanan darah meningkat.

Kurangnya waktu untuk merawat diri sendiri karena permintaan rawatan yang

berkesinambungan dapat berdampak negatif pada kesehatan caregiver.

Karakteristik penderita stroke berupa faktor usia menimbulkan pengaruh,

seperti pada caregiver lansia dengan masalah penurunan kemampuan fisiknya,

memerlukan bantuan untuk perawatan fisik dan masalah administrasi yang

mengarah kepada ketegangan dan stres caregiver. Dari segi pengaturan hidup,

dengan adanya perpindahan pasien dari rumah ke rumah sakit atau sebaliknya

misalnya, alam menimbulkan distres. Karakteristik penderita stroke berupa usia,

jenis kelamin, pekerjaan, status finansial, status pernikahan, pengaturan hidup dan

peran biasanya, ini perlu dipertimbangkan dalam kontribusinya terhadap beban

caregiver.

Universitas Sumatera Utara


5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dirasakan masih memiliki banyak keterbatasan dan

kekurangan diantaranya yaitu: (1) Proses keluarnya surat izin penelitian di rumah

sakit yang memakan waktu yang lama, (2) Peneliti mengalami kesulitan karena

harus mendatangi rumah partisipan satu per satu sehingga membutuhkan waktu

yang lama untuk mengumpulkan data, (3) Keterbatasan pada diri peneliti sendiri,

dikarenakan peneliti pemula dalam riset kualitatif.

5.3. Implikasi Hasil Penelitian

Perawatan pada penderita stroke, bukan berarti perhatian perawat hanya

pada penderita stroke saja. Keberadaan keluarga sebagai caregiver penderita

stroke merupakan orang yang sangat diperlukan untuk memantau status kesehatan

penderita stroke agar tidak terjadi stroke berulang dan merawat penderita stroke

untuk mempercepat proses pemulihannya.

5.3.1. Implikasi pada pelayanan keperawatan

Dalam prakteknya, pengkajian kebutuhan secara holistik diperlukan tidak

hanya bagi penderita stroke, tetapi juga untuk caregiver. Untuk membuat

caregiver keluarga menjadi berpengetahuan dan percaya diri, perawat harus

menyediakan bahan ajar cara merawat penderita stroke selama di rumah sakit, di

mana keterampilan dan kemampuan caregiver dapat diobservasi. Perencanaan

pulang individual yang berpusat pada keluarga daripada pendekatan berpusat pada

penderita stroke lebih disukai.

Universitas Sumatera Utara


Sebelum keluar rumah sakit, dan untuk meminimalkan konsekuensi

pengasuhan yang merugikan, perawat harus lebih mempersiapkan anggota

keluarga untuk mengatasi beberapa situasi pengasuhan yang membuat stres.

Perawat tidak hanya harus mengajar caregiver untuk memenuhi kebutuhan

penderita stroke tetapi juga mengajarkan caregiver bagaimana untuk mengelola

kekhawatiran terkait dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan caregiver.

5.3.2. Implikasi pada pendidikan keperawatan

Peran keluarga sebagai caregiver selama mendampingi penderita stroke

sangat penting dalam pemulihan penderita stroke, sehingga penting dipelajari

tentang cara meningkatkan kualitas peran dan fungsi caregiver dalam merawat

penderita stroke. Selain itu, peran perawat sebagai edukator khususnya pada

penderita stroke dan caregiver juga perlu diaplikasikan oleh mahasiswa dalam

menerapkan ilmunya agar melakukan asuhan keperawatan pada penderita stroke

dengan melibatkan caregiver juga. Sehingga akhirnya akan melatih caregiver

dalam merawat penderita stroke di rumah setelah keluar dari rumah sakit.

5.3.3. Implikasi pada penelitian keperawatan

Adanya penelitian tentang perawatan penderita stroke oleh caregiver dapat

membantu perawat untuk memilih waktu yang baik, intervensi pendidikan

individual, dan menawarkan panduan praktis caregiving yang tepat. Perawat dapat

merekomendasikan situs internet caregiving khusus untuk memungkinkan

caregiver untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya tentang pasien

prosedur rumah-peduli stroke.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan

merupakan ringkasan pembahasan hasil penelitian yang telah dibandingkan

dengan teori dan penelitian terkait. Saran merupakan tindak lanjut dari penelitian

ini.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan terdapat 5

tema dan 15 kategori pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat

penderita stroke di rumah.

6.1.1. Memberikan dukungan secara total selama merawat anggota keluarga yang
menderita stroke

Tema memberikan dukungan secara total selama merawat anggota

keluarga yang menderita stroke terdiri dari 4 kategori dan 8 sub-kategori.

Berdasarkan hasil content analysis menunjukkan bahwa sebanyak 14 dari 16

orang caregiver memberikan dukungan moril antara lain: bertanggung jawab

demi kesembuhan pasien, mengusahakan semua, selalu ada di samping pasien,

tidur di samping pasien, mendahulukan kepentingan pasien, memberikan

motivasi, membawa refreshing. Hasil observasi menunjukkan bahwa 64,6%

partisipan memberikan dukungan moril. Hal ini dikarenakan caregiver merasa

bertanggung jawab atas kesembuhan anggota keluarga yang menderita stroke dan

dukungan moril adalah salah satu dukungan yang mudah untuk diberikan.

Universitas Sumatera Utara


6.1.2. Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita stroke

Tema membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita stroke terdiri

dari 3 kategori dan 8 sub-kategori. Hasil content analysis menunjukkan bahwa

sebanyak 15 dari 16 orang caregiver membantu dalam pemenuhan kebutuhan

fisiologis (mengangkat dan memindahkan pasien, mendorong kursi roda, latihan

gerak dan jalan, membantu BAK dan BAB, memberikan makan dan minum,

memilih makanan yang sesuai dan memasak makanan pasien). Hasil observasi

menunjukkan bahwa 100% partisipan membantu memenuhi kebutuhan fisiologis

pasien. Dapat disimpulkan bahwa semua kebutuhan fisiologis pasien stroke

dibantu oleh caregiver.

6.1.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat penderita stroke

Tema penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat penderita

stroke terdiri dari 2 kategori dan 8 sub-kategori. Hasil content analysis

menunjukkan bahwa 16 orang caregiver mengalami penderitaan fisik selama

merawat pasien stroke di rumah, berupa lupa makan, kelelahan, sakit pinggang,

kurang tidur, hipotensi, rematik, dan badan pegal-pegal. Hasil observasi

menunjukkan bahwa 81,2% partisipan mengalami dampak fisik akibat merawat

pasien stroke selama bertahun-tahun.

6.1.4. Kurangnya keterampilan caregiver

Tema kurangnya keterampilan caregiver terdiri dari 2 kategori dan 5 sub-

kategori. Adapun kategori dari tema tersebut di atas antara lain: (1) Kebutuhan

edukasi dan informasi dan (2) Kebutuhan psikologis. Hasil content analysis

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan bahwa sebanyak 10 dari 16 orang caregiver merasa kurang

mengetahui informasi terkait cara merawat penderita stroke di rumah.

6.1.5. Keterbatasan caregiver

Tema Keterbatasan caregiver terdiri dari 3 kategori dan 4 sub-kategori.

Dalam menjalankan perannya, caregiver memiliki banyak keterbatasan yang

dibagi menjadi kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor finansial; dan

(3) Faktor fasilitas. Hasil content analysis menunjukkan bahwa sebanyak 10 dari

16 orang caregiver mengalami keterbatasan akibat fisik yang lemah dan usia yang

sudah lansia sehingga mengalami kesulitan dalam merawat penderita stroke di

rumah.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diberikan beberapa saran terhadap pihak

rumah sakit, pendidikan keperawatan, dan penelitian keperawatan. Pengkajian

secara holistik diperlukan tidak hanya bagi penderita stroke, tetapi juga untuk

caregiver. Perawat harus menyediakan bahan ajar cara merawat penderita stroke

selama di rumah sakit, dimana keterampilan dan kemampuan caregiver dapat

diobservasi. Perencanaan pulang individual yang berpusat pada keluarga daripada

pendekatan berpusat pada penderita stroke.

Sebelum keluar rumah sakit, dan untuk meminimalkan konsekuensi

pengasuhan yang merugikan, perawat harus lebih mempersiapkan anggota

keluarga untuk mengatasi beberapa situasi pengasuhan yang membuat stres.

Selain itu, peran perawat sebagai edukator khususnya pada pasien stroke dan

caregiver juga perlu diaplikasikan oleh mahasiswa dalam menerapkan ilmunya

Universitas Sumatera Utara


agar melakukan asuhan keperawatan pada penderita stroke dengan melibatkan

caregiver juga. Sehingga akhirnya akan melatih caregiver dalam merawat

penderita stroke di rumah setelah keluar dari rumah sakit. Perawat dapat

merekomendasikan situs internet caregiving khusus untuk memungkinkan

caregiver untuk mengakses informasi yang dapat dipercaya tentang pasien

prosedur rumah-peduli stroke.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, S.A., & Isezuo, S.A. (2012). Health related quality of life of stroke
survivors: Experience of a Stroke Unit. International Journal of Biomedical
Science, 8 (3), 183-187.

Akosile, C.O., Okoye, E.C., Nwankwo, M.J., Akosile, C.O., & Mbada, C.E.
(2011). Quality of life and it’s correlates in caregivers of stroke survivors
from Nigerian population. Springer Science: Qual Life Res, 20, 1379-1384.
DOI: 10.1007/s11136-011-9876-9.

Ang, S.Y., et al. (2013). Proceedings of Singapore Healthcare, 22 (3): A


qualitative study into stroke caregivers’ educational needs–perspectives of
caregivers and healthcare professionals. Singapore.

Arksey, H., & Hirst, M. (2005). Primary health care research and development,
6, 101-116

Artal, F.J.C., & Egido, J.A. (2009). Quality of life after stroke: The importance of
a good recovery. Journal of Cerebrovascular Disease, 27(1), 204-214. DOI:
10.1159/000200461.

Banks, P., & Pearson, C. Parallel lives: Young stroke survivors and their partners
coping with crisis. Sexual and Relationship Therapy 2004, 19(4), 413-429.

Barnes, P.M., Griner, E.P., McFann, K., & Nahin, R.L. (2004). Complementary
and alternative medicine use among adults: United States, 2002. Diambil
tanggal 12 September 2009 dari http://www.cdc.gov/nchs/nhis.htm

Barnes, P. M., Bloom, B., & Nahin, R.L. (2008). Complementary and alternative
medicine use among adults and children: United States, 2007. Diambil
tanggal 20 Oktober 2009 dari ftp://
ftp.cdc.gov/pub/Health_Statistics/NCHS/Dataset_Documentation/NHIS/
2007/srvydesc.pdf

Biegel, D., Sales, E., & Schulz, R. (1991). Family caregiving in chronic illness:
Heart disease, cancer, stroke, Alzheimer’s disease, and chronic mental
illness. Newburry Park CA: Sage.

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing: clincal


management for positive outcomes 8th edition. Singapore: Saunders Elsivier,
Inc.

Blum, K., & Sherman, D.W. (2010). Understanding the experience of caregivers:
a focuson transition. Seminar in Oncology Nursing, 26(4), 243-258.

Universitas Sumatera Utara


Brereton, L., & Nolan, M. (2000). You do know he's had a stroke, don’t you?
Preparation for family caregiving-the neglected dimension. Journal of
Clinical Nursing, 9, 489-506.

Cameron, J., Cheung, A., et al. (2006). Stroke survivors' behavioral and
psychologic symptoms are associated with informal caregivers' experiences
of depression.' Arch Phys Med Rehabil, 87(2), 177-183

Creswell, J.W. (2012). Qualitative inquiry & research design: choosing among
five approaches. USA: SAGE Publication.

Cobley, C.S., Fisher, N.C., Kerr, M., & Walker, M.F. (2013). A qualitative study
exploring patients’ and carers’ experiences of early supported discharge
services after stroke. Clinical Rehabilitation Journal, 0(0), 1–8,
DOI: 10.1177/0269215512474030

Colaizzi, P. (1978a). Psychological research as the phenomenologist’s view it. In


R. Vale & M. King (Eds.), Existential–phenomenological alternatives for
psychology , 48–71. New York: Oxford University Press.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007:


Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2012). Profil kesehatan Indonesia 2011. Jakarta:


Depkes RI.

Friedman, M.M. (1998). Keperawatan keluarga: Teori & praktik. Edisi 6.


Jakarta: EGC.

Ginsberg, L. (2008). Lecture notes neurology. Ed-8. Jakarta: Erlangga.

Given, B.A., Given, C.W,. & Sherwood, R.P. (2011). Family & caregiver needs
over the course of the cancer trajectory. The Journal of Supportive
Oncology, 20 (10)

Given, B.A., et al. (2007). Burden & depression among caregivers of patients with
cancer at the end-of-life. Oncology Nursing Forum, 6 (31), DOI:10.1188/04.
ONF. 1105-1117.

Harsono, E.D. (2000). Kapita selekta neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Hirst, M. (2005). Carer distress: a prospective, population-based study. Social


Science and Medicine, 61(3), 697-708.

Universitas Sumatera Utara


Jones, L., & Morris, R. (2012). Experiences of adult stroke survivors and their
parent carers: A qualitative study. Clinical Rehabilitation Journal, 27(3),
272–280, DOI: 10.1177/0269215512455532

Jullamate, P., Azeredo, Z., Paul, C., & Subgranon, R. (2006). Thai stroke patient
caregivers: Who they are and what they need. Journal of Cerebrovasc
Disease, 2, 128-133. DOI: 10.1159/000090211.

Kalliath, P., & Kalliath, T. (2000). Understanding caregiver burnout: social


worker's role in assisting caregivers of long term stroke survivors. Social
Work Review.

Kerr, S.M., & Smith, L.N. (2001). Stroke: An exploration of the experience of
informal caregiving. Clinical Rehabilitation Journal, 15, 428-436.
DOI: 10.1191/026921501678310234

Lewis. (2007). Medical surgical nursing 7th edition. St. Louis Missouri: Mosby
Year Book. Inc

Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, I.M.
(2011). Medical surgical nursing: Assesstment and management of clincal
problems, 1. St. Louis Missouri: Mosby Year Book. Inc

LoBiondo-Wood, G., & Haber, J. (2010). Nursing research: methods & critical
appraisal for evidence-based practice. (7th ed). St. Luois: Mosby Elsevier.

Lowenstein, A., & Gilbar, O. (2000). The perception of caregiving burden on the
part of elderly cancer patients, spouses & adult children. Families, system &
health: The Journal of Collaborative family healthcare, 18 (3).

Merriam-Webster OnLine. (2013). Merriam-Webster’s collegiate dictionary (Web


site). Diakses dari http://www.m-w.com/dictionary/caregiver pada tanggal
10 Februari 2014.

Milligan C (2004) Caring for older people in New Zealand. Bailrigg, Institute for
Health Research, Lancaster University

Montgomery, R.J.V., Rowe, J.M., & Koloski, K. (2007). Family caregiving. In J.


A. Blackburn & C.N. Dulmus (Ed), Handbook of gerontology: evidence-
based approaches to theory, practice, & policy. Milwaukee: John Wiley &
Sons.

National Alliance for Caregiving. (2010). Care for family caregiver. A palce to
start. New York: EmblemHealth: www.caregiving.org

Universitas Sumatera Utara


Nationale Institute of Neurological Disorder and Stroke. (2008). Post-Stroke
rehabilitation fact sheet. Diakses dari
http://www.ninds.nih.gov/disorder/stroke/poststrokerehab.htm pada tanggal
10 Januari 2014.

Nationale Stroke Statistic Information. (2008). Statistic Stroke. Diakses dari


http://scumdoctor.com/Indonesia/diseaseprevention/brain/disease/stroke.htm
l pada tanggal 09 Januari 2014.

NFCA. (2004). Communicating with caregivers. Diakses dari


http://www.familycaregiving101.org/assist/communicating.cfm pada
tanggal 3 Januari 2014

Pierce, L.L. (2001). Caring and expressions of stability by urban family caregivers
of persons with stroke within African American family system.
Rehabilitation Nursing Journal, 26(3), 100.

Pierce, L.L., Steiner, V., Govoni, A., Thompson, T.C., & Friedemann, M.L.
(2007). Two sides to the caregiving story. Thomas Land Publishers, Inc.
Top Stroke Rehabilitation. DOI: 10.1310/tsr1402-13.

Pierce, L.L., Thompson, T.L., Govoni, A.L., & Steiner, V. (2012). Caregivers'
incongruence: Emotional strain in caring for persons with stroke.
Rehabilitation Nursing Journal, 37(5), 258. DOI: 10. 1002/rnj.035.

Piercy, K., & Chapman, J. Adopting the caregiver role: A family legacy. Family
Relations 2001, 50, 386-393.

Polit, D.F., & Beck, C.T. (2008). Nursing Research: Generating and assesing
evidence for nursing practice. 8 ed. Lippincott Williams and Wilkins.

Polit, D. F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing research: Principles and methods
6th ed. Philadelphia: Lippincott.

Pornchai, J., Zaida, d. A., Constança, P., & Rachaneeporn, S. (2005). Thai stroke
patient caregivers: Who they are and what they need; Thailand.
Cerebrovascular Disease Journal, 21, 128–133. DOI: 10.1159/000090211.

Price., & Wilson. (2000). Patofisiologi: Konsep klinis proses penyakit. Ed. 6. Vol-
2. Jakarta: EGC.

Reinhard., et al. (2008). Supporting family caregivers in providing care. AJN. 23


(2).

Saldana, J. (2011). Fundamentals of qualitative research. New York: Oxford


University Press, Inc.

Universitas Sumatera Utara


Schumacher, K.L., Stewart, B.J., & Archbold, P.G. (1999). Conceptualizaton and
measurement of doing family caregiving well. Image: Journal of Nursing
Scholarship, 30, 63-69.

Shyu, Y.I. (2000). Role tuning between caregiver and care receiver during
discharge transition: AN illustration of role function mode in ROY'S
adaptation theory. Nursing Science Quarterty, 13, 37-43.

Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.

Smith, M.J., & Liehr, P.R. (2008). Middle range theory for nursing. New York,
NY, USA: Springer Publishing Company.

Smith, M.J., & Liehr, P.R. (2014). Middle range theory for nursing. New York,
NY, USA: Springer Publishing Company.

Speziale, H.J.S., & Carpenter, D.R. (2003). Qualitative research in nursing


advancing humanistic imperative (3rd ed). Philadelphia: Lippincott.

Spiegelberg, H. (1970). On some human uses of phenomenology. In F. J. Smith,


(Ed.), Phenomenology in perspective. 17–31. The Hague: Martinus Nijhoff.

Streubert., & Carpenter, D.R. (1999). Qualitative research in nursing advancing


the humanistic imperative. Philadelphia: Lippincott.

Strudwick, A., & Morris, R. (2010). A qualitative study exploring the experiences
of African-Caribbean informal stroke carers in the UK. Clinical
Rehabilitation Journal, 24, 159-167, DOI: 10.1177/0269215509343847.

Swanberg, J.E. (2006). Making it work: Informal caregiving, cancer, and


employment. Journal of Psycosocial Oncolagy, 24(3), 1-18.

Sawatzky J., & Kerry,F. (2003). Impact of caregiving: Listening to the voice of
informal caregivers. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing
2003, 10, 277-286.

Turana, Y. (2003). Seberapa besar manfaat pengobatan alternatif. Diambil


tanggal 10 September 2009 dari http://www.medicaholistic.com
Varghese, C.T. (2004). Is patient’s preference for medical changing?. Diambil
tanggal 5 September 2009 dari http://www.medicaholistic.com.
Vitaliano P., & Young, H., et al. (2004). Is caregiving a risk factor for physical
illness? Current Directions in Psychological Science, 13(1), 13-16

Vitaliano P., & Zhang, J., et al. (2003). Is caregiving hazardous to one's physical
health? A meta-analysis.'Psychological Bulletin, 129(6), 946-972

Universitas Sumatera Utara


Wilkinson, A. (2009). Caregiving to CHF/COPD patients. Palliative care
conference. Diakses dari
http://www.palliativecare.org.au/Portals/46/Together%20conference/Az%20
Anne%20Wilkinsons.pdf pada tanggal 20 Januari 2014.

Williams, L.A. (2007). Whatever it takes: Informal caregiving dynamics in blood


& marrow transplantation. Oncology Nursing Forum, 34, 379-387.

Yastroki. (2009). Angka kejadian stroke meningkat tajam. Diakses dari


http://www.yastroki.or.id/read.php?id pada tanggal 4 Januari 2014.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Judul Penelitian :
“Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai Cargiver dalam
Merawat Pasien Stroke di Rumah”

Peneliti : Nanda Masraini Daulay


No Telepon : 085297737764

Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas


Keperawatan Universitas Sumatera Utara, bermaksud mengadakan penelitian
untuk mengetahui “ Pengalaman Keluarga sebagai Cargiver dalam Merawat
Pasien Stroke di Rumah “.
Hasil penelitian ini akan direkomendasikan sebagai masukan untuk dapat
diidentifikasi intervensi keperawatan terhadap caregiver dalam merawat pasien
stroke agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien stroke yang dirawat di
rumah serta kualitas hidup caregiver yang merawatnya, sehingga pada akhirnya
akan menurunkan kejadian stroke berulang. Peneliti menjamin bahwa penelitian
ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi siapapun. Peneliti berjanji akan
menjunjung tinggi hak-hak responden dengan cara : 1) Menjaga kerahasiaan data
yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan data, pengolahan data, maupun
penyajian hasil penelitian nantinya. 2) Menghargai keinginan responden untuk
tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.
Melalui penjelasan singkat ini, peneliti mengharapkan respon saudara.
Terimakasih atas kesediaan dan partisipasinya.

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERSETUJUAN

Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas


pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan
penelitian ini, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi
hak-hak saya sebagai responden.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya sebagai caregiver dalam merawat
pasien stroke serta dapat mengurangi angka kejadian stroke berulang.

Persetujuan yang saya tanda tangani menyatakan bahwa saya bersedia


berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, ..................................2014
Partisipan,

Tanda tangan

Universitas Sumatera Utara


Kuesioner Data Demografi
“ Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai Caregiver
dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah”

Petunjuk Pengisian:
Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas partisipan
penelitian. Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai keadaan Bapak/Ibu yang
sebenarnya, dengan memberi tanda checklist √ )( pada kotak yang telah
disediakan.

No. Partisipan :

1. Usia partisipan : tahun


2. Usia penderita stroke : tahun
3. Jenis kelamin partisipan : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki
4. Jenis penderita stroke : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki
5. Pendidikan: 3. Agama
( ) Tidak Sekolah ( ) Islam
( ) SD ( ) Katolik
( ) SMP ( ) Protestan
( ) SMA ( ) Hindu
( ) Perguruan Tinggi ( ) Budha

4. Suku Bangsa 5. Pekerjaan


( ) Batak ( ) PNS
( ) Jawa ( ) Karyawan Swasta
( ) Minang ( ) Wiraswasta
( ) Melayu ( ) IRT/Tidak bekerja
( ) Lainnya, sebutkan_______ ( ) Lainnya, sebutkan___

6. Hubungan partisipan dengan klien: __________________________________

7. Lama merawat pasien stroke : ______________________________________

8. Pengalaman merawat pasien stroke sebelumnya:_______________________

9. Tingkat ketergantungan pasien:_____________________________________

Universitas Sumatera Utara


PANDUAN WAWANCARA

“ Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga sebagai Caregiver

dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah”

Pertanyaan:

1. Apa yang Bapak/Ibu alami saat merawat keluarga yang menderita stroke?

2. Bagaimana cara Bapak/ibu bertanggung jawab dalam merawat anggota

keluarga yang menderita stroke di rumah?

3. Apa saja jenis bantuan yang Bapak/Ibu berikan kepada pasien?

4. Apa saja hambatan dan tantangan yang Bapak/Ibu temukan selama merawat

pasien stroke?

5. Apakah Bapak/Ibu berdiskusi dengan pasien stroke terkait perawatan yang

diberikan?

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR OBSERVASI
“ Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai Caregiver
dalam Merawat Pasien Stroke di Rumah”

Dilakukan
No Perilaku yang di observasi
Ya Tidak
Memberikan dukungan secara total
1. Caregiver memberikan motivasi dan semangat
kepada pasien stroke
2. Caregiver mengutamakan kepentingan pasien dalam
kegiatan sehari-hari.
3. Caregiver selalu ada untuk pasien stroke
4. Caregiver mendiskusikan tentang perawatan dengan
pasien stroke
5. Caregiver mendengarkan pendapat/keluhan pasien
stroke
6. Caregiver tampak semangat dan optimis dalam
merawat pasien stroke
Memenuhi kebutuhan dasar
1. Caregiver merawat pasien stroke dengan lemah
lembut
2. Caregiver membantu pasien stroke dalam memenuhi
kebutuhan dasar sehari-hari
3. Caregiver melibatkan pasien stroke dalam perawatan
diri pasien
4. Caregiver memberikan kenyamanan kepada pasien
stroke
5. Caregiver cekatan dan terampil dalam merawat
pasien stroke
Penderitaan dan hikmah bagi caregiver

1. Caregiver sabar dalam merawat pasien stroke


2. Caregiver tampak stress dalam merawat pasien stroke
3. Caregiver tampak kelelahan dalam merawat pasien
stroke
4. Caregiver tampak pasrah dengan keadaan pasien
stroke

Universitas Sumatera Utara


FORMAT CATATAN LAPANGAN

Inisial Partisipan : Kode Partisipan :

Tempat wawancara : Waktu wawancara:

Suasana tempat saat akan dilakukan wawancara :

Gambaran Partisipan saat akan dilakukan wawancara:


a. Posisi :

b. Non-Verbal :

Gambaran respon partisipan saat wawancara berlangsung:

Gambaran sususan tempat saat wawancara berlangsung:

Respon partisipan saat interaksi:

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT

Universitas Sumatera Utara


BIODATA EXPERT CONTENT VALIDITY
PANDUAN WAWANCARA DAN LEMBAR OBSERVASI

1. Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB


Staf Dosen Departemen Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

2. Yesi Ariani, S.Kp., M.Kep


Staf Dosen Departemen Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

3. Eliadi, S.Kep, Ns
Kepala Ruangan Unit Stroke RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai