Anda di halaman 1dari 2

DISKUSI SAMBIL NGOPI

Karya: Sitti Khairunnisak

Bulan memancar terang, cahayanya menghiasi langit gelap. Embun mulai datang, mendinginkan
suhu malam. Sebuah karpet lebar bin panjang, terletak diatas rerumputan hijau yang basah. Masing-
masing sibuk mempersiapkan diri. Akan ada sebuah acara kecil yang dibuat suatu kelompok dengan
mengumpulkan pemuda-pemuda dari kalangan siswa dan mahasiswa. Membahas tentang sebuah
permasalahan dan mengambil suatu kesimpulan yang bijak dan sekiranya bermamfaat kepada orang
banyak yang bisa diterapkan hingga membawa perubahan.

Satu persatu orang berdatangan, duduk bersimpuh melingkar. Pembuat acara membagikan
gelas berisi kopi untuk menemani diskusi ini.

“Kita mulai acaranya.” Perintah penasehat, setelah melihat jam ditangannya yang menunjukkan
pukul untuk segera di mulai.

Merekapun memulai acara dengan mengambil tema, “Peran pemuda untuk masa depan
kangean.” Sebuah tema yang pas untuk dibahas. Untuk mendapatkan langkah yang besar maka kita
harus memulai dalam langkah kecil.

Sebagaimana zaman sekarang, anak muda cenderung melakukan hal dengan kesenangan
hatinya tanpa peduli akan lingkungan sekitarnya. Suka akan keindahan tapi anti pada kebersihan.
Mereka bisa berkata namun enggan mewujudkannya. Sampah didepan mata, di lewati begitu saja.
Tetapi saat banjir ada, pada menyalahkan orang lain. Saling tuding menuding, marah-marah namun
pada akhirnya tiada berubah. Mengolok-olok desa yang sering terjadi banjir karena orang-orangnya
membuang sampah sembarangan. Padahal itu terjadi karena kesalahan diri kita sendiri. Sadar tidaknya
tapi itu kenyataannya.

Disana mereka semua bisa menumpahkan ide, gagasan, pendapat bahkan saran dan
pertanyaan.

“Jadi seperti ini, tempat tinggal indah dan bersih itu memang impian. Sebagaimana kita tahu
kangean, memiliki banyak tempat wisata, seperti Pasir putih, Patapan dan lainnya. Namun, yah lagi-lagi
permasalahannya adalah sampah. Pasir putih itu sudah tidak seindah dulu, karena tercemar sampah.
Seperti di Celgung, banyak tusukan basgor disana, mereka membuang seenaknya dan akhirnya melukai
kaki-kaki pengujung, lebih parahnya jika anak kecil. Orang tuanyapun marah-marah tidak jelas, padahal
dia sendiri yang membuang tusukan itu sembarangan. Apa yang harus kita lakukan jika begini. Satu
mempunyai kesadaran, tapi yang lain bodo amat.” Entah itu pertanyaan atau paparan dari suatu tempat
yang sudah tercemar akan sampah. Namun, dalam perkataan itu, ia menginginkan sebuah solusi.

“Buat tempat sampah.” Seketika tawa menggema, mendengar spontan sambungan seseorang.
Sembari menyeruput kopi, mereka melanjutkan lagi.

“Yah, hal itu terjadi karena ketiadaan tempat sampah disana. Dan keengganan untuk
mengumpulkan sampah dan membuangnya ditempat pembuangan. Saya juga pernah kesana, selain itu
banyak popok bayi juga. Yang mencemari air celgung, hingga saat saya ingin berenang selalu saja
terbentur dengan benda putih lembut itu.”

“Ide yang bagus. Tetapi kita tidak bisa untuk membuat tempat sampah yang ditaru ditempat-
tempat umum, terlalu banyak. Kita tanamkan kesadaran, sebagai pemuda sebisa mungkinlah kita
menanggulangi ini. Bukan hanya bisa mengingatkan mereka, tapi juga bekerja. Karena musim seperti itu,
mas-mas sampah disampingnya, padahal disampingnya juga ada sampah, kan bercanda dia.” Lagi-lagi
tawa menggema, mereka tidak ingin suasana tegang hingga harus menyelipkan sebuah kata candaan.

“Bahkan kalau bisa kita membuat sebuah gerakan, atau bekerja sama dengan para kepala desa.
Agar pemuda dari maisng-masing desa di kangean ini, tingkat kepeduliannya tinggi pada lingkungan.”

Mengangguk-ngangguk, ada yang saling berbisik-bisik terkait akan saran itu.

“Cerdas. Para kades pasti mempunyai program kerja tersendiri yang isinya demikian, dan bukan
masalah kan untuk kita bekerja sama demi kebaikan. Bahkan jika perlu kita adakan pertemuan dengan
para pejabat-pejabat itu. memang tugas generasi bangsa untuk melakukan perubahan tanpa suruhan.
Bukan begitu.”

“Betul.”

“Allahumma salli ala Muhammad.”

“Allahumma salli alaih.”

“Dan mari kita bersama-sama untuk melakukan perubahan. Tanpa harus mengoceh pada orang.
Mau dijadikan apa kangean kedepannya, makmur atau sebaliknya, kuncinya ada pada diri kita sendiri.”
Ucap ketua. Sudah bisa kita ambil inti permasalahan dan penanggulangan terkait akan tema kali ini yang
cenderung membahas pada sampah.

Merekapun mengakhiri diskusi malam itu dengan pembacaan sholawat. Selesai itu mereka
memulai aksinya, memungut sampah dilapangan alun-alun. Dinginnya malam yang merasup pori-pori
tubuh tak dihiraukan, demi masa depan.

Dan keesokan harinya “gerakan anti sampah” itu dilaksanakan. Memulai dari tempat-tempat
umum dan selokan-selokan kecil. Semoga berlanjut untuk kedepannya, dari desa masing-masing bisa
mewujdukan impian untuk kemakmuran pulau kangean yang pemudanya adalah orang cerdas dan
tangkas. Sedikit bicara banyak bekerja.

Sekian.

Kangean, 08-maret-2020
Dewa Sembilan
Ma. Al-hidayah

Anda mungkin juga menyukai