Anda di halaman 1dari 48

RESPONSI

Bronkopneumonia Pada Bayi Laki-Laki Usia 7 Bulan

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir
Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Jayapura

Oleh:
Hesti Hasan (0120840119)
Oryza Ayuni Ikaningtyas (0120840211)
Yayang Santika Dwi Andayani (0120840285)
Galuh Decca Sari S. Wahyudi (0120840101)
Maria M Satia (0100840072)

Penguji:
dr. Th.Ratna Sarungallo Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
2
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau


beberapa lobus paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 1 Bronkopneumonia
mengacu pada inflamasi paru yang terfokus pada area bronkiolus.2
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik dinegara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk Indonesia hampir
30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Dari data SEAMIC Health Statistic
influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia,
nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di
Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa
penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi
saluran napas akut termasuk bronkopneumonia dan influenza.1,3
Bronkopneumonia merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun
ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal ini disebakan oleh
munculnya organisme nosokomial yang resisten terhadap antibiotik. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan
bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumoniae,
Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.4

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


2.1.1 Identitas Pasien
Nama : By. XY
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : XX
Suku : XX
Agama : XX
Pekerjaan : Belum Bekerja
Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2020
No RM : 00 XX XX
2.1.2 Identitas Orang Tua
Ayah
Nama : Tn. XY
Umur : xx Tahun
Pekerjaan : xx
Pendidikan : xx
Ibu
Nama : Ny. XX
Umur : xx Tahun
Pekerjaan : xx
Pendidikan : xx

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis kepada Ibu pasien pada hari Kamis, 10
September 2020 di RSUD.
 Keluhan Utama
Sesak Nafas

4
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang bayi laki-laki berusia 7 bulan, datang ke IGD
RSUD Abepura bersama keluarganya dengan keluhan sesak nafas yang
semakin memberat. Sesak muncul sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun aktifitas berat. Riwayat
tersedak sebelum timbul nafas, tidak ada. Keluhan sesak nafas disertai
dengan adanya demam, batuk dan pilek.
Pasien awalnya mengalami demam dirasakan terus-menerus dan
turun ketika diberikan obat pereda demam. Pasien tidak menggigil(-),
tidak kejang (-) tidak disertai penurunan kesadaran (-), mual dan muntah
disangkal. Keluhan demam sebelumnya di dahului dengan batuk dan
pilek. Keluhan batuk dialami sejak kurang lebih 1 minggu SMRS, batuk
berdahak disertai lendir dan sulit keluar. Belum diberi obat pereda batuk.
Pasien baru pertama kalinya sakit seperti ini. Riwayat kontak dengan
anggota keluarga yang batuk lama disangkal. Ibu pasien mengaku anak
jadi rewel dan nafsu makan menurun. Riwayat BAB dan BAK seperti
biasa.

 Faktor Riwayat Perjalanan


Sehubungan dengan masa pandemi Covid-19 maka setiap pasien
yang berobat harus mengisi formulir skrining;

5
 Riwayat Penyakit Dahulu
Orang tua pasien mengatakan pasien belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya.
Riwayat Demam Typhoid (-)
Riwayat Malaria (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat Diare (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat TB paru disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung bawaan disangkal

 Riwayat Sosial Ekonomi

6
Untuk pengobatan dan perawatan, pasien menggunakan jaminan
kesehatan papua (JAMKESPA). Pasien minum ASI dan susu formula.
Pasien saat ini tinggal bersama orang tua.

 Riwayat Kehamilan Ibu


Pasien lahir dari ibu G1P0A0, dilahirkan secara spontan ditolong oleh
bidan di RSUD, usia kehamilan cukup bulan, bayi lahir langsung
menangis, ketuban berwarna jernih, dengan berat badan lahir 3000gr
dan panjang badan bayi lahir 48cm. Tali pusat dirawat oleh bidan, bayi
tidak kuning, tidak terjadi perdarahan pasca kelahiran pada bayi.

 Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa Imunisasi anaknya dilakukan di rumah
sakit dan Posyandu dengan rincian seperti berikut ini;
Usia Imunisasi
Saat lahir (0-7 hari) Hb0, BCG, Polio 0
2 bulan DPT/HB1, Polio 1
3 bulan DPT/HB2, Polio 2
4 bulan DPT/HB3, Polio 3

 Riwayat Makan dan Minum


Pasien masih mendapat ASI sampai sekarang. Susu formula dan bubur
susu mulai diberikan pada usia 6 bulan. Sebelum sakit penderita rutin
menetek. Semenjak sakit penderita tetap mau menetek.

 Riwayat Tumbuh Kembang


Usia Motorik kasar Motorik halus Bicara Sosial
3 Mengangkat Mengikuti objek Mengoceh Bereaksi
bula kepala dengan mata spontan terhadap
n suara
6-8 Berbalik dan Memgang benda Sudah bisa Tepuk
bula terlungkup ke kecil mengucapkan tangan

7
n terlentang, “mama”,
merangkak “baba”
dengan jelas

 Silsilah Keluarga
Keterangan
= Pasien
= Anggota keluarga (Laki-laki)
= Anggota keluarga (Perempuan)

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign
 Nadi : 100x/menit,
 Frekuensi nafas : 76 x/menit
 Suhu : 39oC (axilla)
 SpO2 : 95 % Spontan
4. Berat Badan : 7 Kg
5. Panjang badan : 67 Cm
6. Status gizi :
BB/U : 0 SD (-1) SD = Sesuai

TB/U : 1 SD -1 SD = Sangat Pendek

BB/TB : 0 SD-(-1) SD = Sesuai

Kesan Gizi : Status gizi baik

Berdasarkan pengukuran BB Usia didapatkan status gizi pasien:

8
Kesan: Bayi usia 7 bulan dengan grafik panjang badan <-3 SD (sangat
pendek)

Kesan: Bayi usia 7 bulan dengan grafik berat badan <-1 SD (gizi baik)

9
Kesan: Bayi usia 7 bulan dengan grafik BB/PB +1 SD (gizi baik)

Status Generalis
1. Kepala dan Leher
Deformitas (-), rambut hitam , tidak mudah dicabut
1. Mata
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya
(+/+)
2. Telinga
Deformitas -/-, nyeri tekan retroaurikular -/-, sekret -/-.
3. Hidung
Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (+/+), PCH (pernafasan cuping
hidung) +/+
4. Mulut
Mukosa mulut basah, POC (-)

Leher

10
KGB tidak teraba.

2. Thorax
Bentuk dan pergerakan dada simetris statis dan dinamis, Retraksi suprasternal
(+)
- Paru
Inspeksi : Tipe pernafasan abdominal/diafragmatikal
Palpasi :Thoraks simetris, nyeri tekan (-), pembesaran KGB
supraklavikularis dan aksilaris (-), fremitus simetris,
krepitasi subkutis (-)
Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing (-/-), Slem (-/-)

11
- Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis pada intercosta 5
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I & II regular, murmur(-), gallop(-)

3. Abdomen
 Inspeksi : Permukaan dinding tampak datar
 Auskultasi : Bising usus (+) Normal
 Perkusi : Tympani
 Palpasi : Supel, turgor dan elastisitas kulit normal,
hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
4. Ekstrimitas
Atas : akral hangat, kering, merah, edema -/-
Bawah : akral hangat, kering, merah, edema -/-
Capillary refill time kurang dari 2 detik

5. Anus dan kelamin


Anus : Dalam batas normal, tidak ada kelainan
Kelamin : Jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 13,4 11 -16,5 gr/dL
Eritrosit 4.96 3,8-5,8 x 106/uL
Hematokrit 37,3 35-50%
MCV 75,2 80,0-97,0 fL
MCH 27,0 26,5-33,5 pg
MCHC 35,9 31,5-35,0 g/dL
Trombosit 397 150-450 x109/uL
Leukosit 13,79 4,3-10,3 x109/uL
Eosinofil 0,39 103/uL
Basofil 0.06 103/uL
Neutrofil 4,82 103/uL
Limfosit 7,76 103/uL
Monosit 0,76 103/uL
GDS 97 <150 mg/dL
Natrium 140 135-145 mmol/L
Kalium 3,8 3,5-5-5 mmol/L
Cloride 100 98-108 mmoI/L
DDR Negatif
Rapid-Test Covid19 Non Reaktif

Foto Thorax PA (10 September 2020)


Hasil bacaan foto thorax:
Bone dan soft tissue : Dalam batas normal
Trakea : Berada di tengah.
Cor : Tidak ada pembesaran jantung, Sinus kiri, kanan dan
diafragma normal
Pulmo :Hilus dalam batas normal, corakan bronkovaskular
bertambah, dikedua lapang paru, tampak infiltrat tersebar
merata di kedua lapang paru
Kesan : Bronkopneumonia

2.5 Diagnosis
Bronkopneumonia berat

2.6 Diagnosis Banding


 Brinkiolitis
 TB Paru pada Anak
 Bronkitis Akut
 Susp. Pneumonia Covid-19

2.7 Tatalaksana
Saat di Rumah Sakit
- Berikan O2 nasal canul 0,5 - 1 L /m
- kebutuhan cairan = 700cc / hari
- IVFD D5 1/4 NS 32 tts / 24 jam (Mikro)

13
- Inj. Paracetamol 70mg / 8jam (Drip)
- Inj. Ranitidin 7mg / 8jam (IV)
- Inj. Cefotaxim 350mg /12jam (IV)
- Nebu combiven 3 x 1 vial / 8 jam
- Pasang NGT (Naso Gastric Tube)
- Diet ASI peras 6 x 80 cc via NGT
- Pemeriksaan Rapid Test Covid19 = Non Reaktif
- Rencana Pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2

2.8 Resume
Anak laki-laki uisa 7 bulan dengan keluhan sesak nafas yang semakin
memberat yang muncul 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Diawali dengan
batuk berdahak disertai pilek sejak 1 minggu yang lalu, dahak sulit keluar.
Selain itu juga didapati gejala demam yang terus-menerus sejak 2 hari yang
lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nafas cepat dan dalam 76 x/menit
dengan pernapasan cuping hidung, demam 39oC, saturasi oksigen 95%
dengan nafas spontan, retraksi (+), dan ditemukan ronkhi basah kasar di
seluruh lapang paru. Pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan
peningkatan jumlah Leukosit yaitu 13.790/uL dan peningkatan jumlah
Neutrofil yaitu 48.200/uL, pada pemeriksaan foto thorax AP didapatkan
gambaran dengan kesan bronkopneumonia.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia
berat.

2.9 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam

3.0 Follow Up

14
11 September 2020 (Perawatan Hari ke-1)
S Demam(+), Sesak (+), Batuk berlendir(+), muntah (-), BAB/BAK baik
Keadaan umum : Tampak lemah Kes: Compos mentis
Vital Sign:
Nadi: 155x/m, RR: 65 x/m, SB: 38,5 oC SpO2 = 95% (O2 Nasal 1 lpm)
BB = 7 kg
Kepala /Leher : Normochepal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), pernapasan cuping hidung (+), Oral Candidiasis(-), pembesaran
KGB (-)
O
Thorax : Simetris , Ikut gerak nafas(+), retraksi (+),
Pulmo : Suara napas bronkovesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II regular murni, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus (+), hepar/lien tidak teraba
besar, Tympani
Ekstemitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Kulit : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),turgor kulit kembali cepat
A Bronkopneumonia Berat

- O2 nasal canul 0,5 - 1 L /m


- kebutuhan cairan = 700cc / hari
- IVFD D5 1/4 NS 32 tts / 24 jam (Mikro)
- Inj. Paracetamol 70mg / 8jam (Drip)
- Inj. Ranitidin 7mg / 8jam (IV)
- Inj. Cefotaxim 350mg / 12jam (IV)(H1)
P - Nebu combiven 3 x 1 vial / 8 jam
Residu = 2 cc (kental, warna putih keruh)
- Diet ASI peras 6 x 80 cc via NGT
- Hasil PCR SARS-CoV-2 = (tidak didapatkan pertumbuhan bakteri dan
virus)
- Balance Cairan ???

12 September 2020 (Perawatan Hari Ke-2)


S Demam berkurang (+), Sesak berkurang (+), Batuk berlendir berkurang

15
(+), muntah (-), BAB/BAK baik
Keadaan umum : Tampak lemah Kes: Composmentis
Vital Sign:
Nadi: 152x/m, RR: 56 x/m, SB: 38 oC SpO2 = 97% (O2 Nasal 1 lpm)
BB = 7 kg
Kepala /Leher :
Normochepal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernapasan
cuping hidung (-), Oral Candidiasis(-), pembesaran KGB (-)
Thorax :
O
Simetris , Ikut gerak nafas(+), retraksi (+),
Pulmo : Suara napas bronkovesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II regular murni, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen :
Tampak datar, supel, bising usus (+), hepar/lien tidak teraba besar,
Tympani
Ekstemitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Kulit : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),turgor kulit kembali cepat
A Bronkopneumonia
- O2 nasal canul 0,5 L /m
- kebutuhan cairan = 700cc / hari
- IVFD D5 1/4 NS 32 tts / 24 jam (Mikro)
- Inj. Paracetamol 70mg / 8jam (Drip)
- Inj. Ranitidin 7mg / 8jam (IV)
P
- Inj. Cefotaxim 350mg /12jam (IV)(H2)
- Nebu combiven 3 x 1 vial / 8 jam
Residu = 1 cc (kental, warna putih keruh)
- Diet ASI peras 6x 80 cc via NGT

13 September 2020 (Hari Perawatan Ke-3)


Demam(-), Sesak menurun (+), Batuk berlendir berkurang (+) , muntah (-),
S BAB/BAK baik
O Keadaan umum : Tampak lemah Kes: Composmentis
Vital Sign:

16
Nadi: 105x/m, RR: 54 x/m, SB: 37,3 oC SpO2 = 97% (O2 Nasal 0,5 lpm)
BB = 7 kg
Kepala /Leher :
Normochepal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernapasan
cuping hidung (-), Oral Candidiasis(-), pembesaran KGB (-)
Thorax :
Simetris , Ikut gerak nafas(+), retraksi (-),
Pulmo : Suara napas bronkovesikuler (+/+), Rhonki (+/+) di lapang atas,
wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II regular murni, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen :
Tampak datar, supel, bising usus (+), hepar/lien tidak teraba besar, Tympani
Ekstemitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Kulit : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),turgor kulit kembali cepat
A Bronkopneumonia
- O2 nasal canul 0,5 L /m
- kebutuhan cairan = 700cc / hari
- IVFD D5 1/4 NS 32 tts / 24 jam (Mikro)
- Inj. Paracetamol 70mg/ 8jam (Drip)
- Inj. Ranitidin 7mg / 8jam (IV)
P - Inj. Cefotaxim 350mg /12jam (IV)(H3)
- nebu combiven 1 vial / 24 jam
- Lepas NGT, Coba Oral
- Diet ASI peras 6 x 80 cc
- Diet TKTP

14 September 2020 (Hari Perawatan Ke-4)


Demam(-), Sesak (-), Batuk berlendir (+) berkurang, muntah (-), BAB/BAK
S baik
O Keadaan umum : Tampak lemah Kes: Composmentis
Vital Sign:
Nadi: 113x/m, RR: 52 x/m, SB: 36,8 oC SpO2 = 98% Spontan
BB = 7 kg

17
Kepala /Leher :
Normochepal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernapasan
cuping hidung (-), Oral Candidiasis(-), pembesaran KGB (-)
Thorax :
Simetris , Ikut gerak nafas(+), retraksi (-),
Pulmo : Suara napas bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-) , wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II regular murni, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen :
Tampak datar, supel, bising usus (+), hepar/lien tidak teraba besar, Tympani
Ekstemitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Kulit : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),turgor kulit kembali cepat
A Bronkopneumonia
- O2 nasal canul 0,5 L /m (Hentikan, Coba Nafas Spontan tiap 30 menit)
Cek Saturasi Tanpa O2
- kebutuhan cairan = 700cc / hari
- IVFD D5 1/4 NS 32 tts / 24 jam (Mikro)
P - Inj. Ranitidin 7mg / 8jam (IV)
- Inj. Cefotaxim 350mg/12jam (IV) (H4)
- Diet TKTP

15 September 2020 (Hari Perawatan Ke-5)


S Demam(-), Sesak (-), Batuk (+) berlendir (-), muntah (-), BAB/BAK baik
O Keadaan umum : Tampak lemah Kes: Composmentis
Vital Sign:
Nadi: 151x/m, RR: 48 x/m, SB: 36,7 oC SpO2 = 98%
BB = 7 kg
Kepala /Leher :
Normochepal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernapasan
cuping hidung (-), Oral Candidiasis(-), pembesaran KGB (-)
Thorax :
Simetris , Ikut gerak nafas(+), retraksi (-),
Pulmo : Suara napas bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-) berkurang di

18
lapamg paru, wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan II regular murni, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen :
Tampak datar, supel, bising usus (+), hepar/lien tidak teraba besar, Tympani
Ekstemitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Kulit : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-),turgor kulit kembali cepat
A Pneumonia
- Aff IVFD
P - Diet TKTP
- Rawat Jalan

Pengobatan Rawat Jalan


Cefixim dosis ?
Multivitamin 1 x 0,5 cth
BP
Edukasi KIE
L
(imunisasi lengkap, tidak boleh dekat dengan asap rokok, social distancing dll
??)
Kontrol 3 hari kemudian di poli Anak

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing.1
Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan
menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobus yang berdekatan.2

3.2 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum
etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.4
Bronkopneumoni adalah bercak-bercak infiltrat difus merata pada
kedua paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus jamur
dan bakteri.6
Etiologi. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan
bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada
neonatus dan bayi kecil meliputi Stretococcus group B dan bakteri gram
negative seperti E, colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan

20
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.4
RSV adalah patogen yang paling umum terdeteksi (28%), dengan
beban terbesar di antara anak-anak <2 tahun dengan pneumonia. Dalam
penelitian lain menggunakan PCR, RSV terdeteksi di antara 31% anak-
anak <14 tahun dirawat di rumah sakit dengan pneumonia radiografi yang
mirip dengan hasil kami. HRV terdeteksi pada 27% anak-anak dengan
pneumonia.7
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau
stridor dan gejala demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia
bacterial. Pneumonia bacterial secara tipikal berasosiasi dengan demam
tinggi, menggigil batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan adanya
konsolidasi paru. Gejala klinis lain yang dapat ditemukan adalah distress
pernafasan termasuk napas cuping hidung, retraksi intercosta dan subkosta
dan merintih. Semua jenis pneumonia memiliki rhonki kering yang
terlokalisir dan penurunan suara respiratori.8
Telah diterima dengan baik bahwa infeksi bakteri biasanya mengikuti
infeksi virus, walaupun patogenesisnya tidak sepenuhnya dijelaskan,
diduga berkaitan dengan peradangan yang timbul akibat infeksi virus.7
Patogen yang paling umum termasuk Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae (termasuk strain yang tidak dapat ditularkan), dan
Staphylococcus aureus. Penyebab atipikal termasuk Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella pneumophila. Untuk
identifikasi patogen yang akurat, prinsip memperoleh sampel langsung
dari paru-paru yang tidak terkontaminasi oleh flora inang akan optimal.
Aspirasi paru-paru menyediakan sampel seperti itu, ini invasif dan jarang
dilakukan tetapi secara historis berkontribusi signifikan terhadap
pemahaman penyebab bakteri CAP.9
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fritz, et al, hasil kultur darah
yang diidentifikasi penyebab bakteri pada hanya 2,2% anak yang dirawat
di rumah sakit dengan CAP, dan hasil kultur lebih sering positif pada

21
mereka dengan efusi parapneumonik pada radiografi dada dan mereka
dengan penyakit parah yang membutuhkan perawatan ICU.10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar & Dharmayanti,
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pneumonia pada balita adalah
jenis kelamin, tipe tempat tinggal, pendidikan ibu, tingkat ekonomi atau
kwantitas indeks kepemilikan, letak dapur, keberadaan atau kebiasaan
membuka jendela dan ventilasi kamar tidur. Hal ini berarti bahwa faktor
sosial, demografi, ekonomi dan lingkungan rumah secara bersama-sama
berperan terhadap kejadian pneumonia pada balita di Indonesia.11

Tabel 1. Etiologi Bakteri Penyebab Pneumonia


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. colli bakteri anaerob
Streptococcus group B Haemophilius influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Lahir-20 hari
  Ureaplasma urealyticum
  Virus
  Virus Sitomegalo
  Virus herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
3 minggu-3 bulan
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Haemophillus influenza tipe B
Mycolasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Neisseeria meningitides
Virus Staphylococcus aureus
4 bulan-5 tahun
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza 1,2,3  
Virus Rino  
Respiratory Syncytial virus  

22
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophilus influenza
Mycolasma pneumonia Legionela sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
  Virus
  Virus Adeno
5 tahun-remaja
  Virus Influenza
  Virus Epstein-Barr
  Virus parainfluenza
  Virus Rino
  Respiratory Syncytial virus
  Virus Varisela-Zoster

3.3 Manifestasi klinis


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: 6
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO, untuk manajemen


kwalitas bronkopneumonia, kriteria tertentu harus dipenuhi untuk merujuk
anak ke perawatan rumah sakit; seorang anak dengan suhu tubuh tinggi
yang terus-menerus atau demam harus dianggap sebagai pasien pneumonia
potensial, jika gejalanya menetap atau jika tidak ada respons terhadap
pengobatan yang diresepkan oleh dokter anak atau dokter keluarga, maka
perlu untuk menilai kembali dan mempertimbangkan gawatnya situasi
klinis, anak-anak dengan saturasi oksigen kurang dari 92% atau anak-anak
yang menunjukkan tanda-tanda parah gangguan pernapasan harus dirawat
di rumah sakit, tidak adanya auskultasi bunyi pernapasan dan bunyi kusam
pada perkusi menunjukkan kemungkinan pneumonia dengan komplikasi
dan dapat digunakan sebagai indikasi untuk masuk rumah sakit, anak-anak

23
dengan peningkatan parameter peradangan akut; anak-anak di bawah 6
bulan dengan tanda-tanda penyakit dan anak-anak dengan kesehatan
umum yang buruk.11

3.4 Pemeriksaan penunjang


1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan
tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia
(<5.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri,
sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumonia kadang-
kadang ditemukan eosinophilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein
>2,5 g/dl, dan glukosa relative lebih rendah dari pada glukosa darah.
Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED)
yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan
infeksi bakteri secara pasti. 2,4
2. C-Reactive Protein (CRP)
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi
CRP secara cepat distimulasi oleh protein sitokin, terutama interleukin
(IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi
pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam
opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP
digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis dari pada infeksi bakteri

24
profunda. C-Reactiv protein kadang digunakan untuk evaluasi respon
terapi antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup
sensitif tidak hanya untuk diagnosis Empiema Thorasis, tetapi juga
untuk memantau respon pengobatan. Dari 38 kasus Empiema yang
diselidiki, ternyata sebelum pengobatan semua kasus mempunyai CRP
yang tinggi. Dengan pengobatan antibiotik, kadar CRP turun secara
meyakinkan pada hari pertama hari pengobatan. Hanya 4 pasien yang
CRPnya tidak kembali normal pada saat pulang dari rumah sakit.
Meskipun demikian, secara umum CRP belum terbukti secara
konflusif dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri.2,4
3. Uji Serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah.
Tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A dapat dikonfirmasi
dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O,
Streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti
adanya infeksi dahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum Fase Akut
dan serum Fase konfalesen (pairetsera). Secara uji serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan
tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan
Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, Campak,
Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adenoid peningkatan
antibody IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis. 4
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologi untuk mendiagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah
sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologi, spesimen dapat berasal dari
usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, fungsi
pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada
masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur
darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-

25
30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan
remaja, spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi dapat berasal dari
sputum, baik untuk pewarnaan gram maupun kultur. Spesimen yang
memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25
leukosit dan kurang dari 40 sel epitel atau lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengan perbesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk
kultur maupun untuk deteksi anti bajteri kurang bermanfaat karena
tingginya prevalensi kolonisasi bakteri di nasofaring.
Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma dan klamidia,
oleh karena itu tidak rutin dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan
laboratorium yang canggih, disamping tidak selalu tersedia, hasil PCR
positif pun tidak selalu menunjukan diagnosis pasti. 4
5. Pemeriksaan roentgen thorax
Foto roatgen thorax pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya dianjurkan pada pneumonia berat yang di rawat. Kelainan foto
roatgen thorax pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologi sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi
infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala
klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,
ulangan foto roatgen thorax tidak diperlukan. Foto roatgen thorax
ulangan diperlukan diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit
memburuk, atau untuk tindak lanjut. 2 Foto thorax tidak
direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada anak untuk
infeksi saluran napas bawah akut ringan. pemeriksaan dilkaukan pada
penderita pneumonia yang rawat inap atau bila tanda klinis yang
membingungkan.12 Foto thorax AP dan lateral dapat dilakukan jika ada
pasien ditemukan tanda dan gejala klinis distress pernapasan seperti
takipneu, batuk dan rhonki dengan atau tanpa suara napas yang
melemah.13
Umumnya yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
IGD hanyalah pemeriksaan roatgen thorax posisi AP. Linch, DKK,

26
mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto roatgen thorax
tidak meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas penegakan diagnosis
pneumonia pada anak. Foto roatgen thorax AP dan Lateral hanya
dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinis distress
pernafasan serta takipnea, batuk, dan rhonki, dengan atau tanpa suara
nafas yang melemah. 4
Secara umum gambaran foto thorax terdiri dari:
 Infiltrate interstisial ditandai dengan peningkatan corak
bronkofaskuler, peribrocial cuvving, dan hiperaerasi.4
 Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronkogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia. 4
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas
hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribrocial.4

Gambaran foto roentgen thorax peneumonia pada anak meliputi


infiltrate ringan pada satu paru hingga konsidasi luas pada kedua paru.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak
terdapat berada diparu kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan
diparu kiri dan terbanyak dilobus bawah, maka hal itu merupakan
prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko
terjadinya pleuritic lebih menigkat.4

Beberapa faktor teknis radiologis dan faktor non infeksi dapat


menyebabkan gambaran yang menyerupai pneumonia pada foto
roatgen thoraks. 2,4
Faktor teknis radiologis:
 Intesitas sinar rendah (under penetration)

27
 Grid pada film tidak merata
 Kurang inspirasi.
Factor non infeksi:
 Bayangan Timus
 Bayangan payudara
 Gambaran atelektasis

Gambaran atelektasis sulit dibedakan dengan gambaran


pneumonia pada foto roatgen thorax. Atelektasis disebabkan oleh
berbagai penyebab seperti kompresi ekstrinsik pada bronkus
(malformasi kengenital, limfadenopati, tumor, penyakit
kardiovaskuler, Web, atau ring) dan obstruksi bronkial intrinsik
(benda asing, edema, inflamasi, bronkomalasi atau stenosis, tumor
dan sumbatan mucus). Disamping itu, penyakit baru non infeksi
dapat juga menyebabkan atelektasis, misalnya penyakit membrane
hialian atau edema paru. 2,4
Gambaran foto roatgen thorax dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial,
infiltrate intersisial merata, dan hyperplasia cenderung terlihat pada
pneumonia hilus. Infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen
atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronkogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia staphilokokus sering
ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai
ukuran.4
Gambaran foto roatgen thorax pada pneumonia mikoplasma
sangat bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan
gambaran roatgen pneumonia virus. Selain itu, juga ditemukan
gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltra
interstitial retikulo nodular bilateral, dan yang jarang adalah
konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya lesi foto reotgen
thorax lebih berat dari pada gambaran klinisnya. Meski tidak
terdapat gambara foto roatgen yang khas, tetapi bila terdapat

28
terdapat gambaran retikulo nodular fokal pada 1 lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi mikoplasma. Demikian pula
terlihat gambaran perkabutan atau groun-glass consolidation, serta
transien pseudo komsolidation karena infiltrate intersisial yang
konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi mikoplasma.4,8
Gambaran radiologis pneumonia klamidia sulit dibedakan
dengan pneumonia mikoplasma.2 Meskipun terdapat beberapa pola
yang memberikan kencenderungan, secra umum gambarang foto
roatgen tidak dapat membedakan secara pasti antar pneumonia
virus, bakteri.Mikoplasma, atau campuran mikroorganisme
tersebut. 2

3.5 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis atau
serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang
yang memadai karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis
berdasar gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan sistem
respiratorik, serta gambaran radiologi. Predictor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratorik
sebagai berikut: takipneu, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, rhonki, dan
suara nafas melemah.14
Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran
klinis yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori serta gambaran
radiologis. Gejala klinis napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi
napas selama 1 menit penuh ketika bayi/anak dalam keadaan tenang. Sesak
napas dapat dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam ketika menarik napas.14
Akibat tingginya angka morbilitas dan mortalitas pneumonia pada
balita, upaya menanggulangannya, WHO mengembangkan pedoman
diagnosis dan tatalaksan yang sederhana. Ini terutama ditunjukan untuk
pelayanan kesehatan primaer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk

29
masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah mensederhanakan
kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang langsung di deteksi,
menetapkan klasifikasi penyakit dan menetukan dasar pemakaian
antibiotik. Gejala klinis sederhana meliputi nafas cepat, sesak nafas, dan
berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke palayanan kesehatan.
Nafas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi nafas selama 1 menit
penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai dengan
adanya tarikan dinding dada pada bagian bawah kedalam ketika menarik
nafas ( retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan -5
tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
kesadaran menurun, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk bayi berusia
dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam atau badan terasa dingin.4,8
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan
– 5 Tahun.14
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
 bila ada sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
 bila tidak ada sesak napas
 ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. 14

30
Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.14
Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
 bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia


dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat: 14
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat
napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal
salah satu hal berikut ini:14
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas,
konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )

31
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: (WHO)
 tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya
 kejang, letargi, atau tidak sadar
 sianosis
 distress pernapasan berat14

3.6 Diagnosis Banding


1. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus
yang disebabkan oleh virus. Penyebab paling sering adalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV). Gejala pada anak dengan
bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik dengan tiga dosis
bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding
dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau
ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum. 15
Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan
menilai derajat keparahan berdasarkan riwayat penyakit serta
pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak
harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu
diperhatikan, seperti usia kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas,
penyakit jantung-paru yang mendasari, serta imunodefisiensi. 15
Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting, sehingga
pengobatan biasanya hanya suportif. Prinsip pengobatan pertama ialah
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan
distres pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah
dengan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal dengan
kadar oksigen 30 – 40%. Kedua, Pemberian cairan sangat penting
untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yang mungkin timbul
dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme

32
penguapan tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan
kesulitan minum. Ketiga, pemberian Bronkodilator dan Kortikosteroid
Albuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid, pemberian ini hanya
membantu meredakan gejala klinis. Keempat, pemberian Antivirus,
Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaan
ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol dengan dosis 20
mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 3- 7 hari. Kelima,
Pemberian antibiotic dapat dipertimbangkan untuk anak dengan
bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk
mencegah gagal napas.5 Antibiotik yang dipakai biasanya yang
berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma pneumoniae diatasi
dengan eritromisin. Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan
teknik vibrasi ataupun perkusi (5 trials) atau teknik pernapasan pasif
tidak lebih baik selain pengurangan durasi pemberian terapi oksigen. 15
Pencegahan yang dapat dilakukan ialah higiene perorangan,
Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi udara serta
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencegah kejadian
bronkiolitis. dan pemberian vit D. Hal ini terkait dengan peran vitamin
D dalam aktivitas sistem kekebalan bawaan.15 Sistem kekebalan tubuh
bawaan, khususnya aktivitas cathelicidin, membantu mencegah infeksi
bakteri dan virus, Prognosis dari bronkiolitis ialah Beberapa studi telah
mencatat peningkatan risiko asma bronkiale pada anak-anak yang
awalnya menderita bronkiolitis.15

2. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Anak kecil seringkali tidak
menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar
hilus pada foto toraks. 16

33
Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lai
n). Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai kering
at malam. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. Batuk lama at
au persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah red
a atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain
telah disingkirkan. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat mala
m saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain b
ukan merupakan gejala spesifik TB pada anak Pemeriksaan fisik pada
anak tidak spesifik tergantung seberapa berat manifestasi respirasi dan
sistemiknya. 16
Gejala sistemik/umum TB pada anak 16
1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tu
mbuh (failure to thrive).
2. Masalah Berat Badan (BB):
 BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, A
TAU
 BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan giz
i yang baik ATAU
 BB tidak naik dengan adekuat
Pemeriksaan Penunjang 17
 Uji Tuberkulin
 Foto Thoraks
Gambar rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi
foto biasanya sulit, harus hatihati kemungkinan bisa overdiagnosis
atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat
dengan pembesar kelenjar hilu atau kelenjar paratrakeal. Gejala lain
dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah: 17
- Milier
- Atelektasis /kolaps konsolidasi
- Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
- Konsolidasi ( lobus )

34
- Reaksi pleura dan atau efusi pleura
- Kalsifikasi
- Bronkiektasis
- Kavitas
- Destroyed lung
Bila ada diskongruensi antara gambar klinis dan gambar rontgen harus
dicurigai TBC. Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA
( posteroAnterior ) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja
 Mikrobilogis
Dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-
turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak
sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis
memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6−8 minggu. Saat ini ada
pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1−3 minggu),
yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi
lebih rumit
 Skoring TB

35
Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6,
dengan skor maksimal 13. 17

3. Bronkitis Akut
Bronkitis akut adalah infeksi saluran pernapasan bawah yang
melibatkan saluran napas besar (bronkus) tanpa bukti pneumonia yang
terjadi tanpa adanya penyakit paru obstruktif kronik. Bronkitis akut
adalah diagnosis klinis yang ditandai oleh batuk akut, dengan atau
tanpa produksi sputum, dan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan
bawah tanpa adanya penyakit paru-paru kronis, seperti penyakit paru

36
obstruktif kronik, atau penyebab yang dapat diidentifikasi, seperti
pneumonia atau sinusitis. 18
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus. Bronkitis akut
karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumoniae,
Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheria. Batuk adalah
gejala utama dan bersifat akut. Pada pemeriksaan fisik biasanya suara
napas normal, kadang mengi serta terdengar ronki.24
Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, pada anak
keadaan ini agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri, tapi
berhubungan dengan keadaan lain seperti asma dan fibrosis kistik.
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus. Bronkitis akut karena
bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumoniae,
Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae.Bronkitis pada
anak mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri dan
merupakan akibat dari beberapa keadaan pada saluran respiratori atas
dan bawah yang lain. Manifestasi klinis biasanya terjadi secara akut
mengikuti suatu infeksi respiratori atas karena virus, atau secara kronis
mendasari penyakit asma, fibrosis kistik, aspirasi benda asing,
defisiensi imun, immotile cilia syndrome, serta penyakit lainnya.
Penatalakasanaan suportif dan simtomatis adalah tatalaksana prioritas
untuk bronkitis akut. 24

4. Suspek Covid-19
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales,
keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan
berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu
alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma
coronavirus, Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang
atau berat.23
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C),
batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak

37
memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala
saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu.
Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS,
syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau
disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. 23

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya: 23


1. Dilakukan Pemeriksaan Rapid Test
2. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
3. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
 Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan
orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
4. Bronkoskopi
5. Pungsi pleura sesuai kondisi
6. Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkapLeukosit dapat ditemukan normal atau
menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien
LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot
meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

38
7. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah
8. Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik.
Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur
darah)
9. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

3.7 Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu rawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya
toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit
dasar lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus
dirawat inap.6
Penatalaksanaan pada pasien dengan pnemonia ialah dengan terapi
suportif yaitu dengan pemberian nutrisi atau cairan sesuai kebutuhan, bila
penyakitnya cukup berat, maka pemberian terapi oksigen diperlukan
terlebih khusus pada 24-48 jam pertama. Bagian terpenting dari
penanganan pneumonia ialah pemberian antibiotik idealnya diberikan
sesuai penyebabnya, tetapi berdasarkan variasi etiologinya, semua pasien
pneumonia diberikan terapi antibiotik secara empirikal.19
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.6
Penggunaan ambroksol (mukolitik) pada kasus bronkopneumonia
pada bayi tidak dianjurkan pemberiannya karena bayi belum mempunyai
refleks batuk yang baik, sehingga bila tetap diberikan mukus akan
mengalir ke alveoli dan akan memperberat derajat penyakit. Pemberian
antibiotik yang direkomendasikan pada bronkopneumonia adalah
antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/ klavulanat dengan

39
aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil,
antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. 20

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama


keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada
anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. 13
Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab
sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk
mengetahui derajat keparahan penyakit dan prognosis perjalanan penyakit.
Terapi utama untuk bronkopneumonia adalah terapi suportif. Prognosis
pada kasus ini adalah dubia ad bonam. 20
Banyak kemajuan telah dibuat dalam mengurangi kematian yang
disebabkan oleh pneumonia anak. Peningkatan status sosial ekonomi dan
vaksinasi, terutama vaksin konjugat (terhadap Haemophilus influenzae dan
pneumococcus), telah menyebabkan pengurangan yang substansial dalam
kejadian dan tingkat keparahan pneumonia anak-anak. Strategi yang lebih
kuat untuk mencegah dan mengelola HIV telah mengurangi kematian
akibat pneumonia terkait HIV. Namun, meskipun ada perubahan
substansial dalam insiden, etiologi, dan radiologi secara global, masih ada
ketidakadilan dalam akses ke perawatan dan ketersediaan intervensi yang
efektif, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Intervensi yang efektif perlu tersedia lebih luas dan intervensi baru
dikembangkan untuk sisa beban pneumonia anak.21
1. Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini
pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada
pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotic tunggal oral
dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan
menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan
kotrikosazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis
amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol
adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametiksazol. 21

40
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai
terapi alternative beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktifitas ganda terhadap S. pneumonia dan bakteri
atipik.4
2. Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan
beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive
terhadapt beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain
seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporinm sesuai dengan petunjuk
etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada
pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi
control mengenai lama terapi antibiotik yang optimal. 21
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera munngkin, oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering
terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotic spectrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan
aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil,
antibiotic dapat diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.4,21
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotic yang
direkomendasikan adalah antibiotic beta-laktam dengan/atau tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi
ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotic
diganti dengan antibiotic oral dan berobat jalan. 4
Fisioterapi menggunakan Infra red, dan Chest physiotherapy (Deep
breathing, Postural drainage, Clapping, Vibrasi, dan Batuk efektif)
terhadap Bronchopneumonia yang dapat bermanfaat untuk menghilangkan
adanya sesak napas dan sputum pada paru kanan lobus superior segmen
anterior pada pasien.20

41
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pasien anak umur 7 bulan datang ke Rumah sakit dengan keluhan


utama sesak 2 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak
dirasakan pertama kali pada pasien, sesak tidak di pengaruhi cuaca dan
aktivitas. Keluhan diawali dengan demam 2 hari yang lalu , demam terus
menerus yang akan turun saat diberikan obat panas. Keluhan lainnya
disertai batuk 1 minggu dengan lendir tetapi ibu pasien tidak
memperhatikan warna lendirnya . Ibu pasien juga mengatakan pasien saat
ini rewel dan penurunan napsu makan. Gejala pada pasien yang
mendukung diagnosa bronkopneumonia adalah keadaan umum pasien
didapatkan rewel dan mengalami penurunan napsu makan serta sesak,
demam dan batuk.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan
bronkopneumonia yakni Vital sign pada pasien anak ini adalah didapatkan
suhu tubuh 390C dan respirasi takipnea yaitu 76x/m. Pada pemeriksaan
fisik di dapatkan nafas cuping hidung, retraksi, ronki pada paru dan
sianosis. Adanya nafas cuping hidung, retraksi dan rhonki pada pasien
anak ini menunjukkan adanya distres pada jalan nafas.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukositosis yang
menunjukkan pasien sedang mengalami infeksi. Pada pemeriksaan
rontgen thoraks didapatkan infiltrat di kedua lapang paru. Adanya infiltrat
pada kedua lapang paru menunjukkan gambaran bronkopneumonia.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan pedoman
diagnosis klinis bronkopneumonia WHO dimana gejala yang muncul pada
pasien anak tersebut adalah sesak nafas dengan nafas cuping hidung,
demam, riwayat batuk pilek, serta adanya retraksi pada toraks serta
adanya sianosis. pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan
leukositosis dan rontgen thoraks terdapat infiltrat. Hal ini sesuai dengan
diagnosa Bronkopneumoni berat.

42
Diagnosa banding pada kasus ini adalah bronkitis, bronkiolitis, TB
anak dan bronkietaksis. Pada diagnosis bronkitis disingkirkan karena
bronkitis tidak bisa ditegakkan sendiri karena biasanya berhubungan
dengan penyakit lain seperti asma atau aspirasi benda asing, sedangkan
pada pasien ini tidak di temukan riwayat penyakit lainnya. Diagnosis
bronkiolitis disingkirkan dengan tidak ditemukannya riwayat prematur
pada bayi, tidak ditemukannya wheezing pada auskultasi dan biasanya
brinkhiolitis tidak ditemukan gejala sesak napas. Diagnosis TB
disingkirkan karena tidak ditemukan ada riwayat kontak.pada orang TB,
dan pada anak biasanya dilakukan skoring TB, tetapi pada pasiem ini tidak
dilakukan pemeriksaan uji mantoux. Diagnosis suspek covid 19 di
singkirkan dengan melakukan rapid tes hasil non reaktif, lalu pada hasil
thorax tidak di dapatkan gambaran opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, dan untuk mendapatkan
diagnosis pasti untuk covid, dapat di lakukan pemeriksaan PCR.

4.2 Penatalaksanaan
Sebagaian besar pneumonia pada anak tidak perlu rawat inap.
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit,
misalnya saturasi oksigen <92% , frekuensi napas >50x/m, distres
pernapasan, terdapat tanda dehidrasi. tidak mau makan/minum, atau
keluarga tidak bisa merawat di rumah. Dasar tatalaksana pneumonia rawat
inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta
tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimangan asam-
basa, elektrolit, dan gula darah.
Penderita pada kasus ini diberikan pengobatan suporitf berupa
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1-2 liter/menit, pemberian cairan
intravena menggunakan cairan D5 ¼ NS 20 tpm mikro, pemberian nutrisi
berupa susu 6 x 5-10 cc, pemberian terapi simtomatik yaitu nebulasi
menggunakan Ipratropium bromida, injeksi Aminophilin dan
Dexamethason untuk mengurangi sesak pada pasien, dan untuk terapi

43
kausal diberikan antibiotik Cefotaxime 250 mg/12jam dan Gentamicin 20
mg/24 jam.

Anak-anak dengan bronkopneumonia berat harus diterapi dengan


ampicilin atau penicilin parenteral dan gentamicin sebagai lini pertama
pengobatan.9 Adapun dosis ampicillin 50 mg/kgbb atau benzyl penicilin
50.000 unit per kgbb IM/IV setiap 6 jam selama 5 hari. Gentamicin 5-7
mg/kgbb IM/IV sekali sehari selama 5 hari. Ceftriaxone dapat digunakan
sebagai terapi lini kedua pada bronkopneumonia berat apabila terapi lini
pertama mengalami kegagalan, Pada pasien, BB anak 7 kg jadi dosis yang
dapat di berikan 350mg/ 6 jam selama 5 hari.

44
BAB V
KESIMPULAN

1. Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran


pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru.
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya
sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10-20% pertahun.
2. Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam
penyebab sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium
untuk mengetahui derajat keparahan penyakit dan prognosis perjalanan
penyakit.
3. Terapi utama untuk bronkopneumonia adalah terapi
suportif. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam. Pasien
bronkopneumonia dapat dipulangkan jika gejala dan tanda bronkopneumonia
telah menghilang, asupan oral adekuat, pemberian antibiotik dapat diteruskan
dirumah secara peroral, keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi
terapi dan rencana kontrol, dan kondisi rumah memungkinkan untuk
perawatan lanjutan dirumah.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Andy S. Bronkopneumonia pada pediatric patient volume 1 nomor 2.


Kedokteran Lampung; 2014
2. Nelson. Pneumonia. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 16. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014; h.527
3. Suartawan I Putu. Bronkopneumonia Pada Anak Usia 20 Bulan. Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar. Rumah Sakit Umum Daerah
Bangli. Bali; 2019
4. Said M. Pneumonia pada Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015
5. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisikelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 2009; h. 2230-
22472.
6. Wilson LM. Tanda dan gejala penting pada penyakit pernapasan.
Patofisiologi: konsepklinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2005
7. Jain, S. et al. Community-acquired pneumonia requiring hospitalization
among U.S. children. New England Journal of Medicine 372, 835–845
(2015).
8. Marcdante, K, et al. 2018. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Singapore:
Elsevier. h.529
9. Rodrigues, C. M. C. & Groves, H. Community-acquired pneumonia in
children: The challenges of microbiological diagnosis. Journal of Clinical
Microbiology 56, (2018).
10. Fritz, C. Q. et al. Prevalence, risk factors, and outcomes of bacteremic
pneumonia in children. Pediatrics 144, (2019).
11. Anwar, A. & Dharmayanti, I. Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia. Kesmas: National Public Health Journal 8, 359 (2014).

46
12. Aryani, D. E., Hasmono, D., Zairina, N. & Setiawan, L. Analysis of
antibiotics use in pediatric pneumonia patients aged 3 months - 5 years. Folia
Medica Indonesiana 52, 108 (2017).
13. Dicky, A. & Wulan, A. J. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak
di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula 7, 6–12 (2017).
14. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.
15. Junawanto I., Guotama I, L., 2016, Diagnosis dan Penanganan Terkoni Bronk
iolitis pada anak, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya, Jakart
a
16. Safitri F. 2011. Diagnosis TB Dewasa dan Anak berdasarkan ISTC.
17. Nawas A , Raharjoe NN, dkk., 2016, Petunjuk Teknis Manajemen
Tatalaksana TB Anak, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
18. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2012. hal. 83 – 113
19. le Roux, D. M. & Zar, H. J. Community-acquired pneumonia in children — a
changing spectrum of disease. Pediatric Radiology 47, 1392–1398 (2017).
20. Amin, A. A., Kuswardani, K. & Setiawan, W. Pengaruh chest therapy dan
infra red pada bronchopneumonia. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 2, 9–
16 (2018).
21. Zec, S. L. et al. Evaluation of Drug Treatment of Bronchopneumonia at the
Pediatric Clinic in Sarajevo. Medical archives (Sarajevo, Bosnia and
Herzegovina) 70, 177–181 (2016).
22. Kartasasmita. B. Cissy. Tuberkulosis. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke 1.
Jakarta: IDAI; 2010
23. Burhan E, Isbaniah F,dkk, 2020, PNEUMONIA COVID-19 DIAGNOSIS &
PENATALAKSANAAN DI INDONESIA Perhimpunan, Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia Jakarta,
24. Rahman A, Endaryanto A,Dkk, 2016, Buku Panduan Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anak, Departemen / Smf Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rsud Dr. Soetomo , Surabaya

47
,

48

Anda mungkin juga menyukai