Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu keluarga masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencangkup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan
kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien (Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009,
akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak
1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui
penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk
mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan
mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang
disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah
Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing
jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing
jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia,
penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika
Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas
subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki
periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk
Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat
ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan
daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik
perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey
pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten
sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui
pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena
nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.
(chairufatah,alex.2009)
WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of lympatic filariasis as a
public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan misal
dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus
klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya.
Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5
kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apa tidak
ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena
itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan
dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis
ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan filariasis.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Penyakit Filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit filariasis.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien dengan penyakit
filariasis.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
e. Mahasiswa mampu melakukan Implementasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit
filariasis.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan
penyakit filariasis.

D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan kasus filariasis.
2. Bagi Akademik
a. Sebagai referensi tambahan dalam proses pembelajaran khususnya blok imun dan hematologi.
b. Sebagai motivasi awal untuk melakukan penelitian khususnya dalam sistem imun dan hematologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI


1. Anatomi Sistem Imun dan Hematologi
a. Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya sangat besar dan akan
mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada masa puber. Kelenjar ini mengatur daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang dewasa sel T dibentuk dalam sumsum tulang akan tetapi
proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. 90-95% dari seluruh sel timus akan mati dan
hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan timus masuk kedalam sirkulasi darah. Hormon timosin
dapat ditemukan dalam peredaran darah dan dapt berperan terhadap diferensiasi sel T di
perifer.(radji,maksum.2010)
Menurut pengamatan biologis, timus tampak seperti organ biasa tanpa suatu fungsi khusus. Namun
demikian, jika dikaji secara rinci, pekerjaannya sangatlah menakjubkan. Di dalam timuslah limfosit
mendapat semacam pelatihan.
Pelatihan berupa transfer informasi, yang dapat dilaksanakan terhadap makhluk hidup yang memiliki
tingkat kecerdasan tertentu. Jadi ada suatu poin penting yang perlu disebutkan di sini. Yang memberikan
pelatihan adalah segumpal daging, yaitu timus, dan yang menerimanya adalah suatu sel yang amat kecil.
Menurut analisis terakhir, keduanya adalah makhluk hidup yang tidak memiliki kesadaran akan hal ini.
.(yahya,harun.2011)
Di akhir, limfosit dilengkapi dengan kumpulan informasi yang sangat penting. Mereka mempelajari cara
mengenali karakteristik khusus sel tubuh. Dapat dikatakan bahwa limfosit diajarkan mengenai identitas
sel-sel di dalam tubuh. Terakhir, sel-sel limfosit meninggalkan timus dengan bermuatan informasi.
Dengan demikian, ketika limfosit bekerja dalam tubuh, mereka tidak menyerang sel-sel yang
identitasnya pernah diajarkan, melainkan hanya menyerang dan membinasakan sel-sel lainnya yang
bersifat asing. .(yahya,harun.2011)
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang belum berkembang
sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian,
pada tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem
pertahanan kita. Setelah hal ini dipahami, para evolusionis itu beralih mengemukakan teori yang sangat
berlawanan mengenai organ yang sama. Mereka mengklaim bahwa timus tidak eksis sebelumnya, dan
berasal dari evolusi yang bertahap. Mereka masih tetap mengatakan bahwa timus terbentuk melalui
periode evolusi yang lebih panjang dibanding banyak organ lainnya. Akan tetapi, tanpa timus, atau
tanpa timus yang telah tumbuh dan berkembang sempurna, sel-sel T tidak akan pernah belajar
mengenali musuh, dan sistem pertahanan tidak akan berfungsi. Seseorang tanpa sistem pertahanan
tidak akan hidup.(yahya,harun.2011)
b. Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel induk. Jika sel induk
membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah yang belun matang dan sel darah putih
atau sel yang membentuk trombosit.. kemudian jika sel imatur membelah akan menjadi matang dan
pada akhirnya menjadi sel darh merah, sel darah putih atau trombosit.(radji,maksum.2010)
Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jjika kandungan
oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel darah merah berkurang ginjal akan menghasilkan dan
melepaskan eritropoetin. Sumsum tulang memebentuk dan melepaskan lebih banyak sel darah putih
sebagai respon terhadap infeksi dan lebih banyak sel darah merah, secara normal sumsum tulang akan
memberikan respon dengan membentuk lebih banyak retikulosit.(radji,maksum.2010)
c. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua bagian:
pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp
merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna
merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit
dan rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Limpa mengandung sejumlah besar makrofag (sel pembersih). Makrofag menelan dan mencernakan sel
darah merah dan sel darah lainnya yang rusak dan tua, serta bahan-bahan lain yang dibawa darah ke
limpa. Ada satu sistem daur ulang kimiawi yang sangat penting di sini. Sel makrofag di dalam limpa
mengubah protein hemoglobin, yang ditemu-kan dalam komposisi sel darah merah yang ditelannya,
menjadi bilirubin, yaitu pigmen empedu. Kemudian bilirubin ini dikeluarkan ke sirkulasi vena dan dikirim
ke hati. Dalam bentuk ini ia dapat saja dikeluarkan dari tubuh bersama-sama empedu. Akan tetapi,
molekul besi dalam bilirubin yang akan dibuang ini merupakan bahan langka yang sangat berharga untuk
tubuh. Oleh karena itu zat besi ini diserap kembali di bagian tertentu usus halus. Dari sana, zat besi ini
mula-mula menuju ke hati lalu ke sumsum tulang. Di sini, tujuannya adalah untuk membuang bilirubin
yang merupakan bahan berbahaya, sekaligus untuk memperoleh kembali zat besi.(yahya,harun.2011)
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah merah dan
trombosit). Kata "menyimpan" mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa
yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat
untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah
merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu penyakit juga memungkinkan
memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar.
Saat terjadi infeksi yang disebabkan oleh mikroba atau ada penyakit lainnya, maka tubuh menyiapkan
serangan bela diri dari musuh, men-dorong sel-sel prajurit untuk menggandakan diri. Pada saat-saat
seperti ini limpa menambah produksi limfosit dan makrofag. Jadi, limpa juga berpartisipasi dalam
"operasi darurat" yang dilancarkan saat penyakit akan membahayakan tubuh. (yahya,harun.2011)
d. Nodus getah bening : limfa
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang tersebar di
seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat
menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem limfatik dan kantor-kantor polisi adalah
nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk kemanfaatan bagi umat manusia.
Sistem ini terdiri atas pembuluh limfa-tik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di
beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan
berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di
dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.(yahya,harun.2011)
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik menyebar di
seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan
getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan kontak ini membawa serta
informasi mengenai jaringan tadi. Infor-masi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh
limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan diteruskan ke nodus limfa
melalui cairan getah bening. (yahya,harun.2011)
Sistem limfatik tersusun atas serangkaian pembuluh yang menyebar keseluruh tubuh. Pembuluh
tersebut bermula dari kapiler limfa yang mengalirkan plasma tak terabsorbsi dari rongga jaringan .
kemudian bergabung menjadi pembuluh limfa, yang pada gilirannya melintasi nodus limfa dan akhirnya
mengosongkan diri ke duktus torasikus besar dan bergabung dengan vena jugularis disisi kiri leher. Limf
adalah cairan yang terdapat dalam pembuluh limfaaliran limfa tergantung pada kontraksi intrinsik
pembuluh limfa, kontraksi otot, gerakan respirasi dan gravitasi. (smeltzer,bare,2000)
Kelenjar limfe berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10-15 mm. Kelenjar limfe yang disebut
juga getah bening merupakan cairan dengan susunan lisis hampir sama dengan plasma darah dan cairan
jaringan. Perbedaannya adalah dalam cairan limfe banyak mengandung sel limfosit, tidak mengandung
CO2, mengandung sedikit O2. cairan limfe ini berasal dari cairan jaringan yang masuk melalui proses
filtrasi ke dalam saluran kapiler limfe dan seterusnya akan masuk kedalam sistem peredaran darah
melalui vena. Fungsi kelenjar limfe adalah menaring cairan limfe dari bahan-bahan asing, pembentukan
limfosit, membentuk antibodi dan menghancurkan mikro-organisme. (radji,maksum.2010)
e. Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena dan sebagian
meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam ruang-ruang jarinagn. Susunan
pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena merupakan saluran antara darah dan jaringan
dimana terdapat zat-zat koloid.
Garam elektrolit tidak dapat masuk kedalam kapiler darah akan tetapi masuk melalui kapiler-kapiler
saluran limfe. Struktur limfe serupa dengan vena kecil akan tetapi lebih banyak katup. Pembuluh kapiler
limfe yang terkecil,lebih besar daripada pembuluh kapiler darah dan terdiri dari selapis endotelium.
(radji,maksum.2010)
Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan kumpulan pembuluh
limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri, bagian perut anggota gerak bagian bawah
dan alat-alat dalam rongga perut.
2. Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari kepala kanan, leher
kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara pada vena kava subklavia dektra.
Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan menghasilkan antibodi.( radji,maksum.2010)

2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi


a. Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah semua hal
yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan sitokin/kemokin.Fungsi utama
sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat
meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan
asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan spesifik.
b. Imunitas Non Spesifik
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol dan
mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik untuk
mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan
sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.
c. Komponen-komponen yang Berperan dalam Sistem Imun
1) Komponen Sistem Imun Spesifik
Barier Sel Epitel
Sel epitel yang utuh merupakan barier fisik terhadap mikroba dari lingkungan dan menghasilkan peptida
yang berfungsi sebagai antibodi natural. Didalam sel epitel barier juga terdapat sel limfosit T dan B,
tetapi diversitasnya lebih rendah daripada limfosit T dan B pada sistem imun spesifik. Sel T limfosit
intraepitel akan menghasilkan sitokin, mengaktifkan fagositosis dan selanjutnya melisiskan
mikroorganisme. Sedangkan sel B limfosit intraepitel akan menghasilkan IGM.(urrahman,zhiya.2010)
2) Neutrofil dan Makrofag
Ketika terdapat mikroba dalam tubuh, komponen pertama yang bekerja adalah neutrofil dan makrofag
dengan cara ingesti dan penghancuran terhadap mikroba tersebut. Hal ini di karenakan makrofag dan
neutrofil mempunyai reseptor di permukaannya yang bisa mengenali bahan intraselular (DNA),
endotoxin dan lipopolisakarida pada mikroba yang selanjutnya mengaktifkan aktifitas antimikroba dan
sekresi sitokin.
3) NK Sel
NK sel mampu mengenali virus dan komponel internal mikroba. NK sel di aktifasi oleh adanya antibodi
yang melingkupi sel yang terinfeksi virus, bahan intrasel mikroba dan segala jenis sel yang tidak
mempunyai MCH class I. Selanjutnya NK sel akan menghasilkan porifrin dan granenzim untuk
merangsang tterjadinya apoptosis. .(urrahman,zhiya.2010)

B. FILARIASIS

Gambar 1. Penyakit filariasis


1. Definisi
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit
nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria
di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang
kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila
tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan
dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)
2. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat
dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat.
b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat.
c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat, kulit
menjadi tebal.
d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).
(T.Pohan,Herdiman,2009)

3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia
Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah
bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam
superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh
manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah
terutama malam hari.

Gambar 2 cacing filaria


Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor
filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus:
mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.
- W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus
- W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
- B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
- B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya.Di Indonesia
semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar
luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :


- Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
- Ukuran 55 100 mm x 0,16 mm
- Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
- Berkembang secara ovovivipar
Mikrofilaria :
- Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu
- Mempunyai sarung. 200 600 X 8 um
Faktor yang mempengaruhi :
- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector
- lingkungan social ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
(Witagama,dedi.2009)

a. Daur hidup filariasis


Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit ,
Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial ekonomibudaya)
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3
hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria
akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir
semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak
sebagai hospes reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk, beberapa jam
setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju
pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing
dewasa jantan dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di
saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran limfe aksila ), dan
untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda
spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/mikrofilaria ) dalam
jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya,
menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh
saluran limfe masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini
terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Pada saat siang
hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di
jaringan pembuluh darah paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga
sebagai bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu pula
kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih rendah saat malam hari
berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk,
dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva
stadium 3 dalam waktu 10 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia,
rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh
W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut
sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex
spp., Aedes spp. dan Mansonia spp.
Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic sehingga merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama
dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan kasus
limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis) yang disebabkan oleh peningkatan
populasi penderita di per-kotaan akibat urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut.
(Witagama,dedi.2009)
Tabel 1 Berbagai karakteristik penyebab filariasis dan manifestasi klinis utama yang ditimbulkannya.
Spesies Penyebaran Vektor Tempat hidup cacing dewasa Tempat hidup mikrofilaria Manifestasi klinis
utama
Wuchereria bancrofti Negara Tropis Nyamuk Saluran limfe Darah Limfangitis
Elefantiasis
Hidrokel

Brugia malayi AsiaSelatan,Timur, dan Tenggara Nyamuk Saluran limfe Darah Limfangitis
Elefantiasis

Brugia timori
Di beberapa pulau di Indonesia Nyamuk
Saluran limfe
Darah
Limfangitis
Elefantiasis

Loa-loa
Afrika Tengah dan Barat
Chrysops spp.
Jaringan ikat
Darah
Calabar Sweeling
Onchorcerca valvulus Afrika,Yaman, Amerika Tengah dan Selatan Simulium spp. Kulit Kulit Dermatitis,
nodula,lesi mata

Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah. Perbedaan B. timori
dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah biru, sedangkan B. malayi berwarna pink,
selain itu terdapat pada cephalic space dimana B. timori 3:1, sedangkan B. malayi 2:1.

Tabel 2. perbedaan b brancofti dan b malayi.


4. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa dan
nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing
dewasa akan menghasilkan produk produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa
sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde
tersebut maka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit mengaktifkan sel T
terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF . Sitokin - sitokin ini akan
menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator
proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE.
IgE yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga
timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan
reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan
mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh
limfe yang dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan yang
kronis. (harun,riyanto.2010)

5. Pathway / WOC
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik dengan
konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis
yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang
dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas
kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat
dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang memerlukan
waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi
mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala
klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang biasanya berkisar
antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise. Kelenjar
yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada
stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat
yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering
terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama
dengan limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi
beberapa kali dalam setahun.

Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis paling sering mengenai
kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd.
Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki.
Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun
sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah,
membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat ditemukan mikrofilaria.
Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah
dada, dengan ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi
tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan.
Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran pembesaran ektremitas
umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya. (Witagama,dedi.2009)

7. Komplikasi
a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antaralapisan parietalis
dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang
adadan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu
karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan
limfe ke dalam saluran kemih. (T.Pohan,Herdiman.2009)

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam
menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan
tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan darah kapiler
jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari
mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan
memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif
akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia
asimtomatik.
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala
menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis
diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi
dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit
tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O.
gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New
Guinea. (Marty,Aileen,M.2009)

9. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis bancrofti
maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak
ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara.
Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh,
persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma.
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien,
hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis
pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi
samping lokal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi
sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.(Harun,riyanto.2010)
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk
menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan.
Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan
dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi efek
samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral sesudah makan malam,
diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih.
DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit
berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada occult filariasis
dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut, limfedema, chyluria
dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan
sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010)
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di daerah
pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan
sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan
kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi
bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu
dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah
yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan
prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda
pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat. 1. Dosis standar Dosis
tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan untuk filariasis brugia selama
10 hari. 2. Dosis bertahap Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia
kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis bancrofti dan pada
hari 5-17 untuk filariasis brugia. 3. Dosis rendah Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun,
1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu. (Marty,Aileen,M.2009) 10.
Pencegahan ` Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara
pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor. Pemberantasan
filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan: 1. Menurunkan Acute Disease Rate
(ADR) menjadi 0% 2. Menurunkan microfilarial (mf) rate menjadi < 5% 3. Mempertahankan Chronic
Disease Rate (CDR) Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada
penularan dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada: 1. Daerah endemis lama
dengan mf rate > 5%
2. Daerah endemis lama dan baru yang merupakan daerah pembangunan, transmigrasi, pariwisata dan
perbatasan
Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan penyuluhan. Pengobatan
merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan filariasis, yang akan menurunkan ADR dan mf rate.
Di suatu daerah yang diperkirakan endemik filariasis, perlu diselenggarakan suatu surveilans
epidemiologis. Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu diperiksa untuk menentukan Acute
Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal dilakukan bila ADR > 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan
pengobatan selektif dilakukan bila ADR = 0%, dan mf rate < 5%. (Marty,Aileen,M.2009)

Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:


1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. Anopheles : residual indoor spraying
b. Aedes : aerial spraying
2. Pemberantasan jentik nyamuk
a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan saluran air
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b. Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan sehingga terbentuk
sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan filariasis.
Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis,
dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas,
bersedia diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk.. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun,
dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria.
(Marty,Aileen,M.2009)
1.1 Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan
biopsikososial dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat
baik sakit maupun sehat yang mencankup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan
dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien.
(Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009,
akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak
1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui
penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk
mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan
mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang
disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah
Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing
jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing
jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia,
penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika
Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas
subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki
periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk
Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat
ditemukan di daerah-daerah rural. (Riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, dan bila tidak dapat pengobatan
daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik
perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey
pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten
sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui
pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena
nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.
(Chairufatah,alex.2009)
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apabila tidak
ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena
itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan
dari fakta inilah maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis.
(Riyanto, harun.2005)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
penyakit filarisis.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada psien dengan penyakit filarisis.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien dengan penyakit.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
filarisis.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada pasien
dengan penyakit filaris
Penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian
pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1500 oleh
masyarakat, dan mulai diselidiki lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran,
gejala serta upaya mengatasinya. Baru tahun 1970 obat yang lebih tepat untuk mengobti filarial
ditemukan(7). Di Indonesia filariasis telah tersebar luar hamper di semua provinsi, berdasarkan
laporan survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231
kabupaten di 26 Provinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10273 orang yang
tersebar di 373 Kabuparen / Kota di 33 Provinsi (8).

Filariasis merupakan salah satu penyakit yang termasuk endemis di Indonesia. Seiring dengan
terjadinya perubahan pola enyebaran penyakit di negara-negara sedang berkembang, penyakit
menular masih berperan sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian. Salah satu penyakit
menular adalah penyakit kaki gajah (Filariasis). Penyakit ini merupakan penyakit menular
menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di dalam tubuh manusia cacing filaria hidup di
saluran dan kelenjar getah bening(limfe), dapat menyebabkan gejala klinis akut dan gejala kronis.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk. Akibat yang ditimbulkan pada stadium lanjut
(kronis) dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidupnya berupa pembesaran kaki (seperti
kaki gajah) dan pembesaran bagian bagian tubuh yang lain seperti lengan, kantong buah zakar,
payudara dan alat kelamin wanita

Pada tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa penyakit kaki
gajah dapat di eleminasi dan dilanjutkan pada tahun 1997 World Health Assembly membuat
resolusi tentang eliminasi penyakit kaki gajah dan pada tahun 2000 WHO telah menetapkan
komitmen global untuk mengeliminasi penyakit kaki gajah (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the year 2020).

Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889.
Berdasarkan rapid mapping kasus klinis kronis filariasis tahun 2000 wilayah Indonesia yang
menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Nusa
Tenggara Timur dengan jumlah kasus masing-masing 1908 dan 1706 kasus kronis. Menurut
Barodji dkk (1990 1995) Wilayah Kabupaten Flores Timur merupakan daerah endemis penyakit
kaki gajah yangdisebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia timori. Selanjutnya
oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi. Di Kalimantan oleh
Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk (1981) Sedangkan penyebab
penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra tersebut adalah dari
spesies Brugia malayi.

Selain ke tiga wilayah kepulauan tersebut diatas sebagaimana yang termuat didalam modul
eleminasi penyakit kaki gajah yang di terbitkan oleh Depkes. RI melalui Ditjen PPM &
PLDirektorat P2B2 Subdit Filariasis dan Schistosomiasis (2002) endemisitas kejadian filariasis
juga terdapat dibeberapa propinsi lainya di Indonesia, diantaranya Kabupaten Bekasi Propinsi
Jawa Barat, Kabupaten Pekalongan Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Lebak Tangerang Propinsi
Banten, Batam Propinsi Riau, Lampung Timur Propinsi Lampung, Mamuju Propinsi Sulawesi
Selatan, Donggala Propinsi Sulawesi Tengah, Kab. Pontianak Propinsi Kalimantan Barat,
Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah, dan Kota Baru Propinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Harijani AM. (1981) ditemukan Brugia malayi di Kalimantan Selatan bersifat Zoonosis
karena dari penangkapan berbagai binatang, kucing, monyet daun mengandung Brugia malayi
stadium dewasa dan vektornyadapat menggigit baik manusia maupun hewan.

Anda mungkin juga menyukai