Anda di halaman 1dari 19

BIMBINGAN BAGI MURID TUNA

CAKAP BELAJAR

MAKALAH

Disusun Oleh:

Ayuk Rismaya Putri 292015056


Suryo Ardianto 292015060
Maryani 292015063
Dimas Anjar Kisworo 292015067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2015 / 2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
BAB II BIMBINGAN BAGI MURID TUNA CAKAP BELAJAR
A. Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar.............................................................................. 3
B. Jenis – Jenis Tuna Cakap Belajar...................................................................................... 5
a. Minimal Brain Dysfunction........................................................................................ 5
b. Aphasia........................................................................................................... 6
c. Dyslexia......................................................................................................... 7
d. Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik......................................................... 7
C. Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar.......................................................................... 7
a. Aspek Kognitif............................................................................................................ 8
b. Aspek Bahasa.............................................................................................................. 8
c. Aspek Motorik............................................................................................................. 8
d. Aspek Sosial dan Emosi.............................................................................................. 9
D. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar............................................... 10
a. Kerusakan Otak........................................................................................................... 11
b. Faktor Gangguan Emosional....................................................................................... 11
c. Faktor “pengalaman”................................................................................................... 11
E. Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya.................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Simpulan..................................................................................................................... 18
B. Penutup................................................................................................................... 18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada setiap kelas di sekolah dasar tidak jarang dijumpai murid – murid yang mengalami tuna
cakap belajar (berkesulitan belajar) baik dalam membaca, menulis dan berhitung. Mereka dapat
dikategorikan sebagai kelompok populasi yang khusus yang menuntut layanan bimbingan yang
khusus pula.
Ketunacakapan belajar murid yang dijumpai di SD akan banyak tergantung kepada jenis,
karateristik serta faktor – faktor yang melatarbelakanginya.
Peran dan tugas secara operasional di SD sebagai pengajar juga memberikan layanan bimbingan
layanan bimbingan khususnya terhadap murid – murid yang mengalami tuna cakap belajar. Teknik
bantuan yang diberikan meliputi cara mengajar dan cara mengaevaluasi serta layanan bimbingan
yang dapat dikembangkan secara terpadu dengan proses pembelajaran baik dengan teknik layanan
remidiasi maupun teknik layanan kompetensi serta upaya pencegahannya (preventif).
B. Tujuan
1. Memperoleh pemahaman konseptual tentang pengertian murid tuna cakap belajar (berkesulitan),
jenis – jenis serta karakteristiknya.
2. Mampu mengidentifikasi dan mengemukakan faktor – faktor yang dapat menimbulkan
ketunacakapan, belajar murid sesuai dengan jenis dan karrakteristik yang dihadapi murid itu
sendiri.
3. Terampil dalam memahami kebutuhan akan layanan bimbingan bagi anak tuna cakap belajar
dan merumuskan alternatif teknik layanan remediasi serta upaya pencegahannya (preventif).

2
BAB II
BIMBINGAN BAGI MURID TUNA CAKAP BELAJAR

A. Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar


Pengertian tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung belum masyarakat, karena
istilah yang sudah lazim digunakan dalam pendidika di Indonesia adalah murid yang mengalami
kesulitan belajar dengan sebutan anak “berkesulitan belajar”.
Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatan “identik”. Meskipun jika dilihat dari faktor
yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung lebih bersifat internal (faktor yang berasal dari
dalam diri anak). Namun karena sama – sama menunjukkan ketidakmampuan di dalam belajar,
maka kedua istilah tersebut cenderung sama. Tuna cakap belajar (berkesulitan belajar) sebagai
terjemahan dari learning disabilities.
Dan dalam uraian berikutnya akan merujuk kepada pembahasan tentang learning disabilitie.
Istilah yang digunakan untuk menyebut murid berkesulitan belajar (tuna cakap belajar) cukup
belajar. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda – beda, seperti
dikemukakan berikut.
a. Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah educationally handicapped.
Digunakan istilah ini karena murid – murid ditinjau mengalami dalam mengikuti proses
pendidikan, sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan
bentuk dan deraajat kesulitannya. Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya
berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya tetapi juga dalam strategi atau pendekatan
bantuannya. (Hallahan dan Kauffman, 1991).
b. Bidang medis menyebutnya dengan brain injured, minimal brain dyshfunctio, alasannya
karena dari hasil deteksi secara medis anak – anak tuna cakap belajar mengalami
penyimpangan dalam perkembangan otaknya, yang diakibatkan adanya masalah pada saat
persalinan atau memang sejaak lahir mengalami penyimpangan. Penyimpangan
perkembangan otak biasanya tidak menimbulkan kelainan struktural, akan tetapi
penyimpangan tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi pada otak.
c. Kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language disorder, karena anak – anak
tuna cakap belajar cenderung mengalami gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa yang
dimaksud meliputi berbahasa ekspresif yang kemampuan mengemukakan atau peresaan
secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap ide atau menangkap
perasaan orang lain yang disampaikan secara lisan.
Jika Anda perhatikan gambar di atas yaitu tentang contoh tulisan tangan seorang murid, mungkin
kita berpikir tulisan itu dibuat oleh seorang murid berusia 6 tahun yang belum memiliki kemampuan
koordinasi yang baik. Kenyataannya, tulisan tadi adalah tulisan seorang anak berumur 10 tahun.

3
Dalam riwayat hidupnya tidak ada bukti bahwa ia mengalami kelainan kelahiran atau gangguan lain
pada masa kanak – kanak yang dapat mempengaruhi menulisnya. Kemampuan baca ia pun tidak
lebih baik dari kemampuan menulisnya, kemampuan membaca dai seperti kemampuan anak berusia
6 tahun.
Apakah ia termasuk seorang anak yang mengalami keterbelakangan mental? Jawabannya tidak.
Dalam kenyataannya, ia menunjukkan kemampuan yang cemerlang dalam matematikadan dia
memiliki skor tinggi, yakni 120 dalam tes intelegensi. Apakah ia mengalami ketidakstabilan emosi
yang akan mengganggu kemampuan membacanya? Mungkin ya, akan tetapi dia termasuk anak
yang disukai para guru dan teman – temannya. Orang tuanya melaporkan bahwa ia mampu bergaul
dengan orang lain tanpa mengalami dan menunjukan gejala atau gejala – gejala adanya gangguan.
Kasus di atas menunjukkan bahwa ia bukan seorang murid terbelakangan mental, bukan juga
mengalami gangguan emosional, dan bukan terkena gangguan kelainan. Ia adalah seorang murid
yang mengalami murid yang mengalami tuna cakap belajar. Tuna cakap belajar adalah seorang
learning disabled.
Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang learning disabilities yang dikemukakan
oleh para ahli. Samuel Kirk (1971) mengemukakan definisi learning disabilities adalah murid yang
tidak digolongkan kepada kategori di bawah normal (keluarbiasaan), namun mereka yang
mengalami kelemahan dalam berbicara perseptual – motorik (berbahasa), persepsi visual dan
auditory. Dengan kata lain adalah mereka yang mengalami kelemahan dalam kemampuan
perseptual – motorik tertentu. Sehingga padaa saat mulai mempelajari mata – mata pelajaran dasar,
cenderung mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
Adapaun pengertian tentang murid berkesulitan belajar (tuna cakap belajar), dijelaskan oleh
Canadian Association for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) adalah mereka
yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk normal,
sedikit normal, atau sedikit dibawah norma. Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal
otak (DMO) yang terjadi karena penyimpangan perkembangan otak yang dapat terwujud dalam
berbagai kombinasi gejala gangguan seperti : gangguan persepsi, pembentukan konsep, bahasa,
ingatan, kontrol perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan
primer pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik atau gangguan emosional, retardasi mental,
atau akibat gangguan lingkungan (Cartwright,dkk., 1984)
Definisi – definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukkan bahwa learning disabilities
tidak tergolong ke dalam salah satu keluar biasaan, melainkan merupakan kelompok sendiri.
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memorim maupun
ekspresif di dalam proses belajar. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai tingkatan
kecerdasan, namun “tuna cakap belajar”, lebih terkait dengan kecerdasan normal atau bahkan di

4
atas normal. Murid – murid yang berkesulitan belajar memiliki ketidak teraturan dalam proses
fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan
keterlambatan dalam kemampuan perseptual – motorik tertentu atau kemampaun berbahasa.
Umumnya masalah ini tampak ketika murid mulai mempelajari mata – mata pelajaran dasar seperti
menulis, membaca, menghitung, dan mengeja.
Dari uraian di atas dapat dikatan bahwa kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan
istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana
gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan – kesulitan yang signifikan yang dapat
menimbulkan gangguan proses belajar.
B. Jenis – Jenis Tuna Cakap Belajar
a. Minimal Brain Dysfunction
Minimal Brain Dysfunction adalah ketakberfungsian minimal otak, digunakan untuk
merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid. Ketakberfungsian ini bisa
termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti persepsi, konseptualisasi, bahasa,
memori, pengendalian perhatian, impulse (dorongan), atau fungsi motorik.
Sekalipun gejala seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak – kanak tapi untuk
anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar. Anak – anak
yang mengalami ketakberfungsian otak minimal mungkin menampak berbagai gejala. Mereka
mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan kelas seperti membaca, mengeja dan
menghitung, kesulitan dalam memahami konsep konkrit maupun abstrak, perfomannya
cenderung kacau atau tak beraturan tinggi dalam bidang tertentu dan rendah dalam bidang
lainnya. Mereka sering menunjukkan gejala kurang mampu memusatkan perhatian,
ketidakstabilan emosi, frustasi, dan sikap permusuhan.
Beberapa gejala spesifik dari ketakberfungsian otak minimal ialah:
1) Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
a) Kelemahan dalam membedakan ukuran
b) Kelemahan tilikan ruang
c) Kelemahan orientasi waktu
d) Kelemahan dalam memperkirakan jarak
e) Kelemahan membedakan bagian keseluruhan
f) Kelemahan memahami keutuhan
2) Gangguan berbicara dan komunikasi
a) Kelemahan membedakan stimulasi auditif
b) Perkembangan bahasa yang lambat
c) Seringkali kehiilangan pendengaran

5
d) Seringkali berbicara tak teratur
3) Gangguan fungsi motorik
a) Seringkali gemetaran atau menunjukkan kekakuan gerak
b) Hiperaktivitas
c) Hipoaktivitas
4) Prestasi dan penyesuaian akademik
a) Ketakcakapan membaca
b) Ketakcakapan berhitung
c) Ketakcakapan mengeja
d) Ketakcakapan menulis, menggambar
e) Kelambanan dalam menyesuaikan pekerjaan
f) Kebimbangan memahami instruksi
5) Karakteristik emosional
a) Impulsif
b) Kelemahan kendali emosi dan dorongan
c) Toleransi rendah terhadap frustasi
6) Gangguan proses berpikir
a) Kecakapan berpikir abstrak
b) Umumnya berpikir konkret
c) Kesulitan membentuk konsep
d) Seringkali berpikirnya tak terorganisasi
e) Keterbatasan tentang memori
f) Sering kali berpikir autistik
b. Aphasia
Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan – ucapan
bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun-an. Ketakcakapan bicara ini tidak dapat
dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara, atau faktor
lingkungan.
Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan gejala yang cukup kompleks. Secara garis
besar gejala aphasia dapat digolongkan ke dalam tiga karakteristik utama berikut ini.
1) Receptive aphasia
a) Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar.
b) Tidak dapat melacak arah
c) Kemiskinan kosakata
d) Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar

6
e) Tidak dapat memahami apa yang dia baca
2) Expressive aphasia
a) Jarang berbicara di kelas
b) Kesulitan dalam melakukan peniruan
c) Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide
d) Jarang menampilkan gesture (gerakan tangan)
e) Ketakcakapan menggambar dan menulis
3) Inner aphasia
a) Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak
b) Memberikan respon yang tak layak atas panggilan atau sahutan
c) Lamban merespon
c. Dyslexia
Dyslexia, ketakcakapan membaca, adalah jenis lain gangguan belajar. Semula istilah
dyslexia ini digunakan di dalam dunia medis tetapi saat ini digunakan dalam dunia pendidikan
dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan
berkompetisi dengan temannya di sekolah. Gejala umum yang sering ditampilkan anak
dyslexia:
1) Kelemahan orientasi kanan-kiri
2) Kecenderungan membaca kata bergerak mundur, seperti “dia” dibaca “aid”
3) Kesulitan dan kesalahan berhitung
4) Kelemahan memori
5) Kesulitan auditif
6) Kelemahan memori visual tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata atau huruf
7) Dalam membaca keras tidak mampu mengkonversikan simbol visula ke dalam simbol
auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai
dengan apa yang dilihatnya.
d. Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik
Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah yang
sama. Persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri
membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola
yang bermakna.
C. Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar
Karakteristik tuna cakap belajar yang ditemukan pada murid, kecenderungan menunjukkan
kesulitan dalam hal-hal berikut:

7
a. Aspek Kognitif
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam masalah-masalah khusus,
seperti: kemampuan memebaca, menulis, berbicara, mendengarkan, berpikir dan matematis.
Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan contoh
klasik dari kekurang berfungsian aspek kognitif anak yang mengalami tuna cakap belajar.
Namun di lain pihak, tidak jarang mereka menunjukkan kemampuan berhitung atau
matematika yang cukup tinggi. Kasus tersebut membuktikan bahwa anak tuna cakap belajar
memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi
secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic retardation), yakni
terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan dengan apa yang dicapainya
secara nyata
b. Aspek Bahasa
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam mengekspresikan diri, baik
secara lisan (verbal) maupun tulisan. Dengan kata lain, murid yang mengalami tuna cakap
belajar dalam aspek bahasa, cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dan memahami
bahasa (bahasa reseptif) serta dalam mengeskpresikan diri secara verbal (bahasa ekspesif)
dan kesulitan dalam memahami dan menyatakan pikiran. Sehingga aspek kemampuan bahasa
dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan dari aspek kognitif, karena proses berbahasa pada
hakikatnya adalah proses kognitif.
c. Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan salah sayu masalah yang berkaitam dengan murid tuna
cakap belajar yang berhubungan dengan kesulitan dalam keterampilan motorik-perseptual
(perceptual-motor problem), yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru
rancang atau pola. Kemampuan motorik ini diperlukan untuk menggambar, menulis, atau
menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi yank bauk; antara tangan dan
mata, yang dalam banyak hal koordinasi tersebut kurang dimiliki murid yang mengalami
tuna cakap belajar.
Untuk lebih jelasnya, salah satu contoh murid yang mengalami tuna cakap belajar
dikarenakan gangguan perseptual-motor, dapat disimak dalam gambar berikut.

8
Contoh Gambar :

Hasil Tiruan Murd:

(Dimodifikasi dari Cartwright, Phirip G. et.All., 1984, h. 200)

d. Aspek Sosial dan Emosi


Dua karateristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional murid tuna
cakap belajar ialah kelabilan emosional dan keimpulsifan. Kelabilan emosional ditunjukkan
oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen, sementara keimpulsifan merujuk
kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan tersebut.
Karakteristik anak yang mengalami tuna cakap belajar tidak akan berlaku universal bagi
seluruh anak tersebut karena setiap ketuna-cakapan belajar anak yang spesifik memiliki
gejala dan karakteristik tersendiri seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnnya, yaitu
tentang jenis-jenis tuna cakap belajar.
Prosedur identifikasi dan metode pembelajaran yang digunakan untuk murid yang
mengalami tuna cakap belajar, memiliki prisip-prinsip dasar evaluasi yang perlu dipahami
oleh guru. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tes atau tekhnik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami
oleh anak.
b. Tidak ada prosedur tunggal yang bisa digunakan untuk menentukan program
pendidikan yang layak bagi anak berkesulitan belajar
c. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas
seorang guru atau ahli yang lain yang mengetahui masalah berkesulitan belajar.
Berikut merupakan prosedur lain yang diperlukan dalam menilai seorang murid yang
diduga memiliki tuna cakap belajar yang khusus (kantor pendidikann Amerika, 1977).
a. Penambahan anggota tim. Setiap tim berasal dari berbagai disiplin ilmu harus
meliputi (1) guru tetap, dan (2) seorang ahli yang mampu melakukan ujian diagnostik
(ahli psikologi dan guru ahli remidial)

9
b. Kriteria untuk menentukan ketunacakapan belajar yang khusus.
1) Seorang anak dikatakan mengalami tuna cakap belajar jika murid tidak mampu
mencapai prestasi seussai usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih
bidang:
a) Ekspresi lisan
b) Mendengarkan pemahaman
c) Ekspresi tulisan
d) Keterampilan membaca dasar
e) Membaca pemahaman
f) Perhitungan matematis, atau
g) Berpikir matematis
2) Seorang murid tidak diidentifikasi mengalami tuna cakap belajar jika kesenjangan
antara kecakapan dengan prestasi disebabkan oleh:
a) Hambatan visual, penndengaran, atau motorik
b) Keterbelakangan mental
c) Gangguan emosional
d) Ketakberuntungan lingkungan, kultural, atau ekonomis
c. Observasi
1) Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar murid di kelas
2) Mengamati murid dalam satu lingkungan yang cocok bagi murid sesuai dengaan
usianya.
d. Laporan tulisan
1) Tim mempersiapkan laporan tertulis hasil evaluasi
2) Dalam laporan itu harus meliputi laporan berikut;
a) Tuna cakap belajar khusus aapaa yang dialami murid.
b) Dasar yang digunaakan untuk menentukan tuna kecakapan
c) Perilaku-perilaku yang relavan yang tercatat selma dilakukan pengamatan
d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian belajar murid
e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan
f) Kesenjangan antara prestasi dan kecekapan yang tak dapat diatasi tanpa
pendidikan dan layanan khusus.
D. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Ketunacakapan Belajar
Setelah diidentifikasi serta dapat diketahui jenis dan karakteristik dari murid yang mengalami
tuna cakap belajar, maka langkah berikutnya seorangg guru mampu mengadiagnosis lebih lanjut
dengan cara memahami faktor-faktor yang menimbukan ketunacakapan belajar muridnya.

10
Jerome Rosner (1993) melihat bahwa hal-hal yang paaling umum, yaang secara langsung
berkaitan dengan masalah kesulitan khususnya dalam ketunacakapan belajar murid di tingkat
sekolah dasar ialaah keterlambatan di dalam perkembangan keterampilan perseptual aan kecakapan
dasar berbahasa.
Selanjutnya, Kephart (1967) mengelompokan penyebab ketunacakapan belajar ke dalam
kategori utama yaitu:
a. Kerusakan Otak
Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam satu kasus encephalitis,
meningitis, dan toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang
diperlukan untuk proses belajar pada anak dan remaja. Demikian pula pada anak-anak yang
mengalami minimal brain dysfunction pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat
anak mengalami proses belajar.
b. Faktor Gangguan Emosional
Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan
sehingga menganggu hubungan fungsional sistem urat syaraf. Dalam kondisi seperti ini
perilaku-perilaku yang terjadi seringkali seperti perilaku pada kasus kerusakan otak. Namun
demikian tidak semua trauma emosional menimbulkan gangguan belajar.
c. Faktor “pengalaman”
Faktor pengalaman mencakup faktor-faktor seperti kesenjanngan perkembangan dengan
kemiskinan pengalaman-lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang
terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak atau tidak pernah memperoleh
kesempatan menangani peralatan atau mainan tertentu dimana kesempatan semacam itu
dapat mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam
pengunaan alat tulis seperti pensil atau ballpoint. Kemiskinan lain seperti kurangnya
rangsangan auditif menyebabkan anak kurang memiliki kebendaharaaan bahaa yang
diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar. Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan
erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat mengganggu optimalisasi
perkembangan dan keberfungsian otak.
Faktor-faktor penyebab yang diuraikan di atas, menggambarkan suatu urutan tahapan
yang berkulminasi pada kondisi yang menimbulkan kegagalan belajar. Dalam perspektif
yang lebih luas, faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar pada murid, dapat digambarkan
seperti berikut.

11
TATARAN PENYEBAB ASAL

I Bawaan lahir Diperoleh

II Kerusakan Ketidak Hambatan Kesenjangan Kemiskinan


otak imbangan emosional Kematangan pengalaman
kimiawi

III Ketidak Berfungsian dalam:

Persepsi Pembentukan Konsep Memori Proses Lain

HASIL

IV Keragaman Gaya Belajar


Fisiologis Psikologi
Visual vs Auditif
Kinstetik vs Auditif / Visual
Perbal vs Performan
Bahasan vs Nonbahasa
Aktif vs Lemah
Kooperatif vs Menghindar
Kombinasi berbagai gaya

Hirarki penyebab kesulitan belajar


(Diterjemahkan dari Bush, Wilma Jo & Waugh, Kenneth W. 1971. H. 26

12
Bagan di atas menelusuri tahapan dalam tuna cakap belajar yang diklasifikasikan ke
dalam empat tataran, yaitu dari mulai penyebab sampai hasil. Penjelasannya dapat diuraikan
sebagai berikut. Kelahiran (baru lahir) maupun setelah lahir (diperoleh). Hasil dari tataran I
ini terwujud dalam.
Tataran II yang cenderung berupa kerusakan otak, ketidakseimbangan kimiawi hambatan
emosional kesenjangan kematangan, dan atau kemiskinan pengalaman yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam persepsi, pembentukan konsep, memori dan proses lainnya
sebagaimana tampak dalam tataran III. Kesulitan – kesulitan yang terjadi pada tataran III
menghasilkan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak pada tataran IV. Jika ditilik dari
proses tersebut, maka ketunacakapan belajar dapat disebabkan oleh faktor ganda.
Dengan menilik faktor – faktor di atas, faktor pada tataran I dan II lebih banyak
menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidang medis akan lebih banyak
terlibat dalam menangani masalah ini. Sedangkan pada tataran III akan lebih banyak
melibatkan ahli psikologi , dan pada tataran IV akan banyak melibatkan guru dan ahli
pendidikan. Untuk kepentingan layanan pendidikan dan psikologis di dalam diagnosis dan
remedial, keragaman gaya belajar seperti tampak pada tataran IV harus menjadi fokus utama
penyembuhan.
Gaya belajar seperti tampak pada tataran IV merupakan hal baru tetapi merupakan
dimensi yang sangat penting dalam memahami ketunacakapan belajar murid. Sebagai contoh
seorang murid yang mempunyai gaya belajar yang aktif tentu tidak akan efektif mencerna
informasi yang disajikan melalui rangsangan visual. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kekeliruan dalam gaya penyajian dapaat menimbulkan kelambanan atau kegagalan
yang dialaminya dalam belajar pada saat ini. Oleh karena itu bagi para guru, seyogyanya
memahami benar faktor – faktor yang dapat menimbulkan kesulitan pada muridnya, lebih –
lebih terhadap murid yang mengalami tuna cakap belajar, serta mampu melakukan analisis
tugas dan perilaku anak sebagai dasar pengembangan program pengajaran yang sepadan
dengan gaya belajar dan gaya kognitif anak.
E. Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya
Cartwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara mengajar murid yang mengalami
tuna cakap belajar adalah sebagai berikut:
a. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan
1) Guru duduk seperti murid di depan kelas.
2) Memberikan tugas kelompok dengan dibantu oleh temannya untuk memberikan
penjelasan tentang petunjuk bagi semua tugas yang diberikan.
3) Guru memberikan petunjuk secara tertulis dan lisan untuk semua tugas yang diberikan.

13
b. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran
1) Menggunakan alat – alat visual, seperti: peta, slide, gambar – gambar, grafik pada saat
proses pembelajaran
2) Merangkum materi pokok dari setiap mata pelajaran di akhir proses pembelajaran.
3) Memberikan rancangan tertulis bagi setiap pokok bahasan pelajaran
4) Membantu murid untuk mengingat pelajaran dengan teknik mnemonic (teknik untuk
memperkuat daya ingat murid terhadap pelajaran yang telah diberikan).
5) Menggunakan tape rocerder pada saat guru sedang mengajar (menjelaskan)
c. Bagi murid yang mengalami masalah virtual (penglihatan) dan motor (gerak).
1) Menggunakan bahan – bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat kelas murid
2) Memberikan kesempatan kepada murid untuk merekan penjelasan
3) Memberikan tugas – tugas secara tertulis yang sederhana
4) Mencoba memberikan tes lisan
5) Memberikan tes tulisan yang beragam, seperti menjodohkan, pilihan ganda, salah benar,
daan isian singkat.
6) Memberikan tugas – tugas yang bervariasi dengan melalui contoh: model, diagram, tape
recorder, slide, dan penyajian secara lisan.
7) Memberikan rancangan tertulis tentang tugas membaca secara ringkas.
Berikut ini Cartwright (1984) mengemukakan pula secara rinci tentang
Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar.
a. Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang dijelaskan
b. Mempersiapkan glosari atau kata – kata khusus dan definisi dari setiap konsep yang
diajarkan
c. Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari setiap pokok bahasan
/ sub pokok bahasan
d. Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan yang beragam dalam setiap
sub pokok bahasan
e. Membuat majalah dinding
f. Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pelajaran
g. Mewawancarai seseorang yang memahami topik – topik pelajaran
h. Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi pelajaran
i. Mempersiapkan proposal penelitian
j. Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi kelompok

14
Secara terpadu dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid tuna cakap belajar.
Jerome Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut ke dalam layanan Remediasi, Konpensasi
dan Prevensi
a. Layanan remediasi terfokus kepada upaya menyembuhkan, mengurangi, atau jika
mungkin menghilangkan kesulitan. Dalam layanan ini murid dibantu untuk mengatasi
kekurangan dalam keterampilan perseptual maupun kecakapan dasar berbahasa, sehingga
dia dilengkapi dengan keterampilan yang dapat menjadikannya mampu memperoleh
kemajuan dalam kondisi pembelajaran normal. Dengan kata lai, remediasi ini mengubah
dan memperbaiki keterampilan murid sehingga dia dapat belajar dalam kondisi normal dan
tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah khusus.
b. Layanan konpensasi yaitu mengembangkan komisi pembelajaran khusus luar kondisi
yang normal atau baku yang memungkinkan murid memperoleh kemajuan yang
memuaskan dalam keadaan kekurangterampilan perseptual dan bahasa. Untuk mencapai
tujuan tersebut layanan yang bersifat konpensasi ini hendaknya memperhatikan patokan
atau rambu – rambu berikut:
1) Pahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan faktual yang diperlakukan
dalam mempelajari bahan ajaran.
2) Batasi jumlah informasi baru kepada hal – hal yang tercantum pada bahan atau unit
ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit; jika perlu gunakan sistem jembatan keledai
3) Sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid pelajari
4) Nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi
yang telah dimiliki murid.
5) Jika murid sudah mampu menguasai unit – unit kecil perkenalkan dia kepada unit – unit
yang lebih besar
6) Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan murid
7) Lakukan drill, dan latihan yang paling efektif, jika perlu minta murid mengatakan dan
menuliskan apa yang dia lihat dan dengar.
Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk pengambilan keputusan
dalam melakukan treatment sebagai berikut:
Pertama, mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan belajar yang secara
signifikan menggangu perkembangan kemampuan – kemampuan pokok belajar murid.
Yang termasuk kepada kemampuan pokok belajar murid yaitu:
1) Keterampilan – keterampilan perseptual, yang dapat diidentifikasikan melalui
sistem “coding” dalam bentuk bacaan, tulisan, ejaaan, dan hitungan.

15
Kedua, mengidentifikasikan dan menilai kemampuan pokok belajar murid baik dalam
hal keterampilan perseptual maupun bahasa.
Ketiga, memberikan remediasi terhadap kelemahan – kelemahan melalui proses
pembelajaran.
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan (faktor – faktor
prognostik) untuk melakukan treatment, yaitu:
1) Kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan bahasa atau
keterampilan perseptual.
2) Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya di sekolah.
3) Terjadinya sumber – sumber emosi, fisik, waktu dan energi yang diperlukan dalam
program remedial.
c. Prevensi
Langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentifikasi murid sebelum dia
mengalami kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah. Langkah – langkah ini
dilaksanakan melalui tes atau pemkiran terhadap aspek – aspek pribadi murid yaitu sebagai
berikut:
1) Kesehatan
Untuk mengetahui kesehatan murid perlu keterangan dan dokter ahli anak
(pediatrican) yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid tersebut.
2) Perkembangan
Perkembangan murid yang perlu dipahami itu menyangkut aspek – aspek sosial,
bahasa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3) Penglihatan dan Pendengaran
Untuk mengetahui kesehatan atau kondisi kesehatan murid bisa memeriksakan
murid ke dokter ahli mata sedangkan untuk menngetahui kondisi pendengarannya
dapat diperoleh keterangan dari dokter ahli telinga (THT)
4) Keterampilan dan Perseptual
Untuk mengetahui keterampilan perseptual ini dapat melalui pemeriksaan di
samping dari ahli mata juga melalui tes psikologis tentang keterampilan perseptual,
penglihatan, dan pendengaran.
5) Usia Pra Sekolah
Dewasa ini banyak anak yang masuk sekolah sebelum usia lima tahun. Dalam hal
ini, mereka perlu dipilih secara hati – hati apakah akan mengalami resiko atau tidak.

16
6) Usia Masuk TK
Menurut aturan anak – anak tidak boleh masuk TK sebelum usia lima tahun. Pada
kenyataannya mungkin saja ditemukan anak yang belum berusia lima tahun sudah
menampilkan perkemabang yang baik dalam perilaku sosial, bahasa, dan
penyajiannya dirinya. Namun anak seperti ini relatif masih sangat sedikit.

17
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Secara umum murid tuna cakap belajar dapat diartikan sebagai murid yang memiliki
ketidakaturan dalam proses fungsi menal dan fisik yang bisa menghambat alur belajar normal
sehingga menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual – motorik tertentu.
Faktor penyebab bisa dikarenakan faktor internal, misalnya keminimalan fungsi otak,
ketidakseimbangan mental dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal, misalnya faktor medis,
faktor gizi, gaya pengasuhan orang tua yang salah dan sebagainya.
Teknik untuk membantu siswa tuna cakap belajar diantaranya perhatian guru harus maksimal,
pemberi materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan peran orang tua
dalam keluarga harus maksimal dan paling mendominasi anak.
B. Saran
Teknik untuk membantu murid yang bermasalah tidak hanya menjadi tanggung jawab guru di
sekolah dan orang tua di rumah melainkan lingkungan sekitarpun wajib membantu seoptimal
mungkin.
Meskipun peran daan tugas guru secara operasional di SD sebagai pengajar namun
memberikan memberikan bimbinga kepada anak yang berkebutuhan khusus bukan hal mustahil
untuk dilakukan oleh seorang guru

18

Anda mungkin juga menyukai