Anda di halaman 1dari 16

Sarana dan Prasarana Pembelajaran Strategi Belajar Mengajar

bagi Anak Tunanetra


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Penglihatan

Dosen Pengampu: Dedi Mulia, S.Pi.,S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 9
Salsa Billa. F 2287210032
Stefany Damayanti 2287210016
Meirizka Fahriyah 2287210046
Rd Rizka Nabila 2287210028

PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

Jl. Ciwaru Raya No. 25, Cipare, Kec. Serang , Kota Serang, Banten 42117

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis. Berkat rahmat dan karunia-Nya kami selaku penulis dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan lancar dan tanpa hambatan.

Makalah kegiatan ini berjudul Sarana dan Prasarana Pembelajaran Strategi Belajar
Mengajar bagi Anak Tunanetra. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Penglihatan yang diberikan oleh
Dosen mata kuliah yang bersangkutan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.

Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasinya dalam
penyusunan makalah ini.

Selama penyusunan makalah kegiatan ini tidak sedikit hambatan yang penulis alami.
Namun, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat berjalan
dengan lancar dan baik. Kami selaku penulis sampaikan atas ketidaksempurnaan penyusunan
makalah ini.

Serang, 29 Agustus 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Definisi Tunanetra.....................................................................................................................6
B. Metode Pembelajaran bagi Anak Tunanetra............................................................................10
C. Sarana dan Prasarana Proses Pembelajaran Anak Tunanetra...................................................14
BAB III................................................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................................................15
A. Kesimpulan..............................................................................................................................15
B. Saran........................................................................................................................................16
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tunanetra merupakan suatu kecacatan yang terjadi pada mata yang
menunjukkan ketidak fungsian pada mata secara total maupun sebagian (low vision).
Tunanetra harus dapat hidup di lingkungan masyarakat secara layak dan harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, karena tidak setiap orang sanggup
memberikan bantuan secara moril dan materil terhadap orang yang mengalami
kelainan seperti tunanetra. Untuk dapat bersosialisasi dan dapat membuat kehidupan
yang layak bagi tunanetra, maka setiap tunanetra dituntut untuk dapat mandiri, untuk
itu tunanerta harus mendapatkan pendidikan yang layak seperti orang normal.
Sebagaimana dikemukakan oleh Purwaka (2005) bahwa kemandirian
menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak,
tidak tergantung kebutuhan sendiri. Dengan demikian kemandirian merupakan salah
satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berusaha kearah prestasi pribadi
sehingga tercapai suatu tujuan yang diharapkan.Pelayanan pendidikan bagi anak
tunanetra tidak hanya di dilaksanakan di sekolah luar biasa saja, tetapi juga dapat
dilaksanakan di sekolah-sekolah umum (reguler) yang disebut dengan sekolah inklusi.
Begitu juga di perguruan tinggi, mahasiswa yang mengalami kelainan (tunanetra) juga
bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan digabungkan dengan mahasiswayang
awas atau normal dengan demikian perlu adanya penunjang efektifitas pembelajaran
bagi anak tunanetra.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak
normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam
pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang
terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta merta dilayani kebutuhan
belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan pendidikan pada setiap anak
berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak guru-guru di sekolah dasar
yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Hal demikian tentu saja

4
mereka juga tidak akan dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal. Apalagi
anak-anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai macam jenis dan derajat kelainan
yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah sebenarnya layanan pendidikan diberikan
kepada mereka. Untuk itu perlu adanya pemahaman dan kreativitas seorang guru di
sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai kebutuhan anak.
Apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara
memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi tunanetra itu ?
2. Bagaimana cara pembelajaran bagi anak tunanetra ?
3. Bagaimana cara agar anak tunanetra dapat mudah dalam melakukan
pembelajaran ?
4. Sarana apa saja yang dibutuhkan anak tunanetra dalam pembelajaran ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi tunanetra
2. Mengetahui proses pembelajaran bagi anak tunanetra
3. Mengetahui cara pembelajaran anak tunanetra agar belajar dengan mudah
4. Mengetahui sarana apa saja yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran anak
tunanetra

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tunanetra
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat awam khususnya sering
menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan
masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa
setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali. Secara etimologis, kata tuna
berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki; netra berarti mata atau
penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga
mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari
pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti
rusaknya penglihatan. (Fatkhurrahman, 2020)
Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum
tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau
mata rusak tetapi masih dapat melihat atau juga berpenglihatan sebelah.
Sedangkan pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tidak dapat melihat dan menurut literatur berbahasa Inggris yaitu visually
handicapped atau visually impaired. Banyak orang yang memberikan definisi
tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang seseorang berdasarkan
kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman
definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan. Menurut beberapa
ahli, pengertian tunanetra adalah.
1. Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu
kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada
mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual.
2. Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah
orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa
dan setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya
sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari lingkungannya.
3. Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat
mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.

6
4. Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni mendifinisikan ketunanetraan
sebagai berikut: orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki sama
sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan
biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu
dengan kacamata (kurang awas). Yang dimaksud dengan 12 point adalah
ukuran huruf standar pada komputer di mana pada bidang selebar satu inch
memuat 12 buah huruf . Akan tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf
dengan ukuran 18 point, misalnya pada bidang selebar 1 inch memuat 18
huruf.
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau
gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang
berbeda-beda. secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus
dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
1. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal apabila hasil tes
Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter.
Klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan kemampuan daya
penglihatan .Penglihatan yang normal memiliki ketajaman penglihatan
6/6-6/7,5 yaitu jika sesorang dapat melihat benda dengan jelas pada jarak
antara 6 sampai dengan 7,5 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 95%-
100%.
Penglihatan dengan ketajaman 6/9 - 6/21 masih tergolong kepada
penglihatan hampir normal yaitu jika orang normal dapat melihat benda
dengan jelas sejauh 9 sampai dengan 21 meter maka perbandingannya
dengan orang dengan penglihatan hampir normal adalah sejauh 6 meter
atau efisiensi penglihatan sebesar 75% -90%.
Maka klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan
kemempuan daya penglihatan adalah sebagai berikut :
a) Low Vision yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-
program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan

7
yang menggunakan fungsi penglihatan. Low Vision
dikelompokkan menjadi:
1) Low Vision sedang
2) Low Vision nyata, memiliki ciri-ciri:
b) Tunanetra setengah berat/hampir buta (partially sighted),yakni
mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa
atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c) Tunanetra berat/buta total (totally blind), yakni mereka yang sama
sekali tidak melihat.
2. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis
Berdasarkan adaptasi padgosis mengklasifikasikan penyandang
tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian
layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud
adalah:
 Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability).
Dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan
tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan
menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya
yang cukup.
 Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability).
Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik,
atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu
visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak
dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
 Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual
disability). Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam
melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan
tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan
menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan
penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra
perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.
3. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan

8
Menurut Lowenfeld klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada
waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu:
a) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah
memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan.
c) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka
telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh
yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang
dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
e) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
f) Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
4. Berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata
Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-
kelainan yang terjadi pada mata, yaitu kelainan ini disebabkan karena
adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya
tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat
diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-
kelainan itu, antara lain:
a) Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi
jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negatif.
b) Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi
jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan
pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa positif.

9
c) Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur
yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda
baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada
retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa
silindris.

B. Metode Pembelajaran bagi Anak Tunanetra


Pendidikan bagi anak sangatlah krusial dan penting, pendidikan yang baik
dapat merangsang pertumbuhan pengetahuan dan kemampuan anak sedari dini. Setiap
anak perlu menerima pendidikannya dengan baik tak terkecuali anak tunanetra, ada
banyak contoh seorang penderita tunanetra yang memiliki kelebihan di bidang musik,
olahraga, sastra bahkan seni. Nama-nama seperti Stevie Wonder, Franklin Delano
Roosevelt, dan Helen Keller telah diakui dunia melalui bakat dan kepandaian mereka.
Mereka menerima pendidikan yang dapat mengasah kemampuan mereka hingga bisa
terkenal seperti saat ini. (Mais, 2016) Pendidikan bagi anak tunanetra cukup berbeda
dengan anak-anak pada umumnya, beberapa hal yang dapat menunjang
pembelajarannya ada 10 metode di antaranya yaitu:
1. Metode Individual
Metode pembelajaran yang perlu diterapkan oleh orangtua dalam
mendidik anak tunanetra menurut Smart (2010) perlu memperhatikan
beberapa prinsip. Salah satu metodenya adalah metode individual.
Metode individual berarti dalam mendidik anak tunanetra, tenaga
pendidik maupun orangtua perlu memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan individu anak. Hal-hal seperti; perbedaan umum,
mental, fisik, kesehatan dan tingkat ketunanetraan setiap anak perlu
diperhatikan dengan baik.
2. Metode pengalaman Pengideraan
Beralih dari metode individual, prinsip berikutnya yang perlu
diperhatikan ketika mendidik anak tunanetra ialah metode
pengindraan. Pengindraan yang dimaksudkan di sini ialah pengalaman
anak akan hal-hal yang ia pelajari. Pengalamaan pengindraan ini
mendorong anak agar lebih mudah memahami apa yang mereka

10
pelajari. Guru atau orangtua perlu membangun strategi pembelajaran
yang memungkinkan anak-anak menerima pengalaman secara nyata
terkait apa yang mereka pelajari. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan alat bantu seperti suara atau sentuhan agar pembelajaran
yang diterima memberi pengalaman nyata.
3. Metode Totalitas
Totalitas yang dimaksud di sini bukanlah berarti pembelajaran yang
diberikan harus menyangkut banyak mata pelajaran. Tetapi maksudnya
ialah menggunakan seluruh fungsi indra yang masih berfungsi pada
anak tunanetra dengan baik dalam pembelajaran. Semisal ketika anak
belajar mengenai objek buah-buahan, orangtua atau guru dapat
mengajak anak untuk mengenal objek tersebut secara keseluruhan.
Mulai dari bentuk buah, sifat permukaannya, ukuran, rasa dan ciri
khasnya masing-masing. Ini membantu anak mengenali objek dengan
sempurna.
4. Metode Self Activity
Metode yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan metode
pendidikan bagi anak tunanetra ialah, prinsip aktivitas mandiri. Ini
berarti bahwa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, anak-anak
tunanetra haruslah aktif dan mandiri. Dalam proses pendidikan, guru
hanyalah akan bertindak sebagai fasilitator dan motivator yang
mendorong anak untuk mencari informasi dan belajar secara aktif dan
mandiri. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses belajar yang
sebaiknya dilakukan tidaklah sebatas mendengarkan dan mencatat.
Lebih dari itu, sebaiknya proses pembelajaran dibentuk dan dilakukan
agar anak terlibat dan mengalami secara langsung.
5. Huruf Braille
Beralih dari metode dan prinsip yang perlu diperhatikan selagi
mendidik anak tunanetra, sekarang kita akan membahas beberapa alat
atau media yang juga dapat mendukung kegiatan belajarnya. Huruf
braille seolah menjadi kebutuhan utama bagi para penderita tunanetra.
Melalui huruf yang ditemukan oleh Louis Braille inilah mereka dapat
membaca dan memahami tulisan. Huruf braille merupakan kumpulan
titik-titik timbul yang disusun untuk menggantikan huruf biasa. Huruf

11
ini tersusun atas enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, sedangkan
tiga lainnya berada dalam posisi horizontal. Semua titik yang timbul
ini dapat ditutup menggunakan satu jari sehingga memudahkan anak
dalam membaca ataupun menulis braille.
6. Kamera Touch Sight
Masih berhubungan dengan tulisan braille. Kali ini ada alat bernama
kamera touch sight yang berfungsi membantu tunanetra melalui
penggunaannya. Kamera ini mempunyai layar braille fleksibel yang
menampilkan gambar tiga dimensi dengan gambar timbul pada bagian
permukaan. Alat ini digunakan dengan meletakan kamera diletakkan
pada kening pengguna untuk merekam suara selama tiga detik. Ini
yang menjadi petunjuk pengguna untuk mengatur foto.
7. Reglet Stylus
Reglet merupakan alat untuk menulis braille khusus yang dapat
digunakan oleh anak-anak tunanetra. Alat tulis khusus ini digunakan
untuk membuat tulisan dalam huruf braille. Reglet sendiri biasanya
dilengkapi dengan stylus atau pen. Reglet memiliki bentuk seperti
penggaris dengan 2 plat terhubung oleh engsel. Plat bawah memiliki
lubang-lubang tak tembus sebagai cetakan titik, sedangkan plat atas
berbentuk lubang-lubang tembus sebagai pengarah. Sedangkan stylus
atau pen berbentuk seperti paku kecil yang dengan ujung tajam untuk
menusuk kertas pada reglet. Terdapat juga ujung tumpul yang
berfungsi untuk menghapus huruf timbul braille jika salah menulis.
8. Optacon
Optacon merupakan istilah dari Optical-to-Tactile converter. Optacon
ini merupakan alat yang memungkinkan pembaca tunanetra untuk
membaca tulisan lawas. Alat ini dapat mengubah tulisan atau gambar
menjadi getaran yang dapat dirasakan dan dibaca oleh penggunanya.
Sebuah kamera dengan elemen photosensitive dalam Optacon
membuatnya dapat mendeteksi tulisan tertentu. Kamera ini
dihubungkan ke susunan sandi raba yang sesuai dengan huruf tertentu.
Ketika salah satu huruf yang terdeteksi oleh kamera, maka akan
dihasilkan pola getaran tertentu yang bisa dirasakan dengan meraba.

12
9. Papan Hitung dan Sempoa
Pelajaran menghitung tergolong sebagai salah satu pelajaran sulit yang
perlu dihadapi anak-anak. Maka dibuatlah beragam alat bantu hitung
yang membantu anak-anak meningkatkan kemampuan berhitungnya.
Anak tunanetra juga tentunya dapat menggunakan bantuan alat hitung
melalui papan hitung dan sempoa. Bulir-bulir yang terdapat pada
sempoa memudahkan anak untuk mengikuti pelajaran matematika.
10. Alat perekam suara
Anak-anak tunanetra lebih mengandalkan kemampuan pendengaran
mereka untuk berinteraksi dan beraktivitas sehari-harinya. Itulah
mengapa alat-alat yang berkaitan dengan suara memiliki peran penting
bagi anak tunanetra. Alat perekam suara merupakan salah satu
memiliki kemampuan untuk menyimpan suara. Kini perekam suara
dapat digunakan dengan mudah melalui ponsel pintar. Melalui alat
tersebut, anak dapat belajar banyak hal. Dengan menyimpan informasi
dalam bentuk suara, anak dapat dengan mudah mengulang atau
menangkap informasi yang mereka terima.

C. Sarana dan Prasarana Proses Pembelajaran Anak Tunanetra


Adapun sarana khusus pada proses pembelajaran bagi anak tunanetra sebagai berikut:
1. Alat Asesmen
Alat yang digunakan untuk asesmen penglihatan anak tuna netra
seperti SVR trial lens set, Snellen chart, Ishihara test dan Snellen chart
electronic.
2. Orientasi dan Mobilitas
Anak tuna netra mengalami gangguan orientasi mobilitas baik sebagian
maupun secara keseluruhan dapat menggunakan alat-alat sebagai
berikut tongkat panjang, tongkat lipat, blind fold, bola bunyi dan tutup
kepala.

13
3. Alat Bantu Pelajaran atau Akademik
Untuk membantu penguasaan kemampuan dibidang akademik maka
dibentukkan pelayanan dan peralatan khusus berupa globe timbul, peta
timbul, abacus, penggaris braille, blokies (sejumlah dadu dengan
simbol braille dengan papan berkotak), uzzle ball, papan baca, model
anatomi mata, meteran braille, puzzle buah-buahan, puzzle binatang,
talking watch, gelas rasa, botol aroma, bentuk-bentuk geometri, collor
sorting bone, braille kit, reglets & stylush, mesin tik biasa, mesin tik
braille, komputer dan printer broille, kompas bicara, kamus bicara dan
kompas braille.
4. Alat Bantu Visual
Kelainan penglihatan anak tuna netra bervariasi dari yang ringan (low
vision) sampai yang total (total blind). Untuk membantu memperjelas
penglihatannya pada anak tuna netra low vision dapat digunakan alat
seeperti magnifies lens set, CCTV, view scan dan microscope.
5. Alat Bantu Auditif
Untuk melatih kepekaan pendengaran anak tuna netra agar dapat
mengikuti pendidikan dengan lancar dapat digunakan alat-alat seperti
tape recorder double deck, alat musik pukul dan alat musik tiup.
6. Alat Latihan Fisik
Untuk mengembangkan kemampuan fisiknya dalah digunakan alat
seperti catur tunanetra, bridge tunanetra, sepak bola dengan bola
berbunyi, papan keseimbangan, power raider dan static bycicle.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki; netra
berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata,
sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi
penglihatan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra
mengandung arti rusaknya penglihatan.
Pendidikan bagi anak sangatlah krusial dan penting, pendidikan yang baik dapat
merangsang pertumbuhan pengetahuan dan kemampuan anak sedari dini. Setiap anak
perlu menerima pendidikannya dengan baik tak terkecuali anak tunanetra, ada banyak
contoh seorang penderita tunanetra yang memiliki kelebihan di bidang musik,
olahraga, sastra bahkan seni. Nama-nama seperti Stevie Wonder, Franklin Delano
Roosevelt, dan Helen Keller telah diakui dunia melalui bakat dan kepandaian mereka.
Mereka menerima pendidikan yang dapat mengasah kemampuan mereka hingga bisa
terkenal seperti saat ini. Pendidikan bagi anak tunanetra cukup berbeda dengan anak-
anak pada umumnya, Oleh sebab itu mereka memerlukan metode metode juga sarana
dan prasarana khusus dalam pembelajaran.

B. Saran
Bagi penulis, makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan
penulis saat ini. Penulis masih dan akan terus belajar agar diwaktu yang akan datang
makalahnya dapat lebih baik lagi.
Saran penulis bagi para pembaca adalah penulis berharap makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya, sehingga para pembaca tertarik untuk mencari
tahu banyak hal lainnya lagi.

15
Daftar Pustaka

Fatkhurrahman, M. (2020). Metode Pembelajaran Bagi Tuna Netra.


https://sekolahku.sch.id/2020/10/22/metode-pembelajaran-bagi-tunanetra/
Mais, A. (2016). Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. In Media Pembelajaran.
Pustaka Abadi.

16

Anda mungkin juga menyukai