Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Disleksia merupakan bentuk gangguan belajar yang paling

umum ditemukan. Istilah disleksia sering dipakai untuk

menggambarkan semua aspek kesulitan membaca, menulis, mengeja,

dan gabungan ketiganya. Disleksia pada awalnya diketahui pada

orang dewasa pada akhir abad XIX, sedangkan pada anak dilaporkan

pertama kali pada tahun 1896.1

Disleksia yaitu suatu istilah luas yang digunakan untuk

gangguan kemampuan membaca, sering disebabkan oleh kelainan

herediter yang mengenai 5% populasi. Penyebabnya tidak diketahui,

meskipun telah diajukan dua teori patogenik. Salah satunya adalah

bahwa kemampuan mengikat bunyi pembicaraan berkurang, sehingga

pasien mengalami kesulitan menerjemahkan bunyi itu secara mental

dalam satuan bunyi (fonem). Teori lain adalah bahwa defek di bagian

magnoseluler sistem penglihatan memperlambat pemrosesan defisit

fonemik. Bagaimanapun, sering dijumpai penurunan aliran darah di

gyrus angularis pada hemisfer kategoris.2

1
Disleksia, gangguan bahasa yang lain, adalah kesulitan belajar

membaca karena kesalahan interpretasi kata-kata. Gangguan ini

timbul akibat kelainan perkembangan di koneksi-koneksi antara

daerah penglihatan dan daerah bahasa korteks atau di dalam daerah

penglihatan dan daerah bahasa korteks atau di dalam daerah bahasa itu

sendiri; yaitu pasien lahir dengan “cacat kabel” di dalam sistem

pemrosesan bahasa. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa

disleksia berakar pada defisit dalam pemrosesan fonologis, yang

berarti gangguan kemampuan untuk menguraikan bahasa tulisan

menjadi komponen-komponen fonetik yang mendasarinya. Pengidap

disleksia mengalami kesulitan mengurai dan, karenanya,

mengidentifikasi dan memberi arti pada kata-kata. Keadaan ini sama

sekali tidak berkaitan dengan kemampuan intelektualitas. 3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Disleksia didefinisikan sebagai gangguan membaca primer,

yang dibedakan dari bentuk sekunder. Kata dyslexia berasal dari

bahasa Yunani, dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan

lexis/lexia yang artinya kata atau bahasa, sehingga diartikan sebagai

kesulitan membaca kata-kata. Disleksia sekunder yaitu kesulitan

membaca yang disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

visual atau pendengaran, cacat intelektual, kurangnya

pembelajaran/latihan atau sebab lainnya. 1

Terdapat 5 kriteria yang harus terpenuhi untuk mendefinisikan

disleksia, yaitu: 1) anak tidak menderita kelainan neurologis mayor,

misal palsi serebral; 2) fungsi sensorik utama harus normal, dan anak

tidak buta atau tuli; 3) anak tidak mengalami masalah psikiatri yang

berat (karena seringkali ditemukan masalah rendah diri pada anak

disleksia); 4) intelegensia anak harus normal; 5) anak tinggal dalam

lingkungan sosial dan pendidikan yang kondusif untuk belajar

membaca. 1

3
Menurut WHO, disleksia didefinisikan sebagai gangguan pada

kemampuan membaca yang spesifik dan bermakna, yang tidak dapat

dijelaskan atas dasar berbagai defisit intelegensia umum, kesempatan

dalam belajar, kemauan atau kemampuan indra. 1

Menurut DSM IV, disleksia adalah gangguan kemampuan

membaca, meskipun penderita mempunyai intelegensia normal, tidak

terdapat kecacatan fisik dan psikologis, dan mendapatkan pendidikan

formal yang memadai. 1

2.2 Epidemiologi

Prevalensi disleksia di Amerika Serikat diperkirakan sebesar

5% sampai 17% pada anak usia sekolah; dan 40% dengan kemampuan

membaca sangat rendah. Prevalensi yang hampir sama didapatkan di

daerah Persia, yakni sebesar 5,2%. Kelainan ini terdapat pada

sedikitnya 80% dari semua individu yang teridentifikasi sebagai

kesulitan belajar.1

Penelitian dengan populasi yang dipilih secara acak,

menunjukan bahwa disleksia dialami oleh anak laki-laki dan

perempuan dengan proporsi yang sama. Beberapa penelitian yang

mengikutkan populasi besar menunjukkan disleksia terjadi 2-3 kali

4
lebih banyak pada laki-laki. Ketika dibedakan antara gangguan

membaca dengan gangguan mengeja, hasil penelitian menunjukkan

bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami gangguan mengeja,

sedangkan gangguan membaca pada laki-laki dan perempuan

memiliki kecenderungan yang sama.1

Disleksia adalah gangguan perkembangan yang berbasis

genetik, dan dijumpai lebih banyak pada laki-laki dibanding

perempuan. Untuk beberapa tahun, disleksia dikonsepkan secara

spesifik sebagai gangguan membaca yang mempengaruhi proses

belajar anak. Pada dasarnya kemampuan membaca merupakan

kemampuan alami yang bisa dipelajari setiap orang, namun terdapat

beberapa orang yang memiliki kesulitan membaca dikarenakan adanya

gangguan dalam otak. Jenis gangguan ini dinamakan dengan disleksia.

Hambatan utama yang dialami anak disleksia, yaitu kesulitan untuk

memaknai simbol, huruf dan angka, melalui persepsi visual dan

auditoris.4,5

2.3 Etiologi

Disleksia diketahui sebagai gangguan yang diturunkan dan

familial. Penurunannya terjadi secara autosomal dominan pada

beberapa keluarga dan kemungkinan pembawa sifatnya adalah gen

5
pada kromosom 15. Bukti ini semakin menunjukkan bahwa disleksia

merupakan kelainan yang diturunkan. Kemungkinan 50% orang tua

disleksia mempunyai anak disleksia, 50% saudara kandung penderita

mungkin menderita kelainan yang sama dan 50% penderita anak-anak

mempunyai orang tua yang menderita disleksia. Sebuah bukti

penelitian menunjukkan bahwa kelainan disleksia ini melibatkan lokus

pada kromosom 2, 3, 6, 15, dan 18.1

2.4 Patofisiologi

Disleksia dikarakteristikkan sebagai gangguan kemampuan

membaca tanpa atau dengan masalah psikologi. Membaca merupakan

proses yang berlangsung di daerah spasio-temporal, yang melibatkan

pengkodean berurutan terhadap simbol-simbol visual. Kemampuan

spasio-temporal seperti mendeteksi perubahan huruf-huruf

mempunyai peranan yang penting dalam proses membaca.1,6

Pemeriksaan neurobiologik pada penderita disleksia

menunjukkan adanya gangguan fungsi membaca pada bagian posterior

hemisfer kiri, terutama di daerah temporo-parieto-oksipitalis. 1

Gyrus angularis merupakan bagian lobus parietalis posterior

yang paling inferior, terletak tepat di belakang area Wernicke dan di

6
sebelah posterior bergabung dengan area visual lobus oksipitalis. Bila

daerah ini mengalami kerusakan sedangkan area Wernicke di lobus

temporalis tetap utuh, pasien masih dapat menginterpretasikan

pengalaman auditorik seperti biasanya, namun rangkaian pengalaman

visual yang berjalan dari korteks visual ke area Wernicke benar-benar

terhambat. Oleh karena itu, pasien mungkin masih mampu melihat

kata-kata dan bahkan tahu mengenai kata-kata itu, tetapi tidak dapat

menginterpretasikan arti kata-kata itu. Keadaan ini disebut disleksia,

atau buta kata-kata (word blindness).7

Sebuah teori disleksia yang bersumber pada defisit proses di

temporal, yang menggabungkan gejala klinis dengan kompleks

neuropsikologis dan keragaman bentuk disleksia. Teori ini

berdasarkan pendekatan neuropsikologis yang mengarah pada defisit

fonologis dan gangguan visual. Dalam teori ini dikemukakan bahwa

pada anak disleksia didapatkan kesulitan untuk menyatukan perubahan

stimulus yang berlangsung cepat (khas pada disleksia). Kesulitan ini

akan mengakibatkan kegagalan persepsi pendengaran pada konsonan,

defisit dalam penilaian perintah temporal, dan defisit dalam berbagai

tingkat membaca cepat. Diskalkulia, biasanya terdapat pada disleksia

berat juga merupakan hasil dari kegagalan fungsi proses numerik

7
temporal. Koordinasi motorik halus juga dapat terganggu pada

penderita disleksia, yang akan mengakibatkan disgrafia atau kesulitan

dalam menulis, dan dispraksia atau kesulitan dalam koordinasi

gerakan motorik. 1

Perkembangan terlambat Dispraksia, Diskalkulia


pada daerah temporal disgrafia

Gangguan bicara

Defisit proses di
temporal

Gangguan Gangguan awareness


diskriminasi fonem fonem

Aturan Gangguan
morfosintaktik Gangguan memori jangka
persepsi visual pendek

Gangguan pengucapan Disleksia

Gambar 1. Mekanisme terjadinya disleksia dan kelainan penyerta

Para ilmuwan telah menggunakan teori membaca untuk

membantu memahami disleksia. Salah satu teori membaca yang paling

banyak diterima adalah teori jalur ganda. Dalam teori ini terdapat dua

8
mekanisme yang digunakan untuk membaca sebuah kata, yaitu jalur

langsung (ortografi) dan jalur tidak langsung (fonologis). Jalur

langsung adalah melihat kata dan otomatis mengetahui apa yang

dibaca. Untuk orang yang sering melihat kata-kata, dan kata-kata

tersebut telah dikenali sebelumnya, maka kemungkinan besar jalur

inilah yang digunakan. Pembaca terlatih menggunakan jalur ini untuk

sebagian besar yang mereka baca, meskipun mereka dapat

menggunakan jalur lain ketika mereka menemukan kata-kata yang

baru atau kata asing. Jalur tidak langsung menterjemahkan huruf-

huruf menjadi suara, dan mengetahui pengucapan kata-kata dari

kombinasi suara yang dihasilkan. Jalur ini menggunakan proses

fonologis dan biasanya digunakan pada awal perkembangan

keterampilan membaca. Pembaca yang menemukan kata-kata baru

maka kata-kata tersebut dibaca dengan hati-hati. Banyak penderita

disleksia memiliki kesulitan menggunakan jalur ini karena

keterampilan fonologis mereka kurang. 1

Pada dasarnya, membaca terdiri dari 2 proses utama, yaitu

pengkodean dan pemahaman. Pada penderita disleksia, terdapat defisit

fonologis sehingga terjadi kegagalan dalam memisahkan fonem

sebagai segmen dasar sebuah kata-tulis. 1

9
2.5 Manifestasi Klinis

Anak-anak dengan gangguan membaca sering membutuhkan

waktu dua-tiga kali lebih banyak untuk membaca teks dibanding anak

normal. Keterlambatan membaca ini menyebabkan kesulitan untuk

memahami apa yang telah dibaca, terutama ketika membaca kalimat

yang panjang. Kata-kata yang mengandung huruf mati, dibaca sangat

lambat dan sering terjadi kesalahan membaca. Pada kata yang sulit

dibaca, anak-anak dengan gangguan membaca cenderung untuk

membaca kata-kata lain dengan huruf yang mirip. Beberapa anak

berhasil menyimpulkan isi kalimat berdasarkan kata-kata lain

meskipun dengan pengucapan yang salah. Karena itu, diagnosis harus

dibuat tidak hanya memperhatikan pemahaman bacaan, tetapi juga

memperhatikan kecepatan membaca, dan kata-kata yang dapat

diucapkan dengan jelas.1

Kecepatan membaca yang lambat merupakan gejala utama

gangguan membaca pada anak yang lebih besar. Kesulitan khususnya

terjadi pada kata-kata yang lebih kompleks, bersuku kata banyak, dan

jarang digunakan. Dalam situasi tertekan, gejala akan meningkat.

Gangguan membaca juga bermanifestasi dalam bentuk kesulitan

berhitung (diskalkulia) dan belajar bahasa asing. 1

10
Gangguan mengeja ditandai oleh peningkatan jumlah kesalahan

mengeja yang bermakna. Anak-anak dengan gangguan ini biasanya

hanya dapat mengeja dengan benar sebanyak 10% dari 40 kata dalam

tes pemeriksaan. Ketika diberi kebebasan untuk menulis, anak-anak

ini akan menghindari kata-kata yang tidak dapat mereka eja dengan

benar, yang sering dijadikan kompensasi untuk menghindari kesalahan

mengeja. Kondisi ini sering disalah artikan sebagai keterbatasan kosa

kata atau kurangnya kemampuan linguistik. 1

Komunikasi antara dokter anak dan pasien dapat memberi

kesempatan untuk mengidentifikasi faktor risiko gangguan membaca

secara lebih awal, untuk mendapatkan terapi secepatnya. Keluhan

orang tua, berupa keterlambatan bicara pada anak, yang mendorong

mereka datang kepada dokter dapat menjadi indikator pertama bahwa

seorang anak berisiko menderita kesulitan membaca. Keterlambatan

perkembangan bahasa ringan sampai sedang seperti tidak mampu

mengucapkan 1 kata pada usia 15-16 bulan dan tidak mampu

mengucapkan kalimat setelah usia 24 bulan harus mendapat perhatian

sebagai faktor risiko. 1

11
Pada usia 3-4 tahun, harus ditanyakan kemampuan anak-anak

untuk melafalkan sajak atau permainan yang menggunakan irama.

Ketika anak berusia 5 tahun, seharusnya mereka sudah mengenal

huruf pada nama mereka. Akhir periode taman kanak-kanak, mereka

harus bisa membedakan huruf besar dan huruf kecil. Pengenalan abjad

pada usia ini sangat penting karena merupakan awal dalam proses

membaca. Pengenalan huruf pada awal sekolah merupakan prediktor

tunggal untuk gangguan membaca. 1

Gambar 2. Contoh tulisan penderita disleksia

12
2.6 Diagnosis

Disleksia merupakan diagnosis klinis. Diagnosis ditentukan

berdasarkan riwayat penderita, pengamatan dan penilaian psikometri.

Dasar diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis yang

ditandai oleh kegagalan perkembangan proses membaca dan mengeja.

Namun, penelitian terkini menunjukkan terdapat 3 kelainan yang

terpisah, yaitu 1) kombinasi gangguan membaca dan mengeja atau

disleksia, 2) gangguan membaca, dan 3) gangguan mengeja. 1

Sebagian besar gangguan membaca tidak terdiagnosis sampai

anak di kelas 3 atau sekitar umur 6-9 tahun. Anak usia prasekolah

mempunyai faktor risiko untuk menderita disleksia, antara lain kalo

ada riwayat keterlambatan bahasa atau tidak dapat mengeluarkan

suara tertentu (kesulitan dalam permainan kata-kata, kerancuan pada

kata-kata dengan bunyi yang sama, kesulitan belajar mengenal huruf),

dan ada keluarga lain yang menderita disleksia. Pada usia sekolah,

anak sering dikeluhkan tidak dapat mengerjakan tugas-tugas dengan

baik. Orang tua dan guru seringkali tidak menyadari bahwa

penyebabnya adalah gangguan membaca. 1

13
Untuk menentukan apakah anak berisiko menderita disleksia,

skrining biasanya dilakukan pada akhir masa taman kanak-kanak atau

memasuki sekolah dasar. Siswa dengan kemampuan membaca di

bawah teman seusianya pada skrining dicurigai berisiko dan diberikan

intervensi. 1

1. Penilaian kemampuan membaca

Pada saat ini, penilaian kemampuan membaca yang paling

diterima adalah penilaian berdasarkan fonologis. Anak dinilai

dengan mengukur pengkodean, kelancaran, dan pemahaman dalam

membaca. Pemeriksaan analisis fonologis untuk anak yang tersedia

saat ini adalah Comprehensive Test of Phonological Processing

(CTOPP). Tes ini terdiri atas pengukuran pengetahuan fonologis,

pengkodean fonologis, dan kemampuan mengingat dan memberi

nama dengan cepat. 1

Pada anak usia sekolah, salah satu elemen yang penting

untuk dievaluasi adalah seberapa akurat anak dapat mengkode kata

(membaca kata-kata tunggal). Kelancaran membaca dapat dinilai

dengan menggunakan the Gray Oral Reading Test. Tes ini terdiri

atas 13 bagian yang semakin sulit dan masing-masing diikuti oleh

lima pertanyaan pemahaman. Kemampuan membaca kata tunggal

14
dapat diketahui dengan menggunakan Test of Word Reading

Efficiency (TOWRE), sebuah tes untuk kecepatan membaca kata-

kata. Skrining oleh dokter dapat dilakukan dengan mendengarkan

anak membaca dengan keras berdasarkan tingkat kemampuan

membacanya. 1

2. Pemeriksaan Fisik, Neurologis dan Laboratorium

Pemeriksaan fisik secara umum memiliki peran yang sangat

kecil untuk mengevaluasi disleksia. Gangguan sensorik primer

harus disingkirkan terutama pada anak-anak. Jenis pemeriksaan

ditentukan oleh gejala-gejala non-disleksia yang menunjukkan

kelainan khusus. Hasil pemeriksaan neurologis rutin biasanya

normal. Pemeriksaan lain, seperti MRI atau analisis kromosom,

hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis spesifik. 1

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan disleksia terdiri atas menentukan kelainan serta

memberi pengetahuan kepada orang tua dan guru. Selanjutnya,

penatalaksanaan tergantung pada beratnya disleksia dan kelainan

psikologis lain yang menyertai. Medikamentosa tidak bermanfaat

untuk disleksia. Apabila disleksia disertai dengan ADHD,

15
medikamentosa dapat memperbaiki kesulitan belajar yang

ditimbulkan. 1

Intervensi ditujukan untuk memperbaiki kemampuan

memanipulasi fonem pada suku kata dengan cara memfokuskan

intruksi pada satu atau dua jenis fonem, mengajar anak-anak dalam

kelompok kecil, dan memberikan instruksi yang eksplisit (daripada

insidentil). Keberhasilan terapi mengacu pada kemampuan membaca

secara oral dengan kecepatan, akurasi dan ekspresi yang tepat. Metode

yang digunakan adalah membangun minat baca dengan panduan, yaitu

anak membaca dengan suara yang keras berulang kali dihadapan guru,

orang dewasa, atau teman-temannya, dan menerima umpan balik.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa membaca oral dengan panduan

memiliki dampak yang jelas dan positif terhadapap pengenalan kata,

kelancaran, dan pemahaman membaca. Metode yang harus dihindari

adalah mendorong membaca dalam jumlah besar dan membaca dalam

hati (diam), tanpa umpan balik kepada siswa. 1

Perangkat untuk terapi disleksia dapat berupa komputer dan

perekam suara. Penderita disleksia biasanya mempunyai tulisan

tangan yang tidak dapat dibaca. Komputer akan sangat bermanfaat

karena dilengkapi dengan program pemantau ejaan, sehingga dapat

16
mengoreksi kesalahan ejaan yang sering didapatkan pada penderita

disleksia. Perekam suara dapat menyimpan gagasan-gagasan penderita

yang susah dituangkan dalam bentuk tulisan. 1

Pada terapi dengan Read Write and Type (RWT) dan Lindamood

Phoneme Sequencing Program for Reading, Spelling, and Speech

(LIPS) selama 1 tahun, didapatkan perbaikan pada phonological

awareness, rapid naming, phonemic decording, akurasi dan

kelancaran membaca, mengeja, membaca secara komprehensif.

Intervensi jangka panjang sering dilakukan pada disleksia. Namun,

terapi dengan intervensi jangka pendek pada anak kelas I sekolah

dasar yang berisiko disleksia pada sebuah studi memberikan perbaikan

yang bermakna terhadap kemampuan membaca. 1

Intervensi keluarga dilakukan pada lingkungan keluarga yang

berisiko yang berfokus pada phoneme awareness dan pengenalan

huruf pada tahun-tahun sebelum anak diberi pendidikan formal. Anak

yang diberi intervensi keluarga mempunyai pengenalan huruf yang

lebih baik. 1

Besar dan bentuk huruf dapat memengaruhi kemampuan

membaca anak. Didapatkan hubungan yang berbanding lurus antara

besar huruf dengan kemampuan membaca. Penderita disleksia

17
memerlukan ukuran huruf yang lebih besar untuk mencapai kecepatan

membaca maksimum. 1

2.8 Prognosis

Sekitar seperlima individu disleksia yang mendapatkan

intervensi akan memiliki kemampuan membaca yang cukup pada usia

dewasa. Prognosis tergantung pada tingkat keparahan disleksia,

kekuatan dan kelemahan penderita, intensitas, serta waktu dan

kecepatan terapi. Terapi harus berlangsung intensif dan dalam waktu

yang cukup untuk mendapatkan efek positif. Identifikasi yang lebih

awal dan penatalaksanaannya merupakan kunci untuk membantu

anak-anak disleksia, karena anak-anak 8 tahun atau lebih muda lebih

mungkin menunjukkan perbaikan.1

Kesulitan belajar anak disleksia dalam membaca pelajaran perlu

diberikan stimulasi yang berbeda dalam proses belajar anak seperti

penggunaan media baik secara verbal maupun menggunakan media

audio visual. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap

mahal, akan tetapi dalam beberapa tahun mendatang biaya ini akan

semakin rendah dan dapat terjangkau sehingga dapat digunakan secara

meluas di berbagai jenjang sekolah.8

18
2.9 Pencegahan

Pencegahan dengan cara memasukkan anak pada kelompok

bermain/PAUD, sangat membantu meningkatkan kemampuan

linguistik. Pencegahan berfokus pada kegiatan permainan bahasa,

pengenalan irama, mengenal suku kata, dan pengenalan suara.

Kegiatan ini telah dibuktikan dengan penelitian jangka panjang dapat

memberikan manfaat untuk perkembangan bahasa tertulis. Perlu ada

tenaga yang terlatih dan memiliki motivasi tinggi sebagai pengajar,

agar berhasil dengan efektif. Keluarga memiliki peranan yang sangat

penting dalam mendukung keterampilan berbahasa. Adanya program

membaca bersama-sama yang dilakukan dengan suara keras pada

kelompok prasekolah dapat mendorong pengetahuan tentang alphabet.

Sebelum anak akan mulai bersekolah, setiap hari selama 15 menit

orang tua dapat memberikan kegiatan pengenalan alphabet. Adanya

permainan yang memperkenalkan irama dan kreasi, bersajak,

mengenal huruf dan kalimat, bunyi huruf akan sangat membantu

dalam program pencegahan disleksia. Kegiatan permainan pada

kelompok bermain dapat sangat menyenangkan bagi anak-anak, dan

juga mempersiapkan mereka untuk sekolah karena mereka dihadapkan

dengan tugas-tugas tertentu. 1

19
BAB III

KESIMPULAN

Disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan mengeja;

tetapi penderita mempunyai intelegensia normal, tidak terdapat

kecacatan fisik dan psikologis, dan mendapatkan pendidikan formal

yang memadai.

Dasar diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis

yang ditandai oleh kegagalan perkembangan proses membaca dan

mengeja. Terdapat 3 kelainan yang terpisah, yaitu 1) kombinasi

gangguan membaca dan mengeja atau disleksia, 2) gangguan

membaca dan 3) gangguan mengeja.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC. 2013: 453-

461.

2. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 290.

3. Sherwood, L. Fisiologi Kedokteran dari Sel ke Sistem. EGC. 2012:

163.

4. Snowling, M. (2012). Early Identification and Interventions for

Dyslexia: a contemporary view. (online) doi: 10.1111/j.1471-

3802.2012.01262.x.

5. Qodariah, Hatta & Rahayu (2012). Pengaruh “Brain Gym”

terhadap Penurunan Frekuensi Kesulitan Membaca pada Anak

Disleksia. (online) http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/

sosial/article/download/380/pdf.

6. Bogliotti, Serniclaes, Messaoud-Galusi & Charolles (2008).

Discrimination of Speech Sounds by Children with Dyslexia:

Comparisons with Chronological Age and Reading Level. Elsevier

Article (online) doi:10.1016/j.jecp.2008.03.006.

21
7. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 755.

8. Kawuryan & Rahardjo (2012). Pengaruh Stimulasi Visual Untuk

Meningkatkan Kemampuan Membaca pada Anak Disleksia.

(online) http://jurnal.umk.ac.id/index.php/PSI/article/view/32/31.

22

Anda mungkin juga menyukai