Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI BALITA DAN

ANAK PRA SEKOLAH


GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

Disusun Oleh Kelompok 6:


1. Annisa Muthmainah P05140117005
2. Desna Juita P05140117014
3. Fourtiya Mayu Sari P05140117020
4. Monica Susan Afriyani P05140117029
5. Yola Anggraini P05140117046

Dosen Pembimbing:
Nispi Yulyana. SST, M. Kes
Tingkat II A

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PRODI DIII KEBIDANAN
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya.
Sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Gangguan Tumbuh Kembang“
sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Pra Sekolah, dan tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Bunda Nispi Yulyana selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Pra Sekolah yang telah memberikan pengarahan.
2. Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu per satu.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak yang perlu
disempurnakan. Untuk itu saran, kritik, dan masukan sangat diharapkan demi perbaikan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khusus nya bagi penyusun sendiri dan semua
pihak.

Bengkulu, Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Gangguan Bicara dan Bahasa 2
B. Cerebral Palsy 13
C. Sindrom Down
D. Perawakan Pendek.................................................................................................................
E. Gangguan Autisme...............................................................................................................
F. Reterdasi Mental...................................................................................................................
G. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 19
B. Saran 19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya dua peristiwa yang sifat nya berbeda, tetapi saling
berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan pengertian
mengenai apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan per definisi.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel,organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat
(gram,pound,kilogram),ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih. 1995).
Perkembangan (development) adalah perkembangan kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat i ramalkan,sebagai hasil
dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel
tubuh,jaringan tubuh,organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian lupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan
emosi,intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
(Soetjiningsih. 1995).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan bicara dan bahasa?
2. Apa yang dimaksud dengan cerebray palsy?
3. Apa yang dimaksud dengan sindrom down?
4. Apa yang dimaksud dengan perawakan pendek?
5. Apa yang dimaksud dengan gangguan autisme?
6. Apa yang dimaksud dengan reterdasi mental?
7. Apa yang dimaksud dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu gangguan bicara dan bahasa
2. Untuk mengetahui apa itu cerebray palsy
3. Untuk mengetahui apa itu sindrom down
4. Untuk mengetahui apa itu perawakan pendek
5. Untuk mengetahui apa itu gangguan autisme
6. Untuk mengetahui apa itu reterdasi mental
7. Untuk mengetahui apa itu gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gangguan Bicara dan bahasa

Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran
berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, biasanya akibat cedera otak)
serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan
oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.

Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti
fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk
yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan
ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme
oralmotor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.

Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai


beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga
menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan
dalam pitch, volume atau kualitas suara.

Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan
untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.
Anakanak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan
memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (sebagai contohnya kejang).

Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara.
Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi
spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya
riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang
tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.

Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang
secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus
pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orangorang
terdekat dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan gangguan yang
menetap.

Gangguan bicara menurut para ahli adalah sebagai berikut :

1. Menurut Van Riper

Berbicara dikatakan terganggu bila berbicara itu sendiri membawa perhatian yang tidak
menyenangkan pada si pembicara, komunikasi itu sendiri terganggu, atau menyebabkan si
pembicara menjadi kesulitan untuk menempatkan diri (terlihat aneh, tidak terdengar jelas, dan
tidak menyenangkan).

2. Menurut Berry and Eisenson

Gangguan pada berbicara: (1) Tidak mudah didengar, (2) Tidak langsung terdengar dengan jelas,
(3) Secara vocal terdengar tidak enak, (4) Terdapat kesalahan pada bunyi-bunyi tertentu, (5)
bicara itu sendiri sulit diucapkannya, kekurangan nada dan ritme yang normal, (6) Terdapat
kekurangan dari sisi linguistik, (7) Tidak sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan perkembangan
fisik pembicara, dan (8) Terlihat tidak menyenangkan bila ia berbicara.

B. Cerebral Palsy

Cerebral palsi (CP) adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok
penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang
tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah
memburuk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau
hemisphere, dan palsi mendeskrispsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan
saraf tepi, melainkan, terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak
yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara
adekwat.
a. Gejala CP
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting; masalah keseimbangan dan berjalan; atau
mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis atau
selalu mengeluarkan air liur. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat
berubah pada seorang penderita. Sebagian penderita CP sering juga menderita penyakit
lain, termasuk kejang atau gangguan mental. Penderita CP derajat berat akan
mengakibatkan tidak dapat berjalan dan membutuhkan perawatan yang ekstensif dan
jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam
gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular atau
bersifat herediter. Hingga saat ini, CP tidak dapat dipulihkan, walau penelitian ilmiah
berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode pencegahannya.
b. Klasifikasi Cerebral Palsy

CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastik diplegia,
untuk pertama kali di deskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu bentuk
penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan
berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu:

1. CP Spastik

Merupakan bentukan CP terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan secara


permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat
seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting (scissors
gait) (Bryers, 1941).

Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor
memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.

CP spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:


a. Monoplegi

Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.

b. Diplegia

Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua lengan

c. Triplegia

Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia

Keempat ekstremitas terkena dengan derajad yang sama

e. Hemiplegia

Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat

2. CP Atetoid/diskinetik

Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan.
Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air
liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stres dan hilang pada saat tidur.
Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi
pada 10-20% penderita CP

3. CP Ataksid

Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering
menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka
lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan
gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10%
penderita CP (Clement et al, 1984).

4. CP campuran

Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP yang dijabarkan
diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai.

CP juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan
penderita untuk melakukan aktivitas normal.

d. Karakteristik Anak Cerebral Palsy

Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Begitu juga dengan karakteristik anak cerebral palsy. Karakteristik anak
cerebral palsy dapat dilihat dari ciri-ciri yang tampak pada anak-anak cerebral palsy. Penyebab
utamanya adalah adanya kerusakan, gangguan atau adanya kelainan yang terjadi pada otak.

Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral palsy diklasifikasikan menjadi enam,
yaitu:

Spasticity, anak yang mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot, menyebabkan sebagian
otot menjai kaku, gerakan-gerakan lambat dan canggung.

Athetosis, merupakan salah satu jenis cerebral palsi dengan ciri menonjol, gerakan-gerakan tidak
terkontrol, terdapat pada kaki, lengan, tangan, atau otot-otot wajah yang lambat bergeliat-geliut
tiba-tiba dan cepat.

Ataxia, ditandai gerakan-gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan keseimbangan. Jadi


keseimbangan buruk, ia mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri.

Tremor, ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga gerakannya, otot terlalu
tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan tahan-tahan dan kaku.
Rigiditi, ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kecil tanpa disadari, dengan irama tetap.
Lebih mirip dengan getaran.

Campuran, yang disebut dengan campuran anak yang memiliki beberapa jenis kelainan cerebral
palsy.

Penyakit Lain Yang Berhubungan Dengan Cerebral Palsy

Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan mempengaruhi
perkembangan intelektual seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan
pengelihatan dan pendengaran (Benda et al, 1986). Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
CP adalah :

1. Gangguan Mental.

Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan gangguan sedang
hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental sering dijumpai pada anak dengan
klinis spastik quadriplegia.

2. Kejang atau Epilepsi.

Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selama kejang, aktivitas elektrik dengan pola
normal dan teratur diotak mengalami gangguan karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada
penderita CP dan epilepsi, gangguan tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan
gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otak
dan menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum menyebabkan
penderita menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan,
gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih. Kejang parsial diklasifikasikan
menjadi simpleks atau kompleks. Pada tipe simpleks, penderita menunjukkan gejala yang
terlokalisir misalnya kejang otot, gerakan mengunyah, mati rasa atau rasa gatal. Pada tipe
kompleks, penderita dapat mengalami halusinasi, berjalan sempoyongan, gerakan otomatisasi
dan tanpa tujuan, atau mengalami gangguan kesadaran atau mengalami kebingungan.
3. Gangguan Pertumbuhan.

Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat, terutama tipe
quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk mendeskripsikan anak-anak yang
terhambat pertumbuhan dan perkembangannya walaupun cukup mendapat asupan makanan.
Pada bayi-bayi, terhambatnya laju

pertumbuhan terlihat dari kenaikan berat badan yang sangat kecil; pada anak kecil, dapat tampak
terlalu pendek; pada remaja, tampak sebagai kombinasi antara terlalu pendek dan tidak tampak
tanda maturasi seksual. Gagal tumbuh dapat disebabkan beberapa sebab, termasuk nutrisi yang
buruk dan kerusakan otak yang berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagai tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai kecenderungan lebih
kecil dibanding normal. Hal tersebut tampak nyata pada sebagian besar penderita dengan spastik
hemiplegia, karena tungkai pada sisi yang sakit tidak dapat tumbuh secepat sisi yang normal.
Kondisi tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai
(disuse atrophy).

4. Gangguan Penglihatan dan Pendengaran.

Banyak anak CP menderita strabismus, dimana mata tidak tampak segaris karena ada perbedaan
pada otot mata kanan dan kiri. Pada perkembangannya, hal ini akan menimbulkan gejala
pengelihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi akan menimbulkan gangguan pengelihatan berat
pada satu mata dan sebenarnya dapat diintervensi dengan kemampuan visus tertentu, misalnya
membatasi jarak pandang.

Pada beberapa kasus, terapi bedah direkomendasikan untuk koreksi strabismus. Anak dengan
hemiparesis dapat mengalami hemianopia, dimana terjadi kecacatan visus atau kebutaan yang
mengenai lapangan pandang normal pada satu sisi. Sebagai contoh, jika hemianopia mengenai
mata kanan, dengan melihat lurus ke depan akan mempunyai visus terbaik kecuali untuk melihat
kanan jarak jauh. Pada hemianopia homonymous , kelainan akan mengenai sisi yang sama dari
lapang pandang dari kedua mata. Gangguan pendengaran juga sering dijumpai diantara penderita
CP dibanding pada populasi umum.

5. Sensasi dan Persepsi abnormal.

Sebagian penderita CP mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan sensasi misalnya


sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau mengalami kesulitan merasakan
dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi raba.

e. Penyebab Cerebral Palsy

CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan grup penyakit dengan
masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan
penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset
penyakit.

Di USA, sekitar 10-20% CP disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase tersebut akan
lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapatan juga dapat merupakan
hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang
merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau encephalitis virus, atau
merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
penganiayaan anak.

CP kongenital, pada satu sisi lainnya, tampak pada saat dilahirkan. Pada banyak kasus, penyebab
CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi kejadian spesifik pada masa
kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang
berkembang. Beberapa penyebab CP kongenital adalah :

1. Infeksi selama kehamilan.

Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan kerusakan
sistim saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus
meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis. Pada saat ini sering dijumpai infeksi maternal lain
yang dihubungkan dengan CP (Leviton & Gilles, 1984)

2. Ikterus neonatorum.
Pigmen bilirubin, yang merupakan komponen yang secara normal dijumpai dalam jumlah kecil
dalam darah, merupakan hasil produksi dari pemecahan eritrosit. Jika banyak eritrosit mengalami
kerusakan dalam waktu yang singkat, misalnya dalam keadaan Rh/ABO inkompatibilitas,
bilirubin indirek akan meningkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus berat dan tidak diterapi dapat
merusak sel otak secara permanen (Van Praagh, 1961).

3. Kekurangan oksigen berat (hipoksik iskemik) pada otak atau trauma kepala

selama proses persalinan.

Asphyxia sering dijumpai pada bayi-bayi dengan kesulitan persalinan. Asphyxia

menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi pada periode lama, anak

tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal hipoksik iskemik

encephalopathi. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asphyxia berat, tetapi

beberapa bayi yang bertahan hidup dapat menjadi CP, dimana dapat bersama

dengan gangguan mental dan kejang (Nelson, et al 1994).

Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP


(MacLennan A et al, 1999):

Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat janin, atau neonatal dini
pH=7 dan BE=12mmol/L

Neonatal encephalopathy dini berat sampai sedang pada bayi >34 minggu gestasi

Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik

Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan

Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera setelah tanda hipoksik
terjadi dimana sebelumnya diketahui dalam batas normal

Apgar score 0-6 =5 menit


Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik

Imaging dini abnormalitas cerebral

Pada masa lampau, banyak penelitian yang menunjukkan meningkatnya kasus CP karena
asphyxia atau komplikasi selama persalinan, sedangkan penyebab lain belum dapat
diidentifikasi. Tetapi penelitian yang ekstensif oleh NINDS menunjukkan bahwa hanya sebagian
kecil bayi dengan asphyxia berkembang menjadi encephalopathi segera setelah lahir. Riset juga
menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang menderita asphyxia tidak berkembang menjadi
CP atau kelainan neurologis lainnya. Komplikasi persalinan termasuk asphyxia diperkirakan
sekitar 6% dari kasus CP kongenital.

4. Stroke.

Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau bayi baru lahir.
Perdarahan di otak terjadi pada beberapa kasus. Stroke yang terjadi pada fetus atau bayi baru
lahir, akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan masalah neurologis. Karena
insiden infark cerebri yang tidak dapat dijelaskan sering tampak pada pemeriksaan neuroimaging
pada anak dengan CP hemiplegi, diagnostik test untuk penyakit koagulasi perlu dipertimbangkan
(Level B, class II-III evidence) (www.aan.com/professionals/practice/index.cfm)

Faktor-faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP


(MacLennan, 1999):

1. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikalis <1mmol atau="" ph="">7

2. Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multiple atau kelainan metabolik

3. Infeksi SSP atau sistemik

4. Pada pemeriksaan imaging dini tampak kelainan neurologis misalnya

ventrikulomegali, porencephali, multikistik encephalomalacia

5. Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intrauterine

6. Penurunan detak jantung bervariasi sejak persalinan


7. Mikrocephali

8. Ekstensif chorioamnionitis

9. Kelainan kongenital koagulasi pada anak

10. Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan ganda,
penyakit autoimun

11. Adanya faktor resiko postnatal untuk CP, misalnya post natal encephalitis, hipotensi
memanjang, atau hipoksik karena penyakit respirasi

12. Saudara kandung CP, terutama jika mempunyai tipe CP yang sama.

d. Faktor Resiko Cerebral Palsy

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar

antara lain adalah:

1. Letak sungsang.

2. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal.
Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

3. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

4. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir < 2500gram dan bayi lahir dengan usia
kehamilan < 37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia
kehamilan.

5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata,
misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah
terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein
dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi

8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

9. Kejang pada bayi baru lahir.

C. Down syndrom

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada
kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3,[1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi
klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri
yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar
menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an
para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut
dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini
penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Gejala atau tanda-tanda

Penderita sindrom down memiliki jarak antar jari kaki yang melebar.

Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama
sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microcephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar,
mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi
sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian
tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari
pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphic). Kelainan kromosom ini
juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain.

Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya
berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui
kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).

Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti
muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih
lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka
memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.

Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid
precursor protein)[2] seperti pada penderita Alzheimer.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis


bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang
pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun
harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosom 21
yang seharusnya hanya 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat
disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom
dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan
10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

Pemeriksaan fisik penderita

Pemeriksaan kromosom

Ultrasonografi (USG)

Ekokardiogram (ECG)

Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami
kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat
tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai
berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan
biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat
sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung
tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi,
sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang
adekuat. Mahanta Aldiano
D. Perawakan Cebol (dwarfism)

Perawakan cebol (dwarfism) adalah bentuk perawakan pendek yang berat bila panjang/tinggi
badan < 3 SD dari tinggi badan rata-rata pada grafik pertumbuhan NCHS (National Centre for
Health Statistics)

Klasifikasi perawakan pendek :

Variasi normal. Familial short stature, Tanda : Pertumbuhan selalu dibawah persentil 3,
Kecepatan pertumbuhan normal, Umur tulang (bone age) normal, Tinggi Badan kedua orangtua
pendek, Tinggi akhir di bawah persentil 3

Constitutional delay of growth and puberty, Tanda : Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga
tahun kehidupan, Pertumbuhan linier normal atau hampir normal pada saat prapubertas dan
selalu berada di bawah persentil 3, Bone age terlambat (tapi masih sesuai dengan height age),
dengan pengaruh lingkungan terhadap fungsi neurohormonal yang disebut sebagai functional
hypopitu maturasi seksual terlambat, Tinggi akhir pada umumnya normal, Pada umumnya
terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga

Primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur dari ’growth plate’)

Sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari ’growth plate’)

Idiopatik (umumnya familial atau penyebabnya tidak diketahui)

Etiologi

a) Kekurangan Hormon Pertumbuhan

Defisiensi hormon pertumbuhan adalah penurunan kadar GH yang bersirkulasi. Sebagian besar
sel tubuh akan terpengaruh. Defisiensi GH biasanya diidentifikasi secara klinis hanya pada anak-
anak. Defisiensi hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh adenoma hipofisis dari jenis sel
penghasil hormon hipofisis anterior lainnya.
Hormon pertumbuhan manusia atau yang biasa disebut dengan HGH (Human Growth Hormon)
adalah suatu hormon anabolik yang berperan sangat besar dalam pertumbuhan dan pembentukan
tubuh, terutama pada masa anak-anak dan puberitas.

Growth Hormone berperan meningkatkan ukuran dan volume dari otak, rambut, otot dan organ-
organ di dalam tubuh.

Defisisensi GH juga dapat terjadi akibat nekrosis hipoksik (kematian akibat kekurangan oksigen)
dan inflamasi hipofisis. Penyebab defisiensi GH juga dapat berada di tingkat hipotalamus, yang
terjadi akibat malnutrisi, deprivasi tidur, atatu stimulasi somastotasin yang dilepaskan selama
periode stres fisik atau emosi yang berkepanjangan. Misalnya, beberapa penelitian menunjukan
bahwa potensi pertumbuhan dapat berkurang pada atlet remaja perempuan akibat olahraga fisik
yang intens dan penurunan asupan nutrisi akibat diet. Kadar estrogen yang rendah sering
dijumpai pada atelt wanita, yang juga dapat memenuhi pertumbuhan. Defisiensi GH juga dapat
terjadi akibat abnormalitas genetik, akibat defek otak yang terjadi secara kongenital atau setelah
infeksi atau trauma, atau akibat iradiasi kranial yang digunakan dalam terapi untuk tumor otak
atau untuk profilaksis leukimia.

b) Faktor Keturunan

Perawakan yang lebih pendek juga paling sering disebabkan oleh masalah genetik. Sebaiknya
dicari tahu riwayat keseluruhan dari keluarga seperti orangtua, saudara kandung, kakek-nenek,
paman atau bibi. Apabila salah satunya ada yang memiliki perawakan pendek ada kemungkinan
hal tersebut diwariskan.

c) Sindrom Turner

Sindrom Turner (disebut juga sindrom Ullrich-Turner, sindrom Bonnevie-Ullrich, sindrom XO,
atau monosomi X) adalah suatu kelainan genetik pada wanita karena kehilangan satu kromosom
X. Wanita normal memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total kromosom sebanyak 46,
namun pada penderita sindrom Turner hanya memiliki kromosom seks XO dan total kromosom
45. Hal ini terjadi karena satu kromosom hilang saat nondisjungsi atau selama gametogenesis
(pembentukan gamet) atau pun pada tahap awal pembelahan zigot.
d) Kekurangan hormone tiroid

Bila kekurangan hormon tiroid akibat kurangnya yodium terjadi pada masa kanak-kanak atau
masa pertumbuhan, maka hanya terjadi perawakan yang pendek tanpa retardasi mental. Penderita
biasanya kurus dan mukanya tetap menua sesuai umur disertai cara berjalan yang khas.

Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan perawakan pendek tetapi kelebihan hormon tiroid
tidak menambah tinggi badan tetapi menyebabkan penyakit lain yaitu hipertiroidisme.

Tanda gejala

Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5 cm/tahun desimal.

Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4 cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.

Umur tulang (Bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

Tanda-tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak, panjangnya
penis dan volume testis) dapat menyertai defisiensi GH, terutama apabila abnormalitas pada
gonadotropin terjadi secara bersamaan.

Wajah tampak lebih muda dari umurnya.

Pertumbuhan gigi yang terlambat

• Pada anak, defisiensi GH menyebabkan tubuh pendek yang proporsional (dibawah


persentil ketiga untuk usia mereka). Anak yang bersangkutan mengalami penurunan massa otot
dan peningkatan simpanan lemak subkutan. Secara mental mereka biasanya cerdas.

• Tubuh pendek yang berbeda dari yang diperkirakan berdasarkan pola keluarga dapat
diamati apabila terjadi penurunan potensi pertumbuhan.

• Defisiensi GH awitan-dewasa dapat menyebabkan perubahan non-spesifik fungsi,


termasuk perubahan kesehatan fisik dan mental, fungsi jantung, dan parameter metabolik.
• Individu dewasa yang mengalami defisiensi GH dapat mengalami tingkat energi dan
libido yang rendah.

Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran anthropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang lengan,
panjang kaki).

Pola grafik TB dan BB pada kurva pertumbuhan NCHS, dinilai menurut persentil yang sesuai.

Ukururan TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

Menghitung kecepatan tumbuh tinggi badan (growth velocity) pada pengukuran ulang sedikitnya
3 bulan setelah pengukuran pertama.

Kelainan kongenital, kelainan saluran cerna, paru, kardiovaskuler, leher (webbed neck)
kelenjar tyroid, pertumbuhan gigi.

Tanda-tanda pubertas menggunakan pedoman (standard) dari Tanner.

Mata : Funduskopi, Lapang pandang (visual field)

X-Ray : Bone Age (umur tulang). Tengkorak kepala/Sella Tursica., Bila perlu CT scan atau
MRI

Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium, fosfatase dan alkali
fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone) atas indikasi. Insulin-like growth factor-1 (IGF-1)
dan IGF binding protein-3 (IGFBP-3)

Analisa DNA dan Analisa khromosom.

Endoskopi/Biopsi usus

Pemeriksaan psikologik/psikiatrik.

f. Komplikasi

Organis, metabolik
Psikologis terutama pada remaja (rendah diri)

Fungsional dalam memenuhi standard dimasyarakat (keterbatasan bidang pekerjaan dsb.)

Pengobatan dengan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan adanya pseudotumor cerebri, FT4
rendah dan resistensi Insulin.

Penanganan/ Penatalaksanaan

Penanganan tergantung pada penyebab perawakan pendek. Untuk anak-anak dengan perawakan
pendek varian normal, umumnya pengobatan tidak diperlukan. Sangat penting bagi orangtua
untuk memahami bahwa hormon pertumbuhan tidak efektif untuk meningkatkan tinggi dewasa
akhir pada anak dengan perawakan pendek yang normal yaitu, mereka tidak memiliki penyakit.

Medikamentosa : Pengobatan dengan obat tergantung pada penyebab perawakan pendek. Terapi
penggantian hormon tiroid yang sederhana dan efektif untuk anak-anak dengan hipotiroidisme.
Rekombinan terapi hormon pertumbuhan manusia (somatotropin dari rDNA asal) sangat efektif
dan aman untuk kegagalan pertumbuhan karena kekurangan hormon pertumbuhan dan disetujui
FDA untuk beberapa kondisi lain yang berhubungan dengan perawakan pendek. Namun, hormon
pertumbuhan tidak efektif untuk anak-anak normal dengan perawakan pendek (yaitu, perawakan
pendek familial). Hormon pertumbuhan harus diberikan di bawah perawatan ahli endokrinologi
pediatrik..

Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner, hipotyroid dan lain-lainnya)

Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor

Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone age sesuai umur sesungguhnya
anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan khusus hanya konseling
untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan. Kecepatan tumbuh normal, bone
age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur tingginya, terdapat riwayat keterlambatan pubertas
dalam keluarga. Anak akan mengalami pubertas yang terlambat, akan tetapi akan mencapai
tinggi badan yang normal. Tidak memerlukan pengobatan khusus.
Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk tngginya. Anak
perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan, hypotiroidi dan penyakit lain.

E. Gangguan Autistik/ Autisme (Chidhood Autism)

Gangguan autistik berawal dari masa kanak-kanak awal dan dapat terlihat pada bulan-bulan awal
usia anak. Gangguan ini jarang terjadi dalam populasi umum, pada 2 hingga 5 bayi dalam
10.000, atau 0,05 persen dari jumlah kelahiran. Untuk meletakkan ini dalam perspektif, ingat
bahwa prevalensi skizofrenia diperkirakan sedikit dibawah 1 persen, hampir 20 kali lebih besar
dari autisme. Berbagai studi menunjukkan bahwa jumlah anak laki-laki yang menderita autisme
sekitar empat kali lebih besar dari anak-anak perempuan (Volkmar, Szatmari & Sparrow, 1993).
Karena berbagai sebab yang masih belum diketahui, terjadi peningkatan yang sangat besar dalam
insiden autisme selama 25 tahun terakhir- sebagai contoh hampir sebesar 300% di California
(Maugh,2002). Autisme terjadi di semua kelas sosioekonomi dan kelompok etnis dan ras.

Sebagian untuk mengklarisifikasi perbedaan autisme dengan skizofrenia, DSM-III


memperkenalkan (dan dipertahankan dalam DSM-III-R, DSM-IV dan DSM-IV-TR) Istilah
gangguan perkembangan pervasif. Istilah ini menekankan bahwa autisme mencakup
abnormalitas serius dalam proses perkembangan itu sendiri sehingga berbeda dengan berbagai
gangguan jiwa yang berawal di masa dewasa. Dalam DSM-IV-TR gangguan autistik hanyalah
salah satu dari beberapa gangguan perkembangan pervasif; yang lain adalah gangguan Rett,
gangguan disintegratif pada masa anak dan gangguan Asperger.

Gangguan autistik, salah satu gangguan perkembangan pervasif , berawal sebelum usia 2,5
tahun. Simton-simton utamanya adalah ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
berbagai masalah komunikasi, mencakup kegagalan untuk mempelajari bahasa atau
ketidakwajaran bicara, seperti ekolalia dan pembalikan kata ganti dan mempertahankan
kesamaan, suatu keinginan obsesif untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari dan lingkungan
sekelilingnya selalu sama persis.

Gangguan autistik pada awalnya diyakini sebagai akibat dari ketidakhangatan dan pengambilan
jarak oleh orang tua dan penolakan mereka terhadap anak-anak mereka, namun berbagai
penelitian mutakhir dan memberikan bukti apa pun terhadap teori semacam itu. Meski basis
biologis spesifik pada autisme masih belum di temukan,diduga terdapat suatu penyebab biologis
karena sejumlah alasan: konsepnya sangat dini; berbagai studi keluarga dan orang kembar
memberikan bukti yang menyakinkan mengenai adanya suatu predisposisi genetik, ditemukan
abnormalitas pada otak anak-anak autistik; suatu sindrom yang mirip dengan autisme dapat
terjadi setelah terkena meningitis dan ensefalitis; dan banyak anak autistik memeiliki
intelengensi rendah yang berhubungan dengan disfungsi otak.

Kriteria Ganguan Autistik dalam DSM-IV-TR

1. Rendahnya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut:

a. Rendahnya yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, bahasa tubuh.

b. Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap
perkembangan.

c. Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan.

d. Kurang ketimbalbalikan sosial atau emosional.

2. Rendahnya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut:

a. Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantikannya
dengan gerakan nonverbal.

b. Pada mereka yang cukup mampu berbicara, rendahnya yang tampak jelas dalam
kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain

c. Bahasa yang diulang-ulang atau idiosinkratik.

d. Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya.

3. Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimla satu dari
kriteria berikut:

a. Prokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu

b. Keterkaitan yang kaku pada ritual tertentu


c. Tingkah laku stereotip

d. Prekupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek

4. Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu dari bidang berikut,
berawal sebelum usia 3 tahun: interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain
atau permainan imjinatif.

Penyebab Autisme

Penyebab dari gangguan autisme belum dapat ditentukan secara pasti dalam ilmu medis. Namun
terdapat beberapa faktor yang diyakini menjadi pemicu dari munculnya gangguan autisme.
Diantaranya yaitu:

a) Faktor genetik

b) Faktor lingkungan

c) Faktor kimia yang ada dalam pestisida

d) Pengkomsumsi obat-obatan tertentu ,misalnya thalidomide dan valprolic

e) Usia orang tua

f) Perkembangan otak

d. Gejala Autisme

Umumnya gejala autime berbeda-beda untuk setiap orang bergantung pada tingkat keparahan.
Kondisi ini juga lebih rentan dialami oleh laki-laki dibanding perempuan. Beberapa gejala dan
ciri yang kerap terlihat pada penyandang autisme yakni:

a) Gangguan interaksi sosial

b) Gangguan dalam berkomunikasi

c) Gangguan terhadap repson sensorik

d) Gangguan dalam menggunakan bahasa verbal ataupun non verbal


e) Gangguan emosi, anak sering mengalami badmood seperti mendadak marah tak terkendali,
menagis tanpa sebab, despresi, tertawa, takut serta rasa cemas berlebihan

f) Gangguan dalam berperilaku, anak sering meremas tangan sendiri, mengigit benda,
mencium benda dan tidak suka dipeluk

g) Cenderung hiperaktif (Attention Defiicit Hyperactibity Disorder-ADHD)

e. Penanganan Autisme

Hingga saat ini belum ditemukan metode untuk menyembuhkan autisme secara total. Namun ada
beberaoa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala autisme diantaranya berikut :

a) Terapi obat-obatan, biasanya penderita diberikan obat antipsikotik, antidespresan, vitamin


dan sebagaimnya.

b) Terapi perilaku, bertujuan untuk melatih perilaku anak menjadi lebih normal sehingga
anak bisa bergaul di lingkungannya.

c) Terapi komunikasi, bertujuan melatih dan mengembangkan cara berkomunikasi anak baik
verbal maupun non verbal.

Penanganan Behavioral Untuk Anak-anak dengan Autisme

Penanganan yang paling menjanjikan untuk autisme adalah penaganan yang berciri psikologis,
melibatkan prosedur modeling dan pengkondisian operant. Meskipun prognosis anak-anak
autistik secara umum tetap buruk, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penanganan
behavioral intensif yang melibatkan orang tua sebagai terapis anak-anak mereka dapat
memungkinkan beberapa anal tersebut berpartisipasi dengan penuh makna dalam hubungan
sosial yang normal. Berbagai penanganan dengan obat-obatan telah diberikan, namun terbukti
kurang efektif dibanding intervensi behavioral.

Dengan menggunakan modeling dan pengkondisian operant, para terapis perilaku mengajari
anak-anak autistik untuk berbicara (Hewett, 1965), mengubah bicara ekolalik mereka (Carr,
Schreibman,& Lovaas,1975), mendorong mereka untuk bermain dengan anak lain (Romanczyk
dkk., 1975), dan membantu mereka secara umum menjadi lebih responsif kepada orang dewasa
(Davison,1964).

Ivar Lovaas, peneliti klinis terkemuka di University of California di Los Angeles, menjalankan
program Operant intensif bagi anak-anak autistik yang masih sangat muda (dibawah usia 4
tahun) (Lovaas, 1987). Terapi mencakup semua aspek kehidupan anak-anak selama lebih dari 40
jam seminggu dalam waktu lebih dari 2 tahun. Para orang tua diberi pelatihan ekstensif sehingga
penanganan dapat terus dilakukan hampir selama waktu terjaga anak-anak tersebut. Sembilan
belas anak yang menjalani penanganan intensif tersebut dibandingkan dengan 40 anak dalam
kelompok kontrol yang menjalani penanganan yang sama selama kurang 10 jam per minggu.
Semua anak diberi hadiah bila berperilaku pantas secara sosial-contohnya, berbicara dan bermain
dengan anak-anak lain. Tujaun program tersebut adalah membaurkan anak-anak tersebut dengan
asumsi bahwa anak-anak autistik, seiring membaiknya kondisi mereka, akan lebih memperoleh
manfaat bila berbaur bersama anak-anak normal bila tetap menyendiri atau bersama dengan
anak-anak lain yang juga mengalami gangguan serius.

Terdapat alasan untuk menyakini bahwa pendidikan yang diberikan oleh ornag tua lebih
bermanfaat bagi anak dari pada penanganan berbasis klinis atau rumah sakit. Orang tua hadir
dalam berbagai situasi yang berbeda sehingga dapat membantu anak-anak menggeneralisasikan
manfaat yang mereka peroleh. Dan dalam hal ini dari pada mengajari orang tua untuk
mengfokuskan pada pengubahan perilaku bermasalah yang ditargetkan secara individual dengan
cara berurutan. Koegel, Bimbela dan Schreibman (1996) menemukan bahwa para orang tua
dapat menjadi lebih efektif bila diajari untuk terfokus pada meningkatkan motivasi dan
responsivitas umum anak-anak autistik mereka. Comtohnya, mengijinkan anak untuk memilih
bahan-bahan pengajaran, memberikan peguat alami (bermain dan pujian sosial) dari pada
penguat berupa makanan dan menguatkan upaya untuk merespon serta memperbaiki respon
dapat meningkatkan interaksi keluarga dan komunikasi yang lebih positif dengan anak-anak
autistik mereka. Salah satu intervensi pertama yang berupaya melibatkan orang tua dalam proses
penanganan adalah program TEACHC (Treatment and Education Of Autistic and Related
Communication Handicapped Children), yang dikembangkan oelh Schopler dan para koleganya
di University of North Carolina (Schopler,1986). Intervensi berbasis komunitas ini menekankan
kerja sama orang tua dan guru dalam penanganan autisme. Berbagai varian program TEACHC
telah di adopsi disejumlah negara termasuk Swedia dan Jepang.

F. Retardasi Mental

Menurut Crocer AC 1983, reterdasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang
rendah,yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada
masa perkembangan. Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh
secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan
bermanifestasi selama masa perkembangan (Sularyo.2000).

Hasil penelusuran data penelitian tentang prevalensi retardasi mental di dapatkan bahwa ringan
pada anak yang berusia 5-16 tahun sebanyak 0,4%,untuk retardasi mental sedang dan berat pada
kelompok usia 15-19 tahun ialah kira-kira 3-4 per 1000. Dari beberapa penelitian juga
didapatkan bahwa penyandang retardasi mental yang menderita gangguan psikiatrik dan
gangguan tingkah laku frekuensinya cukup tinggi (Mohamad Judha. 2013).

Etiologi

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya
reterdasi mental perlu anamnesis yang baik,pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari
retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor
yang potensial berperan dalam terjadinya retardasi mental seperti dinyatakan oleh Taft LT (1983)
dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.

Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental

Non-Organik

1. Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis

2. Faktor sosiokultural

3. Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik

4. Penelantaran anak
Organik

1. Faktor prakonsepsi

a. Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneus, dll)

b. Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X)-sindrom polygenik familial

2. Faktor Prenatal

a. Gangguan pertumbahan otak trimester 1

(1) Kelainan kromosom (trisomi, mosaik, dll)

(2) Infeksi trauterin, misalnya TORCH, HIV (Human immonuedefeciency virus)

(3) Zat-zat teratogen

(4) Disfungsi plasenta

(5) Kelainan kongenital dari otak

b. Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III

(1) Infeksi intrauterin, misalnya TORCH,HIV

(2) Zat-zat teratogen (alkohol,kokain, logam berat, dll)

(3) Ibu : diabetes millitus, PKU (phenylketonuria)

(4) Toksemia gravidarum

(5) Disfungsi plasenta

(6) Ibu malnutrisi

c. Faktor perinatal

(1) Sangat prematur

(2) Asfiksia neonatorum


(3) Trauma lahir: perdarahan intra kranial

(4) Meningitis

(5) Kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia

d. Faktor post natal

(1) Trauma berat pada kepala/ susunan saraf pusat

(2) Neuro toksin, misalnya logam berat

(3) CVA (cerebrovaskular accident)

(4) Anoksia, misalnya tenggelam

e. Metabolik

(1) Gizi buruk

(2) Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid, pseudohipoparatiroid

(3) Aminoaciduria, misalnya PKU (phenyl Ketonuria)

(4) Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dll.

(5) Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler

(6) Cerebral lipidosis (tay sachs), Text Box: dengan hipatomegali ( gaucher)

(7) Penyakit degeneratif/ metabolik lainya.

f. Infeksi

(1) Menigitis, ensefalitis, dll.

(2) Subakut sklerosing panesefalits.


Kebanyakan anak yang menderita retardasi mental ini berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah, akibat kurangnya stimulasi dari lingkungannya sehingga secara bertahap
menurunkan IQ yang bersamaan dengan terjadinya maturasi. Demikian pula pada keadaan sosial
ekonomi yang rendah dapat sebagai penyebab organik dari retardasi mental, misalnya keracunan
logam berat yang subklinik dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi kemampuan
kognitif, ternyata lebih banyak pada anak-anak di kota dari golongan sosial ekonomi rendah.
Infeksi sitomegalovirus juga lebih banyak terdapat pada ibu-ibu dari ekonomi rendah. Demikian
pula dengan kekurangan gizi,baik pada ibu hamil maupun pada anaknya setelah lahir dapat
mempengaruhi pertumbuhan otak anak.

Kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman,1989) :

1. Kelainan pada mata

a. Katarak

(1) Sindrom cockayne

(2) Sindrom Lowe

(3) Galactosemia

(4) Sindrom ddown

(5) Kretin

(6) Rubela prenatal,dll.

b. Bintik cherry-merah pada daerah makula

(1) Mukolipidosis

(2) Penyakit Niemann-Pick

(3) Penyakit Tay-Sachs

c. Korioretinitis

(1) Lues kongenital


(2) Penyakit sitomegalo virus

(3) Rubela pranatal

(4) Penyakit Tay-sachs

d. Kornea keruh

(1) Lues kongenital

(2) Sindrom hunter

(3) Sindrom hurler

(4) Sinddrom lowe,dll.

2. Kejang

a. Kejang umum tonik klonik

(1) Defisiensi glikogen sinthase

(2) Hiperlisinemia

(3) Hipoglikemia, terutama disertai glycogen storage disease I.III.IV dan VI.

(4) Phenyl ketonuria

(5) Sindrom malabsorbsi methionin,dll.

b. Kejang pada masa neonatal

(1) Arginosuccinic asiduria

(2) Hiperammonemia I dan II

(3) Laktik asidosis,dll

c. Kelainan kulit

Bintik cafe-au-lait
(1) Ataksia-telengiektasia

(2) Sindrom bloom

(3) Neurofibromatosis

(4) Tuberous sclerosis

d. Kelainan rambut

(1) Rambut rontok: Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopati.

(2) Rambut cepat memutih

(a) Atrofi progresif serebral hemisfer

(b) Ataksia telangiektasia

(c) Sindrom malabsorpsi methionin

(3) Rambut halus

(a) Hipotiroid

(b) Malnutrisi

3. Kepala

a. Mikrosefali

b. Makrosefali

(1) Hidrosefalus

(2) Mucopolisakaridase

(3) Efusi subdural


4. Perewatan pendek

a. Kretin

b. Sindrom prader-Willi

5. Distonia

a. Sindrom Hallervorden-Spaz

e. Gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya

1. Retardasi mental ringan

Kelompok ini merupakan bagian tersebar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini
termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik
kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bisa
sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan
mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang
mampu menghadapi stress, sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari kelurganya.

2. Retardasi mental sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih
tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas 2 SD saja,
tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu misalnya pertukangan,
pertanian,dll.dan apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih
bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stress dan
kurang dapat mandiri,sehingga memerlukan bimbingan dan pengawasan

3. Retardasi mental berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan
secara dini, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari
orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan
Keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini ternasuk tipe klinik. Mereka
dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara sederhana, tidak dapat dilatih
keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4. Retardasi mental sangat berat.

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala
bak mental maupun fisik sangat jelas. Kemampuan berbagasanya sangat minimal. Mereka ini
seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya.

f. Pencegahan

Pencegahan primer yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit. Dengan
memmberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakityang potensial dapat ,engakibatkan
retardasi mental,misalnya melalui imunisasi. Konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan
yang rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan, dan bersalin kepada tenaga kesehatan yang
berwenang, maka dapat membantu menurunkan angka kejadian retardasi mental.

G. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Istilah GPPH diadaptasi dari bahasa Inggiris Yaitu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorders). Namun, dalam masyarakat awam lebih dikenal dengan istilah hiperaktif. Hiperaktif
adalah perilaku yang tidak bisa diam atau banyak tingkah atau selalu bertindak tanpa pernah
dipikirkan sebelumnya. Hiperaktif merupakan salah satu ciri atau sifat yang dibawa oleh
beberapa klasifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hiperaktif pada ABK terlebih
dikarenakan oleh adanya ganggguan pada fisik atau psikis mereka sehingga berdampak pada
perilaku yang tidak terkontrol. Pengertian lain mengenai GPPH yang dikemukan oleh Santrock
(2002) yang menyatakan bahwa GPPH sebagai suatu kelainan berupa rentang perhatian yang
pendek, perhatian mudah beralih dan tingkat kegiatan fisik yang tinggi. Dengan arti kata, anak-
anak penyandang kelainan ini tidak menaruh perhatian dan memiliki kesulitan memusatkan
perhatian pada apa yang sedang dilakukannya. Eric Taylor (1992) menyatakan GPPH sebagai
pola prilaku seseorang yang menunjukan sikap yang tidak mau diam, tidak menaru dan implusif.

b. Faktor yang Menyebabkan Anak Menderita Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas (GPPH)
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya faktor neurologi, faktor genetik atau keturunan, faktor lingkungan dan
sebagainya.

1. Kelahiran prematur.

Kelahiran premature banyak memunculkan kemungkinan kurang maksimanya organ tubuh pada
anak. Adakalanya kelahiran ini menyebabkan beberapa kelemahan dan salah satunya adalah
bentuk gangguan prilaku seperti ADHD.

2. Terpapar alkohol, rokok dan zat terlarang saat ibu hamil.

Perilaku ADHD juga bisa disebabkan oleh paparan asap rokok, alkohol, dan obat terlarang saat
ibuhamil. Menjaga kehamilan yang sehat dengan menjaga diri serta lingkungan meminimalkan
terjadinya ADHD pada anak.

3. Terpapar timah dalam kadar tinggi saat ibu hamil.

Paparan logam berat, terutama timah, baik dalam makanan ataupun udara juga dikatakan menjadi
salah satu penyebab ADHD. Logam ini terdapat pada asap pabrik dan beberapa makanan laut
seperti kerang diperairan yang telah tercemar.

4. Kurangnya perhatian dari orangtua.

Gangguan perilaku semacam ADHD bukan disebabkan oleh adanya kelaianan pada otak dan
susunan saraf anak. Gangguan ini terlebih dari adanya kecenderungan untuk mencari perhatian
dan lingkungan sekitarnya. Anak dengan kecenderungan hiperaktif biasanya kurang
mendapatkan perhatian dari orangtua mereka. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dengan adiknya,
kedua orangtua yang bekerja, dan sejumlah hal lain bisa menyebabkan kurangnya perhatian
kepada anak dan inilah yang menyebabkan hiperaktif.

5. Anak tak memiliki objek lekat.

Anak hiperaktif cenderung sulit untuk mengendalikan emosinya, tak bisa diatasi dengan pelukan
ibu dan tak juga mau mendengar nasihat dari orang lain. Hal ini dikarenakan kurang adanya
objek lekat bagi anak. Bayi semenjak lahir mengembangkan pemahaman bahwa orang-orang
yang merawatnya adalah orang yang sayang dan dia akan lekat pada sosok itu. Jika ibu tak
merawat sendiri dan perawatan diserahkan pada orang yang berganti ganti, bayi sering dibiarkan
sendiri, dan kurang perhatian maka selanjutnya yang terjadi si bayi tidak memiliki objek lekat.
Tidak memiliki seseorang yang dipercayainya dan ujungnya mereka mengembangkan prilaku
menurut keinginanya sendiri.

6. Tidak adanya model/contoh.

Penyandang hiperaktif tidak memiliki model/contoh yang dapat dijadikan acuan dalam
berprilaku. Biasanya seorang anak laki-laki akan mengembangkan model seperti ayahnya dan
anak perempuan seperti ibunya. Model/contoh ini berhubungan erat dengan perhatian, kelekatan,
dan saat-saat bersama yang dihabiskan dengan anak. Kadangkala karena terlalu sering
menyaksikan tayang film robot, main games bertema kekerasan, dan sejenisnya maka membuat
anak mengembangkan prilaku hiperaktif pada anak-anak dewasa ini mungkin ita perlu meninjau
kembali tentang pola asuh yang ditanamkan tersebut.

7. Pola asuh yang cenderung membiarkan.

Perilaku hiperaktif juga bisa dipicu oleh pola asuh yang cenderung membiarkan, tidak
menanamkan pemahaman terhadap norma, tidak displin, dan cenderung tidak tekontrol. Saat
anak merasa dibiarkan maka ia merasa tak diperhatikan dan mengaggap apa yang dilakukan
sudah tepat. Jika kita lihatnya maraknya perilaku hiperaktif pada anak-anak dewasa ini mungkin
kita perlu meninjau kembali tentang pola asuh yang ditanamkan tersebut.

8. Bersekolah terlalu dini.

Anak yang cenderung hiperaktif mencari perhatian terutama dari orangtua mereka. Bersekolah
terlalu dini membuat anak merasa harus berada di tempat asing. Jika anak menangis saat
disekolahkan dengan usia yang terlalu dini maka sebaiknya orangtua meninjau kembali untuk
terlebih dahulu memberikan pendidikan pra sekolah di rumahsaja. Kasih sayang orangtua dapat
meredakan perilaku hiperaktif dari anak.

9. Zat aditif.
Perilaku hiperaktif pada anak juga bisa disebabkan karena adanya zat adiktif yang dikonsumsi,
seperti pewarna, perasa, dan pengawet kimia yang ternyata tak bisa diterima oleh tubuh anak.
Beberapa makanan yang sebaiknya dihindari oleh anak hiperaktif, yakni kasein yang terdapat
pada susu sapid an gluten yang terdapat pada tepung terigu.

10. Faktor Neurologi.

Menurut Reif & Heimbruge (1996) menjelaskan faktor neurologi diperoleh dari fakta-fakta yang
berkaitan dengan kerusakan bagian otak di bagian deban limbic. Limbic merupakan sejumlah
struktural neural yang membatasi cerebal cortex yang berfungsi dalam mengendalikan emosi,
motivasi dan beberapa fungsi vesceral. Namun, kerusakan pada bagian otak tersebut bukanlah
penyabab utama terjadinya GPPH melainkan adanya penghambatan terhadap sistem maturation
(sistem pematang) yang berada dalam saraf pusat. Gangguan ini akan mempengaruhi
kematangan pertumbuhan perilaku yang cukup tinggi. Akibat malfungsi (kekacauan fungsi) pada
salah satu bagian otak inilah yang akan membuat anak melakukan kegiatan-kegiatan yang tanpa
tujuan.

11. Faktor Genetik atau Keturunan.

Faktor genetik merupakan faktor secara biologis yang mana itu sudah ada di dalam tubuh
seseorang sejak lahir. Faktor genetik dipandang sebagai salah satu penyumbang timbulnya GPPH
yang dapat dilihat pada keluarga yang kecanduan alkohol, sociophat, histeris, atau pada orangtua
yang mengalami gangguan psikiatri lainnya. Anak laki-laki empat kali lebih hiperaktif dari pada
anak perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini dapat disebabkan oleh perbedaan otak anak laki-
laki dan anak perempuan yang ditentukan oleh plasma pembawa sifat pada kromosom Y
(santrock, 2002). Di samping itu faktor genetik dapat dutemukan pada bayi-bayi yang sangat
aktif sejak lahir (terlihat dari : mempunyai tingkat aktivitas yang sangat tinggi, emosinya labil,
pola tidur yang tidak teratur).

12. Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap timbulnya GPPH adalah tindakan-tindakan atau
keadaan yang kurang memadai dari orang tua terhadap anak anak, antara lain : a. Stimulus
lingkungan yang kurang memamdai, misalnya orang tua tidak pernah mengadakan kontrol,
sering mencela, dan bersikap menolak terhadap tindakan anak. b. Tanggapan dari orang-orang
dewasa terhadap tindakan anak yang tidak tepat, akan mendorong timbulnya hiperaktiv pada
anak. c. jumlah anggota keluarga yang terlalu besar. d. Lingkungan keluarga yang mengelami
sosial disability (tidak dapat bersosialisai dengan lingkungan masyarakkat). Lingkungan sosial
merupakan faktor skunder yang dapat menimbulkan simptom aggresif. e. Pola asuh keluarga
yang kurang tepat (Osman, 2002).

13. Trauma Prenatal,Melahirkan dan Pascanatal

Minuman beralkohol yang dikonsumsi secara berlebihan oleh ibu selama hamil oleh pemusatan
perhatian anak mereka pada usia 4 tahun (Streissguth, dalam Flick 1998). Berkaitan dengan
makanan, defisiensi vitamin dapat menyebabkan masalah-masalah pemusatan perhatian, yakni
kekurangan vitamin B. Selain itu Osman (2002) menambahkan kelahiran prematur, berat badan
turun pada masa kehamilan, anoxia (kekurangan cadangan oksigen ke otak selama kehamilan
atau setelah kelahiran) atau suatu luka fisik serius, bisa mempengaruhi kemampuan
mempertahankan perhatian anak.

14. Trauma otak dibagian depan

Otak bagian depan tersebut disebut juga lobus frontalis yang berfungsi mengontrol proses
berfikir yang mempengaruhi perilaku. Diduga terjadi kelainan otak dan kemungkinan masalah
biokimia di otak (Osman, 2002).

c. Ciri khas anak-anak ADHD

1. Banyak tingkah.

Anak-anak yang termasuk kedalam kelompok ADHD bisa ditandai dengan gerakannya yang tak
terbendung. Berlarian kian kemari, memanjat, melompat, , masuk kedalam kolong meja, dan
segala gerakan fisik yang rasanya akan terlalu lelah apabila dilakukan oleh anak-anak lain.
Gerakan yang terlampau banyak ini juga tidak meiliki tujuan tertentu. Misalnya saat mereka
berlari, mereka tidak memiliki tujuan ke satu tempat atau berlomba bersama kawan, tetapi hanya
beralri begitu saja.

2. Tidak bisa tenang.


Oleh karena banyak tingkah, anak-anak hiperaktif tentu saja yang dilakukannya sehingga sulit
untuk membuat mereka diam bermain atau melakukan aktivitas lain dalam koridor yang umum
yang dilakukan oleh anak-anak seusianya. Saat duduk dan berdiri pun si ADHD sulit untuk
tenang, pasti akan goyang ke kiri dan ke kanan dan tak bisa dilakukan dalam waktu yang lama.

3. Sulit berkonsenterasi.

Anak-anak penyandang ADHD/hiperaktif cenderung sulit berkonsenterasi, Saat diberi mainan


yang melatih daya konsenterasi, pastilah mereka akan menyerah dalam sekian detik. Misalnya
saat menyusun balok atau lego, bukannya bangunan atau benda tertentu bermakna yang akan
dibuatnya, tetapi mereka hanya akan menyusunnya sampai tinggi kemudian merobohkannya
kembali. Kesulitan berkonsentrasi ini apabila tidak segera ditangani akan memengaruhi proses
pembelajaran mereka untuk selanjutnya.

4. Sulit mengendalikan emosi.

Penyandang ADHD memiliki emosi yang tidak terduga, ekspresif, dan cenderung sulit untuk
dikendalikan. Saat mereka merasa ada yang lucu, padahal orang sekitarnya tak menganggap
demikian maka mereka tak segan untuk terus tertawa lebar. Sebaliknya jika mereka merasa
terganggu dan kenginannya tidak terpenuhi tak segan juga untuk merampas, memukul,
menendang, dan melakukan kekerasan lain. Oleh karenanya anak ADHD akan dijauhi oleh
teman-teman nya.

5. Mengalami disorganisasi.

Pada umumnya, anak dengan ADHD mengalami disorganisasi, impulsive, ceroboh, dan terburu-
buru dalam melakukan tugas untuk dapat mengakibatkan pekerjaan nya acak-acakan, bingung,
dan sering kali lupa beberapa bagian dari tugas.

6. Terkendala saat harus membuat satu perencanaan.

Pada tingkat selanjutnya, saat anak-anak seusianya sudah bisa membuat satu perencanaan maka
si hiperaktif kesulitan melakukannya. Mereka berperilaku sesuai dengan apa yang terlintas dalam
benaknya saat itu. Jika anak-anak lain bermain setelah baju seragam dan makan siang maka si
hiperaktif tak bisa diarahkan demmikian. Mereka berprilaku seperti apa yang terlintas pikiran
dan mereka inginkan.

7. Tidak bisa bertanggung jawab.

Anak-anak hiperaktif sulit untuk diserahi tanggung jawab. Terdap diri mereka sendiri pun
mereka sulit untuk bertanggung jawab, apalagi terhadap tugas yang dibebankan menyangkut
orang lain. Misalnya membenahi kembali mainannya atau kamarnya setelah bermain akan sangat
sulit dilakukan oleh si hiperaktif.

8. Bersifat destruktif/merusak.

Kadangkala kita lihat ada anak kecil yang banyak tingkah, berlarian kian-kemari sambil tertawa
gembira, namun setelahnaya mereka capek dan duduk meminum bekalnya. Sejauh prilaku yang
ditunjukkan oleh anak tidak bersifat merusak dan memiliki tujuan maka mereka bukan
hiperaktif. Anak-anak hiperaktif cenderung memiliki prilaku merusak. Merebut mainan,
membanting bend-benda saat memiliki prilaku merusak. Merebut mainan, membanting benda-
benda saat mereka emosi, memukul, dan melakukan hal merusak lainnya apabila dibiarkan
begitu saja.

d. Jenis-Jenis Hiperaktif

1. Hiperaktif Inatensif

Hiperaktif jenis inatensif dikarenakan tidak fokusnya seseorang terhadap benda atau objek atau
tugas yang seharusnya dilakukan dengan baik. Kurang mampunya seseorang tersebut untuk
memusatkan perhatiannya akan berdampak bagi keseluruhan tumbuh kembangan. Misalnya
karena kurangnya pemusatan perhatian pada cara komunikasi verbal, maka seorang individu bisa
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa mereka.

2. Hiperaktif Inpulsif

Hiperaktif ini bersifat mengulang-ulang tindakan atau perilaku yang disukainya tanpa
memikirkan akibat karena hanya menurutkan kata hatinya saja. Hiperaktif tipe ini juga tidak bisa
merencankan suatu hal dann cenderung tidak memiliki tujuan dalam setiap tindakannya, seperti
berlari kian kemari, naik turun tangga tanpa berhenti, memutar-mutar mainan sampai
membantingnya jika sudah bosan.

3. Hiperaktif Campuran

Hiperaktif ini tergolong memenuhi ciri-ciri hiperaktif inatensif dan inpulsif secara bersamaan.
Hiperaktif golongan ini membuat anak mengalami kesulitan untuk belajar dan fokus pada satu
objek atauu benda yang dipelajarinya. Dampaknya, seringkali terjadi kesalahan persepsi terhadap
suatu hal sehingga anak tampak “aneh” atau berbeda di mata orang lain.

e. Penanganan/terapi yang diberikan untuk anak ADD/gangguan konsentrasi:

1. Terapi prilaku/modifikasi perilaku.

Terapi prilaku/modifikasi perilaku perlu dilakukan kepada anak dengan gangguan konsentrasi
karena sebenarnya gangguan ini bukanlah gangguan secara fisik, namun lebih pada kebiasaan
serta pola asuh yang kurang tepat pada anak. Modifikasi perilaku bisa dilakukan anatara naka,
orangtua, pendidik, dan tenaga ahli seperti psikolog dan psikiater.

Terapi perilaku pada anak penyandang ADD/gangguan konsentrasi bisa dilakuakan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

- Menemukan adanya gejala bahwa anak mengalami ADD/gangguan konsentrasi.

- Mengajak anak untuk fokus pada satu hal secara konsisten, misalnya dengan menulis
halus, membaca puisi, dan bermain bongkar pasang/puzzle.

- Memberikan tanggung jawab kepada anak untuk melakukan satu pekerjaan ringan yang
mudah bagi mereka.

- Memberikan kesibukan kepada anak yang bertujuan membangun konsentrasi anak,


misalnya meronce, berkebun, memelihara ternak, dan kegiatan bermanfaat lainnya.

- Memberikan gol/tujuan atas terapiyang dilakukan.

- Mengevaluasi hasil terapi dan memaksimalkan keberadaannya bagi perubahan prilaku


yang lebih baik/bisa berkosentrasi.
2. Relaksasi

Relaksasi dilakukan agar anak dengan gangguan konsentrasi lebih bisa tenang dan
mengendalikan emosinya. Jika emosi terkendali maka gangguan konsentarsi yang dialami sedikit
demi sedikit akan berkurang dan bahkan bisa hilang.

Relaksasi bisa dilakuka dengan cara-cara sebagi berikut:

- Melakukan hypnotherapy pada anak.

- Mengajak anak ke hutan untuk menikmati gemericik air sungai sambil duduk diatas batu
untu menikmati deburan ombak serta semilir angin sambil menarik napas dalam lalu
melepaskannya.

- Mengajak anak secara konsisten untuk berdoa kepada Sang Maha Kuasa agar diberikan
kemudahan (Doa adala salah satu unsure relaksasi yang melibatkan unsur kepasrahan dan
harapan kepada Sang Maha Pemberi Hidup).

- Mendengarkan music di ruang tertutup sambil rileks di atas sofa atau bed dan menarik
napas dalam lalu dilepaskan.

3. Terapi nutrisi.

Memberikan nutrisi yang menyehatkan dan tidak semakin membawa anak kedalam kesulitan
berkonsentrasi. Di antaranya memperbanyak makan buah dan sayur, menambah asupan protein
tanpa lemak, dan menjalankan diet CFGF. Selain itu hindarkan anak dari makanan dan
meminum yang mengandung bahan perasa, pengawet, dan pewarna buatan/ kimiawi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah tumbuh kembang sebenarnya dua peristiwa yang sifat nya berbeda, tetapi saling
berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel,organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram,pound,kilogram),ukuran panjang (cm,meter), umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik,sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi
organ/individu.
Menurut WHO (dikutip dari menkes 1990), retadasi mental adalah kemampuan mental
yang tidak mencukupi. Carter CH (dikutip dari tebak C). Mengatakan raterdasi mental adalah
suatu kondisi yang ditandai oleh intelgensi yang rendah yang menyebabkan
ketidakemampuan yang dianggap normal. Retardasi mental disebabkan karena adanya
disfungsi otak tetapi ada juga beberapa faktor yang dapat menyebabkan retardasi mental
seperti faktor non organik (Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis), dan faktor
organik.

B. Saran

Bagi keluarga mampu memahami kondisi anak serta mengetahui kekurangan dan kelebihan
anak. Cara pola asuh orang tua yang terpenting adalah menyesuaikan terhadap kondisi anak.
Kontrol orang tua lebih ditunjukan sebagai arahan dan membimbing anak untuk memperoleh
perkembangan secara lebih maksimal. Memperhatikan kesehatan anak seperti gizi, hati-hati
mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan buruk seperti minum-minuman keras dan
merokok. Jadi, sebagai orang tua harus menjaga dan mengerti kebutuhan anaknya, serta
membimbing ia agar enjadi anak yang memiliki potensi khusus dibalik kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1992, Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga

Klaus & Fanaroff. 1993. Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi. EGC

Depkes RI, Program Imunisasi

Anda mungkin juga menyukai