West syndrome (WS) atau dikenal juga dengan atau infantile spasm (IS),
pertama kali dilaporkan oleh dr. William James West,1 merupakan penyakit
dengan trias spasme otot fleksor atau ekstensor, kelainan pada
elektroensefalogram (EEG) berupa hypsarrhythmia dan disabilitas intelektual.2
West syndrome merupakan penyakit yang terkait dengan usia, spasme umumnya
terjadi selama tahun pertama kehidupan dengan puncaknya antara 4 hingga 7
bulan. Sebanyak 90% kasus terjadi pada satu tahun awal kehidupan. Insiden WS
diperkirakan terjadi sekitar 2–5 / 10.000 bayi baru lahir. 3 WS terjadi pada anak-
anak dari semua kelompok etnis, dan anak laki-laki terpengaruh sedikit lebih
sering daripada anak perempuan dengan rasio 6:4.4
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
West syndrome pertama kali dilaporkan oleh dr. William James West
(1793–1848) yang terjadi pada putra sendiri James Edwin yang berusia 4 bulan
(1840–1860) pada tahun 1841. Sejak saat itu penyakit ini kemudian dikenal
sebagai "West syndrome" (WS) atau infantile spasm (IS) karena onset yang terjadi
saat masih bayi, dan kemudian dikenal juga dengan istilah epileptic spasms (ES),
karena gangguan tersebut mungkin dapat terjadi diluar masa kanak-kanak.1
Infantile spasm atau West syndrome, terdiri dari trias:
2
Menurut klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE), spasme
infantil atau WS dikelompokkan dalam epilepsi ensefalopati di mana kelainan
spasme infantile ini dapat menyebabkan disfungsi otak progresif. Namun, dari
tahun ke tahun, telah terjadi perkembangan jumlah penelitian yang melaporkan
bahwa terjadinya spasme infantil tidak selalu dikaitkan dengan hipsaritmia dan /
atau keterlambatan mental, rentang usia onset spasme ini tidak terbatas pada tahun
pertama kehidupan.1
2.2 Epidemiologi
Bentuk WS Kriptogenik terjadi pada 10% sampai 40% anak dengan WS.
Etiologi dari WS simtomatik dapat prenatal, perinatal dan postnatal. Sekitar 50%
kasus memiliki penyebab prenatal, dengan penyakit etiologi yaitu malformasi
sistem saraf pusat, gangguan intrauterin, neurokutaneus sindrom seperti tuberous
sclerosis complex (TSC), gangguan metabolisme, atau sindrom genetik seperti
Down sindrom.4 National Infantile Spasms Consortium menyebutkan bahwa
penyebab pada WS simtomatik ditemukan terdiri dari 14.4% akibat kelainan
genetik, 10.0% akibat kelainan genetik-struktural, 10.8% akibat kelainan
3
struktural-bawaan, 22.4% akibat kelainan struktural yang didapat, 4.8% akibat
gangguan metabolik, dan 2% pada penyakit infeksius.7 Menurut United Kingdom
Infantile Spams Study (UKISS) penyebab paling umum dari spasme infantil
adalah ensefalopati hipoksia-iskemik (10%), anomali kromosom (8%),
malformasi (8%), stroke perinatal (8%), tuberous sclerosis complex (7%),
leukomalasia atau perdarahan periventrikular (5%).8
2.3 Etiologi
a. Faktor Genetik
4
Studi terbaru menunjukan, anak dengan spasme infantil memiliki
mikrodelesi pada 5q31.2-q31.3 yaitu area yang berisikan gen PURA
(purine-rich element binding protein A). Mutasi de novo pada gen PURA
bertanggung jawab atas gangguan perkembangan saraf (yang disebut
Sindrom PURA) yang ditandai dengan intelektual yang parah disabilitas,
epilepsi, kesulitan makan, dan hipotonia neonatal terkait dengan masalah
pernapasan dan gastrointestinal, kelainan mata, cacat endokrin, respon
terkejut yang berlebihan, mengantuk hiper, dan hipotermia.1
d. Gangguan metabolisme
5
syrup urine disease (akibat gen BCKDHA, BCKDHB, DBT, dan DLD) and
propionic acidemia (gen PCCA dan PCCB).1
g. Sturge-Weber syndrome
2.4 Patogenesis
6
syndrome. Hormon adrenocorticotropic (ACTH) menekan sintesis CRH, dimana
hal ini menjelaskan efektifitas pengobatan hormonal pada WS.10
2.5 Diagnosis
7
dan / atau perubahan pola pernapasan dapat terjadi. Anak menangis atau
menjerit mungkin mendahului atau mengikuti fase iktal. Setelah spasme,
anak-anak mungkin menunjukkan iritabilitas atau hiporeaktivitas
sementara.9
Spasme ini harus dibedakan dengan subtle spasm. Peristiwa iktal yang
kurang umum, digambarkan sebagai subtle spasm, mungkin merupakan
klinis spasme yang terkait dengan pola EEG yang anomali atau peristiwa
yang dapat mendahului kejang epilepsi. Gerakan-gerakan ini termasuk
episode menguap, menggenggam, wajah meringis, gerakan mata terisolasi,
berkedip (observasi pribadi), dan aktifitas fokal motorik transien.9
b.Electroencephalogram (EEG)
Pada west syndrome akan muncul kelainan yang ditandai dari EEG.
Pada kasus idiopatik, gambaran EEG awal pada onset gejala yang baru,
dapat menunjukan hasil normal atau borderline. Dalam kasus ini diperlukan
EEG ulang setelah 7-10 hari. Temuan yang paling khas adalah yang disebut
dengan hypsarrhytmia (Gambar 1).
8
Hipsaritmia terdiri dari pola campuran dari gelombang lambat
tegangan tinggi bercampur dengan spike atau polyspikes dengan amplitude
besar dan asinkron. Kelainan ini terjadi secara konitnus atau hampir
kontinu. Beberapa bentuk hipsaritmia yang dimodifikasi telah dikaitkan
dengan kelainan fokal, interhemispheric asynchrony atau redaman
pelepasan secara berkala. Gelombang pola tidur normal tidak ada.
Terkadang spindle tidur mungkin dicatat. Gelombang ini biasanya muncul
kembali saat hasil terapi berhasil pada pasien. Pola hypsarrhythmic sangat
berguna dalam membedakan west syndrome dari serangan non epilepsi
lainnya.12
9
atau "modified hypsarrhythmia” dan terdiri dari gambaran asimetris, focal
discharges, dan semi-periodic burst-suppression.1
Pola Hipsaritmia paling sering muncul pada fase 2/3 dari nonrapid
eye movement (non-REM) saat tidur, diikuti dengan bangun dan terjaga, dan
tidak terjadi atau sangat berkurang selama fase tidur REM. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk evaluasi EEG, selama evaluasi diagnostik dan
selama tindak lanjut untuk menentukan efektivitas pengobatan, adalah 24
jam Video EEG pada pasien dengan rawat inap semalam, untuk merekam
hipersaritmia dan episode spasme. Hal ini akan memungkinkan
pengecualian gerakan lainnya yang mungkin mirip dengan IS dan
memungkinkan penyelidikan jenis kejang lain yang mungkin terjadi. Jika
hipsaritmia atau spasme tidak terjadi, maka pemeriksaan dilanjutkan di
rumah. Pemeriksaan EEG harus diulang dalam 1 minggu.
Jika terjadi regresi perkembangan anak, EEG harus diulang lebih awal
dari 1 minggu. Jika video EEG rawat inap tidak tersedia, diperpanjang
Video EEG 4 jam hingga 8 jam saat periode bangun dan tidur dapat
dilakukan sebagai pasien rawat jalan dan khususnya penting untuk
melakukan EEG saat fase tidur non-REM. Begitu episode spasme dan EEG
10
hypsarrhythmic dapat didokumentasikan, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan etiologi dari west syndrome.2
c. Pencitraan
Pencitraan tidak diperlukan untuk menentukan diagnosis west
syndrome, tetapi merupakan metode paling penting untuk mengidentifikasi
etiologi dan / atau pengujian lebih lanjut pada west syndrome. Studi
pencitraan telah secara substansial meningkatkan pemahaman mengenai
etiologi WS. Ensefalopati iskemik hipoksik merupakan penyebab utama
dalam 30% kasus WS. Delayed myelination tampaknya merupakan etiologi
secara independen dan dapat muncul pada WS kriptogenik. Kejang maupun
status perkembangan anak tidak berkorelasi positif dengan temuan
pencitraan ini.12
d.Status kognitif
11
waktu antara kerusakan otak dan timbulnya spasme diperkirakan bervariasi
dari 6 minggu sampai 11 bulan.13 Berdasarkan semua alasan di atas,
keterlambatan perkembangan pada anak tidak lagi dianggap sebagai kriteria
diagnostik.
2.6 Tatalaksana
a. ACTH
ACTH mungkin adalah lini pertama yang paling diterima secara universal
sebagai pengobatan spasme infantil. Menurut American Academy of Neurology
and Child Neurology Society respon pengobatan didefinisikan efektif bila terjadi
penghentian total spasme dan hilangnya pola hypsarrhytmic. ACTH dan
Vigabatrin sendiri dinilai efektif untuk menghentikan spasme dan menghilangkan
hypsarrhytmic. Lebih spesifik, penghentian kejang harus mencakup tidak adanya
kejang dalam waktu 14 hari setelah dimulainya pengobatan dan sekitar 28 hari
berturut-turut sejak spasme terakhir.14 Efek samping pemberian ACTH adalah
hipertensi, infeksi, iritabilitas dan peningkatan berat badan. 5 Dosis pemberian dan
cara pemberian ACTH dapat dilihat pada tabel 2.
12
Rute Efek
Obat Dosis Durasi terapi
pemberian terapi
Diet 3:1-4:1 ratio PO 1-3 bulan Setidaknya 6
Ketogenik bulan
Topiramate 4-20 mg/kg/hari PO 1+ bulan Belum
diketahui
Zonisamide 4-20 mg/kg/HARI PO Lebih dari Belum
3 bulan diketahui
Pyridoxine 100 mg IV Segera Dosis tunggal
100-400 mg/hari PO 1-2 Seumur hidup
minggu
b. Vigabatrin
Vigabatrin adalah terapi lini pertama yang dianjurkan untuk pasien dengan
spasme infantil dan tuberous sklerosis, dengan beberapa penelitian menunjukkan
efikasinya lebih dari 90% pada pasien dengan tuberous sclerosis. Secara umum,
vigabatrin telah dianggap kurang efektif dibandingkan ACTH di populasi
pasienlain, meskipun begitu efek jangka panjang menunjukan hasil serupa dengan
ACTH.15 Efek samping penggunaan vigabatrin adalah berkurangnya lapang
pandang, retinopathy, iritabilitas dan dapat perubahan pada MRI pada bagian
thalamus, ganglia basalis, corpus callosum dan mesencephalon. 5 Anak-anak
dengan vigabatrin harus menjalani evaluasi oftalmik secara berkala dengan
evaluasi dasar saat memulai terapi (tidak lebih dari 4 minggu setelah memulai
pengobatan) dan pada setidaknya setiap 3 bulan saat dalam terapi, serta 3 sampai
6 bulan setelah penghentian pengobatan. Dosis pemberian dan cara pemberian
vigabatrin dapat dilihat pada tabel 2.
c. Kortikosteroid
13
dijadikan sebagai terapi lini pertama spasme infantil.5 Dosis pemberian dan cara
pemberian dapat dilihat pada tabel 2.
14
Gambar 4. Algoritme tatalaksana spasme infantil berdasarkan jenisnya.5
2.7 Prognosis
Hasil akhir pada west syndrome sangat bervariasi dan berkorelasi dengan
etiologinya. Dalam kasus kriptogenik prognosis secara signifikan lebih baik
daripada kasus bergejala. Anak-anak dengan riwayat neurologis normal dan
evaluasi awal sebelum timbulnya spasme memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan anak dengan keterlambatan perkembangan atau status
neurologis abnormal. Episode spasme di bulan-bulan pertama kehidupan juga
memiliki faktor prognostik yang buruk. Penghentian spasme dalam waktu singkat
dan normalisasi gambaran EEG memberikan prognosis yang lebih baik.12
Secara umum, hasil akhir dan prognosis west syndrome adalah buruk.
Keterlibatan masalah genetik dan struktural otak yang mendasari beberapa spasme
infantil kemungkinan menjadi predisposisi untuk perkembangan hasil yang buruk,
apa pun pengobatannya. Epilepsi terjadi pada hingga 50% pasien spasme infantil.
Autisme terjadi pada 15-33% pasien dengan spasme infantil dan insidensinya
lebih tinggi 70% pada penderita spasme infantil dengan tuberous sclerosis.
15
memiliki IQ> 85. Hasil perkembangan yang lebih baik dicatat pada pasien tanpa
etiologi yang teridentifikasi (kriptogenik ) dan bahkan lebih baik pada mereka
yang diobati dengan terapi hormonal dengan vigabatrin. Penundaan pengobatan
yang singkat (<1 bulan) juga terkait dengan hasil yang lebih baik, khususnya di
antara pasien spasme infantil kriptogenik. Pasien spasme infantil kriptogenik
mungkin memiliki hasil yang normal atau mendekati normal hingga 54.3%,
sementara hanya 12.5% pasien spasme infantil simtomatik yang menunjukan hasil
akhir yang baik. Mortalitas setinggi 10% pada anak berusia 3 tahun dan 19% pada
anak usia 10 tahun. Terapi ACTH memiliki angka mortalitas terkait sebanyak
12%. Hampir semua pasien berhenti mengalami kejang pada usia 3 tahun.5
16
KESIMPULAN
West syndrome merupakan penyakit dengan trias spasme otot fleksor atau
ekstensor yang sering melibatkan ekstremitas dan kepala atau leher, kelainan pada
elektroensefalogram (EEG) berupa hypsarrhythmia dan disabilitas intelektual,
yang terjadi pada onset satu tahun kehidupan. Spasme infantil dibagi menjadi dua
yaitu spasme infantil simtomatik, yaitu dan spasme dengan perkembangan
abnormal atau etiologi yang jelas, dan spasme infantil kriptogenik, yaitu spasme
dengan perkembangan yang normal dan tanpa etiologi yang diketahui. Etiologi
yang mendasar dapat berupa akibat kelainan genetik, genetik-struktural,
struktural-bawaan, kelainan struktural yang didapat, dan akibat gangguan
metabolik.
17
DAFTAR PUSTAKA
2. Pellock JM, Hrachovy R, Shinnar S, Baram TZ, Bettis D, Dlugos DJ, et al.
Infantile spasms: a U.S. consensus report. Epilepsia. 2010
Oct;51(10):2175–89.
6. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP, Prasad S. Adams & Victor Principles
of Neurology 11th ed. 11th ed. 2019.
7. Wirrell EC, Shellhaas RA, Joshi C, Keator C, Kumar S, Mitchell WG. How
should children with West syndrome be efficiently and accurately
investigated? Results from the National Infantile Spasms Consortium.
Epilepsia. 2015 Apr;56(4):617–25.
8. Osborne JP, Lux AL, Edwards SW, Hancock E, Johnson AL, Kennedy CR,
et al. The underlying etiology of infantile spasms (West syndrome):
information from the United Kingdom Infantile Spasms Study (UKISS) on
contemporary causes and their classification. Epilepsia. 2010
Oct;51(10):2168–74.
18
9. Pavone P, Striano P, Falsaperla R, Pavone L, Ruggieri M. Infantile spasms
syndrome, West syndrome and related phenotypes: What we know in 2013.
Brain Dev [Internet]. 2014;36(9):739–51. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.braindev.2013.10.008
10. Baram TZ. Models for infantile spasms: an arduous journey to the Holy
Grail.. Ann Neurol [Internet]. 2007 Feb;61(2):89–91. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17315207
11. Willmore LJ, Abelson MB, Ben-Menachem E, Pellock JM, Shields WD.
Vigabatrin: 2008 update. Epilepsia. 2009 Feb;50(2):163–73.
12. Fois A. Infantile spasms: Review of the literature and personal experience.
Ital J Pediatr. 2010;36(15):1–10.
13. Guggenheim MA, Frost JDJ, Hrachovy RA. Time interval from a brain
insult to the onset of infantile spasms. Pediatr Neurol. 2008 Jan;38(1):34–7.
19