Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pengertian Tunarungu ................................................................................ 4
B. ciri ciri tuna runrungu ............................................................................. 4
C. Klasifikasi Ketunarunguan ......................................................................... 5
D. penyebab tunarungu .................................................................................... 7
E. Mengidentifikasi asesmen dan intervensi dini ........................................... 9
F. komunikasi untuk tunatungu ...................................................................... 10
G. metode pembelajaran .................................................................................. 11
H. patofisiologi ................................................................................................ 14
I etilogi ................................................................................................... 15
J. manifestasi klinik .............................................................................. 15
A. Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang dikategorikan luar biasa
yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya sehingga memberikan dampak negatif
bagi perkembangannya, terutama dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun
demikian, mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam
memperoleh layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah mulai
menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu yang belajar di
sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh layanan yang memadai karena para guru
biasa umumnya tidak dibekali dengan keilmuan tentang siapa dan bagaimana layanan
pendidikan bagi anak tunarungu.Untuk menjamin bahwa anak tunarungu yang berada di
sekolah biasa, termasuk di SD biasa mendapat layanan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristiknya maka para guru seyogianya mempunyai wawasan tentang karakteristik dan
kebutuhan pendidikan anak tunarungu.
Uraian di atas menjadi dasar bagi kami untuk melakukan observasi ke SLB guna
mengetahui layanan pendidiakan bagi anak tunarungu secara langsung.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian anak tunarungu?
2. Apa ciri ciri tunarungu ?
3. Bagaimana klasifikasi ketunarunguan?
4. Bagaimana penyebab tunarungu ?
5. komunikasi untuk tunarungu?
6. metode pembelajaran anak tunarungu ?
7.
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka dapat diketahui tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TUNARUNGU
Istilah tunarungu diabil dari kata tuna dan rungu, tuna artinya kurang dan rungu
artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau
kurang mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu.
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupannya secara kompleks.
Menurut Donald F. Morees (1978:3) dalam Murni Winarsih (2007), mendefinisikan
tunarungu sebagai berikut:
Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that may range in
severty from mild to profound it concludes hearing disability preclude succesfull
processing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard
of hearing is one who generally with use of hearing aid, hs residual hearing sufficient to
enable succesfull processing og linguistic information through audition.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa tunrungu adalah suatu istilah umum
yang menunjukan kesulitan mendengar atau tuli yang memiliki kehilangan pendengaran.
B. CIRI-CIRI TUNARUNGU
a) Dalam segi fisik:
1) Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk.
Hal ini disebabkan terutama terhadap alat pendengaran.
2) Gerakan matanya cepat agak beringas.
Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di
sekelilingnya.
3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal.
Hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat.
4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.
b) Ciri khas dari segi intelegensi
Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun
disamping itu ada faktor faktor lain yang dapat diabaikan. begitu saja seperti
kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor dari
perkembangan anak.
c) Ciri ciri dari segi sosial
1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat.
2) Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil
3) Kurang menguasai irama gaya bahasa.
d) Ciri Ciri khas dari segi emosi
Kekurangan bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan
siswa tuna rungu akan menafsirkan sesuatu negative atau salah dalam hal
pengertiannya. Hal ini disebabkan karena tekanan pada emosinya
C. KLASIFIKASI TUNARUNGU
1. 0 db : Menunjukan pendengaran yang optimal
2. 0 26 db : Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
3. 27 40 db :
Mempunyai kesulitan mendengar bunyi bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan
terapi bicara .
( tergolong tunarungu ringan )
4. 41 55 db :
Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,
membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
( tergolong tunarungu sedang )
5. 56 70 db :
Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa
pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat
Bantu dengar serta dengan cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat )
6. 71 90 db :
Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang kadang
dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif,
membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.
( tergolong tunarungu berat )
7. 91 db :
Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak
bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses
menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong
tunarungu berat sekali )
D. PENYEBAB TUNARUNGU
G. Metode pembelajaran
Berikut metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada anak tunarungu,
yaitu (Kurnaeni : 2011) :
1. Belajar Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Belajar melalui membaca ujaran adalah belajar dimana anak dapat memahami
pembicaraan orang lain dengan membaca ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan
tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir. Di antara 50%
lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang
mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama
sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini
sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa.
Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan
yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai
bunyi-bunyi yang tersembunyi itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal
biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan
bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir
lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini.
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued
speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi
membaca ujaran (speechreading).
2. Belajar Melalui Pendengaran.
Belajar melalui pendengaran dimana individu tunarungu dari semua tingkat
ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu
dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat
yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat
pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan
speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian
elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ
pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut
dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan
rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf
pendengaran.
Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang
dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat
untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur
sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang
ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang
diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini
adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam
kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat
memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di
samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar
yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan
baterai dan earmould yang tidak cocok.
3. Belajar secara Manual
Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi
manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah
mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Komunikasi manual
dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada
tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan
bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat
yang eksklusif. Komponen bahasa isyarat meliputu:
a. Abjad jari ( finger spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari
tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan angka.
b. Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap
tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang
dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
c. Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional
yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau daerah
tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Bahasa isyarat alamiah
2) Bahsa isyarat konseptual
d. Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya
menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang sama persis dengan
bahasa lisan.
Ketiga metode pengajaran di atas dapat digabungkan dengan metode pembelajaran
yang sama dengan sekolah umum, contohnya metode tanya jawab, demonstrasi,
dan sebagainya.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum
menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini
dapat dipenuhi, yaitu:
a. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak
tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki
bahasa yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi
dan mampu berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak
tunarungu mampu mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa
harus menjadi penonton di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak
tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan
memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru.
b. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus
memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika
guru pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan
bidang kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas
inklusi.
c. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat
mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang
diberikan dapat dipahami dengan mudah.
d. Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak
tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip
intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
e. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan
anak berkebutuhan khusus.
H. Patofisiologi Kehilangan Pendengaran
1) Kehilangan konduktif biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi
serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada
keadaan seperti itu, hantaran suara efisien melalui udara ke telinga dalam
terputus..Jenis kedua,kehilangan sensoris melibatkan kerusakan koklea atau saraf
vestibulokoklear.
2) kehilangan sensoris melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain
kehilangan konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran
campuran begitu juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan
suara campuran mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat
disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fungsional (atau
psikogenik) bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural
mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan
emosional.
Tanda awal kehilanagan pendengaran bisa meliputi tinikus,peningkatan
ketidakmampuan mendengar pada pertemuan kelompok dan perlu mengeraskan
volume televisi,literatur (paparella et al,1991) menyatakan bahwa 25% orang berusia
antara 65 dan 74 tahun dan 50% orang berusia diatas 75 tahun mengalami kesulitan
pendengaran penyebabnya tidak diketahui dan hubungannya dengan
diet,metabolisme,arteriosklerosis,stress,dan keturunan tidak konsisten.
Faktor lain yang mempengaruhi pendengaran pada populasi manusia seperti
pemajanan sepanjang hidup terhadap suara keras (mis.senjata api,mesin berat,gergaji
mesin),beberapa obat seperti aminoglikposida dan bahkan aspirin mempunyai efek
ototoksik karena gangguan ginjal dapat menyebabakan pelambatan ekskresi obat pada
manusia.Banyak manula menelan auinin untuk mengatasi kram tungkai,yang dapat
mengakibatkan hilangnya pendengaran faktor psikogenik dan proses penyakit lainnya
(mis.diabetes) juga sebagian dapat menimbulkan kehilangan pendengaran
sensorineiural.
I. ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam
saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif) yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf Pendengaran di otak
(penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a) Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga
dalam.
b) Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan
Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a) Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b) Infeksi virus pada telinga dalam
c) Obat-obatan tertentu
d) Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a) Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya dan
batang otak
b) Infeksi
c) Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d) Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a) Gondongan
b) Campak jerman (rubella)
c) Meningitis
d) Infeksi telinga dalam.
J. Manifestasi klinik
1. Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :
Pseudomonas Aeruginosa
Streptococcus
Staphylococcus
Aspergillus
2. Allergen eksternal berupa:
Kontak dengan kosmetik
Hair spray
Earphone
Anting anting
Hearing aid (Alat bantu mendengar)
BAB III
A. Kekuatan (strength)
Berdasarkan makalah kami, maka kekuatan yang dimiliki seorang tunarungu adalah
sebagai berikut :
a) Positif thingking (berfikir positif )
Tuna rungu merupakan suatu kondisi kekurangan atau kehilangan kemapuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat- alat
pendengaran.tunarungu tidak akan pernah mendengar pengaruh buruk di
masyarakat, baik dari interaksi social seperti cemohan, gossip, kata- kata kasar
maupun dari pengaruh media televisi sehingga pemikiranya tidak akan
terkontaminasi. Hal ini merupakan kekuatan yang di miliki oleh orang dengan
kecacatan (impairment) selain tunarungu. Selain tiuy, perawat akan lebih mudah
masuk kedalam kehidupanya
b) Diam dan lebih lebih banyak berfikir. tunarungu memiliki kosa kata di karenakan
ketidakmampuan dalam menerima stimulus bahasa sejak masa anak. Tunarungu
akan cenderung diam. Diam merupakan kesempatan yang besar baginya untuk
berfikir. Sehingga, sebagian besar waktunya akan di habiskan untuk meberikan
kesibukan diri seperti belajar, membaca buku, browsing, dan sebagainya. Hal ini
dapat mengasah otak kirinya yang salah satunya kemampuan matematika.
B. Hambatan
Hambatan yang di hadapi oleh seorang tuna rungu adalah sulit berkomunikasi.
Keperawatan terdiri dari pengkajian sampai evaluasi. Meskipun saat pengkajian dapat di
lakukan dengan pendekatan data dari orang terdekat, seperti orang tua, namun
implementasi perawat tetap berhadapan langsung dengan klien. Solusi yang dapat
dilakukan adalah pelatihan khusus bagi perawat agar mampu.
C. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK TUNARUNGU
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan anomaly kongenital,
harapan yang tidak terpenuhi.
b. Isolasi social : menarik diri berhubungan dengan perlambatan dalam
pemenuhan tugas perkembangan dan perilaku atau nilai social yang tidak
di terima
2. INTERVESI KEPERAWATAN
1. Diagnose kep 1 : Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan
anomaly kongenital, harapan yang tidak terpenuhi.