TESIS
Oleh
TESIS
Oleh
Tahun : 2014
ABSTRAK
akibat stroke tidak hanya berdampak bagi pasien stroke, akan tetapi juga
berdampak bagi anggota keluarga yang akan menjadi caregiver. Perhatian pada
caregiver ini penting karena keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien stroke
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh caregiver.
berjumlah 16 orang yang dipilih dengan teknik purpossive sampling. Data yang
informasi terkait penyakit pasien, cara merawat pasien stroke, dan sumber-sumber
Home.
Year : 2014
ABSTRACT
Stroke patients who returned home have disabilities. Disability from stroke
not only impact on stroke patients, but also has implications for family members
who will be the caregiver. Attention to the caregiver is important because the
success of the treatment and care of stroke patients can not be separated from the
help and support provided by the caregiver. This study aims to explore the depth
people were selected by purposive sampling technique. Data were analyzed with
support, meet basic needs, suffering and wisdom for the caregiver, lack of skills in
and other sources of community health services. Based on the research results, it
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
Merawat Pasien Stroke di Rumah”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin
2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai. Terima kasih juga atas
sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan
5. RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
6. Ayah, Ibu, dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan
dengan baik.
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Timur, Medan
Riwayat Pendidikan :
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan :
Utara.
Oktober 2013.
Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic,
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Responden ........................................... 64
Tabel 4.9 Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver ............ 87
Halaman
Gambar 2.1 Perawatan Stroke Berkelanjutan dan Beban Caregiver
Keluarga ..................................................................................... 28
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian .................................................................. 118
c. Surat Ijin Pengambilan Data dari RSUD Dr. Pirngadi Medan .......... 130
Tahun : 2014
ABSTRAK
akibat stroke tidak hanya berdampak bagi pasien stroke, akan tetapi juga
berdampak bagi anggota keluarga yang akan menjadi caregiver. Perhatian pada
caregiver ini penting karena keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien stroke
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh caregiver.
berjumlah 16 orang yang dipilih dengan teknik purpossive sampling. Data yang
informasi terkait penyakit pasien, cara merawat pasien stroke, dan sumber-sumber
Home.
Year : 2014
ABSTRACT
Stroke patients who returned home have disabilities. Disability from stroke
not only impact on stroke patients, but also has implications for family members
who will be the caregiver. Attention to the caregiver is important because the
success of the treatment and care of stroke patients can not be separated from the
help and support provided by the caregiver. This study aims to explore the depth
people were selected by purposive sampling technique. Data were analyzed with
support, meet basic needs, suffering and wisdom for the caregiver, lack of skills in
and other sources of community health services. Based on the research results, it
PENDAHULUAN
penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar & Isezuo, 2012).
610.000 orang, sedangkan 185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada
4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke
dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda
dan produktif. Prevalensi penderita stroke di Amerika pada tahun 2009 meliputi
penderita stroke dengan pemulihan total sekitar 460 orang dari 100.000 penderita,
setelah onset. Sebagian besar pasien stroke mengalami cacat tetap stabil antara 6-9
bulan dan 5 tahun setelah stroke dan sepertiganya memerlukan perawatan dan
125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Yayasan
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke di Sumatera Utara mencapai 10, 3%.
bahwa stroke merupakan penyebab utama hilangnya pekerjaan dan kualitas hidup
yang buruk. Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak bagi penyandangnya,
akan tetapi juga berdampak bagi anggota keluarga. Penderita stroke yang
Nwankwo, Akosile & Mbada, 2011). Penelitian Artal dan Egido (2009) di
penatalaksanaan stroke yang diberikan secara holistik oleh tenaga kesehatan dan
interdisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, pasien, dan keluarga (Almborg et
dan tahap paska akut atau tahap pemulihan. Sasaran pengobatan dititikberatkan
Namun apabila pasien stroke ini ditangani dengan baik, maka akan dapat
asuhan keperawatan dan dukungan pada pasien stroke dan keluarganya. Peran
perawat dimulai dari tahap akut hingga tahap rehabilitasi, serta pencegahan
Peran perawat pada tahap paska rehabilitasi bukan hanya dalam hal
penyuluhan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Keluarga pasien sendiri berperan
besar dalam tahap pemulihan, sehingga sejak awal perawatan keluarga diharapkan
jangka panjang dan berkurangnya masa rawat di rumah sakit, keberadaan keluarga
kepada individu dengan berbagai kondisi, seperti pada lansia, demensia dan
stroke.
Keluarga pasien sebagai caregiver yang selalu setia mendampingi selama hampir
terbanyak dengan pasien selama rawat inap, akan tetapi tetap saja mempunyai
waktu yang terbatas dalam interaksi dengan pasien stroke (Reinhard et al, 2008).
perawatan pasien stroke tidak lepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan.
Informasi tentang fluktuatif kondisi pasien, tanda dan gejala, respon pasien akan
pengobatan yang dijalani, hanya bisa didapatkan dari keluarga pasien yang
merupakan orang pertama yang merespon perubahan status pasien selama fase
perjalanan penyakitnya.
sementara bagi pasien stroke lansia, anak yang sudah beranjak dewasalah yang
sudah berusia lanjut memiliki level ketidakberdayaan lebih besar (Lowenstein &
pertengahan dan bekerja memiliki tingkat gejala depresi tertinggi daripada yang
lain, memiliki perasaan seolah akan ditinggalkan pasien, dan gangguan rutinitas
merasa terbebani dalam merawat pasien stroke dan berdampak negatif terhadap
lebih besar dibandingkan dengan pasien yang dirawatnya. Williams (2003, dalam
caregiver dengan pasien baik di masa lalu, sekarang dan masa depan memiliki
pengaruh dalam bentuk caring yang diberikan oleh caregiver. Penelitian kualitatif
di beberapa negara maju terhadap caregiver sudah sangat luar biasa, dengan
2012).
merawat pasien stroke di rumah yang dilakukan dengan desain kualitatif. Selain
baru yang lebih banyak secara komprehensif dan mendalam terkait fenomena
keluarga sebagai caregiver dalam merawat pasien stroke di rumah yang belum
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik pada pasien
stroke dan keluarga sebagai caregiver. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
merawat pasien stroke agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien stroke yang
keperawatan. Data yang ditemukan dapat dipakai sebagai data dasar penelitian
meningkatkan kualitas peran dan fungsi caregiver dalam merawat pasien stroke.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
otak (Black & Hawks, 2009). Smeltzer dan Bare (2008) mendefinisikan stroke/
Ginsberg (2007), stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat.
serebral yang disebabkan karena proses patologis pembuluh darah serebral yang
pada lumen pembuluh darah otak oleh trombus atau embolus, pecahnya pembuluh
darah serebri, lesi atau perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
Serikat, disamping kanker dan penyakit jantung. Lebih dari 275.000 orang
meninggal karena stroke (Lewis, et al, 2011). Stroke merupakan penyebab utama
jangka panjang. Lebih dari 4 juta penderita stroke hidup dalam derajat
bahkan sampai 7 tahun setelah terkena stroke, dan 16% membutuhkan perawatan
1. Stroke Iskemia
Penyakit serbrovaskular iskemia ini dibagi menjadi dua kategori besar yaitu oklusi
trombolitik dan oklusi embolitik. Penyebab pasti stroke iskemia masih belum
dapat ditentukan dengan pasti. Lima belas persen stroke iskemia disebabkan oleh
otak yang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, dimana bila
terjadi lebih dari beberapa menit akan terjadi infark pada jaringan otak Price dan
Wilson (2006).
adekuatnya aliran darah ke otak yang disebabkan adanya sumbatan sebagian atau
total pembuluh darah arteri. Transient Ischemic Attack (TIA) biasanya prekursor
2. Stroke Hemoragik
intrakranium ini dapat terjadi di jaringan otak itu sendiri (parenkim), ruang
subarachnoid, subdural atau epidural. Stroke jenis ini disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian berlangsung
saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
a. Perdarahan Intraserebral
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan
b. Perdarahan Subarachnoid
malvormation (AVM). Aneurisma yang pecah ini berasalh dari pembuluh darah
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
pada hari kelima sampai kesembilan, dan dapat menghilang setelah minggu kedua
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serbrospinalos
berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kerusakan dan kekurangan aliran darah
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala
Lewis, et al (2011) membagi faktor resiko stroke menjadi dua bagian yaitu
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, riwayat
keluarga, jenis kelamin, dan ras. Usia sangat berperan dalam resiko peningkatan
penyakit stroke, yaitu pada usia 55 tahun ke atas. Prevalensi kejadian stroke pada
pria dan wanita hampir sama, hanya saja wanita lebih banyak meninggal akibat
stroke dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih rendah dalam bertahan
hidup. Ras African American mempunyai insiden tertinggi dari stroke dan
kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, aktivitas fisik,
penggunaan kontrasepsi hormonal, dan obesitas. Faktor resiko yang dapat diubah
ini sangat berhubungan dengan gaya hidup, sehingga sangat diperlukan kerjasama
berbagai defisit neurologis yang bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang terkena), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
ditimbulkan akibat stroke yaitu defisit motorik, defisit sensori, defisit perceptual,
kerusakan bahasa dan komunikasi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik,
control volenteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh), dan hemiparesis (kelemahan
pada salah satu sisi tubuh). Defisit motorik yang lainnya adalah disatria
& Bare 2002). Lewis et al (2011) menyebutkan bahwa defisit motorik pada stroke
adalah efek yang paling sering ditemukan. Defisi motorik meliputi kerusakan (1)
mobilitas, (2) fungsi respirasi, (3) menelan dan berbicara, (4) reflex gag, (5)
ketidakmampuan self-care.
Defisit sensori pada pasien stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
2008). Defisit visual umum terjadi karena jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri. Defisit visual ini terdiri dari hemianopsia homonimosa
(kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang sama),
sensori yang lain yaitu hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
menginterpretasi diri dan/ atau lingkungan) juga dapat terjadi pada penderita
stroke. Defisit perseptual ini terdiri dari gangguan skem/maksud tubuh (amnesia
mengidentifikasi lingkungan melalui indera). Selain itu juga dapat terjadi kelainan
menilai jauhnya, kerusakan memori untuk mengingat letak spasial objek atau
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
berikut yaitu afasia ekspresif, berupa kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami. Pada afasia ekspresif, pasien stroke dapat
berbicara dengan menggunakan respons satu kata. Afasia reseptif yaitu kerusakan
kelengkapan kata yang diucapkan. Pada afasia jenis ini, pasien stroke mampu
untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini. Afasia global adalah kombinasi afasia ekspresif dan
reseptif, dimana pasien stroke tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik pada pasien stroke muncul
bila terjadi kerusakan pada lobus frontal serebrum. Disfungsi dapat ditujukan
lain, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien mengalami rasa frustasi
menunjukkan reaksi dengan mudah atau ridak tepat. Selain itu, biasanya pasien
toleransi terhadap stres, rasa ketakutan, pemusuhan, frustasi, dan mudah marah.
Pada tahap lanjut dapat terjadi kekacauan mental, menarik diri, isolasi dan depresi
urinarius yang biasanya terjadi sementara. Hal ini terjadi karena konfusi,
ini biasanya menimbulkan masalah konstipasi dan pengerasan feses pada pasien
berikut ada skala yang digunakan yaitu Skala Kecacatan Stroke (The Modified
Rankin Scale):
1. Kecacatan derajat 0
2. Kecacatan derajat 1
Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau gangguan
Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri
Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain
untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, merias
Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar dan kecil
7. Derajat 6 (Kematian)
individu tersebut.
Pada tahap akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan neuron yang
cedera agari tidak terjadi nekrosis, serta agar proses patologis lainnya yang
bebas dari benda asing. Fungsi jantung harus tetap dipertahankan pada tingkat
yang optimal agar tidak menurunkan perfusi otak. Kadar gula darah yang tinggi
Bila pasien telah masuk dalam kondisi kegawatan dan terjadi penurunan
kesadaran, maka kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa darah harus
dan metabolisme otak diantaranya adalah obat-obatan anti edema seperti gliserol
10% dan kortikosteroid. Selain itu digunakan anti agregasi trombosit dan
memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang telah hilang diluar kelumpuhan,
khususnya saat dibutuhkan oleh orang yang memiliki hubungan emosional yang
dekat dengan orang tersebut. Dukungan sosial ini dapat bersumber dari keluarga,
teman atau sahabat, dokter, perawat atau siapapun yang memiliki hubungan
berarti bagi individu tersebut (Gonallen & Bloney, dalam As’ari, 2005).
akut pasien stroke di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan perawatan sehari-
hari dan rehabilitasi. Merawat pasien dengan stroke merupakan suatu hal yang
edukasi dan dukungan sosial untuk dapat melaksanakan perawatan pasien dan
2.2.1 Definisi
orang yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang
seseorang yang memberikan bantuan medis, sosial, ekonomi, atau sumber daya
sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut.
keluarga, baik itu orang tua angkat, atau anggota keluarga lain yang membantu
sungguh-sungguh setiap hari dan dalam waktu periode yang lama, bagi anggota
keluarganya yang menderita penyakit kronis (Pfeiffer, dalam Tantono dkk, 2006).
seseorang dengan kondisi medis yang kronis. Informal atau lay caregiving adalah
(Tantono, 2006).
tetangga) yang memberikan perawatan tanpa di bayar, paruh waktu atau sepanjang
waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan
formal caregiver adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan,
dan informal. Caregiver formal atau disebut juga penyedia layanan kesehatan
adalah anggota suatu organisasi yang dibayar dan dapat menjelaskan norma
informal caregiver.
pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki hubungan
pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan yang tidak dibayar
untuk orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi kronis atau lemah.
anggota keluarga pasien, yang bersedia dan bertanggung jawab dalam merawat,
waktunya untuk pasien yang menderita stroke hingga pulih atau bahkan hingga
akhir hayatnya.
(Tantono, 2006). Seperti kita ketahui gangguan fisik pasien stroke sendiri adalah
gangguan dimana faktor psikis yang berperan. Caregiver juga membantu pasien
caregiver merupakan penasihat yang sangat penting dan diperlukan oleh pasien
(Tantono, 2006).
a. Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing, toileting.
b. Bantuan dalam mobilitas seperti: berjalan, naik atau turun dari tempat tidur
luka.
e. Menjadi pendamping
tugas caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas
kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, sebagai
berikut:
menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar
perawatan di rumah.
Beban keluarga merupakan suatu tolak ukur utama dalam menilai dampak
tekanan-tekanan mental atau beban yang muncul pada orang yang merawat lansia,
penyakit kronis, anggota keluarga atau orang lain yang cacat. Beban caregiver
Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subjektif dan beban objektif.
caregiver yaitu masalah praktis yang di alami oleh caregiver, seperti masalah
keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktivitas
Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan
memberikan sejumlah waktu energi dan uang. Tugas ini dirasakan tidak
Beban psikologis yang dirasakan oleh caregiver antara lain rasa malu, marah,
tegang, tertekan, lelah dan tidak pasti. Faktor terakhir berhubungan dengan
perasaan bersalah seperti seharusnya dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat
menjabarkan beban caregiver dengan penyakit kronis secara rinci antara lain:
(3) Manajemen perilaku, (4) Permintaan waktu dan energi, (5) Interaksi yang
yang memuaskan.
perawatan.
b. Dampak kesehatan yang umum pada caregiver, akan tetapi caregiver sering
kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan dari
dan teknik penggunaan alat bantu perawatan., menemukan sumber home care,
berbeda. Misalnya, prioritas utama untuk pasien lansia yang menderita diabetes
dengan luka ynag luas di telapak kaki perlu pengajaran tentang bagaimana
berpindah dari kursi dengan cara yang benar. Di lain pihak, caregiver harus lebih
yang sukses disarankan untuk melihat dari kebutuhan pasien dan kebutuhan
pelayanan yang tersedia, (2) Manajemen stress dan strategi koping, (3) Masalah
pasien, (9) Nasihat hukum, (10) Informasi tentang obat, (11) Bantuan mengatasi
perawat agar beban yang dirasakan caregiver stroke dapat berkurang. WGBH
a. Berkomunikasi
menangani pasien stroke. Saat perasaan pasien dan caregiver mampu diutarakan,
hal tersebut dapat mendukung satu sama lain, dan mengurangi stres yang diikuti
stroek dapat ditata sedemikian rupa sehingga pengobatan dapat lebih efektif.
b. Menemukan informasi
pengobatan dan gaya hidup. Bagi pasien stroke ini membutuhkan bantuan
d. Memecahkan masalah
e. Bernegosiasi
f. Memberanikan diri
terdahulu, harmonis, penuh konflik atau tidak, perlu dikaji sehubungan dengan
kualitas rawatan yang akan diberikan pada pasen stroke. Integrasi sosial mereka
dihasilkan. Tahap perkembangan keluarga caregiver juga perlu dikaji, oleh karena
harus mengurangi waktu untuk dirinya sendiri. Aktivitas sosial dan privasi bagi
masalah penting.
mengarah kepada ketegangan dan stres caregiver. Dari segi pengaturan hidup,
dengan adanya perpindahan pasien dari rumah ke rumah sakit atau sebaliknya
caregiver.
merawat kurang.
Menurut Walker (2007), beban yang dirasakan caregiver, dapat dibagi atas
caregiver. Depresi caregiver adalah gangguan mood yang dihasilkan dari stres
keluarga lebih dari 20 jam atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko
mengalami tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.
Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath (2000) di Selandia Baru pada
sebagai hasil progres penyakit dan pengobatan yang lama, dimana dapat
kesehatannya.
menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia dengan demensia.
caregiver. Sebesar 23% terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver. Hasil
dan Kosloski (2007), wanita diketahui memiliki waktu istirahat dan latihan yang
tekanan darah meningkat. Kurangnya waktu untuk merawat diri sendiri karena
kesehatan caregiver.
middle range theory dalam keperawatan. Teori ini diciptakan oleh Loretta A.
Williams pada tahun 2003 dengan konsep nama “ Informal Caregiving Dynamic”.
konsep nama teori tersebut diganti menjadi theory of caregiving dynamics. Proses
caregiving dalam hal ini mengacu terhadap perawatan yang dilakukan oleh
penelitian ini karena teori ini sangat cocok dengan tujuan penelitian yaitu untuk
tuntutan secara fisik, emosional, sosial, atau finansial (Biegel, Sales, & Schulz,
tugas penting bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk membantu
informal caregiver untuk meningkatkan peran caregiver bagi dirinya sendiri dan
ekspektasi, dan negosiasi peran. Self care (perawatan diri), pengetahuan baru, dan
konsep mayor. Dinamika caregiving adalah suatu proses interaksi dari komitmen,
manajemen ekspektasi, dan negosiasi peran yang didukung oleh perawatan diri,
A. Komitmen
panggilan jiwa bagi seorang caregiver untuk selalu ada memberikan dukungan
meskipun mereka tidak memiliki pengalaman yang sama, akan tetapi mempunyai
penyakit kronis, hal ini bukanlah komitmen jangka pendek. Menurut Williams
prioritas, (3) supportive presence/ selalu ada memberikan dukungan, dan (4) self-
perawatan meskipun sulit dan dalam waktu yang lama. Enduring responsibility
berdasarkan kewajiban, hubungan timabal balik, atau cinta yang telah dijalin jauh
sebelum sakit dan terus berlanjut sampai sembuh (Williams, 2007). Making the
kebutuhan dan keinginan lainnya karena kesejahteraan pasien adalah tujuan yang
kenyamanan, dorongan, dan sikap yang positif ketika caregiver tidak melakukan
hal lain selain untuk membantu pasien. Perasaan caregiver yang kuat dalam
memahami secara penuh apa yang dirasakan pasien, kebutuhan emosional pasien,
keinginan pasien secara akurat diidentifikasi dan dipenuhi (Williams, 2007). Self-
affirming loving connection adalah suatu perasaan yang saling terbuka antara
caregiver dan pasien sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasien adalah kepuasan
tersendiri bagi caregiver (Williams, 2007). Self Care (perawatan diri) adalah
frustrasi dalam proses caregiving serta menjauh dari caregiving demand ketika
dan pasien. Menanamkan kebiasaan hidup sehat yaitu melakukan tindakan untuk
menemukan suatu cara untuk mengungkapkan perasaan dan frustasi selama proses
lain untuk mengungkapkan perasaannya atau dengan menulis dan metode lain
ingin menjauh dari situasi tuntutan penyakit, pengobatan, dan proses pemberian
perawatan. Akan tetapi, secara hati nurani, caregiver merasa bersalah untuk
ke masa depan, akan dihadapkan pada ketakutan akan masa depan apakah bisa
kembali kepada kondisi normal atau tidak. Kenyataan dan ekspektasi merupakan
bagian yang perlu dibangun oleh caregiver untuk memperbaiki kualitas hubungan
back to normal/ kembali ke keadaan normal, (3) taking one day at time/
menyediakan satu hari pada suatu waktu, (4) gauging behaviour/ mengukur
dengan harapan dan ketakutan. Gambaran masa depan berada pada rentang
tertentu dan spesifik serta sangat samar dan umum. Membayangkan masa depan
yang penuh harapan, memiliki caregiver dengan tujuan berjuang untuk bertahan
masa depan (Williams, 2007). Getting back to normal adalah melihat seberkas
penyakit atau pengobatan (Williams, 2007). Taking one day at time yaitu
berfokus pada saat ini sebagai sarana berurusan dengan masa depan yang tidak
dapat dibayangkan. Sebagai perspektif dan prioritas berubah dengan orientasi saat
ini, upaya dapat dilakukan untuk memperlambat dan membuat yang terbaik saat
ini menuju masa depan yang pasti. Caregiver kadang-kadang menghindari masa
depan karena mereka takut apa yang akan terjadi, tetapi di lain waktu mereka
menikmati aspek-aspek positif pada saat ini (Williams, 2007). Gauging behaviour
tertentu, wajar, beralasan, kebutuhan, atau terikat oleh tugas dan kewajiban
situasi, dan mengakui respon yang positif. Ada tiga dimensi dari new insight yaitu
mengakui respon yang positif. New insight secara khusus membantu dalam proses
perjalanan penyakit terus maju dan caregiver berjuang agar manajemen ekspektasi
Negosiasi peran akan terjadi saat kondisi pasien mulai pulih dan saat
jawab. Hal ini diperlukan caregiver untuk menentukan tindakan yang memerlukan
perhatian pasien. Apabila peran diterima, maka akan terdapat kekuatan hubungan
dengan pelayanan kesehatan. Ada lima dimensi negosiasi peran yaitu: (1)
pushing/ dorongan, (2) getting a handle on it/ mendapatkan pegangan, (3) sharing
menjadi dinamika yang menyeluruh, dimana peran caregiver dan pasien mengalir
secara timbal balik yang konstan dalam menciptakan keseimbangan yang paling
bisa diterima oleh caregiver dan pasien (Schumacher, 1996). Ketika hasil
negosiasi dapat diterima baik oleh caregiver maupun pasien, maka akan menjadi
dan menerima informasi yang membantu. Selain itu juga dapat memberikan
bantuan dalam hal finansial atau caregiver dapat mencari cara-cara kreatif dalam
memenuhi kebutuhan finansial. Ada lima dimensi dari role support yaitu:
penuh kasih, finding support for other responsibilities/ mencari dukungan lain
manajemen ekspektasi, dan negosiasi peran yang didukung oleh konsep self-care,
new insight, dan role support. Semua komponen tersebut saling terkait dan
(Gambar 2.2 ).
Illness Trajectory
Commitment
(Self Care)
Expectations Management
(New Insight)
Role Negotiation
(Role Support)
caregiver dan pasien di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Hubungan
caregiver dan pasien saat ini adalah yang paling menonjol, tetapi
perubahan yang terjadi antara caregiver dan pasien di setiap waktu (Williams,
2007).
logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti
menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya
sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena
bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan
fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam
kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih
digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari
dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith et al,
2009).
hari manusia sibuk dengan aktifitas dan aktifitas itu penuh dengan pengalaman.
merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika melihat mobil melewati kita, kita
kemudian menginginkan pergi dengan mobil itu. Sama kuatnya antara ingin
bepergian dengan mobil seperti itu, ketika itu pula tidak dapat melakukannya. Itu
semua adalah aktifitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sebuah sikap
yang natural. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu yang dilihat, dipikirkan,
kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term
menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek dari kesadaran yang telah distimulasi
oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” atau melalui tindakan mengingat atau
tetapi juga merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran tidak pernah
pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran
selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas
juga merupakan keterarahan tindakan, yakni tindakan yang bertujuan pada satu
obyek.
dalam konsep fenomenologi adalah mengenai person (orang) yang selalu tidak
Polit dan Beck (2008) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian
1. Descriptive Phenomenology
Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh
memperoleh data yang murni. Intuting merupakan langkah kedua dimana peneliti
tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang dialami oleh
peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.
adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga
2. Interpretive Phenomenology
1962. Filosofi yang dianut oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti
proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia.
keseluruhan.
2008).
Van Manen (2006) dalam Polit dan Beck (2008) menekankan bahwa
Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami
bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat
Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya
diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh
dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang
dan integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa
Data.
temuan.
dan Guba (1985) menyatakan bahwa kredibiltas suatu penelitian dapat dicapai
data atau metode,; saturasi data; dan member checking. Kredibilitas pada saat
proses pengkodingan atau analisis data dapat dilakukan dengan teknik transkripsi
yang rigor, adanya pengembangan buku kode (intercoder book); triangulasi dari
presentasi hasil temuan, kredibilitas dapat dicapai melalui teknik dokumentasi dari
dari waktu ke waktu (Lincoln & Guba, 1985). Dependability sangat bergantung
partisipan dan konteks yang sama, akan mempunyai hasil yang sama dengan
syarat data yang diperoleh kredibel. Dependability dapat dilakukan selama proses
triangulasi data atau metode. Sedangkan pada saat proses pengkodingan atau
bagaimana suatu penelitian dapat dilakukan di tempat lain. Seorang peneliti harus
dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan penelitiannya sehingga
pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain. Saat
komprehensif dan saturasi data. Sedangkan pada saat presentasi hasil temuan
dokumentasi.
objektivitas, yang mana adanya kesamaan tentang akurasi data, relevansi, atau
makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kriteria ini dilaksanakan dengan
menetapkan bahwa data mewakili informasi yang diberikan partisipan, saat proses
proses pengkodingan atau analisis data, yaitu dengan cara mengembangan suatu
kode (codebook), triangulasi (investigator, teori, dan analisis, peer review, dan
inquiry audit.
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan metode penelitian meliputi: desain penelitian yang
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data yang dilakukan serta keabsahan
data.
eksplorasi langsung, analisa data dan deskripsi dari fenomena tertentu, sebebas
mungkin dari dugaan yang belum teruji, yang bertujuan mendapatkan hasil yang
maksimal dari pengalaman individu tentang ‘sesuatu’ baik yang dilihat, dirasakan,
stroke melalui data kunjungan pasien stroke ke RSUD Dr. Pirngadi Medan.
karena merupakan rumah sakit umum daerah yang merupakan pusat rujukan dari
stroke yang lengkap, sehingga jumlah pasien post stroke yang kontrol ke
sejak bulan Desember 2013 - Maret 2014. Proses pengumpulan data dilakukan
dari bulan Mei 2014 - Juni 2014, dan analisa data dilakukan di bulan Juni - Juli
2014.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan. Sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, maka peneliti mengambil data
tidak terlepas dari dimensi historis (sejarah) yang merupakan Pusat Pelayanan
pasien stroke yang dirawat di rumah. Secara definitif, agar hasil penelitian lebih
2011). Penelitian yang dilakukan oleh Pornchai, Azeredo, Pául, & Subgranon
Jumlah partisipan dalam penelitian ini berjumlah 16 orang karena sudah terjadi
saturasi data.
Jika saturasi data telah terjadi dimana tidak ada informasi baru yang
sebelumnya, data cukup kaya dengan mendapatkan semua aspek ketertarikan pada
pertanyaan yang sama dan telah menutupi fenomena dari tujuan penelitian, maka
pengambilan data dapat dihentikan dan jumlah partisipan tidak bertambah (Polit
sendiri dengan durasi 60-90 menit dan metode observasi. Metode wawancara
secara mendalam (in-depth interview) atau disebut juga sebagai wawancara tak
semua partisipan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri
yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada partisipan. Hal ini hanya
pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata
antara peneliti dan partisipan melalui wawancara intensif (Polit & Beck, 2012).
mencakup inisial, usia partisipan, usia pasien, jenis kelamin partisipan, jenis
pasien, lama waktu merawat pasien stroke dan tingkat ketergantungan pasien.
Selain itu, peneliti juga menggunakan panduan wawancara dan lembar observasi
wawancara dibuat berdasarkan landasan teori yang relevan dengan masalah yang
dengan pertanyaan terbuka, dan tidak bersifat kaku. Pertanyaan dapat berkembang
peneliti terhadap pokok permasalahan yang dibahas (Speziale & Carpenter, 2003).
content validity oleh 3 expert dalam perawatan pasien stroke yaitu Rosina
Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp. KMB, Yesi Ariani, S.Kp, M.Kep, dan Eliadi, S.Kep,
Ns. Hasil Content Validity Index (CVI) untuk panduan wawancara adalah 0,94
(nilai CVI > 0,8), hal ini bermakna bahwa panduan wawancara memiliki isi yang
valid.
caregiver selama merawat pasien stroke juga digunakan oleh peneliti untuk
merawat pasien stroke. Lembar observasi telah dilakukan content validity dengan
expert yang sama dengan panduan wawancara. Hasil CVI untuk lembar observasi
didapatkan nilai 0,98. Jenis observasi yang akan dilakukan adalah participant
rumah partisipan, tetapi tidak ikut terlibat aktif dalam kegiatan partisipan.
Observasi akan dilakukan oleh peneliti selama 2 waktu yaitu pada pagi dan siang
hari.
tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka pengumpulan
data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan
(Polit & Beck, 2008). Hasil catatan lapangan pada peneltian ini berisi tanggal,
waktu, suasana tempat, deskripsi atau gambaran partisipan, serta respon non
transkrip.
Prosedur pengumpulan data dimulai dari surat keterangan lulus uji etik
dan pengembangan RSUD Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan ijin dari rumah sakit
penelitian yang dilakukan dan meminta data pasien stroke yang kontrol di
poliklinik neurologi untuk memilih partisipan yang cocok untuk penelitian ini.
melakukan pilot study yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik
wawancara. Pilot study dilakukan pada 1 partisipan. Setelah itu, hasil wawancara
antara peneliti dan partisipan sekaligus tahap pengenalan situasi dan kondisi
caregiver dan pasien stroke. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri,
partisipan.
dilanjutkan dengan membuat kontrak waktu dan tempat untuk wawancara. Semua
bebas terhadap pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara sehingga data
partisipan.
melalui telepon jika partisipan merasa perlu untuk menceritakan lebih lanjut
tentang pengalamannya.
Apabila data hasil wawancara, hasil observasi, dan catatan lapangan yang
yang didapat bersamaan dengan proses bimbingan dengan dosen, dan penelitian
akan terus dilakukan sampai dirasa tidak ada lagi hal-hal yang ingin diketahui dari
partisipan. Pencarian informasi dari partisipan lain terus dilakukan sesuai dengan
pengalaman anggota keluarga baik suami, istri, anak, orang tua, sepupu yang
sederhana, jelas, dan rinci (1978, dalam Speziale & Carpenter, 2003). Tahapan
oleh partisipan.
narasi tidak perlu ditulis kata demi kata, asalkan esensi dari apa yang partisipan
signifikan secara numerik dimasukkan ke dalam daftar (mis., 1,2,3,4, ....) yaitu
makna yang telah dirumuskan ke dalam kelompok sejenis. Dengan kata lain,
diungkapkan dengan analisis ketat dari setiap deskripsi lengkap dari fenomena
tersebut.
Sebuah janji untuk tindak lanjut dibuat antara peneliti dengan masing –
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis
segera setelah selesai setiap proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya
kedalam komputer, setiap bagian dari data akan diberi kode. Kemudian teks lain
komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data atau metode, dan
data. Hal ini bertujuan agar terjalin hubungan saling percaya antara peneliti
hasil wawancara. Hasil wawancara yang direkam dan transkrip juga memperkuat
akan dilakukan kepada partisipan untuk memvalidasi hasil tematik yang telah
atau deskripsi atau tema-tema spesifik yang telah dianalisa peneliti kepada
dan tema yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Partisipan diberikan hak
untuk mengubah, menambah atau mengurangi kata kunci atau tema yang sudah
diangkat. Selain itu, untuk lebih meyakinkan partisipan dengan kata kunci dan
tema yang diangkat, peneliti juga akan memperdengarkan hasil wawancara yang
sama dalam konteks yang sama menghasilkan hasil yang sama. Oleh karena itu,
Dependability dalam hal ini akan dilakukan dengan cara menyerahkan semua
mendiskusikan kata kunci, kategori, sub tema, dan tema-tema yang sesuai dengan
pendokumentasian dengan baik seperti jika terdapat hal-hal yang kurang jelas,
peneliti melakukan konfirmasi kepada partisipan. Selain itu hasil temuan tema
diperlihatkan kepada partisipan dan dilakukan validasi oleh partisipan. Audit trial
yang lain. Transferability yang dilakukan pada penelitian ini melalui penyediaan
berarti peneliti menyimpan semua arsip dan materi selama proses penelitian.
yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Partisipan dalam hal ini adalah
keluarga sebagai caregiver pasien stroke, orang yang secara tidak langsung
berlangsung.
informed consent yang bila disetujui partisipan ditandatangani dan bila tidak,
tanpa kontrol eksternal, ia dapat menentukan apakah akan berperan serta dalam
penelitian ini atau tidak, ia dapat saja menarik diri dari penelitian tanpa ada
Hak privasi dan martabat (Right to privacy and dignity) dilakukan peneliti
dilakukan, lokasi dan waktu disepakati sesuai dengan yang diinginkan partisipan.
identitas subjek tidak dihubungkan bahkan oleh peneliti sendiri dengan resonnya.
Subjek hanya diberikan kode nomor. Identitas individu tidak akan dihubungkan
laki-laki mendapatkan hak dan perlakuan yang sama baik sebelum, selama,
terkait dengan kebebasan memilih waktu dan tempat, bebas untuk berhenti
sesuai kesepakatan.
Pemaparan hasil penelitian diuraikan pada bab ini yang bertujuan untuk
di rumah. Bab ini terdiri dari 3 bagian yaitu deskripsi karakteristik demografi
partisipan, hasil tema yang didapatkan dari wawancara secara mendalam dengan
partisipan di rumah keluarga sebagai caregiver pasien stroke, dan hasil observasi
mayoritas laki-laki (56,2%), usia partisipan 46-55 tahun (50%), usia pasien >55
tahun (50%), agama Islam (81,2%), suku Batak (68,8%), pendidikan terakhir
SMA (56,2%), pekerjaan IRT/ tidak bekerja (62,5%), hubungan dengan pasien
sebagai istri (50%), lama merawat pasien 1-3 tahun (43,8%), pengobatan yang
ditampilkan secara rinci dalam bentuk tabel distribusi frekuensi pada di bawah ini.
Tabel 4.1
Karakteristik Demografi Responden
pasien stroke di rumah sesuai dengan metode Colaizi (Cresswel, 2003). Hasil
(1) Memberikan dukungan secara total terhadap anggota keluarga yang menderita
stroke, (2) Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarga yang
menderita stroke, (3) Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat
dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke, dan (5) Keterbatasan
caregiver dalam merawat keluarga yang menderita stroke. Tema-tema ini akan
kehidupan. Hal tersebut tergambar dari beberapa kategori yaitu: (1) Dukungan
tergambar dari beberapa kategori yaitu: selalu ada untuk penderita stroke,
ungkapan:
“Ooh,, itulah harus disamping bou tadi, dia kan malu juga
walaupun gak bisa ngomong, matanya melihat harus minta
ditemani jadi yah ditemani semua. Anak pun kadang saya
tinggalkan untuk menjaga dia tidur disebelah dia”. [P1]
“...saya ini dulu lah saya siapkan makannya, mandinya, baru saya
makan, baru saya apa mandi, pokoknya semua saya apakan lah
kakak ini kepentingannya, saya kasian juga lah nengoknya.” [P9]
motivasi agar penderita stroke lebih semangat untuk sembuh. Hal ini diungkapkan
“....heem, biar cepat sembuh, ayok gitu cepat sembuh, nanti kalau
misalnya sembuh nazar nya tah apa, ke kampung, nanti jalannya
jelek nanti cemana, misalnya ga bisa jalan orang itu pasti ada
tinggal cacatnya kan, kita mau meminimalkan itu jadi kita support
– support dia lah kan. Jadi kadang – kadang kita bisa, eem gimana
ya kita takuti gitu biar jadi semangat dia, nanti kaya gini, gitu kan
nanti dia berfikir gitu, nanti mama mau kaya gini jalannya kaya
ibu itu kalau sudah sembuh jalannya, pincang – pincang, ya kaya
gitulah supaya bikin dia semangat. Supaya terpikir, takut dia kan.
Kadang – kadang macem lah kita mau kesini kita, kalau sembuh,
atau si ini mau datang, makanya cepat bisa jalan, habis itu
semangat dia latihan.” [P5]
adalah sebagai caregiver primer yang merupakan keluarga inti pasien. Ikatan
keluarga inti ini menyebabkan caregiver juga harus ikut menanggung biaya yang
perawatan penderita stroke karena punya tabungan dan kebun untuk membiayai
kebutuhan pasien dan partisipan. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai berikut:
agar bisa terlibat langsung dalam memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan
fisik yang diberikan caregiver terdiri dari dua kategori yaitu memfasilitasi
modifikasi dari kamar mandi dan kamar tidur untuk memfasilitasi penderita stroke
sebagai berikut:
“..iya, di usahakan semua pegang ini ya pak, kalok mau duduk ini
kursinya, kalok mau ke belakang nanti dorong kursinya pake
tangan, makanya kalok kebelakang dia, berisik, di dorongnya
kursinya, jalan dia ke belakang,. iya, tempat tidurnya pun saya
pisahkan, tapi gak pake kasur saya bikin,..” [P7]
“..kalok waktu itu baru-baru kenak itu tau sangkin pinginnya dia
jalan, tali tambang dari dapur sampek kesini dibuat adekku kan,
mau dia jalan, pelan-pelan, dari situ la agak begerak tangannya,
kakinya semua, itulah yang ku bilang, mulai bisa jalan dari sini,
sampek sini, beli tongkat bisa la dia jalan dari sini sampek ke
kamar mandi,,,” [P4]
terus diusahakan baik dari segi pengobatan medis dan alternatif. Dalam hal
pengobatan yang sesuai dengan penderita stroke baik medis maupun alternatif.
terkena serangan stroke selalu dibawa ke rumah sakit ataupun ke dokter untuk
“,,,di ledong itu kaya gitu juga tegeletak aja, gak terbuka matanya,
kan masuk ICU, yaudah 2 hari bisa masuk ruangan, berarti 8 hari
di ruangan..” [P5]
“,,,tetap saya kasi, iya kok masi begitu dok? Kita kasi obat la gak
papa, ya gitu la kata dokter itu kan, tapi ada terus obat yang
diganti sama dokter itu, tetap kami konsul kesana...” [P7]
TEMA 1 MEMBERIKAN DUKUNGAN SECARA TOTAL TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE
Dukungan
KATEGORI Dukungan Moril Dukungan lingkungan fisik Memberikan Pengobatan
Finansial
Bertanggung
Selalu ada Mendahulukan Menyediakan Memberikan Memfasilitasi
jawab demi Memberikan Pengobatan Pengobatan
SUB- untuk kepentingan kebutuhan Kenyamanan pasien dalam
kesembuhan motivasi alternatif medis
KATEGORI pasien pasien pasien pada pasien memenuhi
pasien
kebutuhan dasar
KODE Komitmen Menemani Mendahulukan Motivasi Memberikan Menyediakan Merombak kamar Berobat ke Fisioterapis
sembuh Selalu Makan berjalan sesuai tempat tidur mandi dukun Berobat ke
Melakukan disamping Mendahulukan Motivasi keinginan yg nyaman Pakai kipas Kusuk dokter
semua Menjaga mandi beribadah Biaya dari Menyediakan Memasang tali Terapi Opname/rawat
Tanggung Pengertian Mengutamakan Memberikan anak TV untuk berjalan herbal inap
jawab Bangun pasien pujian dan Berhutang Lantai tidak Memberikan Bekam
Mengusahakan tengah reward Pekerjaan licin tongkat Akupunktur
semua malam Membawa sampingan Menyediakan
Tidur di refreshing ember untuk BAK
samping Menyediakan
pasien kursi untuk
Rumah pegangan jalan
tidak Tempat tidur
pernah khusus
kosong Menyediakan
hampir semua kebutuhan dasar penderita stroke harus dibantu oleh caregiver.
Adapun kategori dari tema tersebut di atas antara lain: (1) Kebutuhan fisiologis,
(2) Kebutuhan rasa aman dan nyaman, dan (3) Kebutuhan Spiritual. Masing-
Kebutuhan fisiologis pasien dalam hal ini dibagi menjadi sub kategori
nutrisi. Sub kategori tersebut adalah kebutuhan fisiologis penderita stroke yang
baik dari jenis makanannya maupun cara pemberiannya. Hal ini diungkapkan
dalam membantu untuk BAB dan BAK. Hal ini diungkapkan beberapa partisipan
antara lain:
“,,oo, waktu baru-baru sakit itu BAK pake pispot, kesian awak
bolak balek dia ke kamar mandi. ke kamar mandi, gak pernah
buang air besar di tempat tidur,,” [P4]
lain: membantu penderita stroke untuk melakukan self care dan memberikan
ketergantungan partial care dan total care, sehingga untuk melakukan self care
diingatkan oleh caregiver terhadap penderita stroke. Hal ini diungkapkan seorang
“,,kalau dia mau sholat, ngambil air wudunya ke kamar mandi itu
yang repot, sholatnya pun harus sholat kami yang menguatkan.
kami ke spiritualnya itu yang kami ini kan dan psikis dia udah
banyak yang dilakukan dia sebagai nenek, sebagai ibu,” [P10]
“,,beribadah lah dek, kalau misalnya apa solat lima waktu tetap
kakak itu solat, kalau mau wudhu dibawa ke kamar mandi. iya
kakak itu ga tahan duduk lama – lama, apalagi berdiri, di dalam
islam pun boleh kan tidur apa golek gitukan. Jadi islam pun
memudahkan tidak ada yang menyusahkan beribadah. iya selalu
diingatkan sholat..” [P9]
TEMA 2
MEMENUHI KEBUTUHAN DASAR PENDERITA STROKE
Kebutuhan rasa aman dan Kebutuhan Kebutuhan
KATEGORI Kebutuhan Fisiologis
nyaman Psikologis Spiritual
Membantu Memenuhi Membantu
SUB- Eliminasi: Memberikan Menyenangkan
Mobilisasi Self care kenyamanan pasien
KATEGORI BAB & BAK Nutrisi pasien
pasien pasien beribadah
KODE Latihan gerak Membantu Nyuapin makan Memandikan Menggaruk Bermuka Membantu
dan jalan eliminasi Memberikan pasien bagian tubuh manis di depan wudhu
Memindahkan dengan pispot minum Melap pasien yang gatal pasien Mengingatkan
pasien Membuang Memasak makanan Memasang Menyediakan Tidak tampak sholat
Mendorong eliminasi pasien pakaian air hangat kesal di depan Baca ayat al-
kursi roda Membantu Memberikan pasien untuk mandi pasien qur’an
Mengangkat eliminasi makanan ringan Mencuci
pasien dengan Memberikan jus pakaian
Miring pampers secara rutin pasien
kanan/kiri Memilih makanan
yg sesuai
Caregiver pada pasien stroke memiliki tugas yang sangat berat karena
stroke. Penderitaan caregiver yang didapatkan dari wawancara terdiri dari sub-
kategori: dampak fisik, dampak psikologis, dan dampak sosial. Dampak fisik yang
bahkan ada yang sampai jatuh sakit. Hal tersebut di atas diungkapkan oleh
“,,ya kadang dia gak bisa juga tidur kan tapi karna kita capek kan,
ya tidur juga, biar pun dia ribut, gelisah kan, goyang-goyang kan
tempat tidurnya ribut, tapi karna saya capek kali ya tidur,.” [P12]
dampak psikologis yang dirasakan selama merawat penderita stroke. Berikut ini
“,,terkadang datang la pulak palak awak kan, ini bukan sakit ini,
ini karna stroke saja ku bilang, merokok lagi, minum air dingin,
makan enak. capek awak melarangnya malah awak di marahinnya,
kau kok sibuk kali, katanya. gak ada itu katanya, memang kau
cerewet kau, kan bukan uang kau yang ku habiskan katanya, jadi
mrepet, yaudah la mampus la situ, ku bilang la, dia gak bisa
dilarang tau, minum air dingin tengah malam, udah kasi klen aja,
biar senang dia kubilang,” [P4]
seluruh waktu dihabiskan untuk merawat dan menjaga penderita stroke. Hal ini
“,,jadi semenjak sakit apa pun gak bisa, nenek pun gak bisa
keman-mana, anak nenek ini lah. mana bisa lagi pengajian,
ngiirim-ngirim sama kawan aja la, gak pergii, nanti kita gak
ngirim di keluarkan orang juga la. cemana lah gak datang apa
kita, nampak kawan-kawan pigi gitu, awak gak pigi, sekarang ini
PENDERITAAN DAN HIKMAH BAGI CAREGIVER SELAMA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA
TEMA 3
STROKE
dalam merawat anggota keluarga yang menderita stroke. Tema ini terdiri dari dua
kategori yaitu: (1) Kebutuhan edukasi dan informasi dan penderita stroke dan
cara perawatan penderita stroke, dan informasi terkait psikologis penderita stroke.
penting karena mereka merasa bingung dan tidak tahu cara merawat penderita
stroke yang sebenarnya. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut ini:
“Untuk ini sendiri dokternya ngasi tau, cuma gak jelas kasi taunya.
Kadang kami pengen informasi mau sih dokternya langsung
ditelpon. Misalnya ada obat ini, kami rasa, ini obat dok bisa
dilanjut? Mau dia dihubungi. Kalo untuk latihannya dari
fisioterapi kami dapat cara kakinya gimana digerak-gerakkan.”
[P10]
yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor
finansial, dan (3) Faktor fasilitas. Masing-masing kategori dibahas berikut ini:
menjadi dua sub-kategori yaitu: penyakit yang dialami caregiver dan fisik yang
lemah. Hampir seluruh caregiver dalam penelitian ini adalah perempuan yang
memiliki fisik yang lemah. Ada juga beberapa caregiver yang merupakan istri
dari pasien dan sudah lansia sehingga sudah mengalami berbagai maslah
maksimal dalam merawat penderita stroke. Hal ini sering dikeluhkan caregiver
ini:
“,,soalnya namanya pun berobat, udah tau dia uang pun sudah
habis, anak pun masi ada yang sekolah, iya, dua lagi sekolah, itu
pun yang laki-laki itu tulang punggung, itu semua, kuliah, yang
paling kecil masi smp. masi panjang ya kan, masi banyak
tanggungan, tapi gimana kalok begitu di kasi Tuhan, mau gimana
lagi?” [P7]
membawa penderita stroke untuk berobat. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai
berikut:
“Makanya itu gamau dia berobat lagi, ga ada yang bawa, anak
awak kerja semua, nanti sore baru berpulangan.” [P11]
“,,iya, gak ada lagi yang bawakkan, naik kreta gak sanggup orang
tu, gak brani. di terapi aja sering di ajaknya itu, siapa yang mau
bawak ku bilang, ya kita aja la, ah gak sanggup la ku bilang,” [P4]
memberikan dukungan secara total antara lain selalu ada di samping penderita
Tabel 4.7.
Hasil observasi caregiver memberikan dukungan secara total
Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
Caregiver memberikan motivasi dan semangat
1. 13 (81,2) 3 (18,8)
kepada pasien stroke
Caregiver mengutamakan kepentingan pasien dalam
2. 12 (75) 4 (25)
kegiatan sehari-hari.
3. Caregiver selalu ada untuk pasien stroke 11 (68,8) 5 (31,2)
Caregiver mendiskusikan tentang perawatan dengan
4. 6 (37,5) 10 (62,5)
pasien stroke
Caregiver mendengarkan pendapat/keluhan pasien
5. 12 (75) 4 (25)
stroke
Caregiver tampak semangat dan optimis dalam
6. 8 (50) 8 (50)
merawat pasien stroke
Total rata-rata 10,3 (64,6) 5.7 (35,4)
Tabel 4.8.
Hasil observasi caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita
stroke
Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
1. Caregiver merawat pasien stroke dengan lemah
8 (50) 8 (50)
lembut
2. Caregiver membantu pasien stroke dalam memenuhi
16 (100) 0 (0)
kebutuhan dasar sehari-hari
3. Caregiver melibatkan pasien stroke dalam perawatan
9 (56,2) 7 (43,8)
diri pasien
4. Caregiver memberikan kenyamanan kepada pasien
10 (62,5) 6 (37,5)
stroke
5. Caregiver cekatan dan terampil dalam merawat
4 (25) 12 (75)
pasien stroke
Total rata-rata 9,4 (58,7) 6,6 (41,3)
penderita stroke.
Tabel 4.9.
Hasil observasi penderitaan dan hikmah bagi caregiver\
Tidak
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi Dilakukan
f (%) f (%)
1. Caregiver sabar dalam merawat pasien stroke 7 (43,8) 9 (56,2)
2. Caregiver tampak stress dalam merawat pasien stroke 9 (56,2) 7 (43,8)
3. Caregiver tampak kelelahan dalam merawat pasien 13 (81,2) 3 (18,8)
stroke
4. Caregiver tampak pasrah dengan keadaan pasien 10 (62,5) 6 (37,5)
stroke
Total rata-rata 9,8 (60,9) 6,3 (39,1)
SUB-
NO TEMA KATEGORI
KATEGORI KODING
4. Kurangnya Kebutuhan Informasi gejala stroke
Informasi
keterampilan edukasi dan Informasi rehabilitasi stroke
Stroke
dalam informasi Informasi nutrisi
merawat Cara memindahkan pasien
keluarga Informasi Cara memberikan makan
yang Perawatan Cara membantu BAB &
menderita Stroke BAK
stroke Informasi rentang gerak
Informasi obat yang
diberikan
Informasi
Informasi tempat pengobatan
pengobatan
Informasi pengobatan
alternatif
Kebutuhan Tempat Butuh orang lain untuk
Psikologis sharing bertukar pikiran
5. Keterbatasan Faktor Rematik
caregiver masalah fisik Penyakit Hipertensi
dalam yang dialami Post-operasi SC b
merawat caregiver Sakit maag
pasien stroke
Fisik yang Usia lansia
lemah Kondisi fisik lebih kecil dari
pasien
Tidak ada orang yang bantu
Uang sudah habis
Anak masih kecil sebagai
Faktor Kurangnya tanggungan
Finansial biaya Biaya sehari-hari kurang
Biaya pengobatan yang
mahal
Faktor Alat Tidak ada kendaraan
Fasilitas transportasi Kesulitan mencara kendaraan
PEMBAHASAN
penelitian sebelumnya yang pernah ada. Interpretasi hasil ini dilakukan sesuai
di rumah. Selain itu, pada bab ini juga dibahas keterbatasan penelitian dengan
kondisi ideal yang seharusnya dicapai. Bagian akhir dari bab ini juga akan
merawat penderita stroke. Partisipan yang terpilih sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian dan berasal dari wilayah Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian ini,
dukungan secara total, (2) Membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita
stroke, (3) Penderitaan dan hikmah bagi caregiver, (4) Kurangnya keterampilan
secara total selama merawat penderita stroke. Fungsi dari caregiver adalah
emosional, kasih sayang dan perhatian (Tantono, 2006). Dukungan yang diberikan
kesembuhan penderita stroke baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual.
Tujuan dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara penderita stroke
perawatan fisik dan teknik penggunaan alat bantu perawatan, menemukan sumber
dari beberapa sub-kategori yaitu: selalu ada untuk penderita stroke, bertanggung
selalu ada disamping penderita stroke dan tidak pernah meninggalkan penderita
stroke. Hal ini sesuai dengan teori keperawatan yang dibuat oleh Williams (2003),
dukungan secara total antara lain selalu ada di samping penderita stroke, selalu
stroke dalam peran caregiver adalah kejadian yang tak terduga, karena sifat cepat
secara moral, dan tidak punya pilihan selain untuk menerima peran caregiver dan
sebagai "tugas yang tidak dapat dihindari" (Jones & Morris, 2012).
tersebut. Akibat kecacatan yang dialami hampir sebagian besar penderita stroke,
saat ini tidak dianggap sebagai bagian dari pengobatan konvensional”. Pengobatan
(Depdiknas, 2005).
berbagai macam pengobatan alternatif antara lain terapi herbal, terapi nutrisi,
yang rata-rata dilakukan adalah pijat/ masase. Ada juga beberapa partisipan yang
pengaruh sosial memang sangat kompleks salah satunya adalah pengaruh orang
lain atau sugesti teman memiliki angka 11,59% dari alasan pemilihan pengobatan
(Turana, 2003).
Batak (68,8%) dan agama Islam (81,2%). Nilai-nilai budaya yang dominan pada
pengobatan medis dari dokter. Hal ini dikarenakan partisipan berpendapat apabila
penderita stroke.
medis karena alasan sudah tidak ada biaya dan tidak ada perkembangan kesehatan
pengobatan medis karena tidak ada biaya dan mengalami kesulitan dalam
hampir semua kebutuhan dasar pasien harus dibantu oleh caregiver. Berdasarkan
hasil penelitian, kebutuhan dasar yang dibantu oleh caregiver antara lain
eliminasi pasien yang terdiri dari buang air kecil dan buang air besar, membantu
self care pasien, dan mobilisasi pasien. Selain itu, Milligan (2004) dalam
penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas caregiver pada lansia. Tugas
yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga,
menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar
perawatan di rumah.
pasien stroke ketika berwudhu dan menjalankan sholat. Hal ini dikaitkan dengan
kepercayaan atau ajaran agama yang menganjurkan untuk beribadah baik ketika
Caregiver pada penderita stroke memiliki tugas yang sangat berat karena
hampir seluruh aspek kehidupan pasien stroke tergantung bantuan dari caregiver.
mengakibatkan dampak yaitu: (1) Penderitaan dan (2) Hikmah dalam hidup
tentang diagnosis pasien. Selama pasien di rumah sakit, perhatian besar caregiver
yaitu kondisi kesehatan pasien dan ketakutan bahwa pasien bisa mati. Hanya
mereka dan melakukan banyak pekerjaan (Pierce, Thompson, Govoni & Steiner,
2012; Kerr & Smith, 2000). Hasil data demografi menunjukkan bahwa mayoritas
atas. Dalam kurun waktu 3-6 bulan pertama setelah serangan stroke, caregiver
menyesuaikan diri dengan keadaan, dan belajar cara merawat pasien stroke.
Sehingga dalam penelitian ini, beberapa caregiver yang merawat pasien stroke <1
tahun mengeluh mengalami beban psikologis dan stres dalam merawat anggota
keluarga yang menderita stroke. Akan tetapi, berbeda dengan hasil penelitian
tersebut, caregiver yang sudah merawat pasien stroke >3 tahun justru merasa
stres dan mengalami beban fisik dan psikologis karena jenuh dan putus asa
merawat anggota keluarga yang menderita stroke dan tidak kunjung sembuh.
pasangannya dan mungkin rentan terhadap masalah kesehatan yang serius, atau
sebelumnya memiliki sejarah penyakit kronis. Pada saat yang sama, caregiver
menderita masalah akibat perawatan pasien antara lain terkait masalah fisik
yang terkena, tetapi juga seluruh keluarga. Stres, marah, temperamen, melukai
pertanyaan yang belum terjawab dan kegagalan tim kesehatan dalam memberikan
memadai, tugas caregiving yang terlalu banyak, dan kesulitan tidur bisa menjadi
sosial dan tokoh agama, kemampuan koping yang penting untuk meningkatkan
keluarga lebih dari 20 jam atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko
mengalami tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.
Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath (2000) di Selandia Baru pada
menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia dengan demensia.
caregiver. Sebesar 23% terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver. Hasil
seorang istri mengatakan merasa lebih dekat dengan suaminya yang sakit stroke
dan merasa dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Nikora (2004) di Selandia
stroke. Tema ini terdiri dari dua kategori yaitu: (1) Kebutuhan edukasi dan
pelayanan yang tersedia, (2) Manajemen stress dan strategi koping, (3) Masalah
pasien, (9) Nasihat hukum, (10) Informasi tentang obat, (11) Bantuan mengatasi
mengerti tentang istilah "Stroke". Oleh karena itu, mereka termotivasi untuk
informasi dan untuk belajar keterampilan caregiving dengan cara yang kompeten
dan percaya diri. Kadang-kadang, mencari informasi yang diperlukan bisa sulit
dan frustasi untuk keluarga (Pornchai., et al, 2005; Ang., et al, 2013).
umpan balik yang konstruktif dan memvalidasi praktik mereka dari tenaga
penguasaan peran caregiving, dan memiliki sumber daya yang dapat diakses
masyarakat.
Keluarga penderita stroke merasa bahwa dalam bekerja, akan lebih mudah
bagi mereka untuk memberikan perawatan yang aman dan kompeten jika mereka
menerima dukungan profesional dan sosial yang memadai (Pornchai., et al, 2005).
Hal ini penting bagi tim pelayanan kesehatan untuk membangun hubungan
(Ang., et al, 2013). Namun, kepuasan caregiver oleh dukungan dan layanan
yang dibagi menjadi kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor finansial,
dan (3) Faktor fasilitas. Faktor masalah fisik yang dialami caregiver mencakup
dari sakit yang dialami caregiver, jenis kelamin caregiver dan pasien yang
(56,2%). Usia caregiver berada pada rentang 46-55 tahun (50%). Sebagian besar
wanita diketahui memiliki waktu istirahat dan latihan yang kurang dibandingkan
Kurangnya waktu untuk merawat diri sendiri karena permintaan rawatan yang
mengarah kepada ketegangan dan stres caregiver. Dari segi pengaturan hidup,
dengan adanya perpindahan pasien dari rumah ke rumah sakit atau sebaliknya
jenis kelamin, pekerjaan, status finansial, status pernikahan, pengaturan hidup dan
caregiver.
kekurangan diantaranya yaitu: (1) Proses keluarnya surat izin penelitian di rumah
sakit yang memakan waktu yang lama, (2) Peneliti mengalami kesulitan karena
harus mendatangi rumah partisipan satu per satu sehingga membutuhkan waktu
yang lama untuk mengumpulkan data, (3) Keterbatasan pada diri peneliti sendiri,
stroke merupakan orang yang sangat diperlukan untuk memantau status kesehatan
penderita stroke agar tidak terjadi stroke berulang dan merawat penderita stroke
hanya bagi penderita stroke, tetapi juga untuk caregiver. Untuk membuat
menyediakan bahan ajar cara merawat penderita stroke selama di rumah sakit, di
pulang individual yang berpusat pada keluarga daripada pendekatan berpusat pada
tentang cara meningkatkan kualitas peran dan fungsi caregiver dalam merawat
penderita stroke. Selain itu, peran perawat sebagai edukator khususnya pada
penderita stroke dan caregiver juga perlu diaplikasikan oleh mahasiswa dalam
dalam merawat penderita stroke di rumah setelah keluar dari rumah sakit.
individual, dan menawarkan panduan praktis caregiving yang tepat. Perawat dapat
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
dengan teori dan penelitian terkait. Saran merupakan tindak lanjut dari penelitian
ini.
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Memberikan dukungan secara total selama merawat anggota keluarga yang
menderita stroke
bertanggung jawab atas kesembuhan anggota keluarga yang menderita stroke dan
dukungan moril adalah salah satu dukungan yang mudah untuk diberikan.
gerak dan jalan, membantu BAK dan BAB, memberikan makan dan minum,
memilih makanan yang sesuai dan memasak makanan pasien). Hasil observasi
6.1.3. Penderitaan dan hikmah bagi caregiver selama merawat penderita stroke
merawat pasien stroke di rumah, berupa lupa makan, kelelahan, sakit pinggang,
kategori. Adapun kategori dari tema tersebut di atas antara lain: (1) Kebutuhan
edukasi dan informasi dan (2) Kebutuhan psikologis. Hasil content analysis
dibagi menjadi kategori yaitu: (1) Faktor masalah fisik, (2) Faktor finansial; dan
(3) Faktor fasilitas. Hasil content analysis menunjukkan bahwa sebanyak 10 dari
16 orang caregiver mengalami keterbatasan akibat fisik yang lemah dan usia yang
rumah.
6.2. Saran
secara holistik diperlukan tidak hanya bagi penderita stroke, tetapi juga untuk
caregiver. Perawat harus menyediakan bahan ajar cara merawat penderita stroke
Selain itu, peran perawat sebagai edukator khususnya pada pasien stroke dan
penderita stroke di rumah setelah keluar dari rumah sakit. Perawat dapat
Abubakar, S.A., & Isezuo, S.A. (2012). Health related quality of life of stroke
survivors: Experience of a Stroke Unit. International Journal of Biomedical
Science, 8 (3), 183-187.
Akosile, C.O., Okoye, E.C., Nwankwo, M.J., Akosile, C.O., & Mbada, C.E.
(2011). Quality of life and it’s correlates in caregivers of stroke survivors
from Nigerian population. Springer Science: Qual Life Res, 20, 1379-1384.
DOI: 10.1007/s11136-011-9876-9.
Arksey, H., & Hirst, M. (2005). Primary health care research and development,
6, 101-116
Artal, F.J.C., & Egido, J.A. (2009). Quality of life after stroke: The importance of
a good recovery. Journal of Cerebrovascular Disease, 27(1), 204-214. DOI:
10.1159/000200461.
Banks, P., & Pearson, C. Parallel lives: Young stroke survivors and their partners
coping with crisis. Sexual and Relationship Therapy 2004, 19(4), 413-429.
Barnes, P.M., Griner, E.P., McFann, K., & Nahin, R.L. (2004). Complementary
and alternative medicine use among adults: United States, 2002. Diambil
tanggal 12 September 2009 dari http://www.cdc.gov/nchs/nhis.htm
Barnes, P. M., Bloom, B., & Nahin, R.L. (2008). Complementary and alternative
medicine use among adults and children: United States, 2007. Diambil
tanggal 20 Oktober 2009 dari ftp://
ftp.cdc.gov/pub/Health_Statistics/NCHS/Dataset_Documentation/NHIS/
2007/srvydesc.pdf
Biegel, D., Sales, E., & Schulz, R. (1991). Family caregiving in chronic illness:
Heart disease, cancer, stroke, Alzheimer’s disease, and chronic mental
illness. Newburry Park CA: Sage.
Blum, K., & Sherman, D.W. (2010). Understanding the experience of caregivers:
a focuson transition. Seminar in Oncology Nursing, 26(4), 243-258.
Cameron, J., Cheung, A., et al. (2006). Stroke survivors' behavioral and
psychologic symptoms are associated with informal caregivers' experiences
of depression.' Arch Phys Med Rehabil, 87(2), 177-183
Creswell, J.W. (2012). Qualitative inquiry & research design: choosing among
five approaches. USA: SAGE Publication.
Cobley, C.S., Fisher, N.C., Kerr, M., & Walker, M.F. (2013). A qualitative study
exploring patients’ and carers’ experiences of early supported discharge
services after stroke. Clinical Rehabilitation Journal, 0(0), 1–8,
DOI: 10.1177/0269215512474030
Given, B.A., Given, C.W,. & Sherwood, R.P. (2011). Family & caregiver needs
over the course of the cancer trajectory. The Journal of Supportive
Oncology, 20 (10)
Given, B.A., et al. (2007). Burden & depression among caregivers of patients with
cancer at the end-of-life. Oncology Nursing Forum, 6 (31), DOI:10.1188/04.
ONF. 1105-1117.
Jullamate, P., Azeredo, Z., Paul, C., & Subgranon, R. (2006). Thai stroke patient
caregivers: Who they are and what they need. Journal of Cerebrovasc
Disease, 2, 128-133. DOI: 10.1159/000090211.
Kerr, S.M., & Smith, L.N. (2001). Stroke: An exploration of the experience of
informal caregiving. Clinical Rehabilitation Journal, 15, 428-436.
DOI: 10.1191/026921501678310234
Lewis. (2007). Medical surgical nursing 7th edition. St. Louis Missouri: Mosby
Year Book. Inc
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, I.M.
(2011). Medical surgical nursing: Assesstment and management of clincal
problems, 1. St. Louis Missouri: Mosby Year Book. Inc
LoBiondo-Wood, G., & Haber, J. (2010). Nursing research: methods & critical
appraisal for evidence-based practice. (7th ed). St. Luois: Mosby Elsevier.
Lowenstein, A., & Gilbar, O. (2000). The perception of caregiving burden on the
part of elderly cancer patients, spouses & adult children. Families, system &
health: The Journal of Collaborative family healthcare, 18 (3).
Milligan C (2004) Caring for older people in New Zealand. Bailrigg, Institute for
Health Research, Lancaster University
National Alliance for Caregiving. (2010). Care for family caregiver. A palce to
start. New York: EmblemHealth: www.caregiving.org
Pierce, L.L. (2001). Caring and expressions of stability by urban family caregivers
of persons with stroke within African American family system.
Rehabilitation Nursing Journal, 26(3), 100.
Pierce, L.L., Steiner, V., Govoni, A., Thompson, T.C., & Friedemann, M.L.
(2007). Two sides to the caregiving story. Thomas Land Publishers, Inc.
Top Stroke Rehabilitation. DOI: 10.1310/tsr1402-13.
Pierce, L.L., Thompson, T.L., Govoni, A.L., & Steiner, V. (2012). Caregivers'
incongruence: Emotional strain in caring for persons with stroke.
Rehabilitation Nursing Journal, 37(5), 258. DOI: 10. 1002/rnj.035.
Piercy, K., & Chapman, J. Adopting the caregiver role: A family legacy. Family
Relations 2001, 50, 386-393.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2008). Nursing Research: Generating and assesing
evidence for nursing practice. 8 ed. Lippincott Williams and Wilkins.
Polit, D. F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing research: Principles and methods
6th ed. Philadelphia: Lippincott.
Pornchai, J., Zaida, d. A., Constança, P., & Rachaneeporn, S. (2005). Thai stroke
patient caregivers: Who they are and what they need; Thailand.
Cerebrovascular Disease Journal, 21, 128–133. DOI: 10.1159/000090211.
Price., & Wilson. (2000). Patofisiologi: Konsep klinis proses penyakit. Ed. 6. Vol-
2. Jakarta: EGC.
Shyu, Y.I. (2000). Role tuning between caregiver and care receiver during
discharge transition: AN illustration of role function mode in ROY'S
adaptation theory. Nursing Science Quarterty, 13, 37-43.
Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Smith, M.J., & Liehr, P.R. (2008). Middle range theory for nursing. New York,
NY, USA: Springer Publishing Company.
Smith, M.J., & Liehr, P.R. (2014). Middle range theory for nursing. New York,
NY, USA: Springer Publishing Company.
Strudwick, A., & Morris, R. (2010). A qualitative study exploring the experiences
of African-Caribbean informal stroke carers in the UK. Clinical
Rehabilitation Journal, 24, 159-167, DOI: 10.1177/0269215509343847.
Sawatzky J., & Kerry,F. (2003). Impact of caregiving: Listening to the voice of
informal caregivers. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing
2003, 10, 277-286.
Vitaliano P., & Zhang, J., et al. (2003). Is caregiving hazardous to one's physical
health? A meta-analysis.'Psychological Bulletin, 129(6), 946-972
Judul Penelitian :
“Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga sebagai Cargiver dalam
Merawat Pasien Stroke di Rumah”
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan pengetahuan saya sebagai caregiver dalam merawat
pasien stroke serta dapat mengurangi angka kejadian stroke berulang.
Medan, ..................................2014
Partisipan,
Tanda tangan
Petunjuk Pengisian:
Dibawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas partisipan
penelitian. Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai keadaan Bapak/Ibu yang
sebenarnya, dengan memberi tanda checklist √ )( pada kotak yang telah
disediakan.
No. Partisipan :
Pertanyaan:
1. Apa yang Bapak/Ibu alami saat merawat keluarga yang menderita stroke?
4. Apa saja hambatan dan tantangan yang Bapak/Ibu temukan selama merawat
pasien stroke?
diberikan?
Dilakukan
No Perilaku yang di observasi
Ya Tidak
Memberikan dukungan secara total
1. Caregiver memberikan motivasi dan semangat
kepada pasien stroke
2. Caregiver mengutamakan kepentingan pasien dalam
kegiatan sehari-hari.
3. Caregiver selalu ada untuk pasien stroke
4. Caregiver mendiskusikan tentang perawatan dengan
pasien stroke
5. Caregiver mendengarkan pendapat/keluhan pasien
stroke
6. Caregiver tampak semangat dan optimis dalam
merawat pasien stroke
Memenuhi kebutuhan dasar
1. Caregiver merawat pasien stroke dengan lemah
lembut
2. Caregiver membantu pasien stroke dalam memenuhi
kebutuhan dasar sehari-hari
3. Caregiver melibatkan pasien stroke dalam perawatan
diri pasien
4. Caregiver memberikan kenyamanan kepada pasien
stroke
5. Caregiver cekatan dan terampil dalam merawat
pasien stroke
Penderitaan dan hikmah bagi caregiver
b. Non-Verbal :
3. Eliadi, S.Kep, Ns
Kepala Ruangan Unit Stroke RSUD. Dr. Pirngadi Medan.