Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KUNJUNGAN DAN OBSERVASI PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN PENDENGARAN/BICARA (TUNA RUNGU) DI SLB LUTANG


MAJENE
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas individu
Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Eva yuliani, S.kep., Ns, M kep, Sp. Kep. An

Oleh
SUKMA SAPUTRI
B0217011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya. Sehingga penyusunan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun
sebagai tugas mata kuliah Komunikasi dengan judul
“Kunjungan dan Observasi pada Pasien dengan Gangguan Pendengaran
/ Bicara di SLB Lutang Majene
Demikian tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata
kuliah komunikasi dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan
khususnya untuk pembaca. Tak ada gading yang tak retak begitulah adanya laporan ini.
Dengan segala kerendahan hati,kritik dan saran yang kontruksif dan membangun
sangan kami harapkan dari para pembaca guna meningkatkan pembuatan laporan pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

A. Latar Belakang ..............................................................................


B. Tujuan kunjungan .........................................................................

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN.........................................................

A. Gambaran Umum Kondisi Kelas ....................................................


B. Gambaran Klien .............................................................................

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................

A. Pengertian Tunarungu...................................................................
B. Etiologi.........................................................................................
C. Ciri-ciri Tuna Rungu..................................................................
D. Tanda dan gejala........................................................................
E. Klasifikasi.................................................................................
F. Karakteristik anak tuna rungu....................................................
G. Hambatan...................................................................................
H. . Penyelesaian masalah (Tindakan)……………………………

BAB IV PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran..............................................................................................
C. Foto penyuluhan…………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kunjungan


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan
orang lain, karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun
sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan
hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara
dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki
interpretasi pasien terhadap pesan, kami harus tidak terburu-buru dan mengurangi
kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan
sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu.
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal
dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi
tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan (
Potter-Perry, 301 ). Dalam melakukan komunikasi tiap pasien mempunyai tingkat
kesulitan masing-masing. Contohnya pada pasien dengan gangguan pendengaran
tentu saja akan berbeda jika dibandingkan dengan pasien biasa.Oleh karena itu,
kami akan mengangkat topik mengenai komunikasi terhadap klien dengan
gangguan pendengaran.
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang dikategorikan
luar biasa yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya sehingga memberikan
dampak negatif bagi perkembangannya, terutama dalam kemampuan berbicara dan
berbahasa. Namun demikian, mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana
warga negara lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu sudah mulai
menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu yang
belajar di sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh layanan yang memadai
karena para guru biasa umumnya tidak dibekali dengan keilmuan tentang siapa dan
bagaimana layanan pendidikan bagi anak tunarungu.Untuk menjamin bahwa anak
tunarungu yang berada di sekolah biasa, termasuk di SD biasa mendapat layanan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya maka para guru seyogianya
mempunyai wawasan tentang karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak
tunarungu.

B. Tujuan Kunjungan
Tujuan kunjungan kami di SLB Lutang majene yaitu :
1. Memberikan motivasi kepada Mahasiswa dan Mahasiswi dalam belajar
2. Melihat secara langsung kegiatan pasien dengan gangguan pendengaran /
bicara
3. Memberi bekal kepada Mahasiswa dan Mahasiswi agar setelah lulus
memiliki ilmu dan penanganan pada pasien dengan gangguan pendengaran
/ bicara
4. Mengetahui metode komunikasi terapeutik pada pasien dengan gangguan
pendengaran / bicara
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Gambaran Umum Kondisi Kelas


1.Suasana kelas :
a) Kebersihan sangat terjaga
b) Nyaman, suasana kelas tenang serta tidak bising
c) Posisi duduk murid berbentuk U, Formasi dengan bentuk huruf U dapat
meningkatkan keaktifan siswa, sehingga mereka jadi lebih antusias mengikuti
pelajaran

B. Gambaran Klien
1. Identitas Klien
a. Gambaran pada klien Sekolah Dasar
1) Nama : Muhammad Fadel
2) Umur : 10 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) TTL : Tinambung, 25 Agustus 2007
6) Alamat : Tinambung
7) Jenis Kelainan yang Diderita : Tuna Rungu
8) Hasil Observasi : Siswa aktif dalam mengikuti pelajaran
di kelas, menjawab pertanyaan yang di berikan dengan baik, dan
sangat antusias, dia dapat mewarnai gambar dengan baik, dia bias
berhitung dengan benar menggunakan bahasa isyarat

C. Masalah keperawatan
TUNA RUNGU
BAB III

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti
kekurangan atau ketdakmampuan dan rungu berarti mendengar. Jadi istilah
tunarungu dapat diartikan sebagai kekurangmampuan atau ketidakmampuan
untuk mendengar. Seperti yang diutarakan Somantri (2006) bahwa “Anak
tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan bunyi
melalui indra pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya”.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab ketulian sementara pada anak-anak
Beberapa penyebab ketulian sementara pada anak-anak, antara lain :
- Banyak zat lilin di dalam liang telinga (tahi telinga)
- Benda asing (seperti manik-manik atau ujung cotton bud) yang terjebak di
dalam saluran telinga
- Lendir berlebih di saluran eustachius (saluran yang menghubungkan telinga
dalam dan tenggorokan atas) yang disebabkan oleh pilek
- Otitis media (infeksi telinga tengah).
2. Penyebab ketulian permanen pada anak-anak
Beberapa kondisi dan kejadian dapat menyebabkan ketulian permanen pada
anak-anak, antara lain :
- Kondisi herediter yang menyebabkan telinga bagian dalam abnormal
- Beberapa kelainan genetik, seperti osteogenesis imperfecta (kondisi
kelainan tulang rapuh) dan trisomy 13 (kelainan fisik di berbagai bagian
tubuh)
- Paparan penyakit saat masih janin : Rubella (campak Jerman) adalah
penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan telinga janin
- Suara keras, seperti petasan dan konser music diatas 80 dB
- Cedera, seperti gegar otak atau patah tulang tengkorak
- Penyakit tertentu, seperti meningitis dan gondok.
C. TANDA DAN GEJALA
Beberapa gejala gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak adalah:

 Tidak kaget saat mendengar suara nyaring.


 Untuk bayi di bawah 4 bulan, tidak menoleh ke arah sumber suara.
 Tidak bisa menyebutkan satu kata pun saat berusia satu tahun.
 Menyadari kehadiran seseorang ketika ia melihatnya, namun acuh saat
dipanggil namanya.
 Lambat saat belajar bicara atau tidak jelas ketika berbicara.
 Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaannya.
 Sering berbicara dengan lantang atau menyetel volume TV keras-keras.
 Memperhatikan orang lain untuk meniru sesuatu yang diperintahkan,
karena ia
tidak mendengar sesuatu yang diinstruksikan.
D. KLASIFIKASI
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi
ketunarunguan adalah sebagai berikut :
a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan
ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.
b. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan
atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
hanya sebagian.
c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau
ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
tidak ada sama sekali.
e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau
ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada
sama sekali.
Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi
ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan,
berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada
taraf penguasaan bahasa.
1. Berdasarkan sifat terjadinya
a. Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah
mengalami/menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak
berfungsi lagi.
b. Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir
diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.
2. Berdasarkan tempat kerusakan
a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-
bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli Konduktif.
b. Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar
bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris.
3. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
a. Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum
dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda
(signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun
belum membentuk system lambing.
b. Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli
setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami system
lambang yang berlaku di lingkungan.
E. KARAKTERISTIK ANAK TUNGA RUNGU
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang
khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang
terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki
karakteristik yang khas dari segi yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati
Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat
dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-
rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal
dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi
anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam
mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak
diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya
dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan
karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat
memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber
pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada
penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan
anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya
dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar
bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi.
Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat
komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak
tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu
memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat
meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak
tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh
anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang
dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari
mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan
tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan.
Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti:
egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian
mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa
banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal Sifat ini disebabkan oleh anak
tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat interaksi dengan lingkungan sekitar
yang sempit. Karena mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu
hanya melihat dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat apa
yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar sekeliling
lingkungan. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya dengan
menggunakan penglihatannya, maka aka timbul sifat ingin tahu yang besar,
seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu semakin membesarkan
egosentrismenya.
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas Perasaan takut
yang menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh kurangnya
penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan
berbahasanya yang rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu
tidak mampu menyatukan dan menguasai situasi yang baik.
3) Ketergantungan terhadap orang lain Sikap ketergantungan terhadap orang
lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan
gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta
bersandar pada orang lain.
4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan Sempitnya kemampuan berbahasa
pada anak tunarungu menyebabkan sempitnya alam fikirannya. Alam
fikirannya selamanya terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah
berkonsentrasi kepada suatu hal, maka anak tunarungu akan sulit dialihkan
perhatiannya ke hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum dialaminya.
Anak tunarungu lebih miskin akan fantasi.
5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah
Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Anak
tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya.
Perasaan anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak
nuansa.
6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung Karena banyak merasakan
kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya,
anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas
bahasa yang mereka miliki semakin mudah mereka mengerti perkataan orang
lain, namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan semakin sulit
untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu
mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.
F. ANALISIS KEKUATAN DAN HAMBATAN TUNA RUNGU
1. Kekuatan (Strength)
Berdasarkan jurnal penelitian di atas, maka kekuatan yang dimiliki oleh
seorangtunarungu adalah sebagai berikut :
a.Positive thinking (Berpikir positif)
Tuna rungu merupakan suatu kondisi kekurangan atau kehilangan
kemampuanmendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya alat-alat pendengaran. Tunarungu tidak akan pernah mendengar
pengaruh buruk dimasyarakat, baik dari interaksi social seperti cemoohan,
gosip, kata-kata kasar maupun dari pengaruh media televisi sehingga
pemikirannya tidak akanterkontaminasi. Hal ini merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh orang dengankecacatan (impairment) selain tunarungu. Selain itu,
perawat akan lebih mudahmasuk ke dalam kehidupannya.
b. Diam dan Lebih Banyak Berpikir
Tunarungu memiliki keterbatasan kosa kata dikarenakan ketidakmampuan
dalammenerima stimulus bahasa sejak masa anak. Tunarungu akan cenderung
diam.Diam merupakan kesempatan yang besar baginya untuk berpikir.
Sehingga,sebagian besar waktunya akan dihabiskan untuk memberikan
kesibukan diri seperti belajar, membaca buku, browsing, dan sebagainya. Hal
ini dapat mengasah otak kirinya yang salah satunya adalah kemampuan
matematika.
2. Hambatan
Hambatan yang dihadapi oleh seorang tunarungu adalah Sulit
berkomunikasiAsuhan keperawatan terdiri dari pengkajian sampai evaluasi.
Meskipun saat pengkajian dapat dilakukan dengan pendekatan data dari orang
terdekat, sepertiorangtua, namun saat implementasi, perawat tetap berhadapan
langsung dengan klien.

H. PENYELESAIAN MASALAH ( TINDAKAN)


I. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
1 Setelah di lakukan - Gunakan bahasa yang - Memudahkan pemahaman
tindakan keperawatan sederhana dan umum dan menghindari
selama 1x 24 jam di dalam berkomunikasi kebingungan akibat
harapkan anak dapat sehari-hari bahasa yang berubah-
menyebutkan 1-2 ubah
kosa kata dengan - Gunakan diverifikasi - Diverifikasi bahasa dapat
artikulasi yang jelas bahasa sesuai dengan di berikan jika
dengan kriteria hasil : tingkat kematangan dan kemampuan anak sudah
- Anak dapat pengetahuan anak.
menyebutkan 1-2 matang seperti setelah
kata dengan artikulasi umur 9 tahun
yang jelas - Lakukan komunikasi secara
Anak dapat komprehendif baik verbal - Komunikasi yang
memahami kata maupun non verbal komprehensif akan
sampai kalimat memperbanyak jumlah
dengan jelas stimulus yang di terima
anak sehingga akan
memperkuat memori anak
terhadap suatu kata
- Berikan;lebih banyak kosa
kata merkipun anak belum - Anak lebih suka
mampu mengucapkan mendengarkan kata-kata
dengan benar dari pada mengucapkan
2 Setelah di lakukan - Ajarkan pasien ubtuk - Sebagai komunkasi
tindakan keperawatan meminta bantuan dengan denga orang lain dalam
selama 1x 24 jam di gerakan bila perlu mencegah keadaaan
harapkan anak dan yang daurat
keluarga dapat saling - Ajarkan klien dan - Sebagai upaya menjaga
memahami keluarga pengguanaan dan mempermudah
komunikasi yang di metode alternative saat komunikasi antara
lakukan dengan anak berkomunikasi pasien dan orang lain
dengan criteria hasil: dan lingkungan
- Keluarga dapat
mengetahui apa
yang di inginkan
anak - Jelaskan kepada orang tua - Sebagai media dan
mengenai pentinggnya taktik alternative dalam
menggunkan komunikasi berkomunikasi dengan
visual atau dengan bahasa pasien atau klien
isyarat
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan adalah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara
yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan
bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam
melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap
oleh indra visualnya.

B. Saran
Kami menyarankan kepada para pembaca khususnya tenaga pendidik, agar
selalu sabar dalam mengajar dan menghadapi anak dengan gangguan
pendengaran/ bicara.
FOTO KEGIATAN KETIKA KUNJUNGAN DI SLB LUTANG (MAJENE)
DAFTAR PUSTAKA

http://darkchocolateandbeautifulrain.blogspot.co.id/2013/11/makalah-komunikasi-pada-
klien-dengan.html

http://pgdsamama.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hambatan-pendengaran-
tunarungu.html

Anda mungkin juga menyukai